Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

Oleh :
EKA KRISTIANTO DAELI

181011400454

JURUSUAN TEKNIK INFORMATIKA

PROGRAM STUDI TEKNIK

UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG


SELATAN BANTEN
UU ITE di Republik Indonesia
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dinegara kita terkenal dengan Undang-Undang yang berlaku untuk semua
masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun
masyarakat umum. Untuk dunia informasi teknologi dan elektronik dikenal dengan UU
ITE. Undang-Undang ITE ini sendiri dibuat berdasarkan keputusan anggota dewan pada
tahun 2008. Keputusan ini dibuat berdasarkan musyawarah mufakat untuk melakukan
hukuman bagi para pelanggar terutama di bidang informasi teknologi elektronik.

Untuk dunia maya atau lebih dikenal dengan cyber sudah semakin kita kenal dekat
dengan kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat Indonesia. Contoh yang paling
gampang adalah situs jejaring sosial yang saat ini ratingnya sangat bagus dalam dunia
pertemanan yaitu Facebook. Di dunia facebook itu sendiri sering terjadi pelanggaran yang
disalahkan oleh pengguna facebook itu sendiri yang bisa mengakibatkan nyawa seseorang
menghilang. Untuk pengguna facebook sendiri dibuat UU ITE No 11 Tahun 2008, ada tiga
ancaman yang dibawa UU ITE yang berpotensi menimpa facebook di Indonesia yaitu
ancaman pelanggaran kesusilaan [Pasal 27 ayat (1)], penghinaan/pencemaran nama baik
[Pasal 27 ayat (3)] dan penyebaran kebencian berdasarkan suku,agama dan ras (SARA)
diatur oleh [Pasal 28 ayat (2)]. Dari undang-undang ITE ini bisa dilihat kalau dunia maya itu
tidak sebaik yang kita kira,kalau kita memakai jejaring sosial ini dengan semena-mena tidak
menutup kemungkinan kita bisa dijerat oleh UU ITE dengan pasal-pasal yang ada.

Tidak hanya untuk dunia maya seperti jejaring sosial yang bisa menjerat kita dalam
UU ITE, untuk kasus lainnya seperti menyebar video-video porno melalui alat komunikasi
serta pencemaran nama baik melalu media televisi atau radio atau menulisnya dalam
sebuah blog yang mayoritasnya bisa diakses oleh para pengguna dunia maya, semua itu pun
mempunyai undang-undang ITE. (undang-undang ite, 2010)
BAB II

PEMBAHASAN
Makna Di Balik Definisi Informasi ElektronikPasal 1 UU ITE mencantumkan
diantaranya definisi Informasi Elektronik. Berikut kutipannya :

”Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”

Dari definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna:

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik

2. Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan, suara, gambar.

3. Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami.

Jadi, informasi elektronik adalah data elektronik yang memiliki wujud dan arti.
Informasi Elektronik yang tersimpan di dalam media penyimpanan bersifat tersembunyi.
Informasi Elektronik dapat dikenali dan dibuktikan keberadaannya dari wujud dan arti dari
Informasi Elektronik. (politik kompasiana, 2010)

Keamanan ITE Vs Kejahatan ITE


Keamanan ITE dan Kejahatan ITE selalu beradu dalam berbagai persoalan terkait
dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Keamanan ITE telah disinggung pada
beberapa pasal dalam UU ITE, berikut ini pasal-pasal yang dimaksudkan.

1. Pasal 12 ayat 1 : Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik
berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

2. Pasal 15 ayat 1 : Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan


Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya
Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

Dari kedua pasal itu, jelas UU ITE mengharuskan atau mewajibkan sistem elektronik
yang diselenggarakan termasuk penggunaan tanda tangan elektronik berlangsung dengan
aman. Kenyataannya, masih banyak transaksi elektronik yang berlangsung tidak
menggunakan sistem elektronik yang aman. Oleh karena itu, ketika dalam suatu perkara di
pengadilan yang terkait pelanggaran berupa pengrusakan informasi dan/atau dokumen
elektronik serta sistem elektronik seperti tertuang dalam Pasal 30-33 dan Pasal 35, maka
Hakim harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu :

1. Perbuatan si pelaku kejahatan yang mengakibatkan kerugian.

2. Keamanan Sistem Elektronik yang diselenggarakan.

Hakim dalam membuat Putusan Pidana dapat mengenakan denda atau hukuman
penjara kepada si pelaku kejahatan dalam kadar yang mungkin lebih ringan ketika
perbuatan dari si pelaku kejahatan berlangsung pada sistem elektronik yang lemah dari segi
keamanan (Yunuz, 2009). Oleh karena itu, UU ITE mendorong bagi para pelaku bisnis, atau
siapa saja yang melakukan transaksi elektronik untuk sungguh-sungguh memperhatikan
persyaratan minimun keamanan sistem elektronik yang diselenggarakan seperti termuat
dalam Pasal 16 yakni:

Pasal 16 ayat 1 : Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:

· Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik


secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang- undangan.

· Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan


keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.

· Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan


Sistem Elektronik tersebut.

· Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi,
atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut.

· Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan


kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

Tidak Semua Tanda Tangan Elektronik Memiliki Kekuatan Hukum


dan Akibat Hukum yang Sah
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki asas
diantaranya netral teknologi atau kebebasan memilih teknologi. Hal ini termasuk memilih
jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk menandatangani suatu informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik.

Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara berhati-hati, dan para pihak yang
melakukan transaksi elektronik sepatutnya menggunakan tanda tangan elektronik yang
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah seperti diatur dalam pasal 11 ayat 1
UU ITE. (Yunuz, Binushacker, 2009)

Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda


Tangan.

2. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan


elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan.

3. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui.

4. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan


Tanda Tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui.

5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa


Penandatangannya.

6. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah


memberikan

persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

D. Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE


Selain memuat ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem elektronik untuk
mendukung informasi dan transaksi elektronik, UU ITE juga memuat pasal-pasal mengenai
Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana. Perbuatan yang Dilarang termuat pada
pasal 27 – 37, sedangkan Ketentuan Pidana pada pasal 45 – 52. Pidana dapat berupa pidana
penjara atau denda. (Yunuz, Forumkami)

Pada bagian ini, satu contoh kasus yang terkait dengan perbuatan yang dilarang dalam UU
ITE. Dengan contoh ini diharapkan para pembaca dapat mengambil pelajaran penting dari
pasal-pasal terkait Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana.

Contoh kasus:

”Si A adalah pemilik rental VCD berbagai macam film. Suatu hari, dia mendapatkan
kiriman satu VCD dari seseorang yang tidak dikenal. Isi VCD berupa video singkat yang
memuat permainan sex sepasang suami-isteri. Dalam cerita ini, si suami isteri itu sengaja
membuat video tersebut untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan, tapi entah
bagaimana video itu jatuh ke tangan orang lain (si A). Kemudian, si A meng-copy video itu ke
dalam beberapa VCD, lalu menyebarkan atau menjualnya. Pekerjaan Si A tidak hanya
menjual VCD, si A juga memiliki kegemaran untuk merekayasa foto-foto artis menjadi
tampak dalam pose bugil, malahan si A memiliki website yang dirancangnya sendiri untuk
menfasilitasi pemuatan video dan gambar-gambar pornografi baik gambar asli atau gambar
rekayasa.”

Dari kasus di atas, perbuatan si A dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE sebagai
berikut:

1. Perbuatan si A dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan informasi


elektronik dan dokumen elektronik berupa video singkat yang melanggar kesusilaan. Untuk
itu Pasal 27 ayat 1 akan menjerat si A.

Pasal 27 ayat 1 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.

2. Perbuatan si A melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik berupa foto artis


untuk diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi ini adalah
mencemarkan nama baik artis dan membuat foto hasil rekayasa seolah-olah otentik atau
asli. Untuk itu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 35 akan menjerat pula si A.

Pasal 27 ayat 3 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau
mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik”.

Pasal 35 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik
tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”.

3. Perbuatan si A mengakibatkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami isteri
membuat video itu untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan. Si artis memiliki
foto asli tidak dalam pose bugil, tapi karena ulah si A, foto asli diubah menjadi foto rekayasa
dalam pose bugil. Untuk itu Pasal 36 akan menjerat pula si A.

Pasal 36 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang
mengakibatkan kerugian bagi Orang lain”.
4. Perbuatan si A mengadakan perangkat lunak berupa website yang bertujuan untuk
menfasilitasi pendistribusian foto/gambar bersifat pornografi. Untuk itu Pasal 34 ayat 1
bagian a akan menjerat pula si A.

Pasal 34 ayat 1 bagian a : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki perangkat keras atau perangkat lunak
Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33”.

Dari pasal-pasal yang dapat menjerat si A maka ketentuan pidana yang terkait termuat
pada pasal-pasal sebagai berikut:

1. Pasal 45 ayat 1 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).”

2. Pasal 50 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

3. Pasal 51 ayat 1 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”

4. Pasal 51 ayat 2 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”

Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik


Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dalam UU ITE hanya sebatas untuk
memberikan dukungan teknis yang terkait dengan pembuatan tanda tangan elektronik.
Peranan yang dimaksud diantaranya:

1. Menerbitkan Sertifikat Elektronik, tercantum pada Pasal 1, yaitu: “Sertifikat Elektronik


adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan
identitas yang menunjukkan status subjek hukum pada pihak dalam Transaksi Elektronik
yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.”

2. Memastikan keterkaitan antara tanda tangan elektronik dengan pemiliknya sebagai


subjek hukum yang bertanda tangan, hal ini terkait dengan pasal 1 di atas, dan pasal 13 ayat
2, yaitu: “Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda
Tangan Elektronik dengan pemiliknya.”
3. Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dalam UU ITE, Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik memiliki kemampuan untuk dapat memastikan keterkaitan antara tanda tangan
elektronik dengan informasi dan dokumen elektronik yang ditanda tangani, karena tanda
tangan elektronik terasosiasi dengan informasi elektronik yang ditanda tangani. Hal ini
terkait dengan pasal 1 tentang tanda tangan elektronik, yaitu: “Tanda Tangan Elektronik
adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi.”

Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk


UU ITE
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah
disahkan pada bulan April 2008, pelaksanaannya masih menunggu penerbitan 9 Peraturan
Pemerintah dan pembentukan 2 (dua) lembaga yang baru yakni Lembaga Sertifikasi
Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Peraturan Pemerintah tersebut terdiri
dari :

1. Lembaga sertifikasi keandalan

2. Tanda tangan elektronik

3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik

4. Penyelenggaraan sistem elektronik

5. Penyelenggaraan transaksi elektronik

6. Penyelenggara agen elektronik

7. Pengelolaan nama domain

8. Tatacara intersepsi

9. Peran pemerintah

Selama proses pembentukan Peraturan Pemerintah untuk UU ITE, Pemerintah perlu secara
intensif mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat agar Peraturan Pemerintah
tersebut dapat diterapkan dengan efektif dan mendapatkan respon positif dari masyarakat.
Demikian pula, pelaksanaan UU ITE turut memperhatikan kesiapan masyarakat, karena UU
ITE merupakan payung hukum di Indonesia untuk pertama kali dalam bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, Departemen Komunikasi dan
Informatika (Depkominfo) dan Instansi yang terkait perlu intensif melakukan berbagai upaya,
diantaranya Sosialisasi UU ITE pada masyarakat termasuk kalangan kampus, peningkatan
pengetahuan aparat penegak hukum tentang UU ITE dan berbagai aspek dalam Hukum
Telematika.

Dua lembaga yaitu Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
masing-masing diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:

1. Lembaga Sertifikasi Keandalan melakukan fungsi administratif yang mencakup


registrasi, otentikasi fisik terhadap pelaku usaha, pembuatan dan pengelolaan sertifikat
keandalan, dan membuat daftar sertifikat yang dibekukan. Setiap pelaku usaha yang akan
melakukan transaksi elektronik dapat memiliki Sertifikat Keandalan yang diterbitkan oleh
Lembaga Sertifikasi Keandalan dengan cara mendaftarkan diri. Lembaga Sertifikasi
Keandalan akan melakukan pendataan dan penilaian menyangkut identitas pelaku usaha,
syarat-syarat kontrak dari produk yang ditawarkan, dan karakteristik produk. Jika pelaku
usaha lulus dalam uji sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan maka akan memperoleh
pengesahan berupa logo trustmark pada homepage pelaku usaha yang menunjukkan bahwa
pelaku usaha tersebut layak untuk melakukan usahanya setelah diaudit oleh Lembaga
Sertifikasi Keandalan.

2. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik melaksanakan fungsi administratif mancakup


registrasi, otentikasi fisik terhadap pemohon, pembuatan dan pengelolaan kunci publik
maupun kunci privat, pengelolaan sertifikat elektronik dan daftar sertifikat yang dibekukan.
Setiap pihak yang akan melakukan transaksi elektronik perlu memenuhi persyaratan
minimum dalam UU ITE, singkat kata, memerlukan tanda tangan elektronik dalam
melakukan transaksi elektronik. Tanda tangan elektronik ini akan lebih aman jika terdapat
pihak ketiga selain para pihak yang bertransaksi. Pihak ketiga tersebut adalah Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dengan fungsi utama adalah menerbitkan Sertifikat Elektronik yang
memuat data pembuatan tanda tangan elektronik yang dikenal dengan ‘kunci publik’ dan
‘kunci privat’. Pelaku usaha yang ingin mendapatkan Sertifikat Elektronik untuk mendukung
penggunaan tanda tangan elektronik dalam melakukan transaksi elektronik dapat
mengajukan permohonan kepada Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Lalu, Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik akan melakukan pendataan dan penilaian meliputi identitas pemohon,
otentikasi fisik dari pemohon, dan syarat lainnya. Setelah dinilai dan tidak ada masalah,
dilanjutkan dengan penerbitan Kunci Publik, Kunci Privat, dan Sertifikat Elektronik. Dengan
Sertifikat Elektronik yang dimiliki oleh para pihak yang bertransaksi secara elektronik akan
memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan para pihak yang bertransaksi.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Pasal 1 UU ITE mencantumkan diantaranya definisi Informasi Elektronik. Berikut
kutipannya : ”Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”

Maka dalam menggunakan teknologi informatika, harus sesuai dengan ketetapan peraturan
perundang-undangan. Kesalahan yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja, akan
mendapatkan sanksi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya UU ITE maka
akan memperaman setiap kegiatan yang dilakukan secara online dan melindungi hak dari
tandatangan Elektronik yang dimiliki oleh seluruh pengguna.

Saran
Pemanfaatan yang didapatkan dari penggunaan ITE, seharusnya dapat digunakan
dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bukannya memanfaatkannya dalam pelanggaran
hukum dan merugikan orang banyak. Walaupun kegiatan tersebut sudah mendapat
perhatian yang lebih dari pihak pemerintah dan penegak hukum, hendaknya sebagai
pengguna teknologi informatika harus menyadari ketetapan-ketetapan hukum tersebut.

Sebagai warga Negara yang baik, marilah bersama-sama memanfaatkan kecerdasan dalam
dunia teknologi informatika dengan sebaik-baiknya. Karena kesadaran individu sendirilah
yang sangat berperan penting dalam penegakan setiap peraturan yang dibuat. Jika
peraturan tersebut ditaati, maka akan sangat mudah mengatur segala urusan dalam
hubungan Internasional. Karena dengan teknologi informasi era ini, memudahkan setiap
orang untuk mendapatkan informasi secara cepat dimanapun berada.

Anda mungkin juga menyukai