Anda di halaman 1dari 2

Distingsi antara pemaknaan gerakan intelektual di Indonesia oleh penguasa mengkategorisasikan

mereka yang turun kejalan menuntut keadilan, keutamaan, keterbukaan dan kepastian terhadap
penyelenggaraan pemerintahan adalah wabah yang harus dibungkam. Teo Reffeisen seorang
Pengacara Publik LBH Jakarta merespon tindakan kekerasan kriminal oknum kepolisian pada
aksi di Kabupaten Tanggerang waktu lalu menyatakan “Permintaan maaf tidak bisa dijadikan
alasan untuk menghapuskan tindakan brutal kepolisian, oknum tersebut harus bertanggungjawab
secara pidana, moral, dan disiplin”. Keberadaan Polri ditengah masyarakat tidak lagi
mencerminkan perilaku yang mengayomi, melayani, dan melindungi sesuai dengan moral
keberadaannya. Atensi sampai pada tendensi buruk polri terhadap pergerakan intelektual di
Indonesia merupakan disfungsi tersistematis.

Kembali pada dua kategori intelektual. Perbedaan antara dua kategori intelektual membentuk
kerangka dalam menentukan “tanggung jawab intelektual”. Noam memberikan analisis kritis
terhadap itu dengan menyatakan bahwasanya frasa tentang tanggung jawab itu ambigu: apakah
merajuk pada tanggung jawab moral sebagai manusia yang seutuhnya, yang diposisikan untuk
menggunakan keistimewaan dan status mereka untuk mengkedepankan kebebasan, keadilan,
belas kasih, perdamaian, dan kekhawatiran sentimen lainnya? Atau, apakah itu mengacu pada
peran yang diharapkan diemban mereka sebagai “intelektual teknokratik yang berorientasi
kebijakan”, yang tidak merongrong, tetapi melayani pemimpin dan lembaga yang ada? Karena
kekuasaan cenderung berlaku umum, kategori terakhirlah yang dianggap sebagai “intelektual
bertanggung jawab”, mengemban jabatan penting, sedangkan yang sebelumnya disisihkan atau
direndahkan  dinegaranya sendiri.

Tampaknya sudah menjadi sejarah umum bahwa intelektual konform, kelompok yang
mendukung kebijakan pemerintah dan mengabaikan atau merasionalisasikan kejahatan
pemerintah, dihormati dan mendapat keistimewaan di tengah masyarakat mereka. Sedangkan
para intelektual yang berorientasi pada nilai-intuitif dihukum; dicaci; dipaksan untuk salah;
terdistorsi; dengan satu atau lain cara.

Polanya kembali pada catatan sejarah paling dasar: Mereka yang meminum racun karena dituduh
merusak generasi muda Athena pada era pra-socratik. Seperti yang terjadi pada Socrates
intelekual Athena yang dibungkam bahkan dihukum mati dikarenakan ia memiliki kesadaran
tentang bagaimana “keadilan dan kebenaran” yang sebenar-benarnya harus berjalan. Namun,
Pemerintah Athena menganggap Socrates sebagai perusak generasi muda dan harus dihukum.

Dalam situasi saat ini, apa yang disebut-sebut sebagai intelektual murni adalah kelompok
pembangkang yang harus ditekan dan terintimidasi. Mereka akan selalu membuat marah para
penguasa melalui analisis geopolitik yang kritis, hujatan terhadap kejahatan yang dilakukan
pemerintah, berbagai seruan atas keadilan dan kepedulian untuk mencapai tujuan ideal
pergerakan intelektual muda.

Anda mungkin juga menyukai