Anda di halaman 1dari 10

TEORI

RETENSIO PLASENTA

Dosen Pengampu : MARDIANI MANGUN, SsiT., MPH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

CICI ANGGRAINI (PO7124320007)


CLESSIYA RAFDALISTA R. S (PO7124320008)
DESYIRAH SAFITRI (PO7124320012)
ELVIANI LAGANI (PO7124320019)
NADA DWI UTAMI (PO7124320038)
NASTITI CAHYANINGATI (PO7124320040)

POLTEKKES KEMENKES PALU


JURUSAN KEBIDANAN
2021/2022
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN
RETENSIO PLASENTA

A. DEFINISI RETENSIO PLASENTA


Retensio plasenta didefinisikan sebagai tidak lahirnya plasenta 30 menit setelah
bayi lahir. Keadaan ini dapat disebabkan oleh plasenta belum lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas, tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali,
tidak terjadi perdarahan. Jika terlepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta.
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh karena villi korialis menembus
desidua (plaenta akreta), menembus desidua sampai miometrium (plasenta
inkreta), atau villi korialis menembus miometrium sampai perimetrium/serosa
(plasenta perkreta).

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkannya atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (plasenta inkarserata).

B. JENIS RETENSIO PLASENTA


1. Plasenta adhesiva
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehinggamenyebabkan kegagalan
mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagianlapisan myometrium
3. Plasenta inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki myometrium
4. Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan
serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata
Tertahannya plasenta di cavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri

C. ETIOLOGI/PENYEBAB RETENSIO PLASENTA


1. SEBAB FUNGSIONIL
a. Kontraksi uterus/His kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva )
b. Plasenta sukar terlepas karena
‐ Tempatnya : insersi di sudut tuba
‐ Bentuknya : plasenta membranacea , plasenta amularis
‐ Ukurannya plasenta sangat kecil
Plasenta yang sukar terlepas karna hal di atas disebut plasenta adhesive

2. SEBAB PATOLOG-ANATOMIS
a. Plasenta accrete
b. Plasenta increta
c. Plasenta percreta
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
desidua sampai myometrium sampai di bawah peritoneum ( plasenta akreta-
percreta)

Jika plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan
kala III, akibatnya terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi
keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta )

1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
(basalis) lebihdalam dan Nitabuch layer.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim atau perimetrium.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri
atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan
penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata).
3. Faktor maternal
a. Gravida berusia lanjut
b. Multiparitas
4. Faktor uterus
a. Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
b. Bekas pembedahan uterus
c. Anomali uterus
d. Tidak efektif kontraksi uterus
e. Pembentukan contraction ring
f. Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
g. Bekas pengeluaran plasenta secara manual
h. Bekas ondometritis
5. Faktor placenta
a. Plasenta previa
b. Implantasi cornual
c. Plasenta akreta
d. Kelainan bentuk plasenta
D. TANDA DAN GEJALA RETENSIO PLASENTA
1. Separasi/Akreta Parsial
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang –  banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Akreta
a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit/tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali
i. pusat.
Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi
FC tinggi fundus tidak berk  berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
1. Waktu hamil
a. Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
b. Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai
plasenta previa
c. Terjadi persainan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
d. Kadang terjadi ruptur uteri
2. Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
3. Persalinan kala III
a. Retresio plasenta menjadi ciri utama
b. Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan
perlekatan plasenta, plasenta, seringkali seringkali perdarahan perdarahan
ditimbulkan ditimbulkan oleh petugas petugas kesehatan kesehatan ketika ia mencoba
mencoba untuk mengeluarkan mengeluarkan plasenta plasenta secara manual
c. Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan keadaan
ini dapat tejadi spontan, spontan, tapi biasanya biasanya diakibatkan diakibatkan oleh
usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta
d. Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta

E. CARA PENEGAKAN DIAGNOSIS


1. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel
fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak
lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain

Faktor Risiko
1. Plasenta akreta : plasenta previa, bekas SC, pernah kuret berulang, dan multiparitas.
2. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
3. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa;
implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
4. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak
ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi
terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
F. PATOGENESIS RETENSIO PLASENTA
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara
serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini
menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit
serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala
tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang
mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan
spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan
oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga,
89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.

Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak,
uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang
keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan
oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau
atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak
dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial
untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah
dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali
pusat.
Pada kondisi retensio plasenta,lepasnya plasenta tidak terjadi secra bersamaan
dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya.menyebabkan terganggunya
retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta
menimbulkan pendarahan.

G. KOMPLIKASI RETENSIO PLASENTA


Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan
perfusi organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
selanjutnya.
5. Perdarahan menyebabkan syok hemoragik yang berakibat pada kematian.
NB :
Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm
dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan
dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk
lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi
seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian
besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil
dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada
di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti
air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari
kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali
perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi:
sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin,
memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai
antibodi ke janin.

Anda mungkin juga menyukai