TINJAUAN TEORI
1. Retensio Plasenta
1.1 Definisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah
jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta
(habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan., infeksi karena sebagai benda mati, dapat
terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta, dan dapat terjadi
degenarasi ganas korio karsinoma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau
lebih lobus) tertinggal, maka uterus tida dapat berkontrasi secara efektifdan
keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui
adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetatpi tinggi fundus tidak
berkurang. (Prawirohardjo, 2005)
Plasenta tertahan Jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir.
Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas sebagian,
secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta). (David, 2007)
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorrhage yag tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya waktu yang
berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan. Beberapa
ahli klinik menangani selama 5 menit. Kebanyakan bidan akan menunggu satu
setengah jam nagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya tertahan.
(Varney, 2007)
Istilah retensio plasenta dipergunakan kalau plasenta belum lahir dalam ½
jam sesudah anak lahir. Sebab retensio plasenta dibagi dalam 2 golongan ialah
sebab fungsional dan sebab patologi anatomik. Termasuk sebab fungsional
adalah his yang kurang kuat (sebab utama) atau plasenta sulit lepas karena
tempat melekatnya kurang menguntungkan seperti di sudut tuba atau karena
bentuknya luar biasa seperti membranasea. Bisa juga karena ukuran plasenta
sangat kecil. Dalam sebab patologi anatomik termasuk plasenta akreta.
(Prawirohardjo, 2010)
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Retensio Plasenta
adalah kondisi dimana plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi
lahir. Keadaan tersebut bisa diikuti perdarahan maupun tidak diikuti
perdarahan. Plasenta tersebut harus segera dikeluarkan karena bisa
mengakibatkan komplikasi yang membahayakan nyawa pasien seperti
perdarahan, infeksi, dan korio karsinoma.
1.3 Etiologi
Secara fungsional dapat terjadi karena:
His kurang kuat (penyebab terpenting)
Plasenta sukar terlepas karena tempatnya ( insersi di sudut tuba)
Bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis
Ukurannya(plasenta yang sangat kecil).
Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta
adhessive (Ai Yeyeh, 2010)
Sedangkan menurut Erna (2013) hal hal yang menyebabkan plasenta sulit
terlepas adalah:
Kontraksi uterus yang kurang kuat untuk melepaskannya (plasenta
adhesiva)
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korsialis
menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korsialis
menembus desidua sampai di bawah peritonium (plasenta perkreta)
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarsaerasio
plasenta)
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi plasenta akreta belum bisa diketahui secara jelas. Umumnya,
plasenta akreta telah didiagnosis pada spesimen histerektomi ketika wilayah
perlekatan menunjukkan vili korionik berhubungan langsung dengan
miometrium dan tidak adanya desidua. Ketidakmerataan desidua ini di plasenta
akreta biasanya berhubungan dengan instrumentasi sebelumnya seperti dalam
kasus bedah sesar sebelumnya atau kuretase uterus.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grande multipara dengan
implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasentra akreta, plasenta
inkreta, dan plasenta perkreta. Retensi plasenta akan menganggu kontraksi otot
rahim dan menimbulkan perdarahan. Retenesio plasenta tanpa perdarahan dapat
diperkirakan bahwa darah penderita terlalu banyak hilang, keseimbangan baru
berebntuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi, kemungkinan
implantasi plasenta terlalu dalam. (Manuaba, )
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih
pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya
daerah tempat perlekatan plasenta.
(Marmi, 2012)
1.7 Penatalaksanaan
Sebelum melakukan penanganan sebaiknya mengetahui beberapa hal dari
tindakan Retensio Plasenta yaitu retensio plasenta dengan perdarahan, dapat
ditangani dengan langsung melakukan plasenta manual dan retensio plasenta
tanpa perdarahan.
a. Di tempat Bidan
Setelah dapat memastikan keadaan umum klien segera memasang infuse
dan memberikan cairan, merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup
untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik, memberikan transfuse,
proteksi dengan antibiotic, dan mempersiapkan plasenta manual dengan
legeartis dalam pengaruh narkosa.
b. Tingkat Polindes
Penanganan Retensio Plasenta dari tingkatan desa sebelumnya persiapan
donor darah yang tersedia dari warga setempat yang telah dipilih dan
dicocokkan dengan donor darah klien. Setelah diagnosis yang lakukan
stabilisasi dan kemudian melakukan plasenta manual, serta memberikan
uterotonika dan antibiotika serta rujuk untuk kasus berat.
c. Tingkat Puskesmas
Setelah diagnosis lakukan stabilisasi kemudian lakukan plasenta manual
untuk kasus resiko rendah, serta rujuk untuk kasus berat dan berikan
uterotonika dan antibiotika.
Persiapan :
Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta pada dataran yang sama
tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual
Karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam
miometrium)
Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan
bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena
hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu
diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600 mcg per rektal) sebelum
dirujuk ke fasilitas kesehatan rujuk.
Mengeluaran plasenta
12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang
digunakan
13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
Pemantauan pasca tindakan
b. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan
hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat
luka tidak menutup.
c. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan
plasenta.
f. Syok haemoragik
Syok haemoragik yaitu syok yang disebabkan karena perdarahan.
1.10 Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan
sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat
sangat penting.
1.11 Gambar
2. Sisa Plasenta
2.1. Definisi
Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat
tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang menggangu kontraksi
uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga mengakibatkan
perdarahan (Winkjosastro, 2008)
Sewaktu satu bagian atau lebih (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak
ada perdarahan dengan sisa plasenta. (Ai Yeyeh, 2010)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sisa plasenta adalah
kondisi dimana satu atau lebih bagian lobus tertinggal atau masih melekat di
dalam uterus. Apabila tidak segera dikeluarkan, sisa plasenta tersebut akan
mengganggu kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus
sehingga menyebabkan perdarahan.
2.2 Etiologi
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim
dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan postpartum
lambat (biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan).
Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdaraha
n dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada
perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim,
yaitu perdarahan yang berulang atau langsung terus dan berasal dari rongga
rahim.
Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok. Penilaian
klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong
persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila
kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keragauan sisa
plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan
eksplorasi dengan tangan, kuret ata alat bantu diagnostic yaitu ultrsonografi.
Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan
kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim.
2.3 Patofisiologi
Gejala klinik yang sering dirasakan klien dengan sisa plasenta antara lain:
Pemeriksaan USG
Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk
meihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta. (Marmi, 2012)
2.7 Penatalaksanaan’
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :
Menghentikan perdarahan dengan mencari sumber perdarahan
Mencegah timbulnya syok.
Mengganti darah yang hilang.
2.8 Komplikasi
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi.
Perdarahan yang banyak dalam nifas hamper selalu disebabkan oleh sisa
plasenta. Berikut ini merupakan komplikasi dari sisa plasenta.
Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Oleh :
Data Subjektif
Data subjektiff, berupa data fokus yang dibutuhkan untuk menilai keadaan ibu
sesuai kondisinya. Jenis data yang dikumpulkan adalah:
1. Biodata
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untu menilai keadaan klien seperti:
a. Umur
Dalam kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah antara usia 20-30 tahun. Pada anita berusia <
20 tahun dari segi biologis wanita belum berkembang secara sempurna untuk
menerima keadaan janin dan dari segi psikis belum matang dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional. Jika, terlalu tua >
35 tahun karena sering dan sering melahirkan fungsi reproduksi wanita sudah
mengalami kemunduran atau degenerasi dibandingkan fungsi reproduksi
normal sehingga kemungkinan untuk terjadi komplikasi pasca persalinan
terutama perdarahan lebih besar.
2. Alasan datang
Untuk mengetahui alasan klien datang ke tempat layanan kesehatan, apakah
untuk kunjungan nifas ataupun ada keluhan. Klien datang untuk bersalin, atau
rujukan tenaga kesehatan lainya atau sisa melahirkan dari dukun.
3. Keluhan utama
Pada retensio plasenta
Keluhan utama merupakan keadaan yang dirasakan oleh ibu dan
mengganggu aktivitas ibu,sehingga membuat ibu datang ke pelayanan kesehatan.
Ibu mengatakan baru saja melahirkan dan ari ari nya belum keluar.
Pada sisa plasenta
Keluhan utama merupakan keadaan yang dirasakan oleh ibu dan mengganggu
aktivitas ibu, sehingga membuat ibu datang ke pelayanan kesehatan. Pada klien
dengan sisa plasenta, pada umumnya ibu mengatakan:
Ari arinya sudah kelur saat melahirkan.
Merasakan sakit pada perut bagian bawah.
Pusing dan badan lemas.
Berkeringat dingin serta menggigil.
Ada pengeluaran darah segar yang cukup banyak dari alat kelaminnya.
4. Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinannya, lama perkawinan, sah atau tidak, sudah
berapa kali menikah, berapa jumlah anaknya. Angka paritas yang tinggi dapat
memicu terjadinya sisa plasenta.
5. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
o Kehamilan
Riwayat kehamilan klien dikaji untuk mengetahui masalah apa yang pernah
dialami selama kehamilan yang lalu dan membantu dalam memberi asuhan
jika ada klien dangan kebutuhan khusus.
o Persalinan
Riwayat persalinan dikaji untuk mengetahui proses persalinan secara
pervaginam atau dengan tindakan. Menanyakan proses pengeluaran plasenta
apabila persalinan pervaginam (plasenta secara spontan atau harus dengan
tindakan dahulu seperti dirogoh/manual). Apakah ada perdarahan segera
setelah persalinan yang ditandai dengan adanya pemasangan infus. Karena
riwayat persalinan dengan manual plasenta pada persalinan terdahulu dapat
beresiko terjadinya retensio plasenta pada persalinan sekarang. Serta kaji usia
anak sekarang, dan hidup atau mati.
Menanyakan apakah ibu pernah melakukan kuretase atau tidak. Karena pada
tindakan kuretase memungkinkan terjadinya retensio plasenta. Hal ini
dikarenakan apabila ada hasi konsepsi yang berimplantasi di daerah bekas
kuretase, tidak menutup kemungkinan hasil konsepsi tersebut akan melekat
lebih dalam dari biasanya karena lapisan endometrium tersebut dianggap
kurang sesuai untuk mendukung proses tumbuh kembang janin.
Jika kehamilan “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat (4
terlalu)” dapat meningkatkan risiko berbahaya pada proses reproduksi karena
kehamilan yang terlalu sering dan terlalu dekat menyebabkan intake
(masukan) makanan atau gizi menjadi rendah. Resiko tinggi terjadinya sisa
plasenta yaitu pada Grandemultipara.
o Nifas
Riwayat nifas dikaji untuk mengetahui apakah selama masa nifas klien pernah
mengalami masalah seperti perdarahan ,suhu tubuh meningkat, kejang atau
nyeri pada payudara.
9. Riwayat Kehamilan Sekarang
Keluhan-keluhan umum yang terjadi pada TM I, TM II, TM III: adanya
tanda-tanda bahaya pada ibu hamil. Pada kasus plasenta previa kemungkinan
dapat mengakibatkan retensio plasenta, karena dibagian istmus uterus, pembuluh
darah sedikit sehingga implantasi plasenta hingga masuk jauh kedalam.
10. Riwayat Persalinan Sekarang
o Retensio plasenta
Data Objektif
Setelah data subjektif didapatkan, untuk melengkapi data kita dalam menegakkan
diagnosis, maka kita harus mengkaji data objektif melalui pemeriksaan inspeksi,
palpasi, auskultasi, dan perkusi secara berurutan.
Data yang perlu dikaji antara lain:
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang atau buruk.
Keadaan umum pada kasus retensio plasenta dan sisa plasenta adalah sedang.
b. Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu composmentis, apatis, somnolen,
delirium, sopor, koma.
Composmentis : kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya
Apatis : keadaan kesadaran yang sedang untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
Delirium : gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal
Somnolen : kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
udah tidur, namun kesadaran data pulih bila dirangsang
( mudah dibangunkan tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal)
Sopor : keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri,
Coma : tidak biasa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun
Tingkat kesadaran klien dengan retensio plasenta tanpa perdarahan umumnya
yaitu composmentis.
Tingkat kesadaran klien dengan retensio plasenta bila perdarahan banyak
yaitu apatis
c. Tanda-tanda Vital (TTV)
Untuk mengetahui tanda-tanda vital Ibu apakah dalam batas normal / tidak.
Tekanan darah
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi dengan di nilai hipertensi
dengan satuan mmHg. Batas normalnya tensi untuk ibu bersalin normal
adalah 90/60 – 140/90mmHg. Dalam kasus retensio plasenta, biasanya
tekanan darah cenderung normal, lalu menurun seiring terjadinya kasus
hipovolemia
Suhu
Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari
suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi penurunan akibat
hipovolemia.
Nadi
Untuk mengetahui denyut nadi klien dengan menghitung dalam 1 menit,
sedangkan normalnya denyut nadi dalam 1 menit adalah 60-100 x/menit.
Respirasi
Untuk mengetahui pernafasan klien dalam waktu 1 menit. Sedangkan
normalnya pernafasan dalam 1 menit adalah 16- 20x/menit.
Pemeriksaan tanda vital pada pasien Retensio Plasenta tidak ada
perdarahan:
Tekanan darah :pada pasien dengan sisa plasenta tekanan darah nya
menurun .
Suhu
Pada kasus sisa plasenta, bila peningkatan suhu lebih dari 37,5o
berturut-turut selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi.
nadi
normalnya denyut nadi dalam 1 menit adalah 60-100 x/menit. Pada
kasus sisa plasenta denyut nadi ibu meningkat
respirasi
normalnya pernafasan dalam 1 menit adalah 16- 20x/menit. Pada
kasus sisa plasenta respirasi meningkat.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Adalah pemeriksaan dengan melihat klien dari ujung rambut sampai ujung
kaki (Nursalam, 2004).
b. Palpasi
Yaitu suatu teknik yang menggunakan indera peraba tangan dan jari.
Perut : Retensio plasenta :
Untuk mengetahui adanya sub involusio, kontraksi uterus
. Pada kasus retensio plasenta dengan tidak ada
perdarahan, TFU setinggi pusat, kontraksi uterus lembek
(umtuk his kurang adekuat), Kontraksi uterus kuat (untuk
plasenta perkreta).
Pada kasus retensio plasenta disertai perdarahan, TFU
setinggi pusat atau 2 jari di bawah pusat. Kontraksi baik
(plasenta inkarserata)
Sisa plasenta :
Untuk mengetahui adanya sub involusio, kontraksi uterus
. Pada kasus sisa plasenta, TFU tidak turun sesuai dengan
masa involusi atau tidak terjadi penurunan TFU, pada
sisa plasenta di jumpai kontraksi yang kurang efektif.
c. Perkusi
Adalah suatu pemeriksaan dengan jalan mengetuk atau membandingkan
kanan atau kiri pada daerah permukaan tubuh.
d. Auskultasi
Adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan suara yang dihasilkan
oleh tubuh dengan menggunakan stetoskop (Nursalam, 2004).
3. Pemeriksaan Penunjang
Mandiri
a. Pemeriksaan kadar Hb : untuk mengetahui adakah komplikasi sisa
plasenta seperti anemia karena setelah pemeriksaan kadar Hb jika didapat
hasil kadar Hb < 8g% maka harus dilakukan transfusi darah.
- Pada kasus retensio plasenta tidak ada perdarahan, kadar Hb yaitu 10 gr
% atau lebih
- Pada kasus retensio plasenta disertai perdarahan, kadar Hb yaitu Hb 8
gr % atau lebih
b. Pemeriksaan golongan darah : untuk mengetahui golongan darah klien.
Kolaborasi
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time
(PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang
sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini
penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor
lain.
c. Pemeriksaan USG
Pada pemeriksaan USG akan terlihat adanya sisa plasenta (stoll cell)
A. ANALISIS
Data dasar yang sudah dikumpulkan diintpretasikan sehingga dapat
dirumuskan diagnosa dan masalah spesifik Interpretasi data (data dari hasil
pengkajian) mencangkup diagnose (Varney, 2004).
1. Diagnosa Aktual
Merupakan diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan
dan memenuhi standar diagnosa kebidanan (Varney, 2004).
Diagnosa aktual :
P…. Ab…. Inpartu kala III dengan retensio plasenta dengan tanpa
perdarahan/sedikit perdarahan/banyak perdarahan.
P…. Ab…. Inpartu kala IV dengan sisa plasenta.
2. Diagnosa Potensial
Diagnosa Potensial yang dapat terjadi akibat retensio plasenta diantaranya:
a. Perdarahan
b. Infeksi
c. Polip plasenta
d. Degenerasi (keganasan) koriokarsinoma.
e. Syok haemoragik
Diagnosa Potensial yang dapat terjadi akibat sisa plasenta diantaranya :
Syok hipovolemik
Depresi postpartum
B. PENATALAKSANAAN
Kebutuhan Segera
a. Mandiri
1. Beritahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan,
bahwa ibu di diagnosa mengalami retensio plasenta atau sisa plasenta.
R/: Dengan pengetahuan adekuat ibu dan keluarga dapat kooperatif terhadap
tindakan yang akan dilakukan.
E/: klien dan keluarga mengerti tentang hasil pemeriksaan.
2. Lakukan informed consent dengan keluarga untuk melakukan tindakan yang
akan dilakukan seperti pemasangan infuse, pemberian uterotonika, ataupun
rujukan.
R/: Persetujuan klien dan keluarga terhadap tindakan medis yang dilakukan
E/: keluarga klien bersedia menerima informed consent
3. Memasang infuse menggunakan jarum besar (ukuran 16 dan 18) dan berikan
RL atau NS 0,9%.
R/: penggunaan jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara
cepat atau untuk transfuse darah. RL atau NS 0,9% akan membantu
memulihkan volume cairan yang hilang.
E/: telah dilakukan pemasangan infuse dan kebutuhan cairan klien terpenuhi
Plasenta manual
Catatan : Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta pada dataran
yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta
manual Karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam
miometrium)
Mengeluaran plasenta
Sisa plasenta
tepat
E/: klien bersedia diberikan antibiotika secara adekuat dan tidak ada tanda –
tanda infeksi setelah tindakan.
8. Mengobservasi tanda tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, napas dan suhu
R/: Untuk mengetahui dan mencegah secara dini apabila terjadi komplikasi
setelah dilakukan pengeluaran sisa plasenta secara manual.
E/: tanda-tanda vital klien meliputi tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan
napas dalam keadaan baik.
b. Kolaborasi
Retensio plasenta tanpa perdarahan
Sisa plasenta
E/: klien bersedia diberikan antibiotika secara adekuat dan tidak ada tanda –
tanda infeksi setelah tindakan.
E/: sisa plasenta serta bekuan darah dapat dikeluarkan secara kuretase atau
secara manual .
c. Rujukan
Rujukan pada kasus Retensio plasenta tanpa perdarahan, retensio plasenta dengan
sedikit perdarahan, retensio dengan banyak perdarahan dan sisa plasenta. Melakukan
rujukan bila perdarahan tidak dapat ditangani oleh bidan dan keadaan klien semakin
lemah sehingga membutuhkan perawatan khusus oleh fasilitas yang lebih memadai.