Anda di halaman 1dari 2

Macam-macam akhlak

A. Akhlak Mahmudah adalah Akhlak terpuji atau akhlak yang baik. Contoh akhlak terpuji, diantaranya:
1. Jujur, adalah tingkah laku yang mendorong keinginan atau niat baik dengan tujuan tidak mendatangkan kerugian bagi dirinya atau orang lain.
2. Berperilaku baik, adalah reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya dengan cara terpuji.
3. Malu, adalah perangai seseorang untuk meninggalkan perbuatan buruk dan tercela sehingga mampu menghalangi seseorang untuk berbuat dosa dan maksiat
serta dapat mencegah orang untuk melalaikan orang lain.
4. Rendah hati, sifat seseorang yang dapat menempatkan dirinya sederajat dengan orang lain dan tidak merasa lebih tinggi dari orang lain.
5. Murah hati, adalah sikap suka memberi kepada sesama tanpa pamrih atau imbalan.
6. Sabar, menahan segala sesuatu yang menimpa diri (hawa nafsu).
B. Akhlak Madzmumah Akhlak Madzmumah adalah akhlak yang tercela atau akhlak yang buruk. Contoh akhlak madzmumah antara lain:
1. Riya’, beramal atau melakukan sesuatu perbuatan baik dengan niat untuk dilihat orang atau mendapatkan pujian orang. Dengan kata lain, Riya’ yaitu pamer.
2. Sum’ah, melakukan perbuatan atau berkata sesuatu agar didengar oleh orang lain dengan maksud agar namanya dikenal.
3. Ujub, mengagumi diri sendiri.
4. Takabur, membanggakan diri sendiri karaena merasa dirinya paling hebat dibandingkan dengan orang lain.
5. Tamak, serakah atau rakus terhadap apa yang ingin dimiliki.
6. Malas, enggan melakukan sesuatu.
7. Fitnah, mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya.
8. Bakhil, tidak suka membagi atau memberikan sesuatu yang dimiliki dengan orang lain (pelit).

Hubungan Ibadah dengan Akhlak


Pengalaman ibadah seharusnya tidak sekedar berdimensi eksoteris, yang hanya bersifat simbolik dan lahiriah, namun hendaknya sampai kepada
pemahaman dan penghayatannya. Yang dimaksud dengan pemahanan dalam ibadah adalah memahami makna-makna dan nilai-nilai serta esensi ibadah.
Sedangkan yang dimaksud dengan penghayatan ibadah adalah melakukan apresiasi dan ekspresi ibadah itu dengan diiringi perbuatan-perbuatan yang bersifat
aplikatif yang sejaan dengan hakikat dan hikmah ibadah. Pengalaman ibadah dengan pemahaman dan penghayatan itulah dimensi esoteric dalam ibadah.
Pelaksanaan ibadah berdimensi esoteric banyak isyarat dalam Al-qur’an dan Al-sunnah, bahkan dimensi esoteric dianggap lebih utama dan penting karena
ia merupakan inti dan ruhnya ibadah. Harun Nasution mengemukakan, bahwa tujuan ibadah itu bukanlah hanya sekedar menyembah, tetapi taqarub kepada
Allah, agar dengan demikian roh manusia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih dan suci, akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam.
Roh yang suci itu akan membawa kepada budi pekerti yang baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadah disamping merupakan latihan spiritual juga merupakan
latihan moral.
Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa ibadah yang dilakukan manusia harus bermakna dalam kehidupan kesehariannya. Bila pengalaman ibadah
tidak memiliki makna, maka amalan ibadah secara eksoterik tidak akan membawa manfaat, baik bagi dirinya maupun sesamanya. Ibadah shalat misalnya,
memiliki tujuan menjauhkan manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan mendorongnya untuk senantiasa berbuat hal-hal yang biak dan bermanfaat. Begitu
juga halnya dengan ibadah shaum (puasa), berdasarkan firman Allah, dinyatakan bahwa dengan melaksanakan ibadah shaum pelakunya diharapkan menjadi
manusia yang bertaqwa, yakni manusia yang senantiasa melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk dan jahat.
Berpuasa itu bukanlah sekedar menahan diri dari makan, minum dan hubungan suami istri, akan tetapi lebih jauh dalam daripada itu, sebagaimana banyak
dikemukakan dalam hadist Rasulullah SAW, bahwa : “sesungguhnya puasa itu bukanlah menahan diri dari perkataan yang tidak sopan”. Bahkan bila ada yang
mencaci dan tidak menghargai seseorang, maka hendaknya ia mengatakanbahwa “aku sedang puasa” dan dalam hadist lain Rasulullah bersabda : “orang yang
tidak meninggalkan kata-kata bohong senantiasa berdusta, tidak ada faedahnya menahan diri dari makan dan minum”. Demikian halnya dengan zakat,
merupakan suatu tindakan memberikan sebagian hartayang dimiliki unuk kepentingan masyarakat, yakni bahwa zakat yang diambil dari harta itu berfungsi
untuk membersihkan dan mensucikan pemiliknya.
Dalam sebuah hadist, tergambarkan bahwa zakat/shadaqah itu memiliki arti yang luas sekali, sejak memberi senyum kepada sesama manusia,
mengambilduri dijalan agar tidak terinjak orang, memberi air yang ada paying kepada orang yang berjahat dan menuntun orang yang lemah penglihatannya.
Demikian pula ibadah haji yang merupakan ibadah yang paling sempurna. Setiap orang yang akan melaksanakan ibadah haji harus meninggalkan seluruh
akhlah yang buruk, seperti mengucapkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, berbuat hal yang tidak baik dan bertengkar. Larangan ini dimaksudkan agar
mereka meninggalkan akhlak semacam itu dan senantiasa berperilaku dengan baik. Ketika melaksanakan ibadah haji, setiap orang berdo’a agar ibadah haji
yang ditunaikan itu mabrur atau diterima Allah SWT. Diantara indikasi kemabruran haji seseorang adalah terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku
seseorang sekembalinya dari menunaikan ibadah haji kearah peningkatan akhlak yang baik. Ibadah dalam dimensi esoteric lebih tertuju kepada kandungan
makna ibadah itu sendiri, yang diiringi rasa keikhlasan untuk mendapatkan ridha illahi rabbi. Pelaksaan ibadah harus mencapai esensidan hakikat tujuannya,
yang akan memberi dampak positif bagi sipelakunya sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Setelah uraian diatas, makna ibadah itu tidaklah semata dilakukan dalam satu dimensi saja, baik eksoterisnya saja. Kedua-duanya harus seiring dengan
sejalan. Bila semata berdimensi eksoterisnya, juga dianggap tidak sah sebab ibadah itu harus secara lahiriah praktek perbuatannya dilakukan sesuai dengan
petunjuk dan tuntutan syari’at.
Menurut kelompok kami jadi ibadah dengan akhlah, satu dengan yang lainnya menyatu dan seharusnya demikian antara yang satu dengan yang lainnya
tidak terpisahkan. Dalam melakukan ibadah mengandung implikasi akhlak (sikap perbuatan). Demikian berakhlaq al karimah merupakan efek atau akibat
melakukan ibadah yang teratur, baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai