Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Nama : AKHMAD JAKFAR TAUFIK
NIM : 210106215
Mengetahui,
Pembimbing klinik
2. Klasifikasi
a. Hemoroid Interna
Hemorid interna terbagi menjadi 4 derajat :
1) Derajat I
Timbul pendarahan varises, prolapsi atau tonjolan mokosa tidak melalui anus dan
hanya dapat di temukan dengan proktoskopi.
2) Derajat II
Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu keluar pada saat depikasi,
tapi setelah defekasi selesai, tonjolan tersebut dapat masuk dengan sendirinya.
3) Derajat III
Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi dengan sendirinya tetapi
harus di dorong.
4) Derajat IV
Suatu saat ada timbul keadan akut dimana varises yang keluar pada saat defekasi
tidak dapat di masukan lagi (permanen). Biasanya pada derajat ini timbul thrombus
yang di ikuti infeksi.
b. Hemoroid eksterna.
Varices pada vena pleksus hemoroid inferior (hemoroid terjadi didalam otot sfingter
ani)
3. Penyebab
a. Mengedan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu lama
duduk di jamban sambil membaca)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen kerena tumor (tumor usus, tumor abdomen)
d. Kehamilan (tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormonal)
e. Usia tua
f. Konstipasi kronik
g. Diare kronik
h. Diare akut yang berlebihan
i. Hubungan seks peranal
j. Kurang minum air
k. Kurang makan makanan berserat
l. Kurang olahraga/ imobilisasi
m. Keturunan/genetik
4. Epidemiologi
Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% pendudukan berusia lebih dari
25 tahun. Keadaan ini tidak mengancam jiwa tapi dapat menimbulkan perasaan yang sangat
tidak nyaman.
5. Pathofisiologi
Hemoroid disebabkan akibat bendungan didalam vena pada plexus hemoroidalis
yang disebabkan oleh faktor penyebab dan pencetus seperti : kongesti vena pleksus
hemoroidalis, tekanan abdomen yang berlebihan (konstipasi, sering mengedan, kehamilan)
duduk terlalu lama, tumor rektur, obesitas, hubungan seksualitas melalui anus, tidak
adanya katup secara struktural didalam vena-vena hemoroidalis. Sehingga drainage dari
daerah anorektal terganggu akibat peningkatan tekanan intra abdomen juga akan
meningkatkan tekanan pada vena hemoroidalis yang menimbulkan varices yang berisiko
pecah dan menimbulkan perdarahan pasien akan mengeluh keluar darah dari anus, kadang-
kadang disertai nyeri dan prolaps yang paling berat kadang-kadang mengeluh sangat nyeri
karena sudah terjadi trombus dan strangulasi.
6. Gejala Klinis
a. Perdarahan melalui anus yang berupa darah segar tanpa rasa nyeri.
Perdarahan merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh feses
yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan
feses.
b. Prolaps yang berasal dari tonjolan hemoroid sesuai gradasinya
Hemoroid yag membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu
defekasi dan disusul reduksi spontan saat defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut,
hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke
dalam anus.
c. Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.
Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan edema yang
meradang.
d. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.
Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus
dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus.
e. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur)
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat
diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan
menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.
b. Anoskopy
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop
dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi.
Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat
diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan
sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih
nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus
seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
c. Pemeriksaan Proktosigmoidoskopy
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan
keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap
adanya darah samar.
d. Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy
e. Laboratorium : Eritrosit, Leukosit, Hb
8. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologis
Untuk melunakkan feces/psilium yang dapat mengurangi sembelit diberikan obat
golongan laksansia.
Untuk mengurangi/menghilangkan rasa sakit pada daerah anus digunakan
analgetik atau golongan suposituria untuk hemoroid interna.
Untuk menghentikan perdarahan diberikan anti koagulan.
b. Non Farmakologis
Perbaikan pola hidup dengan menyarankan perbanyak konsumsi makanan yang
mengandung serat yang dapat melunakkan feces.
Mengurangi makanan yang terlalu pedas atau asam dan beralkohol.
Perbaiki pola buang air besar mengganti closet jongkok menjadi duduk
Menjaga kebersihan lokal daerah anal misalnya dengan merendam anus
disarankan untuk tidak terlalu banyak duduk/tidur lelah banyak berjalan.
c. Tindakan
Jika pengobatan farmakologi dan non farmokologi tidak berhasil, dilakukan tindakan :
Skleroskopi hemoroid dengan menyuntikkan obat langsung pada benjolan/prolaps
hemoroidnya.
Irigasi pita karet, dilakukan dengan cara mengikat hemoroid, prolaps akan
menjadi layu dan putus tanpa rasa sakit.
Penyinaran sinar laser
Disinari sinar infra merah
Dialiri arus listrik
Hemoroideolysis
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa
takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan.
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik
yang dapat dilakukan adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan
general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi
dan intravena).
b. Regional Anestesi
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik.
Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.
Oleh sebab itu, teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan
persepsi nyeri saja.
c. Lokal Anestesi
Anestesi lokal didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya
sensasi rasa nyeri pada sebagian tubuh secara sementara yang disebabkan adanya
depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi pada saraf perifer.
Anestesi lokal menghilangkan sensasi rasa nyeri tanpa hilangnya kesadaran, keadaan
ini menyebabkan anestesi lokal sangat berbeda dari anestesi umum.
3. Teknik Anestesi
Teknik Spinal Anestesi
Posisi duduk atau posisi lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa
dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. Adapun
langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal menurut (Mangku & Tjokorda, 2010)
sebagai berikut:
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekibitus. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maksimal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
b. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan antara Lumbal 2 dan Lumbal 3, Lumbal 3 dan
Lumbal 4, Lumbal 4 dan Lumbal 5. Tusukan antara Lumbal 1 dan Lumbal 2 atau
diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
d. Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 cc
e. Cara penusukan teknik median dan paramedian. Jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira- kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat durameter, yaitu pada
posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran
likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala paska spinal. Setelah resensi
menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5cc/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk menyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada
posisi yang benar dan liquor tidak keluar, putar arah jarum 900 biasanya liquor keluar.
Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.
f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid dengan
anestetik hiperbarik. Jarak kulit- ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.
4. Resiko
Resiko Seperti juga prosedur medis lainnya, anastesi spinal berisiko menimbulkan efek
samping, baik ringan maupun berat. Berikut ini adalah komplikasi yang bisa terjadi akibat
pemberian anestesi spnal, berdasarkan jenis anestesinya meliputi:
a. Komplikasi intra operasi
Beberapa komplikasi dari anestesi spinal adalah : hipotensi berat, bradikardi,
hipoventilasi, trauma pembuluh darah, trauma saraf, mual muntah, gangguan
pendengaran, blok spinal tinggi.
Kehamilan
Perdarahan
Operasi
(hemoroidektomi)
Pre Operasi
2. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan a. Awasi masukan dan haluaran, a. Tanda yang membantu
cairan berhubungan kepenataan Anestesi diharapkan catat warna urine/konsentrasi, mengidentifikasikan
dengan mual muntah. keseimbangan cairan dapat berat jenis. fluktuasi volume
dipertahankan dengan kriteria b. Kaji membrane mukosa, kaji intravaskuler.
hasil: tugor kulit dan pengisian b. Indicator keadekuatan
a. Kelembaban membrane kapiler. sirkulasi perifer dan hidrasi
mukosa turgor kulit baik c. Monitor tanda-tanda vital seluler.
b. Haluaran urin adekuat: 1 d. Auskultasi bising usus, catat c. Penurunan haluaran urin
cc/kg BB/jam kelancaran flatus, gerakan pekat dengan peningkatan
c. Tanda-tanda vital dalam usus. berat jenis diduga
batas normal : TD (systole e. Berikan perawatan mulut dehidrasi/kebutuhan
110-130mmHg, diastole 70- sering dengan perhatian peningkatan cairan.
90mmHg), HR(60- khusus pada perlindungan d. Indicator kembalinya
3. Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan a. Evaluasi tingkat ansietas, catat a. Ketakutan dapat terjadi
pengalaman operasi, kepenataan Anestesi, diharapkan verbal dan non verbal pasien. karena nyeri hebat, penting
kehilangan kendali, kecemasan klien berkurang b. Jelaskan dan persiapkan untuk pada prosedur diagnostik
pengetahuan yang tidak dengan kriteria hasil : tindakan prosedur sebelum dan pembedahan.
memadai tentang a. Melaporkan ansietas dilakukan b. Dapat meringankan ansietas
rutinitas pra operasi menurun sampai tingkat c. Jadwalkan istirahat adekuat terutama ketika pemeriksaan
teratasi dan periode menghentikan tersebut melibatkan
b. Tampak rileks tidur. pembedahan.
d. Anjurkan keluarga untuk c. Membatasi kelemahan,
menemani disamping klien menghemat energi dan
meningkatkan kemampuan
koping.
d. Mengurangi kecemasan
klien
Intra Operasi
1. Resiko penurunan Setelah dilakukan ASKAN 1. Monitor TTV setiap 5 menit 1. Untuk mengetahui TTV
Curah jantung Hemodinamik stabil 2. Monitor balance cairan apakah dalam batas normal
berhubungan dengan -TD, Nadi, Suhu, RR dalam 3. Monitor kualitas nadi 2. untuk mengetahui
Efek pemberian obat batas normal 4. Identifikasi penyebab keseimbangan cairan
anestesi terjadinya penurunan TTV 3. Untuk mengetahui kuat
5. Kolaborasi dalam penambahan tidaknya nadi
cairan jika diperlukan 4. untuk mengetahui penyebab
6. Kolaborasi dalam pemberian terjadinya penurunan TTV
obat. 5. kolaborasi sangat di
perlukan
2. Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan, a. Kaji tingkat kekurangan a. Untuk mengetahui adanya
keseimbangan cairan keseimbangan cairan dalam volume cairan tanda tanda dehidrasi dan
dan elektrolit b.d akibat ruang intrasel dan ekstrasel b. Kolaborasi untuk pemberian mencegah syok hipovolemik
lama operasi dan jenis tubuh tercukupi cairan dan elektrolit b. Untuk memberikan hidrasi
operasinya a. Pasien menyatakan tidak c. Monitor masukan dan cairan tubuh secara parenteral
haus/tidak lemas keluaran cairan dan elektrolit c. Untuk mengumpulkan dan
d. Monitor hemodinamik menganalisis data pasien
b. Akral kulit hangat
e. Monitor perdarahan
c. Hemodinamik normal
untuk mengatur
d. Masukan cairan dan
keseimbangan cairan
keluaran cairan imbang
d. Hipovolemia dapat
e. Urine output 1-2
dimanifestasikan hipotensi
cc/kgBB/jam Hasil lab
dan takikardi
elektrolit darah normal e. Perdarahan dapat disebabkan
oleh hemostasis bedah yang
tidak memadai, pembalikan
heparin yang tidak memadai
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji skala nyeri lokasi, a. Berguna dalam pengawasan
dengan agen injuri fisik kepenataan anestesi, diharapkan karakteristik dan laporkan dan keefesien obat,
(luka insisi post operasi) nyeri berkurang dengan kriteria perubahan nyeri dengan tepat. kemajuan
hasil : 2. Monitor tanda-tanda vital - penyembuhan,perubahan
1. Melaporkan nyeri berkurang Pertahankan istirahat dengan dan karakteristik nyeri.
2. Klien tampak rileks
posisi semi powler. b. Deteksi dini terhadap
3. Dapat tidur dengan tepat
4. Tanda-tanda vital dalam 3. Dorong ambulasi dini. perkembangan kesehatan
4. Berikan aktivitas hiburan.
batas normal : TD (systole pasien.
5. Kolaborasi tim dokter dalam
110-130mmHg, diastole 70- c. Menghilangkan tegangan
pemberian analgetika.
90mmHg), HR(60- abdomen yang bertambah
100x/menit), RR (16- dengan posisi terlentang.
24x/menit), suhu (36,5- d. Meningkatkan kormolisasi
0
37,5 C) fungsi organ.
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan a. Kaji adanya tanda-tanda a. Dugaan adanya infeksi -
berhubungan dengan kepenataan diharapkan infeksi Dugaan adanya
infeksi pada area insisi
tindakan invasif (insisi dapat diatasi dengan kriteria infeksi/terjadinya sepsis,
b. Monitor tanda-tanda vital.
post pembedahan) hasil : abses, peritonitis
Perhatikan demam,
a. Klien bebas dari tanda-tanda menggigil, berkeringat, b. Mencegah transmisi
infeksi perubahan mental penyakit virus ke orang lain.
b. Menunjukkan kemampuan c. Lakukan teknik isolasi untuk c. Mencegah meluas dan
untuk mencegah timbulnya membatasi penyebaran
infeksi enterik,termasuk cuci
infeksi organisme infektif /
tangan efektif.
c. Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) kontaminasi silang.
d. Pertahankan teknik aseptik
d. Menurunkan resiko terpajan.
ketat pada perawatan luka e. Terapi ditunjukkan pada
bakteri anaerob dan hasil
insisi / terbuka, bersihkan
aerob gra negatif.
dengan betadine.
e. Awasi / batasi pengunjung
dan siap kebutuhan.
d. Kolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik
3. Risiko hipotermi b.d Setelah dilakukan tindakan a. Monitor suhu a. Suhu di bawah normal dapat
b. Monitor warna kulit
berada atau Terpapar di kepenataan Anestesi, risiko berakibat fatal b
c. Monitor tekanan darah, nadi
lingkungan dingin hipotermi tidak terjadi/ berkurang b. Menjaga suhu dan
dan RR Selimuti pasien
dengan kriteria hasil: menghindari dingin yang
a. Suhu tubuh dalam rentang berkaitan
normal
b. Nadi dan RR dalam rentang c. Peningkatan denyut nadi,
normal penurunan tekanan vena,
c. Tidak ada perubahan warna dan penurunan TD dapat
kulit dan tidak ada pusing mengindikasi hipovolemi
yang mengarah pada
penurunan perfusi jaringan
d. Memberi kehangat dan
menghindari hipotermi yang
lebih parah
4. Resiko jatuh akibat Setelah dilakukan asuhan a. berikan pendampingan kepada a. agar pasien tidak jatuh dan
kesadaaran karena efek kepenataan Anestesi diharapkan pasien agar pencegahan resiko mendampangan cidera fisik
obat anestes kebersihan klien dapat jatuh akibat kurangnya kesadaran
dipertahankan dengan kriteria b. kesadaran pasien dibangunkan pasien
hasil : lagi dengan cara di panggil
a. peningkatan kesadaran ke dan pemberian rasa nyeri
composmentis c. identifikasi resiko jatuh pasien
dengan morse score
b. klien tidak terkena cidera
2. Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan, f. Kaji tingkat kekurangan f. Untuk mengetahui adanya
keseimbangan cairan keseimbangan cairan dalam volume cairan tanda tanda dehidrasi dan
dan elektrolit b.d akibat ruang intrasel dan ekstrasel g. Kolaborasi untuk pemberian mencegah syok hipovolemik
lama operasi dan jenis tubuh tercukupi cairan dan elektrolit g. Untuk memberikan hidrasi
operasinya f. Pasien menyatakan tidak h. Monitor masukan dan cairan tubuh secara parenteral
haus/tidak lemas keluaran cairan dan elektrolit h. Untuk mengumpulkan dan
i. Monitor hemodinamik menganalisis data pasien
g. Akral kulit hangat
j. Monitor perdarahan
h. Hemodinamik normal
untuk mengatur
i. Masukan cairan dan
keseimbangan cairan
keluaran cairan imbang
i. Hipovolemia dapat
j. Urine output 1-2
dimanifestasikan hipotensi
cc/kgBB/jam Hasil lab
dan takikardi
elektrolit darah normal j. Perdarahan dapat disebabkan
oleh hemostasis bedah yang
tidak memadai, pembalikan
heparin yang tidak memadai
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta : Med Action Publishing.
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Handbook of Nursing
Diagnosis). Jakarta : EGC
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Komposmetis
GCS : Mata : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Penampilan : Tampak meringis kesakitan
Tanda-tanda Vital :
Nadi = 90 x/menit, Suhu = 360C, TD = 135/92 mmHg,
RR = 18x/menit, Skala Nyeri: 5, BB : 60 Kg, TB : 170 cm
b. Pemeriksaan 6 B
1) B1 (BREATH)
- Wajah:
√ Normal □ Dagu Kecil □ Edema
□ Gigi palsu□ Gigi goyang □ Gigi maju
Kumis/ jenggot □ mikrognathia Hilangnya gigi
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm □Ya √Tidak
- Jarak Thyro - Mental < 6 cm □Ya √Tidak
- Cuping hidung □Ya √Tidak
- Mallampati Skor : √□ I □ II □ III □ IV
- Tonsil : √ T0 □ T1 □ T2 □ T3 □ T4
- Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Obstruksi Jalan Napas
√Tidak ditemukan □ Tumor
□ Gigi maju □ Stridor
- Bentuk Leher : √Simetris □ Asimetris
Mobilitas Leher :-
Leher pendek : □Ya √Tidak
Dapatkah pasien menggerakkan rahang ke depan?
√Ya □ Tidak
Dapatkah pasien melakukan ekstensi leher dan kepala?
√Ya □ Tidak
Apakah pasien menggunakan collar?
□ Ya √Tidak
- Thorax:
Bentuk thorax : bentuk normal chest simetris
Pola napas : Spontan
Retraksi otot bantu napas : tidak ada
Perkusi paru : √sonor □ hipersonor □ dullness
Suara napas: □ ronchi □ wheezing √vesikuler □ bronchial □ bronkovesikular
2) B2 (BOOD)
- Konjungtiva : □ anemis √ tidak
- Vena jugularis : pembesaran □ ya √ tidak
- BJ I : √ tunggal □ ganda √ regular □ irreguler
- BJ II : √ tunggal □ ganda √ regular □ irregular
- Bunyi jantung tambahan : BJ III □ murmur
3) B3 (BRAIN)
- Kesadaran : √kompomentis □apatis □delirium □somnolen □sopor □ koma
- GCS : Mata : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep (+)
b. Reflek trisep (+)
c. Reflek brachiradialis ( + )
d. Reflek patella ( + )
e. Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
a. Reflek babinski ( -)
b. Reflek chaddok ( -)
c. Reflek schaeffer ( -)
d. Reflek oppenheim ( -)
e. Reflek gordon ( -)
4) B4 ( BOWEL )
- Frekuensi peristaltic usus : 5-30 x/menit
- Titk Mc. Burney : □ nyeri tekan □ nyeri lepas □ nyeri menjalar
- Borborygmi : □Ya √Tidak
- Pembesaran hepar : □Ya √Tidak
- Distensi : □Ya √Tidak
- Asites : □ shiffing dullness □ undulasi
5) B5 (BLADER)
- Buang air kecil : √Spontan □Tidak
- Terpasang kateter : □Ya √Tidak
- Gagal ginjal : □Ya √Tidak
- Infeksi saluran kemih : □Ya √Tidak
- Produksi urine :-
- Retensi urine : □Ya √Tidak
6) B6 (BONE)
a) Pemeriksaan Tulang Belakang :
Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-), Perlukaan(-),
infeksi (-), mobilitas (leluasa), Fibrosis (-), HNP (-)
b) Pemeriksaan Ekstremitas
- Ekstremitas Atas
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-), lokasi fraktur ……….., jenis fraktur ………… kebersihan
luka…………., terpasang gips(-), Traksi (-), atropi otot (-)
IV line: terpasang di : tangan kiri, ukuran abocatch 20 G, tetesan: 20
tetes/menit
ROM: dalam batas normal
Palpasi Perfusi:…….
CRT ≤ 2 detik
Edema : Tidak
Lakukan uji kekuatan otat : ( 5 )
- Ekstremitas Bawah :
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-) Fraktur (-), lokasi
fraktur……….., jenis fraktur……kebersihan luka… , terpasang gips (-), Traksi
(-), atropi otot (-)
IV line: terpasang di.........., ukuran abocatch............., tetesan:..................
ROM: dalam batas normal
Palpasi Perfusi:
CRT :≤ 2 detik
Edema : Tidak
Kekuatan otot : ( 5 )
Kesimpulan palpasi ekstermitas :
Edema : - -
- -
B. Analisa Data
I. PRE ANESTESI
No Symptom Etiologi Problem
1 DS: Pasien mengatakan agen injuri biologi Nyeri akut agen injuri
nyeri di bagian biologi
penyakitnya
DO: Sekala nyeri : 5
TTV : Nadi = 90 x/menit,
Suhu = 360C,
TD = 135/92 mmHg,
RR = 18x/menit,
S S S
C C C
Frekuensi
Frekuensi
Tekanan
SKALA STEWARD
darah
napas
O O O
nadi