Anda di halaman 1dari 10

BAB 

I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas, perlu dilakukan


pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial masih banyak dijumpai di Puskesmas dan biasanya merupakan indikator
bagi pengukuran tentang seberapa jauh puskesmas tersebut telah berupaya
mengendalikan infeksi nosokomial.
Pengendalian infeksi nosokomial dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis,
Lister dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik.
Tantangan dalam pengendalian infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering
disebut disiplin epidemiologi puskesmas.
Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang
besar, khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan
obat-obat lain serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif
berkurang, kebjiakan penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta
sentralisasi sterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat.

II. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan puskesmas melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen/ unit dengan meliputi kualitas
pelayanan, management resiko, clinical governace, serta kesehatan dan keselamatan
kerja.
b. Tujuan Khusus
 Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPI dalam melaksanakan tugas,wewenang
dan tanggung jawab secara jelas.
 Menggerakan segala sumber daya yang ada dirumah sakit dan fasilitas kesehatan
lain secara efektif dan efisien.
 Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna.
 Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPI puskesmas.

III. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi


kewaspadaan standar untuk pelayanan semua pasien. Meliputi :
1. Kebersihan tangan/ hand hygiene
2. Alat pelindung diri ( APD ) set, terdiri dari sarung tangan, masker, kaca mata
Goggle ( kaca mata pelindung ), Face shield ( pelindung wajah ), respirator,
gaun/ apron, sepatu tertutup.
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Kesehatan karyawan
6. Penempatan pasien
7. Hygiene resprasi/ etika batuk dan bersin
8. Praktek menyuntik yang aman
 

BAB II
STANDART KETENAGAAN
 
I. Standar Ketenagaan
Standart ketenagaan tim PPI Puskesmas , terdiri dari :
1. Ketua : Suhenang S.kep. Ns.
2. Sekertaris : Nurul Faridah S. Kep. Ns.
3. Anggota, terdiri dari :
a. Perawat
b. Bidan
c. Tenaga Laboratorium
d. Farmasi
e. Sanitasi
f. Petugas kebersihan
 
II. Kualifikasi Ketenagaan
1. Ketua : Sarjana Keperawatan
2. Sekertaris : Sarjana Keperawatan

III. Tugas tim PPI


Adapun tugas dari tim PPI adalah sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi PPI agar kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan oleh
Petugas Puskesmas.
2. Membuat SOP PPI
3. Menyusun dan mengevaluasi pelaksanaan PPI dan Program Diklatnya
4. Memberikan Konsultasi terhadap petugas puskesmas
5. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan alat
dan bahan kesehatan, renovasi bangunan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat
dan linen sesuai dengan prinsip PPI
6. Melakukan pengawasan terhadap tindakan yang menyimpang dari standart
prosedur/ monitoring surveilans proses.
7. Melakukan pengamatan PPI puskesmas dengan menggunakan daftar tilik
pemantauan pencegahan dan pengendalian infeksi.

BAB III
KEWASPADAAN STANDART PPI
 
Kewaspadaan Standart untuk pelayanan semua pasien, meliputi :
1. Kebersihan tangan/ hand hygiene
 Kuku harus selalu dipotong pendek, tidak memakai perhiasan dan tidak boleh
memakai kuku palsu saat merawat pasien
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan dengan 7 langkah
pada saat :
 Sebelum dan setelah melepas srung tangan
 Sebelum tindakan aseptis : pemasangan keteter intravena, kateter urin dan
vaskuler perifer
 Sebelum dan setelah kontak langsung dengan kulit pasien saat merawat
 Bila tangan beralih dari area tubuh terkontaminasi menuju area bersih, termasuk
perawatan pasien yang sama
 Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh,
ganti verband, walaupun telah memakai sarung tangan.
 Setelah kontak dengan lingkungan dan benda mati ( alat medik, tempat tidur,
meja, saklar lampu ) di area pasien
 Setelah makan, minum dan menggunakan toilet
 Setelah menyentuh cairan tubuh pasien
 Bila kontak dengan diduga spora, karena alkhohol, khlorhexidin,
iodofor,aktifitasnya lemah terhadap spora.
 Sebelum keluar ruangan pasien, setelah melepas dan membuang APD
 Cuci tangan bisa dilakukan dengan sabun dan air mengalir atau dengan alkhohol
handrub (bila tangan tidak tampak kotor )

2. Alat Pelindung diri ( APD ) set


 Gunakan APD sesuai ukuran dan jenis tindakan
 Pakai sarung tangan sekali pakai, saat merawat pasien langsung
 Pakai sarung tangan skai pakai atau ulang untuk membersihkan lingkungan
 Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan
permukaan yang tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain
 Jangan memakai sarung tangan yang sama untuk pasien berbeda
 Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi ke
area bersih
 Pakailah kacamata goggle untuk melindungi konjungtiva, mukus membran mata,
hidung mulut selama, melaksanakan prosedur dan aktifitas perawayan pasien
yang beresiko terjadi cipratan/ semprotan dari darah, cairan tubuh, sekresi dan
ekskresi
 Secara umum dapat digunakan masker bedah untuk mencegah transmisi melalui
partikel besar dari droplet saat kontak erat ( < 3 M ) dari pasien saat batuk/
bersin. Pakailah selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun pada
pasien tidak diduga infeksi.
 Kenakan gaun ( bersih, tidak harus steril ) untuk melindungi kulit, mencegah
baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama prosedur/ merawat pasien
yang memungkinkan terjadinya percikan/ semprotan cairan tubuh pasien
 Bila gaun tembus cairan, perludilapisi apron tahan cairan mengantisipasi
cipratan/ semprotan
 Pakailah sepatu boot untuk melindungi kakai dan cipratan/ semprotan dari
darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi
3. Peralatan perawatan pasien
 Buat SOP untuk menampung, transportasi, pengelolaan, peralatan yang mungkin
terkontaminasi darah atau cairan tubuh
 Lepaskan bahan organik dari peralatan dengan bahan pembersih yang sesuai
sebelum di desterilkan
 Tangani peralatan pssien yang terkena darah, cairan tubuh sekresi, ekskeri
dengan benar sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju
terkontaminasi, cegah traansfer mikroba lain dengan lingkungan
 Pastikan peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius telah dibersihkan
dan idak dipakai untuk pasien lain. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan
dimusnahkan dengan cara yang benar dan peralatan pakai ulang diproses
dengan benar.
 Peralatan yang terkontasminasi didisinfeksi setelah dipakai selanjutnya di DTT
dan sterilisasi
 Permukaan peralatan yang besar di lap dengan cairan disinfektan, setelah keluar
dari ruangan isolasi
 Bersihkan dan desinfeksi yang benar peralatan terapi pernapasan, bila perlu
memakai sungkup disposable
 Alat makan dicuci dengan deterjen tiap setelah makan.
4. Pengendalian lingkungan
 Fasilitas kesehatan harus membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk
pembersihan, dsinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan
disamping tempat tidur dan pinggirannya, pastikan kegiatan ini dimonitor.
 Pembersihan harus mengawali desinfeksi
 Pembersihan di tujukan untuk mencegah aerosolisasi, sehingga menurunkan
pencemaran lingkungan
 Mempunyai desinfektan standar untuk menghilangkan patogen secara signifikan,
pada permukaan terkontaminasi, sehingga memutuskan rantai penularan
penyakit.
 Desinfeksi
5. Penatalaksanaan linen
 Penanganan, transportasi dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi harus dilaukan dengan prosedur yang benar untuk mencegah
kulit, mukus membran terekspos dan terkontaminasi linen, atau terjadi transfer
mikroba ke pasien lain, petugas dan lingkungan.
 Membuang kotoran pada linen, ke toilet dan di letakkan dalam kantong linen
 Mencuci dan mengeringkan linen sesuia SOP
 Petugas menangani linen dengan menggunakan APD
6. Kesehatan karyawan
 Mencegah terjadinya luka/ cedera saat melakukan tindakan menggunakan
jarum, scalpel, dan alat tajam lain, setelah melakukan prosedur, saat
membersihkan instrumen dan saat membuang jarum
 Jangan tutup/ recap jarum yang telah dipakai, menekuk jarum, mematahkan dan
melepas jarum dari spuit. Dimasukkan kedalam safety box dan di buang di TPS
limbah medis
 Pakai mouthpiece, resusitasi bag, atau peralatan ventilasi lain pengganti metoda
resusitasi mulut ke mulut
 Tidak mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh, selain akan menyuntik
7. Penempatan pasien
 Menempatkan pasien yang potensial mengontaminasi lingkungan, kedalam
ruang rawat yang terpisah
 Bila ruang isolasi tidak memungkinkan, mengupayakan pemisahan.
 Penempatan sesuai dengan jenis kewaspadaan terhadap transmisi infeksi
 Hygiene respirasi/ etika batuk dan bersin
 Mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi untuk transmisi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan
melalui droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua
individu dengan gejala gangguan pada saluran nafas.
9. Praktek menyuntik yang aman
 Pakai jarum yang steril, sekali pakai tiap kali penyuntikan, untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi terapi.
 Bila memungkinkan gunakan juga vial sekali pakai walupun multidose.
 

BAB IV
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN
 
Risiko yang mungkin terjadi pada pencegahan dan penanggulangan infeksi
adalah:
 Risiko yang terkait dengan pelayanan pasien
 Risiko yang terkait dengan sarana dan prasarana
 Risiko financial
 Risiko lain (yang lain, misalnya yang terkait dengan penggunaan kendaraan/alat
transportasi, misalnya ambulans, vans, sepeda motor dsb)
Untuk mencegah terjadinya kasus diatas maka pelayanan puskesmas dalam
melaksanakan pelayanannya harus senantiasa memperhatikan Keselamatan pasien
(patient safety). Upaya Keselamatan Pasien adalah  reduksi dan meminimalkan
tindakan yang tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin
melalui praktik yang terbaik untuk mencapai luaran klinis yang optimum.
 
Sasaran Keselamatan Pasien meliputi :
 Ketepatan identifikasi pasien;
 Peningkatan komunikasi yang efektif;
 Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
 Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
 Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
 Pengurangan risiko pasien jatuh

BAB VII
KESELAMATAN KERJA
I. Tujuan Keselamatan Kerja
o Meningkatnya kemampuan tenaga puskesmas memecahkan masalah sekehatan
kerja diwilayah kerja puskesmas. Teridentifikasinya permasalahan kesehatan kerja
dilingkungan Puskesmas
o Teridentifikasi potensi masyarakat diwilayah kerja puskesmas kawasan
o Terlaksananya pelayanan kesehatan kerja yang berkualitas.
o Terselenggaranya kemitraan dengan para donatur dalam pelayanan
o Terselenggaranya koordinasi lintas program dan lintas sector
 
I. Strategi Keselamatan Kerja
o Melindungi petugas dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari
pekerjaan dan lingkungan kerja.
o Membantu petugas menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
o Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial
o Pakai APD pada tindakan tertentu : pengumpulan sampah medis dan non medis,
pelaksanaan kegiatan kebersihan di puskesmas.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

I. Pengendali Mutu PPI


Sasaran mutu ditetapkan berdasarkan standart kinerja/standart pelayanan
minimal yang meliputi indikator penyelenggaraan upaya puskesmas.
Perencanaan disusun dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan , hak
dan kewajiban pelanggan, serta upaya untuk mencapai sasaran kinerja yang ditetapkan.
 
II.Tujuan Pengendali Mutu Upaya Kesling
o Terwujudnya pelayanan berkualitas
o Untuk meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan di
pukesmas
o Untuk meningkatkan cakupan pelayanan

III. Jenis Kegiatan Pengendali Mutu kesling


Indikator mutu ini di monitor setiap bulan dengan cara melakukan sampling
kelengkapan rekam medis sebanyak 10 persen dari jumlah kunjungan dalam 1 bulan.
Hasil capaian indikator  mutu ini kemudian dilaporkan  ke ketua tim mutu UKP setiap
bulan kepada ketua tim mutu ukp untuk di analisa dan evaluasi.
 
 
 
BAB  IX
PENUTUP
 
Demikian buku pedoman layanan ini disusun sebagai acuan pelayanan di unit
pelayanan klinik sanitasi, dengan adanya buku pedoman ini diharapkan semua petugas
di unit pelayanan bisa mengerti kegiatan yang ada di unit-unit pelayanan dan cara
melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai