Anda di halaman 1dari 4

Benang Kusut Pendidikan

By Ramdan Priatna, S.Sos.I 02 June 2016


“Tarbiyah (pendidikan) bukanlah segalanya, tapi segalanya tidak akan tercapai
kecuali dengan tarbiyah.”
Kalimat di atas disampaikan oleh Dr. Musthafa Manshur, aktivis Ikhwanul Muslimin,
dalam menjawab berbagai macam kritikan terhadap konsep tarbiyah yang
disosialisasikan jamaahnya.

Setiap orang tentu menyadari, bahwa pendidikan memiliki sumbangsih yang sangat
besar dalam membentuk pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku
(psikomotorik) manusia. Seseorang yang berpredikat well educated, biasanya lebih
diutamakan untuk menempati posisi-posisi strategis daripada orang dengan
berpendidikan rendah, baik di lingkungan kecil seperti di perkampungan dan
pedesaan, atau pun di lingkungan yang lebih luas seperti pengelolaan perusahaan
dan negara. Kualitas sumber daya manusia hari ini merupakan produk pendidikan
masa lalu dan kualitas SDM masa depan sangat ditentukan oleh mutu pendidikan
hari ini.

Menyadari urgensi pendidikan di atas, banyak orangtua yang aktif membantu


anaknya mencari lembaga pendidikan yang dianggap ideal untuk mengantarkan
anak-anak mereka meraih cita-cita. Tentu tindakan seperti itu tidak salah, justru baik
sebagai rasa tanggung jawab orangtua terhadap masa depan si anak, namun
kesalahan dan kekeliruan orang tua mulai tampak tatkala menentukan kriteria
sekolah ideal. Seringkali orang tua terlalu percaya dan bangga pada sebuah
lembaga pendidikan hanya karena banyak muncul anak-anak brilliant, terampil,
mudah mendapatkan pekerjaan, atau mungkin tak sedikit yang jadi pejabat, tetapi
mengabaikan sisi-sisi yang lebih utama yaitu keshalehan yang terwujud dalam
akidah yang kuat, akhlak yang islami dan pemahaman yang lurus.

Kecenderungan pengabaian terhadap aspek agama ini sering kita jumpai pada
sebagian orang tua yang memang tidak mempunyai akar yang kuat dalam
beragama. Perhatiannya lebih tertuju pada keberhasilan sang anak bersaing di
dunia dengan mendapatkan pekerjaan basah, gaji besar, dan tingkat sosial yang
tinggi. Adapun si anak tidak shalat dan tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya
selaku umat muslim, itu dianggap perkara lain yang tak perlu dirisaukan.

Pendidikan Hari Ini


Konsep pendidikan yang diterapkan pada anak-anak kita hari ini umumnya
memisahkan antara pengetahuan umum dengan agama atau dikenal dengan
sebutan pendidikan sekuler. Dalam sistem pendidikan seperti ini pengetahuan
umum dan agama merupakan dua kutub yang saling berlawanan dan tak mungkin
disatukan. Oleh karena itu, fenomena alam yang begitu kompleks setelah melalui
berbagai macam pengamatan, penelitian, dan eksperimen yang akhirnya melahirkan
disiplin ilmu seperi IPA (Biologi, Fisika, Kimia) dan IPS (Geografi, Sejarah,
Sosiologi) yang semestinya menjadi lahan yang sangat subur untuk
menanamkan tauhid dan tawadhu (merasa lemah) di hadapan kebesaran Allah serta
takjub menyaksikan keteraturan dan keindahan ciptaan-Nya. Namun, justru
melahirkan sosok-sosok anti tauhid, manusia sombong serta lalai bahkan berpaling
dari kebenaran. Astagfirullahal 'adhim.

Kondisi sekulerisasi pendidikan ini memang tidak ujug-ujug muncul ke khalayak, tapi


ada sejarah yang melatar belakanginya. Saat itu Eropa dilanda kegelapan  (the dark
middle age), sementara gereja sangat diktator. Setiap hasil penelitian para ilmuwan
yang bertentangan dengan ajaran gereja akan dianggap keliru dan si ilmuwan akan
dijebloskan ke dalam jeruji besi atau dieksekusi sebagaimana pernah terjadi
pada Galileo Galilei.

Dari sini munculah perlawanan hebat terhadap gereja yang dipelopori Marthin


Luther untuk mendobrak kesewenang-wenangan gereja. Akhirnya, kaum intelek
memenangkan pertarungan, gereja tersisihkan, agama tidak boleh mengatur dunia,
ilmu dan negara. Agama cukup dijadikan sebagai pagar etika yang mengajarkan
keadilan, kejujuran, kedermawanan, dan semacamnya.

Maka tak heran bila di jaman ini ada siswi muslimah yang dipaksa melepas jilbab
atas nama pendidikan seperti yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan umum di
beberapa tempat, atau usulan salah satu partai besar untuk menghilangkan
pelajaran agama di sekolah umum, juga RUU Sisdiknas yang begitu alot digodok
karena terjadi pro-kontra yang memakan waktu.

Mencari Pendidikan Alternatif


Tidak ada yang bisa diharapkan oleh orang tua muslim dari pendidikan sekuler yang
semrawut seperti ini. Mungkinkah kita dapat mewujudkan perintah Allah untuk
memiliki anak-anak shaleh di lingkungan sekolah seperti ini? Alih-alih membentuk
manusia bertakwa, justru yang terjadi adalah mencopot ketakwaan.

Penulis pernah mempunyai beberapa teman ikhwan dan akhwat satu kelas. Mereka


dikenal sebagai anak yang pemalu, rajin shalat, tak pernah melewatkan qira'atul
quran, yang akhwatnya tak pernah lepas dengan jilbab. Setelah masuk sekolah
menengah umum yang katanya favorit, semuanya berubah, mereka secara terang-
terangan berani bermaksiat, tak menyukai shalat lagi, sudah melupakan Al-Quran,
dan si akhwatnya tak mau berjilbab lagi. Gaya hidupnya pun begitu funky, bacaan
kegemarannya hanyalah komik-komik dan novel terbaru.
Hanya sedikit yang selamat, kebanyakannya tak mampu melawan arus yang terlalu
kuat dan dahsyat. Tentunya, orang tua muslim menginginkan anaknya tetap
istiqamah (berpegang teguh) menjalankan konsep Islam dalam kehidupan sehari-
hari, bagaimana orang tua sanggup menjelaskan kepada Allah di akhirat kelak
perihal kenakalan anak-anaknya? Atau ketidak peduliannya terhadap norma-norma
agama? Padahal Allah menciptakan anak itu awalnya dalam keadaan Islam (fitrah).
Rasul bersabda,

‫ص َرا ِن ِه َأ ْو‬
ِّ ‫ُك ل ُّ َم ْولُ ْو ٍد ُي ْولَ ُد َع َلى ا ْلف ِْط َر ِة فََأ َب َواهُ ُي َه ِّودَا ِن ِه َأ ْو ُي َن‬
)‫سا ِن ِه (البخارى‬ َ ‫ُي َم ِّج‬
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah
yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Al-
Bukhari).

Dengan demikian, sebagai bentuk rasa tanggung jawab dan kasih sayang orang tua
terhadap anak-anaknya, janganlah orang tua hanya sekedar menyekolahkan saja,
tetapi juga harus mencari sekolah yang lingkungan pergaulannya baik, guru-
gurunya, shaleh dan disiplin, teman-temannya berakhlak mulia, kurikulumnya jelas
memihak kepada Islam. Jika tidak, bisa jadi anak menjadi fitnah dan musuh terbesar
bagi orang tua di dunia dan di akhirat.

Sebagai panduan, ada lima tips mencari sekolah idaman:

1) Pertimbangkan terlebih dahulu


Apakah anak Anda akan sekolah di pendidikan umum (negeri maupun
swasta) ataukah pondok pesantren. Masing-masing lembaga pendidikan
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.

2) Carilah keterangan selengkapnya tentang lembaga pendidikan tersebut.


Bisa melalui brosur-brosur, orang-orang yang telah menyekolahkan anak-
anaknya di tempat itu atau sumber informasi lainnya.

3) Perhatikan dana pendidikan yang harus Anda keluarkan.


Sesuaikah biayanya dengan anggaran yang telah kita siapkan. Bila biayanya
terlalu besar, sebaiknya mencari sekolah yang pas dengan kemampuan kita.

4) Jangan cepat-cepat memutuskan pilihan pada sekolah yang berlabel Islam.


Teliti terlebih dahulu bagaimana kualitas pendidikan yang diberikan. Baik
masalah kurikulum ataupun kedisiplinan gurunya.

5) Pastikan sekolah yang Anda pilih bukan sekolah non Islam.


Meskipun dari luarnya sama dengan lembaga pendidikan lainnya, namun
sebenarnya mengandung misi merusak generasi Islam.
Berikut renungan Firman Allah untuk kita semua:
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan."(Q.S. At-Tahrim: 6).
Sesungguhnya, andai umat Islam bersegera kembali kepada Al-Quran dan As-
Sunnah dengan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman generasi Islam
pertama, juga bersegera melaksanakan beberapa nasehat ulama di atas, pasti Islam
akan segera berjaya kembali mengatur dunia, dan Barat akan gulung tikar dalam
kehinaan dan kehancuran.

Anda mungkin juga menyukai