DOSEN PENGAMPUH :
FANY LAIRIN DJALA S.Kep,Ns.M.Biomed
Di susun oleh :
NAMA : MUH.RAHMAT
NIM : 21010048
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan
terjadinya 5 juta kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma
yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang
lengkap mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami
syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai
mencapai 36%.
2
Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh Yamaguchi dan Hopper
(1964), dari 10 kasus ada 3 kasus dimana pasien mengalami syok yang
disebabkan oleh komplikasi dari sindrom nefrotik. Di Indonesia sendiri, angka
kematian penderita hypovolemic shock akibat Demam Berdarah dengan ranjatan
(dengue shock syndrome) yang disertai dengan perdarahan yaitu berkisar 56
sampai 66 jiwa ditahun 2014.3
2.3 Etiologi
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya
volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat
(hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke
ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka
bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang paling sering
ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga
dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma
hebat pada organ-organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun
luka langsung pada pembuluh arteri utama.
2.4 Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata
dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan
penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan
menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ: 4-5
2.4.1 Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan
nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang
3
melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata
(mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan
turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.4-5
2.4.2 Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh
yang mengatur perfusi serta substrak lain. 4-5
2.4.3 Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)
ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali
volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan
pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu
peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung. 4-5
2.4.4 Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi
peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang
mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan
metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi
jantung. 4-5
2.4.5 Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi,
frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti.
Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok,
sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media
kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan
4
mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang
bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap
menurunnya produksi urin. 4-5
5
Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan
untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap
cairan.
6
d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur),
berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental
(kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
2.6 Diagnosis
Hypovolemic shock diakibatkan umumnya karena kehilangan darahb
ataupun cairan tubuh pada tubuh manusia yang mengakibatkan jantung
kekurangan darah untuk disirkulasi sehingga dapat mengakibatkan kegagalan
organ. Kehilangan darah ini dapat diakibatkan karena trauma akut dan perdarahan,
baik secara eksternal ataupun internal. Gejala-gejala yang dimiliki bergantung
pada persentase darah yang hilang dari seluruh darah yang dimiliki pasien, namun
ada beberapa gejala umum yang dimiliki oleh seluruh penderita hypovolemic
shock. Pada umumnya, pasien yang menderita hypovolemic shock memiliki
tekanan darah yang rendah (dibawah 100mmHg) dan suhu tubuh yang rendah
pada bagian-bagian tubuh perifer. Tachycardia (diatas 100 bpm), brachycardia
(dibawah 60 bpm), dan tachypnea juga umumnya terjadi pada pasien-pasien yang
menderita hypovolemic shock. Kandungan haemoglobin yang relatif kurang
(<=6g/l) pada darah juga dapat menjadi pertanda adanya perdarahan dan dapat
membantu dalam mendeteksi hypovolemic shock. Pasien juga umumnya memiliki
kegangguan kesadaran dan mengalami kebingungan/kemarahan yang diakibatkan
oleh gangguan pada sistem saraf akibat kurangnya darah.
7
Pasien yang menderita hypovolemic shock dibagi menjadi tiga kategori
berdasarkan persentase volume darah yang hilang dari seluruh tubuh pasien, dan
gejala yang dialami oleh tiap kategori pasien disajikan dalam tabel berikut:
15-40% Tachycardia
Hypotensi
Periferal Hypofusion
Tachycardia
HYPOTENSI
8
2.7.1 Manajemen dan Terapi
Ketika mendapati seseorang yang menunjukan gejala gejela hipovolemia
maka yang pertama harua dilakukan adalah mencari bantuan medis,sembari
menunggu bantuan medis datang Berikan pertolongan pertama pada penderita
hipovolemia, perlu digaris bawahi bahwa penangan pertama yang tepat pada
penderita hipovolemia sangat dibutuhkan karena dapat menghindari kematian
pada penderita. Berikut hal hal atau langkah langkah untuk memberi pertolongan
pertama pada penderita:
1) Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi
minum.
2) Periksa ABC (airway, breathing, circulation).
3) Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah
hipotermia pada pasien.
4) Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan
memindahkan posisinya.
5) Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan
penekanan pada lokasi perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk,
hal ini dilakukan untuk meminimalisir volume darah yang terbuang. Jika
dirasa perlu kain atau handuk dapat diikatkan.
6) Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan
dicabut hal ini ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat.
7) Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan
peredaran darah. Saat akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan
posisi kaki tetap sama.
8) Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju
ambulan berulah penyangga khusus terlebih dahulu.
9
2.7.2 Field Care
Saat bantuan medis datang dan penderita dibawa menggunakn ambulan,
berikan oxygen pada pasien untuk mempertahankan suplai oksigen ke jaringan.
Terapi cairan intravena biasanya dilakukan untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang, nmun cairan intravena todak dapat mengankut darah sehingga tetap
disarankan untuk segera mendapatkan transfusi darah. Selain oemberian cairan
intravena sering pula dilakukan metode permissive hypotension metode ini
diutamakan bagi penderita trauma atau yang lebih dikenal sebagai terapi cairan
restriktif, metode ini digunakan agar tekanan darahbsistolik meningkattanpa
mencapai tekanan darah normal dengan tujuan pencegahan terlarutnya faktor
pembekuan secara berlebih.
2.8 Prognosis
Pada umumnya, Hypovolemic shock dapat menyebabkan kematian
meskipun sudah diberikan penanganan medis. Faktor usia juga merupakan faktor
yang mempengaruhi Hypovolemic shock, biasanya orang-orang yang sudah lanjut
usia jika mengalami Hypovolemic shock akan sulit ditangani dan disembuhkan.
Hypovolumic shock dapat disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau
tindakan meskipun tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan kematian
terhadap orang tersebut. Hypovolemi shock biasanya tergantung dari hal-hal
berikut:
1) Banyaknya darah yang hilang.
2) Kecepatan penggantian cairan tubuh.
3) Kondisi kesehatannya.
4) Penyakit atau luka yang menyebabkan perdarahan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
4. Wijaya, IP. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed VI.
InternaPublishing. Jakarta.
12
13