Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 12 MODUL 2
OBAT BAHAN ALAM (LANJUTAN)

Disusun Oleh : Kelompok 5

Maharani Magpira Syam (1810015060)


Sartika Anggraeni Putri (1910016009)
Jeane Triamin Maneng Mangallo (1910016025)
Muhammad Razaq Abdillah (1910016027)
Muhammad Norcholis (1910016047)
Ratna Dewi (1910016075)
Ivan Kristian Parandangi (1910016077)
Alfiana Aulia Sulfialam (1910016096)
Nur Fauziah Nabilah (1910016097)
Evan Novanto (1910016099)
Tutor :
Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG., M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah-Nya kami selaku kelompok 5 telah menyelesaikan laporan hasil diskusi
kelompok kecil pada Blok 12 Modul 2 “Obat Bahan Alam (Lanjutan)” Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dr. dr. Sjarif Ismail, M. Kes sebagai penanggung jawab modul 2;
2. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG., M. Kes sebagai tutor kelompok 5
yang telah membimbing kami selama menjalani Diskusi Kelompok Kecil
(DKK) I dan Diskusi Kelompok Kecil (DKK) II, sehingga materi diskusi
dapat mencapai sasaran pembelajaran yang sesuai;
3. Rekan sekelompok yang telah mengondusifkan suasana diskusi tutorial
dan bekerja sama dalam penyelesaian laporan ini;
4. Dosen-dosen yang telah memberikan materi pendukung pada pembahasan,
sehingga semakin membantu pemahaman kami terhadap materi ini.
Kami berharap laporan ini dapat berguna bagi penyusun maupun bagi para
pembaca di kemudian hari. Kami memohon maaf apabila dalam penulisan laporan
hasil Diskusi Kelompok Kecil (DKK) ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan
di hati para pembaca. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak. Semoga laporan kami ini dapat mendukung pemahaman
pembaca terhadap materi tersebut.

Samarinda, 06 Mei 2021


Hormat kami,

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan Pembelajaran ................................................................ 1
1.3 Manfaat Pembelajaran .............................................................. 1
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Skenario ................................................................................... 2
2.2 Klarifikasi Istilah ..................................................................... 3
2.3 Identifikasi Masalah................................................................. 3
2.4 Analisis Masalah ...................................................................... 4
2.5 Strukturisasi Konsep ................................................................ 6
2.6 Learning Objective .................................................................. 6
2.7 Belajar Mandiri ........................................................................ 6
2.8 Sintesis .................................................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 28
3.2 Saran ......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 29

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagaaiman kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki sumber hayati besar dan berpotensi untuk dapat digunakan sebagai
bahan baku obat alam. Pengguanaan tumbuhan obat oleh berbagai lapisan
masyarakat telah digunakan sejak awal keberadaan manusia sampai sekarag.
Selain mudah didapatkan juga pembuatannya yang mudah. Pemerintah
Indonesia sadar akan hal itu sehingga dibentuklah Informatorium Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) dan Formularium Obat Herbal yang menjadi
acuan bagi tenaga kesehatan dalam pemenafaat tanaman sebagai obat- obatan.

1.2 Tujuan
Tujuan kami dalam melakukan diskusi, sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Obat Modern Asli Indonesia
(OMAI).
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Macam Sediaan Herbal.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Ramuan Saintifikasi Jamu.

1.3 Manfaat
Manfaat dari modul ini adalah mahasiswa dapat mengetahui alur pelayanan
kesehatan tradisional terintegrasi, obat modern asli Indonesia, macam sediaan
herbal, dan juga mengenai ramuan saintifikasi jamu.

1
BAB II PEMBAHASAN DAN ISI

2.1 Skenario
Herbal untuk Layanan Kesehatan

2
2.2 Klarifikasi Istilah
1. General cek up : Pemeriksaan secara umum seperti pemfis,
pemeriksaan laboratorium yang terkait penyakit
pasien.
2. Godokan : Rebusan atau sediaan yang dibuat dengan direbus
yang masih berbentuk dedaunan atau bagian dari
ramuan obat.
3. Informatorium OMAI: Obat Modern Asli Indonesia. Jadi Informatorium
OMAI adalah informasi tentang obat yang telah
disetujui yang digunakan di Indonesia dalam
bentuk OHT dan FF.
4. Obat Konvensional : Obat yang diresepkan oleh dokter untuk
menyembuhkan suatu penyakit.
5. YANKESTRAD : Pelayanan kesehatan tradisional, yaitu suatu
pelayanan pengobatan yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan secara turun
temurun yang dapat dipertanggungjawabkan dan
sesuai dengan norma yang ada di masyarakat.
6. Formularium : Pedoman yang menjadi patokan dari sediaan obat
dan informasi penting lainnya dan selalu direvisi.
7. Bentuk kapsul : Sediaan obat yang dimasukkan kedalam wadah
atau cangkang yang biasanya dibuat dari gelatin.

2.3 Identifikasi Masalah


1. Apa sediaan obat herbal yang cocok atau yang sesuai dengan ibu?
2. Apa yang terkandung dalam sidaguri atau anting-anting sehingga dapat
digunakan untuk menurunkan kadar asam urat, serta berapa dosisnya?
3. Apa saja factor yang diperhatikan saat membuat sediaan obat?
4. Bagaimana proses pembuatan dari obat herbal secara umum?
5. Apa obat modern asli Indonesia yang dapat menurunkan kadar asam urat?

3
6. Obat manakah yang lebih efektif untuk mengobati asam urat antara obat
herbal dengan obat konvensional?
7. Apa perbedaan konsumsi obat herbal dengan obat konvensional?
8. Apa perbedaan sediaan godokan dengan sediaan modern, dan yang mana
yang lebih efektif?
9. Apa saja pembagian untuk obat herbal?
10. Apa yang dimaksud dengan yankestrad integrasi?
11. Apa saja peraturan pemerintah yang mengatur obat herbal?

2.4 Analisis Masalah


1. Bisa dalam bentuk godokan ataupun modern seperti kapsul. Godokan
misalnya menggunakan daun tempuyung atau daun kepel yang direbus
dalam air mendidih dan disaring.
2. Sidaguri mengandung flavonoid rombivolin yang ada pada ekstrak
daunnya yang dapat menurunkan kadar asam urat.pada daun mengandung
alkaloid, asam oksalat dan lain-lain serta batang yang mengandung
kalsium oksalat, sedangkan akar mengandung alkaloid dan lain-lain yang
dapat menurunkan kadar asam urat dan menangkal oksidasi bebas. Batang
dan akar yang digunakan adalah seberat 100 g untuk diolah menjadi
ramuan. Daun yang digunakan seberat 50mg/kg bb. Tumbuhan anting-
anting mengandung senyawa alkaloid yang juga dapat menurunkan kadar
asam urat.
3. Bahan baku, alat yang digunakan (harus higenis), berapa banyak dosisnya,
sediaan, ketepatan obat sesuai penyakit, derajat kehalusan bahan tumbuhan
obat, penyimpanan (kalau sediaan infusa harus ditaruh di tempat yang
teduh).
4. Pembuatan simplisia:
 Pengumpulan bahan bahan baku.
 Sortasi basah
 Pencucian
 Perajangan
 Pengeringan

4
 Sortasi kering
 Penggilingan (untuk membuat sediaan dalam bentuk serbuk)
 Pengayakan
Lalu simplisia ini bisa diolah dengan perebusan atau yang lain sesuai
dengan sediaan yang akan dibuat.
5. Neurat (berbentuk kapsul) aturan minumnya 1-2 kali sehari 2 kapsul.
Selain itu anting-anting dan sidaguri.
6. Yang lebih efektif adalah obat herbal karena tidak menimbulkan efek
samping. Tergantung dari kondisi orang tersebut dimana bisa lebih efektif
di antara kedua obat itu.
7. Dari segi cara konsumsi mungkin sama saja antara obat herbal dan modern
(konvensional) tergantung sediaan. Obat konvensional sediaannya bisa
berbentuk kapsul atau tablet dan rasanya kurang berasa, sedangkan obat
herbal rasanya lebih berasa.
8. Godokan dibuat dengan direbus dan tidak tercampur bahan kimia,
sedangkan obat modern tercampur bahan bahan kimia lain dan dibuat
dengan alat yang lebih canggih. Obat modern asli Indonesia terdiri dari oht
dan fitofarmaka sedangkan godokan dibuat dengan cara direbus masih
dalam bentuk jamu. Kalau yang lebih efektif adalah obat modern terutama
obat fitofarmaka dimana sudah melewati uji klinis dan preklinis.
9. Ada tiga, yaitu obat jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dan
masing-masing mempunyai logo yang berbeda. yang termasuk dalam obat
herbal saintifikasi jamu adalah oht dan fitofarmaka.
10. YANKESTRAD Integrasi adalah suatu bentuk pelayanan kesahatan yang
diamana mengombinasikan pelayanan kesehatan konvensional dengan
tradisional komplementer. Merupakan pengobatan atau perawatan yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun menurun secara
empiris dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Bisa
menggunakan keterampilan, ramuan, ataupun kombinasi dari keduanya.
11. Peraturan Pemerintah terkait Obat Herbal
 Permenkes RI No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat
Tradisional.

5
 Permenkes RI No. 003 Tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu
dalam Penelitian Berbasis Kesehatan.
2.5 Strukturisasi Konsep

2.6 Learning Objectives


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Obat Modern Asli Indonesia
(OMAI).
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Macam Sediaan Herbal.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Ramuan Saintifikasi Jamu.

2.7 Belajar Mandiri


Pada tahapan ini, masing-masing anggota diskusi melakukan proses
belajar mandiri berdasarkan learning obejective yang telah di tentukan
sebelumnya untuk mengetahui lebih dalam terhadap materi yang akan dibahas
pada diskusi kelompok kecil (DKK) 2.

6
2.8 Sintesis
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi.
Pelayanan kesehatan tradisional integrasi adalah suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang mengkombinasikan pelayanan kesehatan
konvensional dengan pelayanan kesehatan tradisional komplementer, baik
bersifat sebagai pelengkap maupun pengganti dalam keadaan tertentu.
Cara pengobatan atau perawatan yaitu
a. Keterampilan ( teknik manual, terapi energi, dan terapi olah pikir)
b. Ramuan
c. Kombinasi ramuan dan keterampilan
Tenaga yansketrad integrasi sesuai pasal 4 nakestrad dan nakes wajib
memiliki STR dan SIP, STRTKT dan SIPTKT kemudian dilaksanakan
berdasarkan standar profesi, standar yankes, dan standar prosedur
operasional. Tata laksana pelayanan pasal 6 yaitu :
a. Pendekatan holistik dengan menelaah dimensi fisik, mental,
spiritual, sosial, dan budaya dari pasien.
b. Mengutamakan hubungan dan komunikasi efektif antara tenaga
kesehatan dan pasien.
c. Diberikan secara rasional.
d. Diselenggarakan atas persetujuan pasien.
e. Mengutamakan pendekatan alamiah.
f. Meningkatkan kemampuan penyembuhan sendiri.
g. Pemberian terapi bersifat individual.

7
Alur pelayanan di rumah sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun


2017 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi
Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dengan memanfaatkan
berbagai upaya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan
tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara ilmiah; Salah
satu cara untuk mengatasi hal tersebut dilakukan dengan mengintegrasikan
pelayanan kesehatan tradisional dan pelayanan kesehatan konvensional di
fasilitas pelayanan kesehatan; beberapa pengertian dalam Permenkes ini,
antara lain sebagai berikut:
a. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi adalah suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang mengombinasikan pelayanan kesehatan
konvensional dengan pelayanan kesehatan tradisional
komplementer, baik bersifat sebagai pelengkap maupun pengganti
dalam keadaan tertentu.
b. Pelayanan Kesehatan Konvensional adalah suatu sistem
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter dan/atau tenaga
kesehatan lainnya berupa mengobati gejala dan penyakit dengan
menggunakan obat, pembedahan, dan/atau radiasi.

8
c. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/ atau
masyarakat.
d. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah
e. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
Pada pasal 2, disebutkan tujuan pengaturan Pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi sebagai berikut :
a. Terselenggaranya pelayanan kesehatan tradisional komplementer
yang terintegrasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang aman,
bermutu, efektif dan sesuai dengan standar;
b. Memberikan acuan bagi tenaga kesehatan dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dalam penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi;
c. Mewujudkan manajemen yang terpadu dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi; dan
d. Terlaksananya pembinaan dan pengawasan secara berjenjang oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi dilakukan secara bersama
oleh tenaga kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan lain untuk
pengobatan/perawatan pasien (pasal 3).
Selanjutnya pada pasal 4 disebutkan, tenaga kesehatan tradisional dan
tenaga kesehatan lain yang memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional

9
Integrasi wajib memiliki SIP sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi
harus dilaksanakan berdasarkan standar profesi, standar pelayanan
kesehatan, dan standar prosedur operasional.
Pada pasal 5, penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus menggunakan pelayanan
kesehatan tradisional komplementer yang memenuhi kriteria tertentu.
Interintegrasi paling sedikit dengan satu Pelayanan Kesehatan
Konvensional yang ada di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, aman,
bermanfaat, bermutu, dan sesuai dengan standar; dan berfungsi sebagai
pelengkap Pelayanan Kesehatan Konvensional.
Beberapa kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada kondisi diatas
meliputi:
a. Terbukti secara ilmiah;
b. Dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan terbaik pasien; dan
c. Memiliki potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien secara fisik, mental, dan
sosial.
Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi harus dilakukan dengan tata
laksana (pasal 6), sebagai berikut :
a. Pendekatan holistik dengan menelaah dimensi fisik, mental,
spiritual, sosial, dan budaya dari pasien.
b. Mengutamakan hubungan dan komunikasi efektif antara tenaga
kesehatan dan pasien;
c. Diberikan secara rasional;
d. Diselenggarakan atas persetujuan pasien (informed consent);
e. Mengutamakan pendekatan alamiah;
f. Meningkatkan kemampuan penyembuhan sendiri; dan
g. Pemberian terapi bersifat individual.
Pasal 7, Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan jenis pelayanan kesehatan tradisional
komplementer yang telah ditetapkan oleh Menteri. Fasilitas Pelayanan

10
Kesehatan Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi
(pasal 8 dan 9) meliputi Rumah Sakit dan Puskesmas, dengan pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus menetapkan pelayanan kesehatan
tradisional yang akan diintegrasikan di Fasilitas Pelayanan Kesehatannya
(berdasarkan rekomendasi komite medik).

2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentan Obat Modern Asli Indonesia


(OMAI).
Obat bahan alam dan asli Indonesia yang sudah memiliki bukti ilmiah
terkait keamanan dan khasiat, pada buku ini disebut dengan Obat Modern
Asli Indonesia (OMAI). OMAI terdiri dari Obat Herbal Terstandar (OHT)
dan Fitofarmaka (FF).
a. OHT adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandardisasi
bahan bakunya (bahan baku yang digunakan dalam produk jadi),
telah memenuhi persyaratan aman dan mutu sesuai dengan
persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat dibuktikan secara
ilmiah/praklinik.
b. FF adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandardisasi
bahan baku dan produk jadinya, telah memenuhi persyaratan
mutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku, status keamanan
dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik.
Saat ini, tercatat sudah terdaftar 62 produk OHT dan 25 produk FF di
Badan POM. Penggunaan produk OHT dan FF harus rasional, bijak, dan
tepat. Masyarakat dianjurkan untuk selalu membaca setiap informasi yang
tercantum pada penandaan/kemasan sebelum menggunakan produk, baik
itu informasi mengenai khasiat, peringatan/perhatian, kontraindikasi,
interaksi obat dan efek samping.
Di negara lain, istilah OHT tidak dikenal, istilah OHT hanya ada di
Indonesia untuk jamu yang sudah melewati uji keamanan dan khasiat pada
hewan. Istilah FF atau phytopharmaceuticals berasal dari bahasa Yunani
yaitu kata phyto yang berarti tanaman/tumbuhan dan pharmacon yang
berarti obat, jadi secara harfiah FF adalah obat yang berasal dari tanaman,

11
dan pengobatan dengan menggunakan FF disebut sebagai fitoterapi
(phytotherapy).
Obat bahan alam dapat menjadi FF dengan ketentuan yaitu telah
dilakukan :
a. Standardisasi terhadap bahan baku dan produk jadi untuk
menjamin konsistensi khasiatnya kadar zat aktif atau senyawa
penanda/marker harus konsisten sejak bahan baku hingga menjadi
produk jadi, dimana teknologi pengolahan bahan baku OBA lebih
variatif dibandingkan obat sintetis karena banyak faktor yang
mempengaruhinya antara lain:
1. Proses penyediaan bahan baku dan pasca panen
Variasi yang timbul pada parameter ini dapat mempengaruhi
senyawa aktif dan lebih lanjut mempengaruhi khasiat klinik
produk jadi.
2. Variabilitas material biologi
Spesies dan bagian tanaman menentukan komposisi kandungan
senyawa aktif. Hal tersebut dipengaruhi antara lain oleh
kondisi geografis, lahan tanam, iklim, ketinggian, stadium
vegetatif, usia tanaman pada pemanenan, dll.
3. Kompleksitas komposisi sediaan obat tradisional
Sediaan obat tradisional mengandung campuran beberapa
senyawa. Selain kandungan yang aktif secara farmakologi,
juga kandungan yang dapat mempengaruhi aktivitas (misal
mempengaruhi bioavailabilitas, stabilitas, inert, hingga
kandungan toksik dan alergen).
4. Kandungan senyawa aktif
Seringkali, efek farmakologi obat tradisional atau ekstrak tidak
dapat dikaitkan hanya pada konstituen/kandungan senyawa
tunggal, namun diduga berasal dari ekstrak secara utuh.
5. Proses ekstraksi
Metode ekstraksi sangat mempengaruhi komposisi ekstrak,
sehingga tidak mengherankan jika uji klinik yang dilakukan

12
terhadap ekstrak yang dibuat dengan metode berbeda maka
hasilnya tidak sama.
6. Potensi kontaminasi
Adanya kontaminan dapat mempengaruhi kualitas produk obat
tradisional. Kontaminasi dapat berasal dari mikroba, logam
berat, pestisida, bahan kimia, dll.
7. Kontrol kualitas
Pengawasan kualitas penting untuk dilakukan agar dapat
memberi jaminan keamanan, khasiat dan mutu produk secara
konsisten.
b. Uji praklinik, yaitu uji pada hewan coba, meliputi :
1. Uji toksisitas akut dan subkronik/kronik, untuk membuktikan
keamanan.
2. Uji toksisitas khusus seperti uji teratogenik, mutagenik, iritasi,
sensitisasi, dan lain-lain.
3. Uji farmakodinamik, untuk membuktikan khasiat.
Bila hasil uji praklinik menunjukkan aman dan berkhasiat serta
telah dilakukan standardisasi, maka untuk bahan yang memiliki
riwayat empiris dapat didaftarkan OHT. Apabila diinginkan untuk
menjadi FF, maka harus dilanjutkan ke tahap uji klinik. Untuk
herbal yang tidak memiliki riwayat empiris, tidak dapat
didaftarkan sebagai OHT, melainkan harus dilanjutkan ke tahap
uji klinik menjadi FF.
c. Uji klinik, yaitu uji pada subjek manusia, terdiri dari 4 fase
Uji Klinik fase 1 – 3 adalah Uji Klinik Pra Pemasaran
1. Fase 1 untuk melihat keamanan/tolerabilitas pada subjek sehat.
2. Fase 2 untuk melihat khasiat pada subjek sakit dengan jumlah
subjek terbatas.
3. Fase 3 untuk melihat khasiat dan efek samping yang timbul
pada jumlah subjek lebih banyak Uji Klinik fase 4 adalah Uji
Klinik Pasca Pemasaran.
4. Fase 4 evaluasi produk obat yang telah beredar dimasyarakat.

13
Sebelum suatu uji klinik dilakukan, protokol uji klinik harus
disetujui terlebih dahulu oleh Komite Etik dan Badan POM. Saat
ini di Indonesia terdapat 284 Komite Etik yang tersebar di seluruh
Indonesia. Komisi Etik ini berada di bawah Komisi Etik
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN).
Uji Klinik pada subjek manusia mengikuti kaidah-kaidah yang
ditetapkan dalam PerKa Badan POM Nomor 21 tahun 2015
tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik. Bila uji klinik
menunjukkan hasil yang baik secara klinik dan sesuai dengan
analisis statistik, maka data Uji Klinik tersebut dapat digunakan
sebagai salah satu data dukung untuk mendaftarkan produk di
Badan POM (untuk mendapatkan NIE) sebagai Fitofarmaka.

Pendaftaran Persetujuan Pelaksanaan Uji PraKlinik (PPUPK) dan


Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK)
a. Alur Permohonan Persetujuan Pelaksanaan Uji Praklinik (Ppupk)
Dan Klinik (Ppuk)
1. Konsultasi / Advokasi (maks. 2 kali)
2. Pengajuan PPUPK / PPUK
3. Penerbitan SPB (Surat Perintah Bayar)
4. Pemohon Melaksanakan Pembayaran
5. Proses Evaluasi (20 HK)
6. Keputusan (Disetujui, Ditolak, atau Tambahan Data)
b. Dokumen pendaftaran Persetujuan Pelaksanaan Uji Pra Klinik
(PPUPK)
PPUPK diajukan sebelum pelaksanaan uji pra kinik dengan
melengkapi dokumen seperti dibawah ini :
1. Dokumen Yang Terkait
 Surat Permohonan pengajuan protokol/hasil uji praklinik
 Protokol uji klinik
 Surat Keputusan dan desain kemasan yang telah đisetujui,
berikut variasi yang menyertainya

14
 Komposisi produk
 Cara Pembuatan
 Klaim yang điajukan
2. Jenis Penelitian :
 Toksisitas akut
 Toksisitas jangka panjang
 Toksisitas Khusus (karsinogenik,teratogenic, dll) jika perlu
 Uji Aktivitas in vivo dan bila perlu invitro
3. Informasi Umumn
Standardisasi bahan baku
4. Dokumen Uji Klinik
 Formulir Uji Klinik
 Surat Pemohonan pengajuan uji klinik dan Importasi produk
uji (bila diperlukan)
 Protokol Uji Klinik
 Infestigator Brochure (Brosur Peneliti)
 Informed Consent (1C)Persetujuan
 Setelah Penjelasan / PSP)
 Data-data fase sebelunya (data nonklinik, data fase 1 dan/
data ilmiah lain sesuai yang diperukan)
5. Dokumen Produk Uji Klinik
 Informasi produk Uji Klinik
 Informasi Produk yang akan di impor yang terkait dengan
uji klinik (bila diperukan)
 Sertifikat Analisis (CoA)
 Sertifikat GMP
6. Dokumen yang Terkait :
 Sertifikat GCP Peneliti
 Dokumen surat kontrak CRO (bila menggunakan CRO)
 Asuransi (bila ada)
 Sertifikat Laboratorium

15
 Susunan Tim Peneliti
c. Dokumen untuk pendaftaran ijin edar OHT dan FF
Persayaratan pendaftaran OHT dan FF terdini atas dua kelompok
yaitu persyaratan administasi dan Persyaratan Teknis mengacu
pada tabel dibawah ini :
1. Persyaratan Administrasi
 Izin industri di Bidang OT (10T atau fasber)
 Sertifikat Cara Pembuatan yang Baik (CPOTB)
 Perjanjian kontrak jika dibuat berdasarkan kontrak (Pemberi
dan Penerima Kontrak adalah industri)
2. Persyaratan Teknis
 Data Mutu : Formula produk, cara pembuatan bahan baku
dan produk, Prosedur pengujian bahan baku, Prosedur
pengujian produk jadi, Sertifikat analisa bahan baku,
Sertifikat analisa produk jadi, Hasil pengujian senyawa
marker pada bahan baku dan produk jadi, Spesifikasi
kemasan, Protokol uji stabilitas, Data hasil uji stabilitas.
 Data Keamanan dan Khasiat untuk OHT:
o Hasil uji toksisıtas sesuai tujuan penggunaan
o Hasil uji praklinik sesuai khasiat yang diajukan
 Data Keamanan dan Khasiat FF:
o Hasil uji toksisitas sesuai tujuan penggunaan
o Hasil uji praklinik sesuai khasiat yang diajukan
o Hasil uji klinik sesuai khasiat yang diajukan

3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Macam Sediaan Herbal.


Simplisia adalah bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami
pengolahan atau mengalami pengolahan secara sederhana serta belum
merupakan zat murni kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar

16
dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

Macam Sediaan Herbal


a. Infusa (Infus)
Infus adalah sediaan cairyang dibuat dengan cara mengekstraksi
simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit.
Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk
membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga.
Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang
mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila
tidak menggunakan penutup pada pembuatan infus.
Pembuatan:
Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panic
dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15
menit terhitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sekali-sekali
diaduk- aduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan
air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume
infus yang dikehendaki. Infus simplisia yang mengandung
minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infus simplisia yang
mengandung lendir tidak boleh diperas. Infus simplisia yang
mengandung glikosida antrakinon, ditambah larutan natrium
karbonat P 10% dari bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain dan
kecuali untuk simplisia yang tertera dibawah, infusa yang
mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan
menggunakan 10% simplisia.
Untuk pembuatan 100 bagian infus berikut, digunakan sejumlah
yang tertera.
Kulit Kina 6 bagian
Akar Ipeka 0,5 bagian
Daun Kumis kucing 0,5 bagian
Sekale Kornutum 3 bagian

17
Daun Senna 4 bagian
Temulawak 4 bagian
b. Dekokta (Dekok)
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
sediaan herbal dengan air pada suhu go°C selama 30 menit.
Pembuatan:
Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panic
dengan air secukupnya, panaskan diatas tangas air selama 30
menit terhitung mulai suhu 90°C sambil sekali-sekali diaduk.
Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang
dikehendaki, kecuali dekok dari simplisia Condurango Cortex
yang harus diserkai setelah didinginkan terlebih dahulu. Jika tidak
ditentukan perbandingan yang lain dan tidak mengandung bahan
berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus
dipergunakan 10 bagian dari bahan dasar atau simplisia. Untuk
bahan berikut, digunakan sejumlah yang tertera.
Bunga Arnica 4 bagian
Kulit Akar Ipeka 0,5 bagian
Kulit Kina 6 bagian
Daun Kumis kucing 0,5 bagian
Akar Senega 4 bagian
c. Tea (Teh)
Pembuatan sediaan teh untuk tujuan pengobatan banyak
dilakukan berdasarkan pengalaman seperti pada pembuatan infus
yang dilakukan pada teh hitam sebagai minuman.
Pembuatan:
Air mendidih dituangkan ke simplisia, diamkan selama 5-10
menit dan saring. Pada pembuatan sediaan teh, beberapa hal perlu
diperhatikan yaitu jumlah simplisia dan air, jumlah dinyatakan
dalam takaran gram dan air dalam takaran mililiter. Derajat

18
kehalusan untuk beberapa simplisia sesuai dengan yang tertera
berikut ini:
Daun, bunga dan herba: rajangan kasar dengan ukuran lebih
kurang 4 mm.
Kayu, kulit dan akar: rajangan agak kasar dengan ukuran lebih
kurang 2,5 mm.
Buah dan biji: digerus atau diserbuk kasar dengan ukuran lebih
kurang 2 mm.
Simplisia yang mengandung alkaloid dan saponin: serbuk agak
halus dengan ukuran lebih kurang 0,5 mm.
Gargarisma dan Kolutorium (Obat Kumur dan Obat Cuci Mulut)
Obat kumur dan cuci mulut umumnya mengandung bahan
tanaman yang berkhasiat sebagai astringen yang dapat
mengencangkan atau melapisi selaput lendir dan tenggorokan dan
tidak dimaksudkan agar obat menjadi pelindung selaput lendir.
Obat kumur dan obat cuci mulut dibuat dari sediaan infus, dekok
atau tingturyang diencerkan.
Penyimpanan:
Dalam wadah berupa botol berwarna susu atau wadah lain yang
sesuai. Pada etiket harus juga tertera:
1. Petunjuk pengenceran sebelum digunakan
2. "Hanya untuk kumur, tidak boleh ditelan"
d. Sirupi ( Sirup)
Sirup adalah sediaan berupa larutan dari atau yang mengandung
sakarosa. Kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa tidak kurang
dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%.
Pembuatan:
Kecuali dinyatakan lain, sirup dibuat sebagai berikut: Buat cairan
untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan
hingga larut. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga
diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi,
serkai. Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung

19
glikosida antrakinon, ditambahkan natrium karbonat sebanyak
10% bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan
sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil paraben
0,25% b/v atau pengawet lain yang sesuai.
e. Tinctura (Tingtur)
Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau
perkolasi simplisia dalam pelarut yang tertera pada masing-
masing monografi. Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat
menggunakan 20% zat khasiat dan 10% untuk zat khasiat keras.
Pembuatan:
1. Maserasi:
Kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut: Masukkan
10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat
halus yang cocok kedalam sebuah bejana, tuangi dengan 75
bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung
dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100
bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat
sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan
atau saring.
2. Perkolasi:
Kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut: Basahi 10
bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus
yang cocok dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian penyari,
masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya
selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam
perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi dengan
cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan
diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup
perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes
dengan kecepatan 1 mL per menit, tambahkan berulang- ulang
cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis

20
cairan diatas simplisia, hingga diperoleh 80 bagian perkolat.
Peras massa, campurkan cairan perasan kedalam perkolat,
tambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh 100
bagian. Pindahkan kedalam sebuah bejana, tutup, biarkan
selama 2 hari ditempat sejuk, terlindung dari cahaya. Enap
tuangkan atau saring. Jika dalam monografi tertera penetapan
kadar, setelah diperoleh 80 bagian perkolat, tetapkan kadarnya.
Atur kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan
dengan penyari secukupnya.
f. Extracta (Ekstrak)
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh
cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus
menjadi serbuk.
Cairan penyari:
Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, etanol, atau campuran
etanol dan air.
Pembuatan:
1. Penyarian:
Penyarian simplisia dengan cara maserasi, perkolasi atau
penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran
etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi.
Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.
2. Maserasi:
Lakukan maserasi menurut cara yang tertera pada Tinctura.
Suling atau uapkan maserat pada tekanan rendah pada suhu
tidak lebih dari 50°C hingga konsistensi yang dikehendaki.
3. Perkolasi:
Lakukan perkolasi menurut cara yang tertera pada Tinctura.
Setelah perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam,
biarkan cairan menetes, tuangi massa dengan cairan penyari
hingga jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan

21
tidak meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau diuapkan
dengan tekanan rendah pada suhutidak lebih dari 50°C hingga
konsistensi yang dikehendaki. Pada pembuatan ekstrak cair,
0,8 bagian perkolat pertama dipisahkan, perkolat selanjutnya
diuapkan hingga 0,2 bagian, campur dengan perkolat pertama.
Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol, dapat juga
dilakukan dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas.

Sediaan Lain
a. Sediaan Analgetika dan Antiinflamasi
1. Cassiae Alatae Folium (Daun Ketapang Cina)
Indikasi: Membantu mengurangi bengkak.
Penyiapan dan Dosis: Untuk pengobatan Ptyriasis versicolor.
100 g daun segar dicuci terlebih dahulu dengan air bersih,
kemudian dimasukkan ke dalam bejana stainlees Steel berisi
50 mL air, lalu diremas-remas menggunakan tangan. Setelah
itu daun diperas dan disaring sehingga di dapat ekstrak daun
segar. Ekstrak daun segar dioleskan pada kulit yang terinfeksi.
Penggunaan ekstrak ini biasanya digunakan 2 jam sebelum
tidur. Bilas pada keesokan harinya menggunakan air tanpa
menggunakan sabun.
2. Coriandrii Sativii Folium (Daun Ketumbar)
Indikasi: Membantu mengurangi radang
Penyiapan dan Dosis: Ekstrak ketumbar £12 disiapkan dengan
cara perkolasi 1 bagian tanaman dengan 45% etanol sehingga
dihasilkan 2 bagian tingtura. Infusa disiapkan dengan cara
menuangkan 150 mL air matang ke 2 sendok teh simplisia
kering yang dihancurkan dan diaduk selama 15 menit. Dosis
harian rata- rata sebesar 3 g, dan dosis tunggal sebesar 1 g.
b. Sediaan Antibakteri dan Antiparasit
1. Caricae Papayae Semen (Biji Pepaya)

22
Indikasi: Secara tradisional digunakan untuk membantu
kecacingan.
Penyiapan dan Dosis: 10 g serbuk biji kering (dosis tunggal).
2. Curcumae Domesticae Rhizoma (Rimpang Kunyit)
Indikasi: Memelihara kesehatan hati.
Penyiapan dan Dosis: Penyiapan: 0,5-1 g simplisia direbus
dengan air mendidih dalam penangas air, tutup, diamkan 5
menit dan kemudian saring dan encerkan dengan perbandingan
1.
c. Sediaan Saluran Pencernaan
Foeniculi Vulgaris Fructus (Buah Adas)
Indikasi: Membantu memelihara kesehatan lambung
Penyiapan dan Dosis: 5-7 g buah kering/hari, 10-20 g sirup.
d. Sediaan Saluran Pernapasan
1. Andrographidis Paniculatae Herba (Daun Sambiloto)
Indikasi: Membantu memelihara kesehatan fungsi saluran
pernafasan.
Penyiapan dan Dosis: Digunakan andrografolida terstandar
dengan aturan pakai sebagai berikut:
Untuk membantu meringankan gejala influenza: dosis 400 mg
tiga kali sehari.
Untuk pencegahan influenza: dosis 200 mg sehari selama 5
hari. Untuk membantu mengatasi radang tenggorokan
padafaringotonsilitis: dosis 3 g dan 6 g sehari.
Untuk membantu mengatasi influenza yang disertai demam,
sakit tenggorokan, sariawan, batuk: dosis 6-9 g.
2. Paederiae Foetidae Folium ( Daun Sembukan)
Indikasi: Meringankan gejala batuk.
Penyiapan dan Dosis: Dosis per oral 200 mg/kg BB dilarutkan
dalam air.
e. Sediaan Antioksidan
Tinosporae Crispae Lignum (Batang Brotowali)

23
Indikasi: Membantu memelihara daya tahan tubuh.
Penyiapan dan Dosis: Secara tradisional: 15 g batang segar
brotowali, direbus dengan 3 gelas air selama 15 menit,
didinginkan dan disaring. Hasil saringan diminum sehari tiga kali
sama banyak pagi, siang dan sore.
f. Sediaan Antihiperurikemia
Stelechocarpi Burahol Folium (Daun Kepel)
Indikasi: Membantu menurunkan asam urat darah.
Penyiapan dan Dosis: Rebusan ini dibuat dari 7 lembar daun
kepel dan 3 gelas air. Air dan daun kepel ini kemudian direbus
sampai tersisa satu setengah gelas.
Air rebusan daun kepel ini diminum dua kali sehari, masing-
masing sebanyak tiga perempat gelas.
g. Sediaan Hepatoprotektor
Hedyotidis Corymbosae Herba (Herba Lidah Ular)
Indikasi: Membantu memelihara fungsi hati.
Penyiapan dan Dosis: Pemakaian dalam: 15-60 g direbus.
Radang usus buntu dan peritonitis lokal yang ringan: 60 g herba
direbus, dibagi untuk 2-3 kali minum, selama 6-8 hari. Pada kasus
berat, harus dengan campuran lain.
Sumbatan saluran sperma: 30 g herba ini direbus, minum selama
3-4 minggu, pada kasus-kasus nyeri buah zakar akibat gumpalan
sperma setelah dilakukan pengikatan saluran epididimis.
h. Sediaan Antihipertensi
1. Allii Sativi Bulbus (Umbi Lapis Bawang Putih)
Indikasi: Membantu menurunkan tekanandarah.
Penyiapan dan Dosis: Dosis rata-rata harian umbi bawang
putih segar adalah 4 g (1 siung bawang putih 2 kali sehari),
sedangkan minyak esensial 8 mg.
Untuk hipertensi: Dosis efektif serbuk bawang putih adalah
200-300 mg 3 kali sehari.
2. Hibisci Sabdariffae Calyx (Kelopak Bunga Rosela)

24
Indikasi: Membantu meringankan gejala tekanan darah tinggi
yang ringan.
Penyiapan dan Dosis: Simplisia sebanyak 1,5 g/237 mL air; 1-
2 sendok teh kelopak bunga segar/237 mL air. Penyiapan
seperti pembuatan teh, masukkan air mendidih ke dalam 1,5 g
simplisia atau kelopak bunga segar biarkan 5-10 menit.
i. Sediaan Antikolesterol
Eleutherinae Americanae Bulbus (Umbi Lapis Bawang Sabrang)
Indikasi: Membantu mengurangi lemak darah.
Penyiapan dan Dosis: Umbi segar bawang sabrang sebanyak ±50
g dicuci, diparut, diperas, dan disaring. Hasil saringan ditambah
setengah gelas air matang panas. Diminum seperempat gelas, 2
kali sehari, pagi dan sore. Selain itu, bawang sabrang juga dapat
dikonsumsi secara mentah sebanyak 7-10 siung 3 kali sehari.
Untuk mengurangi bau dari umbi bawang sabrang, maka dapat
dikurangi dengan memakannya bersamaan dengan pisang.
j. Sediaan Antidiabetes
1. Taraxaci Officinalis Radix (Akar Jombang)
Indikasi: Digunakan untuk meringankan gejala kencing manis.
Penyiapan dan Dosis: Untuk membuat teh, digunakan 1-2
sendok teh simplisia yang diseduh 150 mL air mendidih,
dibiarkan selama 15 menit dan diminum hangat-hangat,
secangkir tiap pagi dan sore hari.
2. Theobromae Cacao Semen (Biji Coklat)
Indikasi: Meringankan kencing manis
Penyiapan dan Dosis: 2-4 g (1-2 sendok teh) dalam segelas air
dan atau susu.
k. Sediaan Antikanker
1. Boesenbergiae Panduratae Rhizoma (Rimpang Temu Kunci)
Indikasi: Secara tradisional digunakan pada penderita kanker.
Penyiapan dan Dosis: Infusa rimpang temu kunci sebanyak 3
buah rimpang dalam 100 mL air.

25
2. Eurycomae Longifoliae Radix (Akar Pasak Bumi)
Indikasi: Secara tradisional digunakan sebagai antikanker.
Penyiapan dan Dosis: Dosis harian: 300 mg/hari, diminum dua
kali sehari. Dosis maksimum: 1 g /hari.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Ramuan Saintifikasi Jamu.


Saintifkasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian
berbasis pelayanan kesehatan. Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah:
a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu
secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan
tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya
preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan
jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien
dengan penggunaan jamu.
d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat
nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik
untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan
kesehatan.
Ruang lingkup dari ramuan saintifikasi jamu,
a. Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya
preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif.
b. Saintifikasi jamu dalam rangka upaya kuratif hanya dapat
dilakukan atas permintaan tertulis pasien sebagai
komplementeralternatif setelah pasien memperoleh penjelasan
yang cukup.
Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan
izin atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang
berlaku. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk

26
saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta.
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan.
b. Klinik Jamu.
c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
(SP3T).
d. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM)/Loka
Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM).
e. Rumah Sakit yang ditetapkan.

27
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Herbal asli Indonesia telah digunakan sejak jaman dahulu sebagai upaya
pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pengobatan. Dalam
rangka mendorong dan menggalakka pemakaian herbal asli Indonesia di
masyarakat dan pengembangan pemanfaatannya oleh dokter di bidang
kedokteran obat herbal asli Indonesia pemerintah secara langsung
mengeluarkan aturan yang tertera dalam PMK No. 6 tentang Formularium
Obat Herbal Asli Indonesia serta mewujudukan Pelayanan Kesehatan
Tradional Integrasi (Yankestrad Integrasi) yang mengkombinasikan
pelayanan kesehatan konvensional dengan obat bahan alam yang tujuannya
saling melengkapi atau sebagai pengganti.

3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari
segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik
sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan
angkatan 2019 dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan. Dan
kami berharap semoga laporan ini bisa berguna bagi para pembaca.

28
DAFTAR PUSTAKA

Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI). 2019. BPOM.


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang
Formularium Obat Herbal Asli Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2017
tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi.
Yuniati Situmorang. 2018. Pelayanan Kesehatan Terintegrasi di Indonesia,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

29

Anda mungkin juga menyukai