KAJIAN PUSTAKA
11
12
c. Penyusunan materi
Materi pada LKS sangat bergantung terhadap KD
yang harus dikuasai oleh siswa. Materi dalam LKS
dapat berupa informasi pendukung seperti
gambaran secara umum maupun ruang lingkup
substansi yang akan dipelajari oleh siswa. Materi
dapat diperoleh dari buku, jurnal hasil penelitian
maupun internet yang sumbernya dapat dipercaya.
Di dalam LKS dapat ditunjukkan referensi yang
digunakan dalam penyusunan LKS, agar siswa
membaca lebih jauh tentang materi tersebut
sehingga pemahaman siswa tentang materi tersebut
lebih kuat. Tugas-tugas dalam LKS harus ditulis
dengan jelas untuk mengurangi pertanyaan dari
siswa.
d. Struktur LKS Secara umum, struktur dari LKS yaitu:
1) judul; 2) petunjuk untuk siswa (petunjuk belajar);
3) kompetensi yang harus dikuasai; 4) informasi
pendukung; 5) tugas-tugas dan prosedur-prosedur
kerja; dan 6) penilaian.
8. Ciri-ciri LKS yang Baik
Adapun ciri-ciri LKS yang baik menurut Depdiknas
(2004) adalah:
a. Substansi materi relevan dengan kompetensi dasar
atau materi pokok
b. Penampilan yang menarik dalam segi penyajian
tulisan, tugas, dan penilaiannya
c. Petunjuk yang lengkap dapat memudahkan guru
atau siswa dalam mengajar atau belajar
d. Penekanan pada proses yang mengajak siswa aktif
untuk menemukan konsep, mengembangkan
17
B. Literasi Sains
1. Pengertian Literasi Sains
Literasi Sains menurut PISA (2015) adalah
kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk
mengidentifikasi pertanyaan, mendapat pengetahuan
baru, mendeskripsikan fenomena sains, dan untuk
menggambar bukti-bukti berdasarkan kesimpulan
mengenai isu-isu terkait sains. PISA mengemukakan
tiga aspek dari komponen proses sains, yaitu
mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan
fenomena secara ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah
(OECD,2015).
The United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO), mendefinisikan bahwa Literasi
sains sebagai kemampuan mengidentifikasi,
imenginterpretasi, imengkomunikasika serta
menggunakan material yang sudah tercetak/ tertulis
yang berhubungan dengan konteks kehidupan sehari-
hari. UNESCO juga menyatakan bahwa:
19
2. Struktur Jamur
Struktur jamur terdiri atas bagian morfologi dan
anatomi. Bagian penting dari struktur fungi adalah hifa,
karena hifa berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan
serta membentuk struktur untuk reproduksi jamur. Hifa
merupakan struktur fungi berbentuk tabung menyerupai
seuntaian benang panjang yang terbentuk dari
pertumbuhan spora atau konidia. Hifa berisi protoplasma
yang dikelilingi oleh suatu dinding yang kuat (Gandjar
dkk., 2006).
Pertumbuhan hifa terjadi secara terus menerus di
bagian apikal, sehingga tidak dapat ditentukan
panjangnya secara pasti. Diameter hifa umumnya tetap,
yaitu berkisar antara 3-30 µm. Ukuran diameter hifa
tersebut juga dapat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan. Spesies fungi yang berbeda juga akan
memiliki diameter hifa yang berbeda (Gandjar dkk.,
2006).
Menurut Gandjar dkk., (2006), hifa berdasarkan
fungsinya dibagi menjadi dua tipe yaitu:
a. Hifa vegetatif, merupakan hifa yang pada umumnya
tumbuh pada permukaan substrat atau tumbuh
hingga kedalam substrat dengan fungsi untuk
menyerap nutrien dari substrat.
b. Hifa fertil, umumnya tegak pada miselium yang ada
di permukaan substrat dan umumnya berperan
untuk reproduksi. Biasanya hifa ini dapat berbentuk
sporangiofor atau konidiofor, agar penyebaran sel-
sel reproduksi yang dibawa berlangsung lebih
mudah.
Pada stuktur fungi terdapat bagian yang mencolok,
berasal dari kumpulan hifa yang bercabang-cabang
26
4. Reproduksi Fungi
Menurut Gandjar dkk., (2006), reproduksi fungi
dapat terjadi melalui dua cara yaitu reproduksi secara
seksual (fase telomorf) dan reproduksi secara aseksual
(fase anamorf), sedangkan menurut Campbell et al.,
(2009) dan Stern et al., (2008), reproduksi fungi sangat
bervariasi, namun sebagian besar fungi bereproduksi
secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif).
Reproduksi fungi secara umum, terlihat pada Gambar 2.5
berikut:
30
a. Reproduksi Seksual
Reproduksi seksual pada fungi terjadi saat
penyatuan dua buah hifa haploid yang berbeda
namun cocok. Penyatuan seksual dari sel-sel individu
yang berbeda serta berlainan waktunya disebut
dengan singami, kedua tahapan singami itu disebut
dengan plasmogami (penyatuan sitoplasma) serta
kariogami (penyatuan nukleus). Setelah mengalami
plasmogami nukleus dari masing-masing sel induk
membentuk pasangan yang belum menyatu
kemudian berkembang menjadi misellium
heterokariotic (2 inti sel) kemudian nukleus menyatu
membentuk satu sel diploid (2n), selanjutnya
menghasilkan spora haploid melalui pembelahan
meiosis (spora seksual) (Campbell et al., 2009).
31
c. Divisi Deuteromycota
Jamur Divisi Deuteromycota sering dikenal dengan
sebutan jamur imperfecti, sekitar 25.000 jamur
Deuteromycota sudah diketahui spesiesnya, namun belum
diketahui cara reproduksi seksualnya. Cara reproduksi
seksualnya belum diketahui dimungkinkan karena
beberapa bukti evolusinya telah hilang atau karena
merupakan jamur peralihan. Jika ditemukan jamur
Deuteromycota bereproduksi dengan cara seksual, maka
jamur tersebut dimasukkan kedalam divisi yang cocok
dengan cara reproduksi seksualnya (Gandjar dkk., 2006).
Reproduksi aseksual jamur Deuteromycota yaitu
hanya dengan konidia. Jamur divisi Deuteromycota
merupakan kelompok jamur yang digunakan sebagai
penggolongan jamur yang belum diketahui reproduksi
seksualnya (Bauman, 2012).
Menurut Pelczar dan Chan (2005), pada umumnya
divisi Deuteromycota adalah multiselluler, mikroskopik,
dan memiliki hifa septat atau bersekat. Beberapa anggota
dari Aspergillus merupakan salah satu contoh dari Divisi
Deuteromycota (Pooja, 2011). Pada sebagian besar jamur
Deuteromycota terdapat banyak mikroorganisme yang
sangat penting dalam bidang perekonomian, salah satunya
yaitu: Penicillium roquefortii, Penicillium camembertii,
Aspergilus oryzae, dan lain-lain.
42
Strigma
F. Kerangka Berpikir