Anda di halaman 1dari 8

Nama : Najwa Fadza Izza

Kelas : XI MIPA 3
Nomor absen : 26

PERKARA EGO
Cerpen karya Najwa Fadza ‘Izza

“Guys… lihat deh bajunya kiyowo banget gak sih” tya si penggila baju kiyowo
ala korea dan selalu up to date dengan segala trend fesyen. koleksi baju
kiyowonya sudah tak terhitung lagi saking banyaknya. Maklum saja uang saku
satu bulannya sudah lebih dari cukup untuk membeli satu baju branded baru yang
ada mall besar kota kelahirannya.

“kamu kok gak ada bosennya sih Ty nyari baju mulu, lagian ya kita juga jarang
meet up kamu juga jarang keluar mau dipake kemana samua bajumu itu.” Dia
adalah sisil si pemberi petuah garis keras setiap tingkah laku temannya yang
menurutnya janggal. Tak pernah menyerah sebelum lawanny kicep dan tak akan
berhenti kalua tidak dihentikan.

“ya gapapa dong self reward kan penting, kita itu harus menghargai kerja keras
diri sendiri kalua nunggu dari orang lain kelamaan.”

“iya sih, tapikan enggak setiap bulan juga Tya cantik.”

“sudah-sudah kalian ini debat mulu sekalian sana nyalon presiden biar debatnya
berbobot dan didenger rakyat. Setiap ketemu ribut mulu heran aku ga kesel apa
aku yang dengerin aja gedek.” Suara Eve yang baru datang mengintrupsi
perdebatan keduanya, sang penengah diantara persahabatan mereka bertiga.
Mungkin kalua tidak ada Eve mereka berdua masih berdebat sampai salah satunya
menerima kekalahan_ya keras kepala memang.

Mereka tya, sisil, eve adalah tiga serangkai yang memulai persahabatan saat SMP.
Saat ini ketigannya sudah menduduki bangku SMA, tya dan sisil masih satu
sekolah namun beda kelas sedangkan eve bersekolah di luar kota. Jarang sekali
mereka bertiga keluar bersama mungkin hanya saat libur semester 1 dan 2.
“aku gak habis pikir kalau gaada aku siapa yang misahin kalian, temanmu yang
cantik ini gabisa liat kalian debat guys sakit banget lihatnya.” Ya Eve adalah
orang dengan tingkat dramatis cukup akut, kalau tadi berbicara dengan benar
berarti Eve sedang waras.

“hm… mulai nih sil temanmu itu”

“gak makasih deh kalo mode on kaya gini aku gamau ngakuin Eve dia agak
memalukan”

“jahat ish gasuka Eve kalo gini Eve pengen pulang aja.”

“yaudah aku sih ikhlas lahir dan batin ya gak sil.” Anggukan mantap dari sisil
menjawab pernyataan yang dilontarkan oleh Tya.

“minggu depan shopping yuk udah lama kita engga nge-mall aku ada ngincer baju
korea kiyowo-kiyowo nih.” Siapa lagi kalau bukan suara Tya, ajakan yang sejak
awal ia tahan karena perdebatan tidak jelas dari ketiganya.

“ayo deh udah lama juga aku enggak beli baju baru, udah bulukan semua bajuku.
Kamu gimana sil?”

“iya.” Singkat tak seperti sisil yang biasanya selalu cerewet menimpali omongan
teman-temannya. Nada perkataannya terdengar berat ditelinga Eve dan Tya

“Sil, you okay? Kamu enggak ikut?” Tya menyadari kejanggalan pada temannya.

“I’m ok guys, ikut dong jarang-jarangkan kita keluar bareng mumpung Eve libur
panjang kita juga libur.” Helaan nafas lega diam-diam dilakukan Eve dan Tya,
sesering apapun mereka berdebat bukan berarti saat kejanggalan terjadi mereka
tidak peduli atau pura pura tidak tahu.

“Baik teman-teman cukup sudahi sampai disini mari kita akhiri. Great to see you
ma besti.” Suara dramatis Eve menutup perjumpaan singkat mereka.

“halah sok inggris kamu Eve, see you guys mingdep langsung diparkiran mall ya,
terus ke foodcourt sebentar ngisi tenaga baru deh kita keliling mall.” Tya yang
paling bersemangat dalam acara belanja kali ini memberikan serangkaian agenda
padahal acaranya masih seminggu lagi. Dan hanya acungan jempol sebagai
jawaban untuk menyetujui perkataan Tya.

***

Hari yang dijanjika tiba saat ini mereka sedang berada diparkiran mall dan menuju
foodcourt seperti agenda yang dirancang Tya sebelumnya. Percakapan ringan
menemani perjalanan mereka dari parkiran menuju foodcourt, namun ada yang
berbeda dari biasanya hari ini sisil tak banyak bicara dan hanya tersenyum
manggapi celetukan temannya.

“sisil ngomong dong ayo aku pengen debat sama kamu” Tya agak khawatir
dengan lawan debatnya yang diam tak bersuara.

“halah kamu diajak debat sisil juga gaakan ada perubahan Ty.” Eve yang cukup
muak mendengarkan perdebatan antara sisil dan Tya mencoba mecegah
perdebatan antara temannya. Namun sepertinya Eve tidak terlalu peka dengan
perubahan sisil.

“idih kamu gaasik, padahal hari ini aku mau traktir kalian berhubung Eve gaasik
aku cuma bayarin Sisil ma besti.” Eve hanya menatap malas dan mengacuhkan
Tya makin runyam kalau dijawab. Mereka akhirnya sampai di restoran cepat saji
favorit anak muda jaman sekarang.

“ayo sil pesen aku bayarin nanti kamu juga Eve temenmu inikan sangat baik.”
sperti janjinya tadi Tya bermaksud mentraktir temannya.

“samain aja deh males pesen yang aneh-aneh.” Akhirnya Sisil angkat bicara
memberikan usulannya.

“boleh-boleh.” Tanpa pikir panjang keduanya menyetujui usulan Sisil untuk


memesan menu yang sama.

Mereka bertiga akhirnya pergi untuk mengambil pesanan dan sesuai janjinnya Tya
yang mebayar tagihan makanan mereka. Pojokan restaurant menjadi pilihan
mereka untuk duduk dan menjauhi kerumunan orang sekitar, cukup untuk
meredam kebisingan suasana restaurant.
“Aduh Eve aku kebelet pipis temenin kekamar mandi yuk biar makanan kita
dijaga sisil, jagain ya sil.” Belum saja sesuap nasi mereka santap suara Tya sudah
mengintrupsi acara makan-makan mereka.

“TYA ASTAGA TADI KAMU SEBELUM KESINI KENAPA ENGGA PIPIS.”


Pekikan Eve nyaris mendominasi suasana restauran cepat saji itu.

“tadi udah tapi beli minum, udah ayok”

Lima menit berlalu sisil ditinggal sendirian dan justru melamun entah apa yang
dipikirkan otak wanita itu wajahnya sedikit gelisah dan dahinya berkerut dalam,
Namun gumaman samar akhirnya terdengar keluar dari mulutnya. “gimana ya aku
engga pegang uang sama sekali kalau pinjam aku malu masa harus pinjam
mereka.” Semakin murung saja raut wajah sisil.

Matanya bergerak gelisah kesana kemari dan berhenti saat melihat dompet milik
Tya. Tangannya dengan ragu meraih dompet tersebut mengintip sedikit isinya dan
lembaran berwarna merah menghiasi dompet milik Tya. Sisi iblisnya membujuk
sisil untuk mengambil satu lembar saja uang milik temannya namun sisi
malaikatnya tak mengizinkan, perdebatan diotaknya terus terjadi hingga
keoutusan sisil jatuh kepada sisi iblisnya. Dari kejauhan terlihat Tya melambaikan
tangan pertanda memberitahukan keberadaannya. Cepat-cepat ia meletakkan
dompet Tya kembali.

“ya ampun sisil kamu makan dulu gak papa tadi udah dingin sayang banget.”

“iya sil lagian tadi si Tya tuh ada tamu bulanan jadinya agak lama deh.” Sambung
Eve memberitahukan mengapa mereka lama di toilet.

“enggak papa kok lagian aku tinggal main HP jadi engga kerasa sih, yaudah
makan yuk.” Seolah tak terjadi apa-apa dengan santainya Sisil mengajak makan
kedua temannya.

Sesi makan-makan dalam rangka mengisi amunisi mereka selesai Tya, Sisil dan
Eve mengelilingi selluruh mall dan memasuki toko pakaian rekomedasi Tya. Satu
tas belanja sudah dibawa oleh Tya namun tangan Eve dan Sisil masih kosong
pertanda belum menemukan pakaian yang mereka inginkan.
“Ini kiyowo banget aku beli ini pokoknya, kamu Eve, sil mau beli yang model
gimana.” Saat ini mereka tengah di toko pakaian ramah pelajar yang harganya
tidak sampai harga emas per satu gram. Tya, Eve, dan sisil berpencar ditoko
tersebut dan mencari baju yang sekiranya cocok untuk dibeli.

“Guys aku kayaknya yang ini aja deh, cocok sama harga dan modelnya.” Eve
sudah menjatuhkan pilihannya pada baju crop lengan panjang dengan aksen
kancing di bagian depan. Tak berbeda dengan sisil, Eve memilih baju crop polos
dengan aksen kerut bagian bawah. Setelah itu mereka menuju kasir untuk
membayar.

“guys aku pulang duluan ya tadi Ibu ngontak aku katanya nenek dateng disuruh
pulang.” Sisil pamit pulang melupakan dosanya begitu saja. Dengan berat hati
Eve dan Tya mengiyakan ucapan sisil tanpa tahu bahwa tadi hanya alibinya untuk
melarikan diri.

Setelah kepulangan sisil, Tya masih melanjutkan sesi belanjanya meski hanya
dengan Eve dan tya menyadari keanehan yang ada pada dompetnya.

“kok uangku engga ada selembar ya”

“emang tadi kamu bawa berapa Ty”

“Cuma limaratus ribu ajasih tapi kok kurang seratus ribu ya”

“Coba kamu rinci lagi”

“tadi buat makan kita bertiga habis seratus ribu, aku belanja baju pertama habis
duaratus ribu, baju terakhir Cuma seratus ribu harusnyakan sisa seratus Eve.”
Bagi Tya tidak terlalu besar memang tapi kehilangan uang berapapun itu tetap
saja menimbulkan kesedihan.

“eh ini dompet embanya ya?” tiba tiba seorang ibu-ibu menghampiri keduanya
dan masuk dalam pembicaraan mereka.

“iya bu kenapa ya?” Tya terheran-heran bagiamana bisa ibu ini tiba-tiba
nimbrung.
“tadi waktu lagi makan saya lihat temennya yang sendirian di meja ngambil uang
seratus ribu, saya kira dompetnya ya saya biarin terus disini saya malah denger
mbak ngeluh duitnya ilang. Kemungkinan uangnya diambil kali mbak. Saya juga
gasengja videoin sih mbak buat story diFacebook soalnya, nih mbak tak kasih
lihat.” Ibu-ibu tersebut meperlihatkan videonya dan segera berpamitan pada Tya
karena dirasa tugasnya sudah selesai.

Setelah ibu-ibu tadi memperlihatkan rekaman saat Sisil mengambil uang dari
dompet Tya, Eve meminta salinan video dan mengucapkan terimakasih. Mereka
hanya bisa terpaku dan saling tatap tak menyangka teman yang sering
memberikan petuah tega melakukan hal yang seperti itu

***

Tok…

Tok…

Tok…

Pagi-pagi sekali tya dan eve sudah tiba di kediaman Sisil, mereka ingin meminta
kejelasannya tentang masalah kemarin. Sebnarnya ada apa dengan temanya ini
mengapa tiba-tiba melakukan hal yang sama sekali tak mereka duga.

“ya?” terdengar suara perempuan muda dari dalam rumah, sisil agak gaket dengan
keberadaan kedua temannya pagi-pagi sekali, Namun cepat cepat ia mengubah
raut wajahnya menjadi senyum pepsodent.

“loh kalian kok engga bilang mau datang, ayo masuk dulu, sekalian mau minum
ap-“ belum selesai tawaran minum yang diberikan sisil, Tya lebih dulu memotong
ucapannya.

“cukup sil, we need to talk. Aku ganyangka banget kamu tega ngelakuin hal kayak
gitu. Kita temenan itu engga setahun dua tahun, udah jalan lima tahun loh kita
temenan kenapa sil kenapa?” raut kecewa tak bisa ditutupi dari wajah Tya,
pertanyaan yang semalam selalu menghantui pikirannya akhirnya bisa
tersampaikan.
Raut terkejut tak bisa disembunyikan lagi dari wajah Sisil, bagaimana bisa
sahabatnya tau kalau ia mencuri uang itu dari dompet Tya. Semakin terkejut saja
saat Eve memperlihatkan video dirinya melakukan aksi dosa tersebut.

“Ty maaf aku khilaf aku bakal ganti uang itu maaf Ty.” Air mata sudah banyak
berkucuran dari pelupuk mata Sisil sadar akan kesalahnnya yang cukup memberi
dampak fatal pada persahabatan mereka.

“sil kalau kamu memang ada masalah bisa cerita sama kita, aku itu siapa kamu sih
aku pikir lima tahun ini udah cukup lama untuk kita saling terbuka. Kita cari
solusinya bareng-bareng, kita bicarain semuanya enggak kaya gini Sil. Kamu mau
ganti? Aku gamasalah kehilangan seratus ribu itu sil bahkan kalau kamu bilang
butuh aku bakal kasih. Aku kecewa banget sama kamu sil.” Tumpah sudah emosi
Tya. Tak jauh berbeda dengan sisil, tya juga menangis. Sedangkan eve hanya bisa
menenangkan tangisan tya.

“kita duduk dan please certain masalah kamu ke kita sil kalau kamu memang
belum siap tolong kasih alasan yang jelas, kamu siap cerita ke kita kan?” Eve
akhirnya angkat bicara dan seperti biasanya Eve menjadi si penengah Namun kali
ini dengan masalah yang lebih serius.

“iya aku siap cerita ke kalian, sebelumnya akum au minta maaf kesalahan aku
kemarin memang ga pantes dimaafkan bahkan bicara didepan kalian aja aku malu.
Satu bulan yang lalu ayah aku kena PHK, dan waktu itu keuangan keluarga aku
sedang kritis. Aku mau nolak ajakan main kalian sungkan karena kita juga jarang
keluar, aku malu kalau harus bilang gapunya uang.” Rentetan cerita keluar dari
mulut Sisil, ia cukup lega menceritakan semua bebannya kepada temannya.
Ternyata ada kalanya curhat sangat dibutuhkan.

Keadaan hening selama hampir 1 jam mereka berkelana dengan pikirannya


masing-masing hingga akhirnya Tya angkat bicara. “Aku juga minta maaf kurang
peka sama keadaan kamu seharusnya aku sudah tau habit kamu kalau ada
masalah, kalau aja aku peka sedikit pasti enggak akan kaya gini.”
“No, ini pure salah aku, kalau aja aku mikirin resiko dan nurunin ego buat nolak
dan cerita masalah aku ke kalian pasti kejadian ini bisa dihindari. Kalaupun kita
udah engga sahabatan aku masih berharap kalian nganggap aku teman.”

“sebenernya penyesalan kamu sudah terlambat sil tapi karna kita besti kita gabisa
nolak buat maafin kamu, jadikan yang kemarin pelajaran ya guys jangan sampai
miss komunikasi kita keulang lagi aku gamau.” Untaian kata bijak keluar keluar
dari mulut Eve, mengakhiri cekcok tiga serangkai itu.

“oh iya ayah kamu sekarang?” teringat jika ayahmya Sisil terkena PHK Tya
mengajukan pertanyaan kepada Sisil.

“Alhamdulillah ayah sudah dapat kerja ditempat yang lebih baik.” Rasa syukur
juga diucapkan Tya dan Eve mendengar kabar melegakan tersebut keluar dari
mulut sahabatnya.

“guys peluk.” Mereka berpelukan saling memaafkan, menangis dan tertawa


Bersama. Selesai sudah masalah mereka lega rasanya.

Anda mungkin juga menyukai