Analisis Sej - Kolonial Studi Kasus 2&3
Analisis Sej - Kolonial Studi Kasus 2&3
Pada akhir abad ke-15 para pedagang melakukan perjalanan ke Kepulauan kaya
Rempah-Rempah. Berlayar dari pelabuhan pantai utara Jawa; Tuban, Japara, Demak,
Surabaya, dan Gresik, yang merupakan kawasan pusat maritim yang menjadi bagian dari
pemerintahan Majapahit. Kerajaan hindu-buddha maritim multietnis yang berbasis di pantai
utara Jawa ini melakukan perdagangan rempah-rempah dengan nusantara timur, yang
bekerjasama dengan pedagang Makassar dan Banda yang memfasilitasi pengumpulan
rempah-rempah antara pulau satu dan lainnya.
Di Jawa, para pendatang bertransaksi pula dengan orang Barat (terutama dengan India
dan Perantara diaspora Tionghoa) dalam perdagangan rempah-rempah dan barang mewah
lainnya, dilakukan juga perdagangan ekspor-impor dari Timur seperti beras dan kain ke
Maluku dan pelabuhan lainnya di kepulauan Indonesia bagian timur, sebagai gantinya,
indonesia bagian timur mengekspor rempah-rempah, besi, dan tekstil lokal ke wilayah Timur.
Pada abad ketujuh belas campuran etnis Tionghoa dan Jawa mendominasi ekspor
lada lokal. Dan prokdusi lada lokal meningkat setiap tahun. Pada tahun 1628, pedagang
Banjar melakukan pengiriman lada ke Japara, Makassar, Batavia, dan Vietnam bagian
selatan.
Kapal-kapal Belanda memiliki daya tembak untuk mengancam Banjar dan memaksa banjar
untuk melakukan monopoli. Pedagang Inggris, yang melihat Banjarmasin sebagai wilayah
pembekalan yang strategis untuk berkembangnya "Perdagangan China," dan menambah
persaingan pasar lokal, begitu pula kedatangan kapal ingris dari Denmark dan Portugal.
Ketika Banjar muncul pada abad ketujuh belas sebagai maritim penting pusat,
sebagian besar penduduknya bukan penduduk setempat. Tempat tinggal Banjar pelaut lekuk,
terutama diaspora Bugis, berhasil bertahan melawan armada bajak laut. Sebagian pelabuhan
pesaing menurun jumlahnya setelah Belanda melakukan konsolidasi cengkeraman mereka
atas perdagangan rempah-rempah regional, permintaan akan rempah-rempah Banjar
meningkat secara substansial.
Belanda yang pernah berdagang di Banjarmasin Sejak 1606, menyerahkan garis pantai
Banjarmasin ke regional Asia dan pedagang Eropa lainnya pada tahun 1669 setelah
perwakilan mereka diserang dan dibunuh dengan gila-gilaan. Inggris juga mencoba
peruntungan, tetapi berhasil pada 1707 pedagang mereka mengalami nasib yang sama.
Belanda telah berdagang di Banjarmasin sejak 1606, tetapi di wilayah tersebut dengan cepat
mengembangkan reputasi permusuhan terhadap pelayaran Belanda.
Banjar akhirnya menerima aliansi perdagangan Belanda pada tahun 1635 sebagai
gantinya Belanda berjanji untuk memberikan perlindungan terhadap pembajakan regional.
Tapi upaya Belanda untuk memaksakan monopoli atas lada Banjar berulang kali gagal,
karena elit Banjar siap menjual merica untuk semua pendatang.
Ketika Perusahaan Hindia Timur Belanda ditaklukkan Makassar pada tahun 1667, sejumlah
pedagang Bugis pindah ke Banjarmasin dengan konsekuensi selanjutnya.
Keraton Banjar muncul sesaat sebelum pertengahan abad keenam belas, termasuk
wilayah hulu perantara Nagara Daha, dan Pelabuhan Islam di pantai utara Jawa, Demak,
merupakan keunggulan Banjarmasin. Menurut tradisi setempat, kesultanan Banjar baru
merevisi hubungan hulu-hilir sebelumnya, sebagai hilir populasi sebelumnya tunduk ke hulu.
Tetapi potensi yang meningkat dari kontak komersial eksternal memikat pan- geran untuk
direlokasi di hilir. Untuk meningkatkan variasi keuntungan mereka potensi, dan sebagai
pernyataan keterkaitannya dengan kesultanan Demak, Elite hilir Banjar yang sekarang
direlokasi memeluk Islam.