Anda di halaman 1dari 24

PROSEDUR TINDAKAN UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN OKSIGEN

A. MEMBUKA JALAN NAPAS


Dalam manajemen kedaruratan, lakukan pengkajian kardiopulmonal dan lakukan intervensi dengan
segera jika diketahui adanya perubahan. Pengkajian riwayat kesehatan singkat (mulai pengkajian
kardiopulmonal) dengan cepat sementara mengevaluasi dan melakukan intervensi penyelamatan jiwa.
Pengkajian riwayat menyeluruh didapatkan ketika anak telah stabil. Sebagian henti jantung pediatrik,
utamanya berhubungan dengan jalan napas dan pernapasan, serta biasanya bersifat sekunder terhadap
jantung. Pernapasan disokong jika anak memiliki nadi yang kuat dan adekuat.

1. Evaluasi dan manajemen jalan napas


Kaji kepatenan jalan napas, posisikan jalan napas dalam cara yang mendorong aliran udara yang baik.
Jika sekresi mengobstruksi jalan napas , isap jalan napas untuk mengeluarkannya. Jika anak tidak
sadarkan diri atau baru mengalami cedera, buka jalan napas (angkat dagu dongak kepala) sebagai
berikut :

Perhatikan : Jika anak alami cedera spina servikal cukupgunakan teknik anjak rahang (Jaw-trust).

2. Evaluasi dan manajemen pernapasan


Setelah membuka jalan napas, posisikan telinga pemeriksa di atas mulut anak untuk menentuka
pernapasan spontan (dengarkan hembusan napas) dan mata pemriksa melihat apakah dada anak naik
dan turun. Pemeriksa merasakan udara keluar dari hidung atau mulut anak. Hitung laju pernapasan.
Observasi warna anak, perhatikan kedalaman pernapasan, kanaikan dada, keadekuatan alirann udara
di seluruh lapang paru dan adanya bunyi tambahan. Evaluasi peningkatan kerja pernapasan dan
penggunakan otot aksesori. Ketika tanda gawat napas diketahui, segera berikan anak oksigen 100%
dan pasang oksimeter nadi untuk memantau kadar saturasi oksigen. Untuk anak yang mendapatkan
oksigen 100% dan tidak membaik dengan pemosisian ulang, Mulai lah ventilasi terbantu dengan
peralatan bag-valve-mask (BVM). Jika anak tidak bernapas, mulai lah dengan penyelamatan
pernapasan. Lakukan resusitasi jantung paru jika perlu.

3. Evaluasi dan manajemen sirkulasi


Selanjutnya, lakukan evaluasi sirkulasi. Perhatikan denyut jantung, kualitas nadi dan perfusi, warna
kulit dan suhu, tekanan darah, ritme jantung, dan tingkat kesadaran. Tentukan denyut jantung ssecara
auskultasi langsung atau palpasi nadi sentral.
B. PENGATURAN POSISI MEMBANTU OKSIGENASI
1. Postural Drainage
a. Pengertian : Salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai sekmen paru
dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk melakukannya
adalah sekitar satu jam sebelum sarapan pagi dan sekitar satu jam sebelum tidur malam.
Postural drainase dilakukan tiga sampai empat kali sehari dan lebih efektif jika dilanjutkan
dengan terapi pernapasan lainnya, seperti pengobatan bronkodilator dan/atau nebulisasi.
b. Indikasi
1) Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret pada:
a) Pasien yang memakai ventilasi
b) Pasien yang mengalami tirah baring lama
c) Pasien yang produksi sputum meningkat (sperti pada fibrosis kistik) atau bronkiektasis
d) Pasien dengan batuk yang tidak efektif
2) Mobilisasi sekret yang tertahan:
a) Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
b) Pasien dengan abses paru
c) Pasien dengan pneumonia
d) Pasien pre dan post operasi
e) Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
c. Kontraindikasi
1) Tension pneumothorak
2) Hemoptisis
3) Gangguan kardiovaskuler seperti hipotensi,hipertensi, infark miokard, akut infark dan
aritmia
4) Edema paru
5) Efusi pleura yang luas
d. Persiapan postural drainage:
1) Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang
2) Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap
3) Periksa nadi dan tekanan darah
4) Apakah pasien memiliki reflek batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan sekret
e. Prosedur:
1) Posisi terapis didepan untuk melihat perubahan yang terjadi selama postural drainase atau
menyesuaikan kondisi
2) Posisi pasien sesuai lampiran
3) Postural Drainase dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak
lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3-10 menit
4) Dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah makan
f. Penilaian hasil:
1) Auskultasi apakah suara pernapasan meningkat, dan sama kiri dan kanan
2) Inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama
3) Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau kental
4) Perasaan pasien apakah merasa lelah, merasa enakan atau sakit
5) Bagaimana efek yang nampak pada vital sign, adakah temperatur dan nadi tekanan darah
6) Apakah foto torak ada perbaikan
g. Kriteria untuk tindak melanjutkan terapi
1) Pasien tidak demam dalam 24-48 jam
2) Suara pernafasan normal atau relative jelas
3) Foto thorak relative jelas
4) Pasien mampu untuk bernapas dalam dan batuk
C. PEMBERIAN OKSIGENASI SIMPLE FACE MASK
Pemberian terapi oksigen dengan mengguankan face mask adalah pemberian oksigen kepada
pasien dengan menggunakan masker yang dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan
mulut klien. Masker tersebut umumnya bewarna bening dan mempunyai tali sehingga dapat
mengikat kuat mengelilingi wajah klien.

Perbedaan antara reabreathing mask dan non-reabreating mask terletak pada adanya valve
(katup udara) yang mencegah udara ekspirasi terhinhalasi kembali

Tujuan : Memberi oksigen dalam kadar yang sedang dengan konsentrasi dan kelembapan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kanula nasal

Persiapan Alat
1. Tabung oksigen dengan flowmeter
2. Humidifier menggunakan cairan steril, air distalasi, atau air kran yang dimasak sesuai
dengan kebijakan rumah sakit.
3. Sungkup wajah dengan ukuran yang sesuai
4. Karet pengikat sungkup wajah
5. Kasa jika perlu

Prosedur Pelaksanaan
1. Kaji kebutuhan terapi oksigen dan klarifikasi intruksi terapi
2. Siapkan pasien dan keluarga
a. Bantu pasien memperoleh posisi semi-flower jika memungkinkan.
Posisi ini memudahkan ekspansi dada sehingga pasien lebih mudah bernapas.
b. Jelaskan bahwa oksigen akan mengurangi ketidaknyamanan akibat dispnea dan tidak
menimbulkan bahaya jika petunjuk keamanan diperhatikan. Informasikan kepada
pasien dan keluarga tentang petunjuk keamanan yang berhubungan dengan
penggunaan oksigen.
3. Siapkan peralatan oksigen dan humidifier.
4. Putar kenop oksigen hingga diperoleh kecepatan oksigen yang sesuai dengan intruksi dan
pastikan peralatan berfungsi dengan baik.
a. Pastikan oksigen mengalir dengan bebas melalui slang dan anda dapat merasakan
oksigen keluar dari kanula nasal. Tidak terdengar bunyi pada slang, sambungan tidak
bocor, dan terdapat gelembung udara pada humidifier saat oksigen mengalir melewati
air.
b. Atur kecepatan aliran oksigen sesuai dengan terapi yang direkomendasikan.
5. Pasang sungkup oksigen pada wajah pasien dari hidung hingga ke dagu pasien
6. Atur sungkup agar sesuai dengan bentuk wajah pasien. Pastikan sungkup menutup wajah
pasien dengan pas sehingga oksigen yang masuk ke mata atau mengalir ke sekitar pipi
dan dagu minimal
7. Pasang karet pengikat melingkari kepala klien agar sungkup terasa nyaman.
8. Beri karet pengikat alas menggunakan kasa di area belakang telinga dan di atas benjolan
tulang. Alas akan mencegah timbulnya iritasi akibat karet pengikat sungkup.
9. Lakukan evaluasi umum pada pasien dalam 15-30 menit pertama, bergantung pada
kondisi pasien. Selanjutnya, lakukan evaluasi umum secarqa teratur yang meliputi
pengkajian tingkat kecemasan; kemudahan bernapas ketika alat dipasang; TTV; pola
napas; pergerakan dada; warna kulit; kuku; kulit; telinga; membrane mukosa hidung;
mulut; dan faring; tanda hipoksia; tanda hiperkarbia; bunyi napas bilateral; AGD;
toleransi aktivitas; adanya takikardia; dispnea; konfusi; kelelahan; dan sianosis.
10. Amati kulit wajah dengan sering dengan sering untuk mengetahui jika terdapat goresan
atau kelembapan. Jika perlu, keringkan di area lembab dan tangani goresan.
11. Inspeksi peralatan secara teratur. Periksa volume kecepatan aliran oksigen dengan
ketinggian cairan steril pada humidifier dalam 30 menit dan ketika memberi perawatan
pada pasien. Pertahankan ketinggian air di humidifier dan pastikan petunjuk keaman
dipenuhi.
12. Dokumntasikan hasil pengkajian, terapi yang diberikan dan data yang relevan dalam
dokumntasi keperawatan.
FORMAT PENILAIAN PENAMPILAN KERJA KETERAMPILAN : MEMBERIKAN
OKSIGEN MELALUI FACE MASK
Nama Mahasiswa : …………………………………..

Dilakukan
ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI Tgl: Tgl: Tgl: KET
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
Persiapan Alat :
1. Tabung oksigen lengkap dengan
manometer, dan sarung tabung oksigen
2. Flow meter (pengukur aliran)
3. Humidifier (yang sudah diisi dengan
aquadest)
4. Selang oksigen
5. Face Mask
6. Tanda “dilarang merokok”
Persiapan Lingkungan :
1. Jaga privasi klien.
Persiapan Klien :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan
dilakukan
2. Beri pasien posisi fowler di tempat tidur
atau posisi duduk di kursi, sampai
pasien merasa nyaman
Langkah – Langkah :
1. Mencuci tangan
2. Sambung kanule ke selang oksigen dari
humidifier
3. Tekan tombol flow meter sampai
kecepatan yang diprogramkan dan
mencoba aliran pada kulit muka melalui
face mask
4. Bantu klien untuk memakai face mask.
Pastikan posisi mulut dan hidung klien
ada di dalam face mask dan terpasang
rapat sehingga seminiminal mungkin
oksigen dapat keluar dari dalam face
mask.
5. Ikatkan tali face mask di kepala pasien.
6. Menanyakan kepada klien apakah
sesaknya berkurang atau tidak
7. Mengobservasi status pernapasan klien
8. Memberitahu klien bahwa tindakan
sudah selesai
9. Rapikan alat dan pasien
10. Lepaskan sarung tangan
11. Menjelaskan kepada klien dan keluarga
:
a. Tidak boleh merokok di
lingkugan klien
b. Tidak boleh mengubah flowmeter
c. Segera lapor jika ada reaksi sesak
bertambah/klien gelisah
12. Mencuci tangan
13. Mendokumentasikan prosedur

Sikap :
1. Melakukan tindakan dengan sistematis
2. Komunikatif dengan klien
3. Percaya diri

Keterangan :
1. Ya = 1 (di lakukan dengan benar)
2. Tidak = 0 (tidak di lakukan/ dilakukan dengan tidak/ kurang benar)
Kriteria Penilaian :
1. Baik sekali 100
2. Baik : 81-99
3. Kurang / TL : ≤80
D. FISIOTERAPI DADA
1. Pengertian
Suatu metode terapi untuk membuka jalan nafas dan mengencerkan dahak dengan cara
penguapan, pemanasan, pemijatan, postural drainage, latihan bernafas dan suction. Dalam
memberikan fisioterapi harus didapat kepercayaan dari anak-anak karena anak-anak sering tidak
kooperatif.
Fisioterapi dada meliputi:
a. Perkusi/ clapping : Pukulan kuat, bukan berarti sekuat-kuatnya, pada dinding dada dan
punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk. Tujuannya dalah secara mekanik dapat
melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus

b. Vibrasi : getaran kuat secara serial yang dihasilan oleh tangan perawat yang diletakkan datar
pada dinding dada klien.Vibrasi ini digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara ekskresi danh melepaskan mukus yang kental

c. Drainase Postural

2. Tujuan :
a. Untuk mencegah dan mengatasi hipoksis
b. Untuk mengeluarkan secret yang tertampung
c. Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelektasis
d. Memperbaiki pergerakan dan aliran sekret
3. Indikasi
a. Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :
1) Pasien yang memakai ventilasi
2) Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
3) Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau bronkiektasis
4) Pasien dengan batuk yang tidak efektif
b. Mobilisasi sekret yang tertahan :
1) Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
2) Pasien dengan abses paru
3) Pasien dengan pneumonia
4) Pasien pre dan post operatif
5) Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
4. Kontraindikasi
1. Mutlak : Kegagalan jantung, Status asmatikus, renjatan dan perdarahan massif, Peningkatan
tekanan intra cranial
2. Relatif : Infeksi paru berat, patah tulang atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan
kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.
5. Alat dan Bahan
1) Stetoskop
2) Selimut
3) Bantal
4) Segelas air hangat
5) Sputum pot
6) Handuk kecil
7) Tempat duduk atau kursi
6. Prosedur kerja:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur pada anak
c. Kaji status anak; analisa kelayakan prosedur; modifikasi rencana bila diperlukan
d. Sediakan bantal, percussion device (pada bayi), nebulizer jika dibutuhkan
e. Pilih postural drainage yang tepat yaitu dengan melakukan auskultasi bagian paru anak untuk
melihat letak sputum. Atur posisi anak dengan menempatkan anak pada diatas pangkuan dan
letakkan handuk atau bantal dibawah punggung anak
f. Lakukan teknik perkusi dengan cara memposisikan telapak tangan seperti mangkuk atau
dengan peralatan perkusi bayi. Perkusi yang tepat menghasilkan bunyi yang lemah, bukan
bunyi tamparan
g. Perkusi setiap segmen paru selama kurang lebih selama 1-2 menit
h. Minta anak menarik nafas dan letakkan bola tangan pada segmen paru, pertahankan lengan
dan bahu lurus. Lakukan vibrasi dengan menegangkan dan mereleksasi lengan terapis selama
anak ekhalasi atau saat mengeluarkan nafas, ulangi sampai pernapasan 3 kali. Jika anak sudah
mengerti perintah berikan pujian.
*Vibrasi dilakukan 5-8 kali vibrasi per detik.
i. Minta anak untuk tarik nafas dalam dan batuk untuk mengeluarkan secret. Jika dalam posisi
berbaring tidak bisa batuk ganti dalam posisi duduk (untuk anak yang sudah mengerti
perintah)
j. Auskultasi kembali untuk memastikan pembersihan sekret
k. Reposisi, perkusi dan vibrasi area dada pada posisi drainage sesuai ketentuan hasil auskultasi
tersebut dimana letak secret
l. Tindakan dapat diulangi setelah anak istirahat

7. Hal yang harus diperhatikan


a. Postural drainage yang diberikan disesuaikan dengan letak secret di saluran nafas
b. Untuk bayi teknik perkusi dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu masker
oksigen kecil
c. Ketika bronkodilator diberikan, lakukan fisioterapi selama atau setelah pemberian obat
untuk meningkatkan mobilisasi sekresi.
8. Hal penting yang harus dicatat : Banyaknya sputum, Warna sputum, Respon anak, dan Lamanya
tindakan.

E. INHALASI (NEBULIZER)
1. Pengertian
Terapi Nebulizer adalah terapi pemberian obat dengan cara menghirup larutan obat yang sudah
diubah menjadi gas yang berbentuk seperti kabut dengan bantuan alat yang disebut Nebulizer.
Pada saat terapi ini diberikan, klien dapat bernafas seperi biasa. Umumnya prosedur ini tidak
lama, hannya berkisar sekitar 5-10 menit

2. Keuntungan :
a. Medikasi dapat diberikan langsung pada tempat / sasaran aksinya (seperti paru-paru)
b. Dosis yang diberikan umunya rendah sehingga dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek
samping sistemik
c. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat dari
pada rute lainnya seperti subkutan atau oral.
d. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu mengeluarkan
sekresi bronchus
3. Tujuan :
a. Melebarkan saluran pernafasan (karena efek obat bronkodilator)
b. Menekan proses peradangan
c. Mengencerkan dan memudahkan pengeluaran sekret (karena efek obat mukolitik dan
ekspektoran)
d. Mahasiswa mampu melakukan terapi nebulizer kepada pasien dengan mandiri
4. Indikasi :
Efektif dilakukan pada pasien:
a. Bronchospasme akut
b. Produksi sekret yang berlebih
c. Batuk dan sesak nafas
d. Radang pada epiglottis
5. Kontraindikasi:
a. Pasien yang tidak sadar atau confusion umumnya tidak kooperatif dengan prosedur ini,
sehingga membutuhkan pemakain mask/sungkup, tetapi evektifitasnya akan berkurang
secara signifikan
b. Pada klien dimana suara nafas tidak ada atau berkurang maka pemberian medikasi nebulizer
menjadi kontraindikasi, kecuali jikamedikasi nebulizer diberikan melalui endrotacheal tube
yang mengguanakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak
dapat menggerakkan/memasukkan medikasi secara adekuat kedalam saluran nafas.
c. Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability harus dengan perhatian.
Ketika diinhalasi, ketakolamin dapat meningkatkan cardiac rate dan dapat menimbulkan
disritmia.
d. Medikasi Nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui intermittent positivepressure
breathing (IPPB), sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronchospasme.
6. Prosedur :
a. Tahap pra interaksi
1) Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2) Cuci tangan
3) Siapkan alat
b. Tahap orientasi
1) Beri salam, panggil klien dengan namanya
2) Tanyakan apa yang dirasakan pasien
3) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
c. Tahap kerja
1) Cuci tangan
2) Gunakan handscone
3) Atur posisi klien
4) Hubungkan kabel power Nebulizer ke terminal listrik, pastikan bahwa mesin Nebulizer
menyala
5) Masukkan obat sesuai dosis yang dibutuhkan kedalam face mask Nebulizer lalu tutup
kembali dengan cara diputar
6) Monitor uap atau obat (dengan cara hidupkan mesin Nebulizer lihat apakah sudah ada
uap yang keluar dari face mask Nebulizer)
7) Mengenakan face mask Nebulizer dengan benar kepada klien
8) Menanyakan kepada klien apakah sesaknya mulai berkurang
9) Bila sudah selesar, alat dirapihkan
10) Fase terminasi
11) Evaluasi respon klien (Menanyakan kepada klien bagaimana pak/bu setelah dipasang alat
Nebulizer apakah sesak berkurang)
12) Rencana tindak lanjut (Diusahakan bapak/ibu jangan banyak beraktivitas dulu ya, agar
sesak nya bisa cepat sembuh atau tidak kambuh kembali)
13) Kontrak yang akan datang ; topic, waktu, tempat (Kalo begitu saya tinggal dulu ya
pak/bu. Nanti pukul 12.00 kita bertemu lagi, untuk terapi pemberian obat secara oral,
tempatnya disini saja)
14) Pendokumentasian ; waktu pemberian, respon klien
7. Hal yang harus diperhatikan:
a. Pada saat awal tindakan, klien perlu didampingi sampai klien terlihat tenang
b. Nebulizer dapat menyebabkan beberapa komplikasi (umumnya karena efek samping obat),
berupa : nausea, muntah, tremoe, bronkospasme (misalnya dikarenakan alergi terhadap obat
inhalasi yang diberikan) dan takikardia
c. Gunakan tubing, nebulizer cup, mouthpiece/ maker untuk masing-masing klien. (single use)
d. Lindungi mata klien dari uap yang keluar dari alat nebulizer
e. Berikan obat yang sesuai dengan kolaborasi dokter
f. Jika memungkinkan, mint aklien mengatur nafas dengan menarik nafas dalam melalui
hidung dan tiup melalui mulut selama pemberian terapi.
g. Perhatikan perubahan yang terjadi, seperti kebiruan (sianosis), batuk berkepanjangan,
gemetar (tremor), berdebar-debar, mual,muntah, dll.
h. Lakukan peneukan dada atau punggung(fidioterapi dada) pada saat atau setelah selaesai
terapi inhalasi.

FORMAT PENILAIAN PRAKTIKUM TERAPI NEBULIZER


Nama : ……………………………………

Aspek yang dinilai Ya Tidak Gambar ilustrasi


A. Tahap Pra Interaksi
1. Mengidentifikasi
kebutuhan/indikasi pasien

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam, panggil
klien dengan namanya
2. Tanyakan apa yang
dirasakan pasien
3. Menjelaskan tujuan
dan prosedur tindakan

C. Tahap Kerja
1. Cuci tangan

2. Gunakan handscone

3. Atur posisi klien

4. Hubungkan kabel power


Nebulizer ke terminal listrik,
pastikan bahwa mesin
Nebulizer menyala

5. Masukkan obat sesuai dosis


yang dibutuhkan kedalam
face mask Nebulizer lalu
tutup
kembali dengan cara diputar

6. Monitor uap atau obat (dengan


cara hidupkan mesin Nebulizer
lihat apakah sudah ada uap
yang keluar dari face mask
Nebulizer)

7. Mengenakan face mask


Nebulizer dengan benar
kepada klien

8. Menanyakan kepada klien


apakah sesaknya mulai
berkurang

9. Bila sudah selesa,


alat dirapihkan
10. Fase terminasi
11. Evaluasi respon klien
(Menanyakan kepada klien
bagaimana setelah dipasang
alat Nebulizer apakah sesak
berkurang)
12. Rencana tindak lanjut
(Diusahakan bapak/ibu
jangan banyak beraktivitas
dulu ya, agar sesak nya bisa
cepat sembuh atau tidak
kambuh kembali
13. Merapikan klien dan
membiarkan klien
beristirahat

D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil / respon
klien
2. Mendokumentasikan hasilnya
3. Melakukan kontrak untuk
kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan,
membereskan alat-alat
5. Mencuci tangan
F. SUCTION (HISAP LENDIR)
1. Deskripsi
a. Penghisapan secara manual menyingkirkan sekresi dari nasofaring atau jalan
napas buatan
b. Tindakan ini diperlukan pada setiap anak yang memiliki sekresi jalan napas
yang menunjukkan pernapasan berisik/ gawat napas
c. Bersihan jalan napas sangat penting pada anak yang mengalami sakit
pernapasan
2. Langkah
a. Pastikan peralatan penghisapan bekerja secara benar sebelum memulai
b. Setelah mencuci tangan, kumpulkan peralatan yang dibutuhkan
1) Kateter penghisapan steril yang berukuran sesuai
2) Sarung tangan steril
3) Oksigen tambahan
4) Pelumas steril berbasis air
5) Salin normal steril jika diindikasikan
c. Kenakan sarung tangan steril, pertahankan tangan dominan steril dan tangan
non dominan bersih
d. Berikan oksigenasi sebelumnya pada bayi atau anak jika diindikasikan
e. Berikan pelumas pada ujung kateter penghisapan
f. Jika diindikasikan untuk mengencerkan sekresi, masukkan salin steril
g. Pertahankan teknik steril, masukkan kateter pnghisapan ke dalam lubang hidung
atau jalan napas anak
1) Masukkan hanya pada titik muntah jika kateter dimasukkan dalam via lubang
hidung
2) Masukkan hanya 0,5 cm lebih dalam daripada panjang jalan napas buatan
h. Lakukan pnghisapan secara berjeda selama kurang dari 10 detik sementara
memutar dan mengeluarkan kateter
1) Sesuaikan rentang tekanan antara 60 dan 100 mmHg untuk penhisapan pada
bayi dan anak
2) Gunakan rentang tekanan antara 40 dan 60mmHg untuk pnghisapan bayi
prematur
i. Berikan oksigen tambahan telah penghisapan.
G. PEMASANGAN DAN MONITORING TRANSFUSI DARAH
1. Pengertian :
Transfusi pada Anak Pemberian transfusi pada anak-anak dan neonatus harus
dilakukan dengan perhatian khusus. Transfusi sel darah merah merupakan transfusi
yang paling banyak dilakukan pada kelompok ini. Pada bayi dibawah 4 bulan,
pemeriksaan awal pasien harus meliputi pemeriksaan golongan darah ABO dan
Rhesus serta skrining antibodi ireguler bila memungkinkan dan diberikan dengan
kecepatan lambat agar tidak menimbulkan efek samping karena peningkatan kadar
potasium.Transfusi plasma inkompatibel harus dihindari oleh karena volume total
plasma pada pasien anak-anak masih sedikit.
Golongan darah ABO ditentukan oleh ada atau tidaknya antigen permukaan sel
darah merah (RBC) A atau B: Darah tipe A memiliki antigen A RBC, darah tipe B
memiliki antigen RBC B, darah tipe AB memiliki antigen A dan B Antigen RBC,
dan golongan darah O tidak memiliki antigen RBC A atau B. Hampir semua
individu yang tidak memiliki antigen A atau B secara “alami” menghasilkan
antibodi, terutama imunoglobulin (Ig) M, melawan antigen yang hilang dalam
tahun pertama kehidupan.
Ada sekitar 46 antigen permukaan sel darah merah kelompok Rhesus, dan
pasien dengan antigen D Rhesus dianggap Rh-positif. Sekitar 85% dari populasi
kulit putih dan 92% dari populasi kulit hitam memiliki antigen D, dan individu
yang kekurangan antigen ini disebut Rh-negatif. Berbeda dengan kelompok ABO,
pasien Rh-negatif biasanya mengembangkan antibodi terhadap antigen D hanya
setelah transfusi Rh-positif atau dengan kehamilan, dalam situasi ibu dengan Rh-
negatif melahirkan bayi dengan Rh-positif.
Transfusi pada anak berbeda dengan dewasa disebabkan oleh
a. Ukuran anak lebih kecil maka volume darah sesuai usia anak.
b. Kadar normal Hb bervariasi sesuai usia anak
c. Mekanisme adaptasi kardiovaskuler terhadap anemia berbeda.
d. Anak lebih mudah terkena infeksi lewat transfusi darah seperti CMV
e. Keputusan untuk pemberian transfusi jangan hanya didasarkan pada batas nilai
Hb saja karena anak dengan anemia kronik dapat beradaptasi dengan Hb sangat
rendah.
Dosis komponen darah yang ditransfusi kepada anak harus hati-hati, oleh
karena itu harus menyebut volume darah yang diminta. Dosis komponen darah
yang direkomendasikan adalah: - Jika Hb ≤ 5 g/dL diberikan PRC dengan dosis 5
mL/kg/jam pada perdarahan akut dan sisa darah pad kantong tersebut harus selesai
dalam 3 jam berikutnya. - Trombosit konsentrat dari apheresis (jika
memungkinkan) diberikan pada semua anak 2x nilai normal dan pasioen akan
menjalankan tindfakan invasif. Indikasi yang tepat jika terjadi perdarahan maka
dosis yang diberikan 10-20 mL/kg

2. Tujuan : memenuhi kebutuhan dasar dan mencegah terjadinya anemia


a. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma, atau
perdarahan).
b. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada klien anemia berat.
c. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misalnya, faktor
pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia).
3. Pelaksanaan:
a. Tahap Prainteraksi
1) Membaca program tindakan
2) Menyiapkan alat
a) Standar infus
b) Cairan steril sesuai instruksi
c) Tranfusi set steril
d) IV kateter sesuai ukuran (18)
e) Bidai atau (k/p pada anak)
f) Perlak pengalas
g) Torniquet
h) Instrumen steril (pinset, gunting dan kom)
i) Kapas alkohol
j) Bengkok
k) Tempat sampah
l) Kasa steril
m) Sarung tangan
n) Salf antibiotik
o) Plester
p) Darah/plasma
q) Obat antihistamin
r) Tensimeter dan termometer
s) Formulir observasi khusus dan alat tulis
3) Memasang sampiran
4) Mencuci tangan
5) Mendekatkan alat ke pasien
b. Tahap Orientasi
1) Memberi salam
2) Menanyakan adanya keluhan
3) Menjelaskan prosedur tindakan kepasien atau keluarga
4) Memberikan kesempatan kepada pasien
c. Tahap Kerja
1) Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan
2) Mengukur tanda vital
3) Membebaskan lengan pasien dari baju
4) Meletakkan perlak dan pengalas di bawah lengan pasien
5) Menyiapkan larutan NaCl 0,9% dengan transfusi set
- Membuka set transfusi, meletakkan klem 2-4 cm di bawah tabung drip
dalam keadaan off / terkunci.*
- Membuka tutup botol cairan infus, melakukan desinfeksi tutup botol
cairan, dan menusukkan set infus ke botol / kantong cairan dengan
benar.*
- Menggantungkan botol cairan infus pada tiang infus, mengisi tabung
drip infus ⅓-½ penuh.*
6) Mengalirkan infus NaCl 0,9% hingga 25-50 cc atau beberapa menit
7) Gunakan selang infus yang mempunyai filter. Selang juga harus
menggunakan  tipe-Y. (Jika tidak ada, gunakan selang infus yang telah
terapasang dengan mengganti cairan NaCl dan darah dengan bergantian).
8) Ikuti protokol institusi dalam mendapatkan produk darah dari bank darah.
Minta darah bila anda telah siap menggunakannya
9) Dengan perawat yang lain, identifikasi kebenaran produk darah dan klien :
a. Periksa kompatibilitas yang tertera pada kantong darah dan informasi
pada kantong itu sendiri.
b) Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe RH pada
catatan klien.
c) Periksa ulang produk darah dengan pesanan dokter.
d) Periksa tanggal kadaluarsa pada kantong darah.
e) Periksa darah terhadap adanya bekuan / gumpalan darah.
f) Tanyakan nama klien dan periksa / cocokkan dengan gelang
tangannya/gelang namA
10) Mengklem selang infus, melepaskan selang infus dari flabot infus dan
memindahkan ke kantong darah setelah 15 menit
11) Mengatur tetesan darah( batas aman transfuse dengan kondisi jantung yang
baik, tidak ada hipovolemi adalah 1ml/kg bb/ jam (satu kantong darah kira -
kira 3 jam). Atur kecepatan tetesan 2 ml/menit pada 15 menit pertama
transfusi dan tetap bersama klien.
12) Monitor tanda-tanda vital :
a. Dapatkan tanda vital klien setiap 5 menit selama 15 menit pertama
transfusi dan kemudian setiap 15 menit mengikuti kebijakan
institusi/rumah sakit.
b. Observasi klien terhadap adanya kemerahan, ruam kulit, gatal,
dispnea, bintik-bintik merah di kulit.
13) Lepaskan dan buang sarung tangan. Cuci tangan
14) Lanjutkan mengobservasi terhadap reaksi samping / efek samping transfuse
a. Evaluasi dan pengukuran perlu dilakukan tiap jam, sampai 1-2 jam
setelah transfusi berakhiR
b. Jika ditemukan tanda - tanda alergi, transfuse segera dihentikan,
segera ganti blood set dengan yang baru, berikan infuse Ns 0.9%,
ukur tanda - tanda vital
15) Setelah darah masuk, bersihkan selang dengan NaCl 0,9%
d. Tahap Terminasi
1) Mengamati adanya reaksi transfusi dan komplikasi
2) Mengevaluasi perasaan pasien
3) Menyimpulkan hasil kegiatan
4) Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
5) Mengakhiri kegiatan
6) Merapikan alat
7) Melepas sarung tangan
8) Mencuci tangan
9) Mengukur tanda vital tiap 5 menit untuk 15 menit pertama, tiap 15 menit
untuk jam berikutnya dan tiap 1 jam sampai dengan tranfusi selesai

e. Dokumentasi
Mendokumentasikan setiap tindakan : golongan darah, Rh (+/-) nomor kantong
darah, waktu pemberian, dosis, jenis transfusi yang diberikan, reaksi transfusi
atau komplikasi.

f. Pemantauan pelaksanaan transfusi


Pemantauan pelaksanaan transfusi, mencakup keadaan umum pasien, suhu tubuh,
frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, serta keluhan yang dirasakan oleh
pasien. Pemberian diuretik tidak dilakukan secara rutin, dan hanya pada kasus
yang diduga akan atau sudah terdapat tanda dekompensasi jantung.
Untuk setiap pemberian transfusi darah dianjurkan untuk mengawasi pasien:
1) Saat transfusi dimulai
2) 15 menit setelah transfusi dimulai (pasien harus diawasi dan kecepatan
transfusi diatur dengan kecepatan lambat kurang lebih 2 mL/menit. Apabila
tidak terjadi reaksi apapun maka transfusi dapat dipercepat sesuai target dan
sesuai keadaan pasien)
3) Saat selesai transfusi (keadaan pasien dan tanda vital dicatat, kantong darah
beserta selangnya dibuang sesuai prosedur pembuangan limbah medis)
4) 4 jam setelah transfusi kantong darah terakhir untuk pasien rawat inap atau
untuk pasien rawat jalan tidak boleh pulang selama 1 jam setelah transfuse.

g. Reaksi transfusi
Berdasarkan keluhan dan tanda, reaksi transfusi dapat dikelompokkan menjadi 3
kategori:
 Kategori I (reaksi ringan), berupa demam dengan suhu >38,0°C atau
kenaikan suhu 1-2°C dari suhu tubuh pra-transfusi, pruritus, ruam ringan,
transient urticaria, atau flushing.
 Kategori II (reaksi sedang), di samping demam dengan suhu tubuh >39,0°C
atau kenaikan suhu >2°C dari suhu tubuh pra-transfusi, disertai menggigil,
rasa kaku, mual/muntah, mialgia, angioedema, mengi, urtikaria, serta ruam
kulit, tanpa gangguan pada sirkulasi dan pernapasan.
 Kategori III (reaksi berat), terjadi hipotensi atau gangguan sirkulasi, sesak
napas, mengi, stridor berat, serta anafilaksis

h. Hal yang harus diperhatikan :


 Pemberian darah tidak perlu dihangatkan terlebih dahulu kecuali pada
transfusi cepat, transfusi masif, transfusi tukar atau ada cold agglutinin. Pada
kondisi tersebut, penghangatan dilakukan menggunakan blood warmer
khusus
 Jika memungkinkan, dianjurkan untuk memakai produk darah rendah
leukosit, terutama untuk pasien neonatus, transfusi rutin/berulang,
transplantasi, dengan skrining nucleic acid amplification testing (NAT).
 Pelaksanaan transfusi darah sebaiknya dimulai maksimal 30 menit setelah
produk darah tersebut dikeluarkan oleh Unit Pelayanan Transfusi Darah
(UPTD) / bank darah.
 Pemberian transfusi darah pekat/sel darah merah kepada resipien harus
selesai dalam waktu maksimal 4 jam/kantong terhitung dari keluarnya
produk darah dari UPTD, sedangkan untuk produk plasma darah dapat
diberikan lebih cepat (dalam 1 – 2 jam), bergantung kebutuhan.
 Jarak pemberian antara dua kantong PRC sebaiknya 24 jam. Namun, pada
penyakit kronik dengan kadar Hb <5 g/dL, jarak minimal yang masih
diperkenankan adalah antara 8-12 jam setelah kantong darah pertama selesai.
 Pemberian diuretik tidak dilakukan secara rutin dan hanya diberikan pada
keadaan khusus, seperti gagal jantung
 Penggunaan NaCl 0,9% tidak diberikan untuk pembilasan setelah transfusi
selesai, untuk menghindari kelebihan cairan
 Apabila pada satu pasien dibutuhkan lebih dari satu jenis komponen darah,
komponen darah dapat diberikan secara berurutan, tetapi tidak melebihi
jumlah kebutuhan cairan pasien dalam 24 jam. Urutan pemberian komponen
juga disesuaikan dengan kondisi klinis. Sebagai contoh, pada kasus
perdarahan akibat trombositopenia, disarankan untuk diberikan komponen
TC terlebih dahulu kemudian dilanjutkan komponen PRC.

Anda mungkin juga menyukai