1. Pendidikan nilai/moral perlu diberikan di sekolah-sekolah di Indonesia. Dalam
pendidikan di Indonesia pendidikan nilai moral secara formal-kurikuler terdapat dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Kurikulum 1994) atau Pendidikan Kewarganegaraan ( UU RI Nomor 20 Tahun 2003) dan Pendidikan Agama dan Bahasa. Oleh karena itu pendidikan nilai di Indonesia bersifat tidak sekuler karena Negara tidak melepaskan pendidikan nilai keagamaan dari tanggung jawabnya. Dalam konteks itu maka pendidikan nilai moral di Indonesia mencakup nilai moral keagamaan dan nilai moral sosial dan nilai sosioestetika. Dalam Konteks Pendidikan Nasional Indonesia telah ditegaskan dalam Pasal 3 UU Sidikan 20/2003 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi, serta bertanggungjawab. Oleh karena itu maka proses pendidikan seyogyanya bukan hanya sebagai proses pendidikan berfikir tetapi pendidikan berwatak seperti nilai dan perilaku.
2. Money politic merupakan tindakan penyimpangan dari kampanye yang bentuknya
dengan cara memberikan uang kepada masyarakat agar mereka mengikuti keinginannya. Dari contoh kasus diatas dapat di simpulkan bahwa praktik demokrasi pada pemilihan umum banyak dihiasi dengan praktik-praktik kecurangan yang seakan sudah mendarah daging pada masyarakat kita. Seperti money politics untuk membeli suara masyarakat. Masyarakat tidak bisa mandiri atau jernih untuk memberikan hak pilihnya dalam pemilu. Dan money politics ini sangat bersimpangan dengan etika dan norma agama yang berlaku. Jika mengacu pada teori Kohlberg money politics dalam pemilu adalah hal yang boleh dilakukan. Dalam skala yang lebih luas, praktik money politic telah melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat seperti pejabat, politisi, akademisi, pendidik, saudagar, bahkan kalangan agamawan sekalipun. Dalam persepsi sosiologi politik, fenomena bantuan politis ini dipahami sebagai wujud sistem pertukaran sosial yang biasa terjadi dalam realitas permainan politik. Karena interaksi politik memang meniscayakan sikap seseorang untuk dipenuhi oleh penggarapan timbal balik (reciprocity). Dengan kata lain, relasi resiprositas merupakan dasar bagi terciptanya sistem pertukaran sosial yang seimbang. Perilaku money politic, dalam konteks politik sekarang, seringkali diatasnamakan sebagai bantuan dan lain-lain. Menurut Teori Kohlberg Tingkat II ( Konvensional) tahap 3: Orientasi kesepakatan timbal balik. Ciri utama moralita pada tahap ini adalah bahwa sesuatu hal dipandang baik dengan pertimbangan untuk memenuhi anggapan orang lain baik atau baik karena memang disepakati. Teori Kohlberg mengacu pada struktur kognitif, di mana moralitas terkait dengan pertanyaan mengapa sesuatu itu benar atau salah, bukan pada apa yang baik dan benar. Kohlberg menolak pendidikan nilai/karakter tradisional yang berpijak pada pemikiran bahwa ada kebajikan seperti kejujuran, budi baik, kesabaran, ketegaran yang menjadi landasan perilaku moral. Pendidikan nilai atas dasat teori Kohlberg sangat kental dengan pendidikan nilai yang bersifat sekuler, tidak mempertimbangkan bahwa di dunia ini ada nilai religious yang melandasi kehidupan individu dan masyarakat yang tidak sepenuhnya didekati secara rasional.