Anda di halaman 1dari 38

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Lembar Kerja Siswa


1. Pengertian Lembar Kerja Siswa
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan suatu
sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru
yang berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar
mengajar. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) juga termasuk
salah satu media pembelajaran karena dapat digunakan
bersamaan dengan sumber belajar ataupun media
pembelajaran lain. Tersedianya LKS dapat memberikan
pengaruh cukup besar di dalam suatu kegiatan belajar
mengajar, terutama dapat membantu siswa dalam
belajar. Oleh karena itu, LKS yang disusun harus
memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga LKS yang
dihasilkan merupakan LKS yang berkualitas baik.
Ahmadi & Amri (2014) menyatakan bahwa LKS
akan memuat judul, Kompetensi Dasar (KD) yang akan
dicapai, waktu penyelesaian, alat dannbahan yang
diperlukan, informasi singkat, prosedur kerja, tugas yang
harus diselesaikan serta laporan yang harus dikerjakan
oleh siswa. LKS merupakan komponen yang penting
dalam suatu kegiatan belajar-mengajar sehingga tidak
akan lepas dari pengkajian tentang fungsi, tujuan,
kegunaan dan syarat penyusunan LKS.
Menurut Prastowo (2015) Lembar Kegiatan Siswa
(LKS) merupakan suatu bahan ajar cetak berupa
lembaran-lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan,
dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran
yang harus dikerjakan oleh siswa yang mengacu pada
kompetensi dasar yang harus dicapai. Menurut

11
12

Prastowoi(2015), salah satu bentuk LKS adalah LKS yang


dapat membantu siswa menemukan sendiri suatu
konsep. Proses penemuan konsep dapat dilakukan
dengan kegiatan penyelidikan kasus yang terjadi di alam
yang dituangkan dalam LKS. Penemuan konsep dalam
pembelajaran merupakan salah satu aspek dalam literasi
sains.
2. Fungsi LKS
Beberapa fungsi lembar kegiatan siswa antara lain
sebagai bahan ajar yang dapat meminimalkan peran
pendidik serta dapat meningkatkan aktivitas peserta
didik melalui kegiatan yang dikemas dalam bentuk tugas
untuk berlatih. Lembar Kegiatan Siswa juga berfungsi
untuk memudahkan peserta didik memahami materi
hingga dapat memudahkan pelaksanaan pengajaran
pada peserta didik (Prastowo, 2015).
3. Tujuan Penyusunan LKS
Terdapat empat poin penting mengenai tujuan
penyusunan LKS yaitu menyajikan bahan ajar sehingga
memudahkan peserta didik mempelajari materi yang
diberikan, menyajikan tugas-tugas untuk meningkatkan
penguasaan terhadap materi yang dipelajari, melatih
peserta didik belajar secara mandiri serta memudahkan
pendidik untuk memberikan tugas kepada peserta didik
(Prastowo, 2015).
4. Kegunaan LKS dalam Sistem Pembelajaran
LKS dapat digunakan sebagai sumber belajar atau
media dalam pendekatan pembelajaran. Kegunaan LKS
cukup banyak untuk kegiatan dalam suatu pembelajaran.
Menurut Prastowo (2015), LKS berguna bagi pendidik,
yaitu dapat memancing siswa untuk dapat aktif dalam
13

kegiatan pembelajaran berkaitan dengan materi yang


sedang dibahas.
5. Syarat-syarat LKS yang Baik
Widjajanti (2008) menyatakan bahwa penyusunan
LKS yang berkualitas baik perlu memperhatikan syarat-
syarat tertentu, yaitu syarat didaktik, konstruksi dan
teknis. Syarat-syarat didaktik mengatur penggunaan LKS
bersifat universal yang dapat digunakan oleh siswa
dengan kemampuan yang tinggi maupun yang rendah
serta lebih menekankan proses siswa dalam menemukan
konsep dan terdapat variasi stimulus dari berbagai media
dan kegiatan pembelajaran yang dilalui siswa sehingga
mengutamakan pengembangan kemampuan komunikasi
sosial, moral, emosional dan estetika. Syarat-syarat
didaktik dalam menyusun LKS yaitu: 1) mengajak siswa
aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2) memiliki variasi
stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa
sesuai dengan pendekatan saintifik; 3) memberikan
penekanan terhadap proses untuk menemukan konsep;
4) membantu mengembangkan kemampuan komunikasi
sosial, moral, emosional, serta estetika pada siswa
(Widjajanti,2008).
Syarat yang kedua yaitu syarat konstruksi yang
berhubungan dengan penggunaan bahasa, kosakata,
susunan kalimat, tingkat kesulitan dan kejelasan LKS.
Penjabaran syarat-syarat konstruksi yaitu: 1)
menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat
kedewasaan peserta didik; 2) menggunakan struktur
kalimat yang jelas; 3) tata urutan pelajaran sesuai dengan
tingkat kemampuan peserta didik; 4)hindari pertanyaan
yang terlalu terbuka; 5) tidak mengacu pada buku
sumber di luar kemampuan keterbacaan peserta didik; 6)
14

menyediakan ruang untuk keleluasaan siswa dalam


menulis dan menggambar pada LKS agar mudah dalam
memeriksa hasil pengamatan; 7) menggunakan kalimat
yang sederhana dan pendek; 8) dapat digunakan oleh
siswa yang cepat maupun lambat; 9) memiliki tujuan
yang jelas dan dapat menjadi sumber motivasi; 10)
memiliki identitas. Syarat yang terakhir, yaitu syarat
teknis yang menekankan pada tulisan, gambar serta
penampilan dalam suatu LKS (Widjajanti,2008).
Pada kategori tulisan syarat penyusunannya, yaitu:
1) menggunakan huruf cetak, bukan latin ataupun
romawi; 2) menggunakan huruf tebal yang agak besar
untuk topik; 3) menggunakan kalimat pendek dan dalam
satu kalimat tidak boleh lebih dari 10 kata; 4)
menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat
perintah dengan jawaban siswa; 5) perbandingan
besarnya huruf dengan besarnya gambar harus serasi.
Syarat penyusunan selanjutnya yaitu menggunakan
gambar yang baik sehingga pesan atau isi dari gambar
tersebut dapat disampaikan secara efektif kepada
pengguna LKS serta penampilan LKS juga harus dibuat
semenarik mungkin (Widjajanti,2008).
6. Langkah-langkah Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa
(LKS)
Dalam menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
diperlukan beberapa langkah. Menurut Ahmadi dan
Amri (2014) langkah-langkah dalam menyiapkan LKS,
yakni sebagai berikut.
a. Analisis kurikulum
Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan
materi-materi apa saja yang dimuat dalam LKS.
Dalam menentukan materi, biasanya dianalisis
15

dengan cara memperhatikan materi pokok,


pengalaman belajar dari materi yang akan diberikan,
serta kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
b. Menyusun peta kebutuhan LKS
Peta kebutuhan LKS disusun untuk dapat
mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta
sekuensi atau urutan LKS. Sekuensi LKS digunakan
untuk menentukan prioritas penulisan, dimulai
dengan menganalisis kurikulum serta sumber
belajarnya.
c. Menentukan judul-judul LKS
Dalam menentukan judul LKS dapat didasarkan
pada Kompetensi Dasar (KD), materi pokok,
maupun pengalaman belajar yang ada pada
kurikulum. Satu kompetensi dasar dapat dijadikan
sebagai satu judul LKS, namun jika suatu
kompetensi diuraikan menjadi lebih dari empat
materi pokok maka dapat dipecah menjadi dua
judul LKS.
7. Penulisan LKS
Ahmadi & Amri (2014) menyatakan bahwa, dalam
penulisan LKS, dapat melalui langkah-langkah, yaitu
sebagai berikut.
a. Perumusan KD
Rumusan KD yang ada pada LKS merupakan KD
yang harus dicapai oleh siswa yang diturunkan
langsung dari Kompetensi Inti (KI).
b. Penentuan alat penilaian
Dalam menentukan alat penilaian yang digunakan
untuk menilai kegiatan dan hasil belajar siswa
didasarkan pada penguasaan kompetensi siswa.
16

c. Penyusunan materi
Materi pada LKS sangat bergantung terhadap KD
yang harus dikuasai oleh siswa. Materi dalam LKS
dapat berupa informasi pendukung seperti
gambaran secara umum maupun ruang lingkup
substansi yang akan dipelajari oleh siswa. Materi
dapat diperoleh dari buku, jurnal hasil penelitian
maupun internet yang sumbernya dapat dipercaya.
Di dalam LKS dapat ditunjukkan referensi yang
digunakan dalam penyusunan LKS, agar siswa
membaca lebih jauh tentang materi tersebut
sehingga pemahaman siswa tentang materi tersebut
lebih kuat. Tugas-tugas dalam LKS harus ditulis
dengan jelas untuk mengurangi pertanyaan dari
siswa.
d. Struktur LKS Secara umum, struktur dari LKS yaitu:
1) judul; 2) petunjuk untuk siswa (petunjuk belajar);
3) kompetensi yang harus dikuasai; 4) informasi
pendukung; 5) tugas-tugas dan prosedur-prosedur
kerja; dan 6) penilaian.
8. Ciri-ciri LKS yang Baik
Adapun ciri-ciri LKS yang baik menurut Depdiknas
(2004) adalah:
a. Substansi materi relevan dengan kompetensi dasar
atau materi pokok
b. Penampilan yang menarik dalam segi penyajian
tulisan, tugas, dan penilaiannya
c. Petunjuk yang lengkap dapat memudahkan guru
atau siswa dalam mengajar atau belajar
d. Penekanan pada proses yang mengajak siswa aktif
untuk menemukan konsep, mengembangkan
17

kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral,


dan estetika pada diri siswa.
e. Petunjuk lengkap yang dapat digunakan oleh siswa
yang lamban, sedang, maupun yang cepat.
f. Menuliskan tujuan dengan jelas serta dapat
bermanfaat sebagai sumber motivasi.
g. Variasi stimulus melalui berbagai media kegiatan
siswa.
h. Terdapat ruang yang cukup untuk memberi
keleluasaan.
9. LKS Literasi
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) literasi sains untuk
melatihkan berpikir kritis merupakan lembar kegiatan
siswa yang di dalamnya berisi kegiatan yang dapat
melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan melalui
kegiatan menganalisis, memecahkan masalah dan
menyimpulkan yang dituangkan dalam LKS. Proses
ketrampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan
menggunakan pengetahuan sains untuk menganalisis
pernyataan dan menarik kesimpulan untuk memecahkan
suatu permasalahan. Pembelajaran dengan literasi sains
merupakan pembelajaran yang sesuai untuk melatihkan
berpikir kritis siswa karena dapat membantu guru dalam
mengkaitkan materi pembelajaran dengan permasalahan
yang terdapat di lingkungan agar siswa menghubungkan
pengetahuan yang telah diperoleh dengan
menerapkannnya di kehidupan sehari-hari sehingga
materi yang disampaikan akan lebih bermakna bagi
siswa (Suryati & Yuni, 2014).
LKS dirancang menggunakan beberapa kompetensi
dan strategi literasi sains dalam pembelajaran.
18

Kompetensi literasi sains terdiri dari proses sains dan


konteks sains. Strategi literasi sains yang dilatihkan
meliputi beberapa pengatur grafis yaitu hubungan tanya-
jawab serta pengatur grafis tahu-ingin-pelajari.
LKS literasi untuk melatihkan berpikir kritis siswa
pada materi jamur dapat digunakan untuk membantu
siswa agar lebih mudah dalam mengelompokkan dan
menganalisis ciri-ciri jamur, reproduksi jamur dan peran
jamur. Tujuan LKS literasi sains adalah untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik dapat
menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang
relevan dengan kehidupan.

B. Literasi Sains
1. Pengertian Literasi Sains
Literasi Sains menurut PISA (2015) adalah
kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk
mengidentifikasi pertanyaan, mendapat pengetahuan
baru, mendeskripsikan fenomena sains, dan untuk
menggambar bukti-bukti berdasarkan kesimpulan
mengenai isu-isu terkait sains. PISA mengemukakan
tiga aspek dari komponen proses sains, yaitu
mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan
fenomena secara ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah
(OECD,2015).
The United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO), mendefinisikan bahwa Literasi
sains sebagai kemampuan mengidentifikasi,
imenginterpretasi, imengkomunikasika serta
menggunakan material yang sudah tercetak/ tertulis
yang berhubungan dengan konteks kehidupan sehari-
hari. UNESCO juga menyatakan bahwa:
19

“Literacy involves a continuum of learning in


enabling individuals to achieve their goals to develop
their knowledge and potential and to participate fully in
their community and wider society.” Literasi sains
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang
dalam memahami teori, hukum dan bukti sains
dalam menghadapi fenomena di kehidupan
nyata (Dragos dkk, 2015)
Menurut Norris & Philips (2003) literasi sains
merupakan istilah yang digunakan untuk memahami
ilmu pengetahuan dan kemampuan berpikir kritis dalam
memecahkan masalah menggunakan keahlian ilmiah.
Menurut Organization Economic Cooperation and
Development (2016) Literasi sains diartikan sebagai
kemampuan diri untuk menggunakan pengetahuan
ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan untuk
mengambil kesimpulan berdasrkan bukti ilmiah. Tingkat
literasi sains pada siswa bisa dicapai melalui proses
pembelajaran yang membuat siswa menggunakan
pemikiran kritis dan logis. Siswa diharapkan tidak hanya
mampu membaca buku, jurnal sains dan menulis sains,
namun juga harus memiliki pemahaman yang mendalam
tentang sains (Holbrook & Miia, 2009).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai literasi
sains dapat disimpulkan bahwa literasi sains merupakan
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti yang dapat diperoleh dari
penyelidikan ilmiah sehingga dapat melatihkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Komponen dalam Literasi Sains
Literasi sains memiliki beberapa komponen,
komponen tersebut menurut Byebe (2009), terdapat tiga
kompetensi ilmiah yang diukur dalam literasi sains
20

diuraikan sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi


masalah ilmiah: mengenali masalah yang mungkin untuk
penyelidikan ilmiah, mengidentifikasi kata kunci untuk
mencari informasi ilmiah, mengenali kunci dari
penyelidikan ilmiah (konten sains). Kedua, menjelaskan
fenomena ilmiah: menerapkan ilmu pengetahuan dalam
kehidupan, menggambarkan atau menafsirkan fenomena
ilmiah dan memprediksi perubahan (proses sains).
Ketiga, menggunakan bukti ilmiah: menafsirkan bukti
ilmiah, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan,
mengidentifikasi asumsi, bukti, dan alasan di balik
kesimpulan, berkaca pada implikasi sosial dari ilmu
pengetahuan serta perkembangan teknologi (konteks
sains).
Menurut NSW (New South Wales) Departement of
Education and Communities (2011), siswa yang memlilki
keterampilan literasi mampu;
a. Mengetahui disini yaitu memahami konsep dan
proses sains yang dibutuhkan dimasyarakat,
b. Menanya adalah menemukan atau menentukan
jawaban untuk menjawab pertanyaan yang berasal
dari keingintahuan mereka,
c. Mendeskripsikan adalah menjelaskan dan
memprediksi fenomena alamiah,
d. Membaca dan memahami artikel–artikel sains
yang popular dan ikut serta didalam social
conversation tentang validitas dari kesimpulan,
e. Memposisikan dengan tegas dan jelas keberadaan
sains dan teknologi,
f. Mengevaluasi kualitas dari informasi sains
berdasarkan sumbernya dan model yang
digunakan untuk menggeneralisasikannya, dan
21

g. Bersikap sewajarnya dan mengevaluasi argumen


berdasarkan bukti dan menerapkannya dengan
sesuai
Strategi literasi sains dalam pembelajaran dapat
diterapkan dengan menggunakan daftar pengatur
grafis, daftar pengatur grafis yang digunakan peneliti
untuk Lembar Kegiatan Siswa literasi sains dapat dilihat
pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Pengatur Grafis Dalam Pembelajaran
Menggunakan Strategi Literasi Sains
No Pengatur Grafis Kegiatan Pembelajaran
1. Tahu-Ingin-Pelajari Menuliskan hal yang sudah diketahui,
yang ingin diketahui (di awal
pembelajaran) dan yang akan
dipelajari.
2. Hubungan Tanya - Membuat pertanyaan tentang fakta di
Jawab dalam teks, informasi tersirat,
keterkaitan antara teks dengan diri, dan
dengan penulis/dunia luar
(Laksono, 2017)
C. Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan
seseorang dalam menggunakan proses berpikirnya untuk
menganalisis dan memberikan interpretasi berdasarkan
persepsi melalui logical reasoning (Mustaji, 2012). Berpikir
kritis penting ditekankan dalam pembelajaran karena
kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam
kehidupan yang dihadapkan pada proses pemecahan
masalah (Fachrurazi, 2011).
Anjarsari (2014) mengemukakan bahwa kompetensi
berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang ditandai
dengan keterampilan peserta didik dalam
mengidentifikasi asumsi yang diberikan, mampu
menentukan pokok permasalahan, menjelaskan akibat
22

dari suatu keputusan yang diambil, mampu mengetahui


adanya bias berdasarkan pada perbedaan sudut pandang,
keterampilan untuk mengungkap informasi / defines /
teorema dalam menyelesaikan masalah, dan kemampuan
mengevaluasi pendapat yang relevan dalam penyelesaian
suatu masalah. Sedangkan menurut Gleser (2007) dalam
Kurniasari (2014) berpikir kritis adalah suatu sikap
berpikir secara keseluruhan mengenai suatu masalah dan
hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman
seseorang, kemampuan untuk menerapkan metode-metode
pemikiran yang logis.
Menurut Saputro & Gunansyah (2013), adapun
indikator berpikir kritis siswa yang harus dimiliki adalah (1)
Keterampilan menganalisis, yaitu keterampilan memahami
sebuah konsep umum dengan cara menguraikan atau
merinci pernyataan tersebut ke dalam bagian-bagian yang
lebih kecil serta terperinci; (2) Keterampilan mensintesis
merupakan keterampilan yang berlawanan dengan
keterampilan menganalisis, dimana pada keterampilan ini
dihasilkan ide atau gagasan baru mengenai suatu
pernyataan; (3) Keterampilan mengenal dan memecahkan
masalah, keterampilan ini menutut pembaca untuk
memahami bacaan dengan kritis sehingga siswa mampu
menangkap beberapa pikiran pokok bacaan. Keterampilan
ini bertujuan untuk memahami dan menerapkan konsep-
konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru;
(4) Keterampilan meyimpulkan merupakan keterampilan
untuk membuat gagasan baru atau kesimpulan baru; (5)
keterampilan mengevaluasi, merupakan keterampilan
untuk melakukan penilaian terhadap sesuatu berdasarkan
kriteria tertentu.
23

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa


dengan kemampuan berpikir kritis, siswa akan dapat
menganalisis, menyelesaikan masalah serta menyimpulkan
ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik. Critical
Thinking adalah sebuah proses beripikir untuk
mengambil sebuah keputusan yang beralasan,
berdasarkan pertimbangan bukti yang tersedia dan aspek
kontekstual dari permasalahan yang dihadapi dan konsep
yang berhubungan (Facione, 2011) .

D. Hubungan Literasi Sains dan Berpikir Kritis


Berdasarkan analisis kecakapan literasi sains dan
kecakapan berpikir kritis maka dapat diketahui
kecakapan keduannya yang bersesuaian pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kecakapan Literasi Sains dan Berpikir Kritis
24

Kecakapan literasi sains dan berpikir kritis


berdasarkan analisis Gambar 2.1 diketahui bahwa literasi
sains dan berpikir kritis saling berhubungan. Kecakapan
berpikr kritis dapat dimasukkan dalam penerapan literasi
sains. Kecakapan keduanya saling bersesuaian, antara lain
yaitu keterampilan menganalisis, mensintesis, memecahkan
masalah, menyimpulkan dan mengevaluasi. Penerapan
literasi sains dapat dimasukkan keterampilan berpikir
kritis dan begitu pula berpikir kritis dapat diajarkan
dengan menggunakan literasi sains (Saputro & Gunansyah,
2013).
Penilaian berpikir kritis yang digunakan meliputi
beberapa keterampilan, yaitu keterampilan menganalisis,
memecahkan masalah, dan menyimpulkan. Keterampilan-
ketarmpilan tersebut akan dituangkan di dalam lembar
penilaian berpikir kritis. Penilaian berpikir kritis yang
dilatihkan berupa soal-soal diakhir pembelajaran yang
nantinya akan dapat diketahui kemampuan berpikir kritis
siswa.
E. Materi Jamur (Fungi)
1. Pengertian Jamur (Fungi)
Jamur merupakan organisme eukariotik yang
sebagian besar adalah eukariotik multiseluler. Jamur
termasuk dalam organisme heterotrof, yang tidak dapat
menghasilkan makanan dari tubuhnya sendiri
melainkan dengan mensekresikan enzim-enzim
hidrolitik pada makanan yang akan merubah molekul
kompleks makanan menjadi senyawa-senyawa
sederhana sehingga dapat diserap atau dicerna oleh
tubuh jamur (Campbell et al., 2003).
25

2. Struktur Jamur
Struktur jamur terdiri atas bagian morfologi dan
anatomi. Bagian penting dari struktur fungi adalah hifa,
karena hifa berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan
serta membentuk struktur untuk reproduksi jamur. Hifa
merupakan struktur fungi berbentuk tabung menyerupai
seuntaian benang panjang yang terbentuk dari
pertumbuhan spora atau konidia. Hifa berisi protoplasma
yang dikelilingi oleh suatu dinding yang kuat (Gandjar
dkk., 2006).
Pertumbuhan hifa terjadi secara terus menerus di
bagian apikal, sehingga tidak dapat ditentukan
panjangnya secara pasti. Diameter hifa umumnya tetap,
yaitu berkisar antara 3-30 µm. Ukuran diameter hifa
tersebut juga dapat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan. Spesies fungi yang berbeda juga akan
memiliki diameter hifa yang berbeda (Gandjar dkk.,
2006).
Menurut Gandjar dkk., (2006), hifa berdasarkan
fungsinya dibagi menjadi dua tipe yaitu:
a. Hifa vegetatif, merupakan hifa yang pada umumnya
tumbuh pada permukaan substrat atau tumbuh
hingga kedalam substrat dengan fungsi untuk
menyerap nutrien dari substrat.
b. Hifa fertil, umumnya tegak pada miselium yang ada
di permukaan substrat dan umumnya berperan
untuk reproduksi. Biasanya hifa ini dapat berbentuk
sporangiofor atau konidiofor, agar penyebaran sel-
sel reproduksi yang dibawa berlangsung lebih
mudah.
Pada stuktur fungi terdapat bagian yang mencolok,
berasal dari kumpulan hifa yang bercabang-cabang
26

membentuk jala dan umumnya berwarna putih. Bagian


tersebut disebut dengan miselium (Gandjar dkk., 2006).
Menurut Campbell et al., (2003) dan Stern et al., (2003),
miselium fungi tumbuh dengan sangat cepat, bertambah
sebanyak satu kilometer hifa setiap hari seiring
bercabangnya miselium di dalam sumber makanan.
Pertumbuhan yang cepat ini bisa terjadi dikarenakan
protein dan bahan-bahan lain yang disintesis oleh
keseluruhan miselium tersebut disalurkan oleh aliran
sitoplasmik ke bagian ujung dari hifa yang menjulur.
Hifa-hifa yang sudah menjalin suatu jaringan miselium,
lama kelamaan akan menjadi semakin tebal dan akan
terlihat dengan mata telanjang. Bagian ini disebut dengan
koloni (Gandjar dkk., 2006). Berdasarkan morfologi hifa,
secara mikroskopis hifa dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1) Hifa monositik, yaitu hifa yang berseptum dan
memiliki satu inti.
2) Hifa senositik, yaitu hifa yang berseptum dan
memiliki banyak inti

Gambar 2.2. (a) Hifa monositik (b) Hifa senositik


Sumber: Campbell et al., (2009)
27

Menurut Campbell et al., (2009), sebagian besar fungi adalah


eukariota multiselluler, namun ada juga yang uniselluler.
Gambar 2.3 fungi multiseluler.

Gambar 2.3 Struktur umum fungi multiseluler


Sumber: Campbell et al., (2009)

Dinding sel fungi tersusun atas berbagai


polisakarida (kitin), komposisi tersebut merupakan
materi yang sama dengan yang ditemukan pada kerang,
rangka tulang, hewan arthropoda, insecta, arachnida, dan
crustacea. Kitin pada fungi sangat resisten terhadap
degradasi mikrobia dibandingkan dengan selulosa yang
terdapat pada dinding sel tanaman (Raven et al., 2005).
28

3. Cara Memperoleh Nutrien


Menurut Campbell et al., (2003) dan Stern et al.,
(2003), berdasarkan cara memperoleh nutrien, ciri-ciri
jamur diantaranya yaitu: bersifat parasitik, saprobik, dan
mutualistik. Jamur yang memperoleh nutrisi dari
inangnya berupa bahan organik dikenal dengan jamur
yang bersifat parasitik.
Sesuai dengan namanya, parasitik berarti bersifat
mengganggu atau menimbulkan beberapa penyakit,
biasanya penyakit tersebut berdampak pada manusia,
tanaman, dan hewan. Jamur yang mendapatkan
makanannya dengan cara menyerap dan menguraikan
zat-zat organik yang sudah mati disekitar lingkungan
hidupnya dikenal dengan jamur yang bersifat saprobik.
Jamur yang bersifat mutualistik menyerap nutrien dari
inangnya, fungi ini menyerap zat-zat organik dari
inangnya dan memberi keuntungan timbal balik dengan
menghasilkan zat-zat metabolik yang dapat
menguntungkan bagi inangnya (Campbell et al., 2009).
Beberapa jamur mutualistik dan parasitik tumbuh
dengan hifa khusus (haustoria) yang dapat mengambil
nutrien dari sel tumbuhan.
Haustoria fungi menembus dinding sel tumbuhan
dan mengambil nutrien dari sel sitoplasma melalui
membran plasma sel tumbuhan (Campbell et al., 2009).
29

Gambar 2.4. Hifa khusus pada fungi (Haustoria)


Sumber: Campbell et al., (2009)

4. Reproduksi Fungi
Menurut Gandjar dkk., (2006), reproduksi fungi
dapat terjadi melalui dua cara yaitu reproduksi secara
seksual (fase telomorf) dan reproduksi secara aseksual
(fase anamorf), sedangkan menurut Campbell et al.,
(2009) dan Stern et al., (2008), reproduksi fungi sangat
bervariasi, namun sebagian besar fungi bereproduksi
secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif).
Reproduksi fungi secara umum, terlihat pada Gambar 2.5
berikut:
30

Gambar 2.5. Siklus reproduksi seksual dan aseksual


jamur secara umum
Sumber: Campbell et al., (2009)

a. Reproduksi Seksual
Reproduksi seksual pada fungi terjadi saat
penyatuan dua buah hifa haploid yang berbeda
namun cocok. Penyatuan seksual dari sel-sel individu
yang berbeda serta berlainan waktunya disebut
dengan singami, kedua tahapan singami itu disebut
dengan plasmogami (penyatuan sitoplasma) serta
kariogami (penyatuan nukleus). Setelah mengalami
plasmogami nukleus dari masing-masing sel induk
membentuk pasangan yang belum menyatu
kemudian berkembang menjadi misellium
heterokariotic (2 inti sel) kemudian nukleus menyatu
membentuk satu sel diploid (2n), selanjutnya
menghasilkan spora haploid melalui pembelahan
meiosis (spora seksual) (Campbell et al., 2009).
31

Menurut Gandjar dkk., (2006) dan Stern et al.,


(2003), alat reproduksi seksual pada Ascomycota yaitu
askospora, sedangkan pada jamur divisi Zygomycota
yaitu dengan zigospora, dan pada jamur divisi
Basidiomycota yaitu dengan basidiospora.
Menurut Campbell et al., (2003), jamur
bereproduksi dengan cara melepaskan spora yang
dihasilkan secara seksual maupun aseksual. Spora
fungi memiliki berbagai bentuk dan ukuran, ada yang
uniseluler dan adapula yang multiseluler. Spora
dihasilkan di dalam atau dari struktur hifa yang
terspesialisasi. Ketika kondisi lingkungan
memungkinkan spora berkecambah dan dapat
tumbuh menjadi individu jamur baru dan
menghasilkan spora secara aseksual dalam jumlah
yang banyak. Struktur reproduksi fungi sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Gandjar dkk.,
2006).
Reproduksi fungi secara seksual merupakan
salah satu cara reproduksi fungi yang dilakukan saat
terjadi kondisi darurat, misalnya saat terjadi
perubahan kondisi lingkungan. Reproduksi seksual
menghasilkan keturunan dengan keanekaragaman
genetik fungi yang lebih besar dari pada reproduksi
secara aseksual (Campbell et al., 2003).
b. Reproduksi Aseksual
Menurut Campbell et al., (2009), sebagian besar
fungi bereproduksi secara aseksual, yaitu sekitar
200.000 fungi bereproduksi secara aseksual dengan
cara yang beragam. Reproduksi aseksual pada fungi
dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pembentukan
spora aseksual (sporangiospora dan konidiospora),
32

fragmentasi (pemisahan hifa dari miselium), dan


pembentukan tunas atau pembentukan sel uniselluler
(Gandjar dkk., 2006). Salah satu contoh fungi yang
melakukan reproduksi aseksual yaitu yeast (ragi),
reproduksi aseksualnya dengan cara membentuk
tunas (Budding) dari sel induknya (Campbell et al.,
2009). Berikut seperti yang terlihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Reproduksi aseksual Saccharomyces


cerevisiae (yeast) dengan cara
pembentukan tunas (Budding).
Sumber: Campbell et al., (2009

Kebanyakan fungi bereproduksi secara aseksual


dengan membentuk filamen yang menghasilkan spora
berinti haploid (n) melalui pembelahan mitosis.
Beberapa spesies jamur dapat menampakkan
miseliumnya, misalnya pada beberapa buah busuk,
roti, dan juga beberapa makanan basi lainnya. Seperti
yang terlihat pada Gambar 2.7.
33

Gambar 2.7. (a) Miselium jamur Penicillium pada jeruk


busuk, tampak koloni konidia saat tahap
reproduksi aseksual
Sumber: Campbell et al., (2009)
5. Keanekaragaman Fungi
Fungi dikelompokkan menjadi 4 divisi yaitu:
Zygomycota, Ascomycota, Deuteromycota/fungi
imperfecti, dan Basidiomycota. Masing-masing divisi
jamur akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Divisi Zygomycota
Ciri-ciri Zygomycota pada umumnya adalah
mikroskopik, bersifat multiseluler, dan memiliki hifa
yang tidak bersekat (Campbell et al., 2003).
Reproduksi Zygomycota berlangsung secara
aseksual dan seksual.
34

Reproduksi aseksual dilangsungkan melalui


pembentukan spora aseksual oleh sporangium.
Sporangium yang matang akan pecah dan
membebaskan ribuan spora aseksual. Spora-spora
tersebut dapat tumbuh menjadi jamur jika jatuh di
tempat yang sesuai (Campbell et al., 2003). Pada
reproduksi aseksualnya Zygomycota menghasilkan
sporangium yang memiliki ukuran yang besar dan
memiliki bentuk yang bulat dan adapula yang semi
bulat. Sporangium terbentuk pada hifa fertil khusus
yang disebut sporangiofor, sporangium yang
berukuran kecil disebut sporangiola. Di dalam
sporangium berisi sporangiospora (Gandjar dkk.,
2006).

Gambar 2.8. Siklus hidup jamur Zygomycota.


Sumber: Campbell et al., (2009).
35

Keterangan Gambar 2.8. Tahapan siklus


reproduksi seksual pada Zygomycota adalah sebagai
berikut: 1) Miselium dengan tipe yang berbeda (-)
dan (+) saling mendekat. 2) Terjadi interaksi antara
hifa yang berbeda tipe, dan terjadi peleburan plasma
dari dua hifa tersebut (plasmogami), kemudian
terbentuk gametangia dengan inti haploid. 3)
Terbentuk zygosporangium yang mengandung inti
haploid dari kedua induk. 4) Zygosporangium
diselubungi struktur yang kuat dan tahan dalam
kondisi ekstrem. 5) Terjadi kariogami antara inti
haploid (n) menjadi diploid (2n), kemudian terjadi
meisosis. 6) Zygosporangium berkecambah menjadi
sporangium dengan tangkai pendek. 7) Kumpulan
dari sporangium (Sporangia) melepaskan spora
haploid (n), spora tumbuh membentuk miselia baru
(Campbell et al., 2009).
Menurut Gandjar dkk., (2006), ciri khas
Zygomycota yaitu menghasilkan zygospora yang
memiliki dinding tebal pada reproduksi seksualnya.
Zygomycota bersifat saprofitik, haustorial, dan
parasitik non haustorial pada hewan, tanaman, dan
fungi lainnya). Zygomycota hidup pada tanaman
atau makanan yang busuk dan pada hewan yang
hidup di dalam tanah. Selain itu ada beberapa yang
bersifat parasit pada tanaman, insekta, dan pada
hewan teresterial yang berukuran kecil lainnya, serta
dapat menginfeksi manusia.
Contoh jamur yang termasuk dalam divisi
Zygomycota yaitu: Rhizopus stolonifer (tumbuh pada
roti busuk, biasanya berwarna gelap), Mucor mucedo
(hidup pada kotoran hewan ternak), dan Rhizopus
36

oryzae (jamur pembuat tempe), Arbuscular


mycorrhizae (bersimbiosis dengan seluruh spesies
tanaman darat) (Gandjar dkk., 2006).
b. Divisi Ascomycota
Jamur divisi Ascomycota sering disebut sebagai
jamur kantung (sac fungi), dikarenakan fungi ini
menghasilkan spora seksual dalam askus yang
menyerupai kantong dalam jumlah yang banyak
(Campbell et al., 2003). Anggota divisi Ascomycota
memiliki septa yang tidak sempurna. Sebagian hifa
ada yang menembus substrat untuk menyerap
makanan, sedangkan lainnya tumbuh ke permukaan
membentuk cabang-cabang yang disebut konidiofor.
Pada ujung konidiofor terbentuk alat reproduksi
aseksual yang disebut dengan konidia
(konidiospora). Apabila spora tersebut jatuh di
tempat dan kondisi yang cocok maka dapat tumbuh
menjadi individu baru (Priadi, 2008).
Menurut Campbell et al., (2003), jamur
Ascomycota ada yang bersifat uniseluler seperti
khamir dan ada yang bersifat multiseluler seperti
jamur Ascomycota pada umumnya. Pada umumnya
berukuran mikroskopis, namun ada juga yang
berukuran makroskopis. Lebih dari 30.000 spesies
jamur divisi Ascomycota yang dapat diketahui,
termasuk salah satunya yaitu ragi/yeast yang
berperan dalam proses fermentasi beberapa jenis
makanan.
Menurut Campbell et al., (2003), Ascomycota
meliputi patogen tumbuhan yang paling merusak,
dan adapula yang sangat menguntungkan bagi
tanaman. Beberapa spesies jamur dari Ascomycota
37

bersimbiosis dengan alga (liken). Contoh


Ascomycota yaitu morel yang membentuk mikoriza
dengan tanaman, adapula yang hidup pada
permukaan mesofil daun tumbuhan sehingga
melindungi daun dari serangan serangga dengan
cara mengeluarkan senyawa beracun. Jamur divisi
Ascomycota bereproduksi secara aseksual dan
seksual. Reprodukasi aseksual pada Ascomycota
uniseluler dilakukan dengan cara pembentukan
tunas atau budding yang tumbuh dari sel induk,
tunas yang terlepas dari sel induk akan tumbuh
menjadi jamur baru (Gandjar dkk., 2006). Jamur
Ascomycota multiseluler bereproduksi secara
aseksual dengan pembentukan konidia, konidia
menghasilkan spora aseksual dalam jumlah yang
banyak yang terdapat dalam
sporangium. Spora aseksual ini berada pada
rantai yang panjang pada ujung hifa (konidiospora).

Gambar 2.9 Siklus Hidup Ascomycota


(Sumber: Campbell et al., 2003).
38

Keterangan Gambar 2.9. Siklus hidup Ascomycota


secara seksual adalah sebagai berikut: 1) Hifa dengan tipe
yang berbeda anteridium (-) dan askogonium (+)
mengalami fusi, kemudian terjadilah penyatuan plasma
(plasmogami). 2) dari peristiwa plasmogami terbentuk
hifa dikariotik. 3) Terlihat struktur dan letak askogonium
serta anteridium di bawah askokarp. 4) Hifa dikariotik
hasil dari plasmogami menghasilkan banyak aski
dikariotik (n+n), dua diantaranya tampak pada gambar,
kemudian disusul dengan peristiwa penyatuan dua inti
yang haploid (n) menghasilkan satu inti yang diploid
(2n). 5) Masing-masing inti diploid (2n) mengalami
pembelahan meiosis, dan menghasilkan 4 nukleus
haploid (n) dalam tiap askus. 6) Tiap inti haploid (n)
mengalami pembelahan secara mitosis. 7) Dari peristiwa
mitosis dihasilkan 8 inti haploid (n), masing-masing inti
haploid (n) membentuk dinding sel dan membran
plasma di sekelilingnya (askospora). 8) Askospora yang
terletak di dalam aski, dilepaskan ke luar melalui
askokarp dengan bantuan angin. 9) Kemudian spora
berkecambah membentuk miselia baru. 10) Reproduksi
secara aseksual pada Ascomycota, miselium Ascomycota
membentuk spora haploid aseksual (n) (konidia),
kemudian konidia (spora) pecah dan menyebar dengan
bantuan angin, kemudian berkecambah dengan
membentuk miselia yang baru (Campbell et al., 2009).
Menurut Gandjar dkk., (2006), jamur Ascomycota
bereproduksi secara seksual dengan menghasilkan
askospora dari dalam askus (kantong). Proses
pembentukan askospora dapat dilihat pada Gambar 2.11.
39

Gambar 2.10. Proses pembentukan askospora


(Askosporogenesis)
Sumber: Gandjar dkk., (2006)

Berikut adalah keterangan Gambar 2.10 terkait


pembentukan askospora (askosporogenesis), yaitu:
1) Ujung dua hifa (a) dan (b), yang berbeda jenis saling
berdekatan.
2) Ujung hifa b mengalami pembengkakan
(askogonium), ujung hifa a mengalami pembengkakan
pula (anteridium), kemudian terbentuk suatu saluran
(trikogin) dari ujung askogonium. Trikogin tersebut
menghubungkan anteridium dengan askogonium, inti
dari anteridium masuk kedalam askogonium melalui
trikogin.
3) Inti a dan b berada di dalam askogonium yang
binukleus.
4) Berlangsung mitosis dari masing-masing inti a dan b
sehingga terbentuk a1, a2 dan b1, b2.
5) Terjadi pembentukan septum sehingga anak inti a2
dan anak inti b2 berada dalam satu kompartemen.
40

6) Terjadi kariogami antara inti a2 dan b2 menghasilkan


nukleus diploid.
7) Nukleus yang diploid melakukan meiosis pertama
dilanjutkan dengan meiosis kedua dan menghasilkan
askus dengan 4 inti.
8) Masing-masing inti melakukan mitosis menghasilkan
8 inti yang masing-masing dibungkus dengan
membran, dan masing-masing disebut askospora.
Contoh salah satu jamur Ascomycota diantaranya:
Saccharomyces cerevisiae (pembuatan bir), Aspergilus niger
(saproba pada sisa-sisa makanan, menjernihkan sari
buah), A. wentii (pembuatan kecap/ tauco), Aspergilus
flavus (menghasilkan aflatoksin, dapat menyebabkan
kanker hati), Penicilium notatum (menghasilkan zat
antibiotik), Fusarium sp. (parasit pada tebu, padi, pisang,
tomat, dan umbi kentang) (Priadi, 2008).

Gambar 2.11. Contoh jamur divisi Ascomycota (a)


Morchella esculenta (b) Tuber
melanosporum. Sumber: Campbell et al.
(2009).
41

c. Divisi Deuteromycota
Jamur Divisi Deuteromycota sering dikenal dengan
sebutan jamur imperfecti, sekitar 25.000 jamur
Deuteromycota sudah diketahui spesiesnya, namun belum
diketahui cara reproduksi seksualnya. Cara reproduksi
seksualnya belum diketahui dimungkinkan karena
beberapa bukti evolusinya telah hilang atau karena
merupakan jamur peralihan. Jika ditemukan jamur
Deuteromycota bereproduksi dengan cara seksual, maka
jamur tersebut dimasukkan kedalam divisi yang cocok
dengan cara reproduksi seksualnya (Gandjar dkk., 2006).
Reproduksi aseksual jamur Deuteromycota yaitu
hanya dengan konidia. Jamur divisi Deuteromycota
merupakan kelompok jamur yang digunakan sebagai
penggolongan jamur yang belum diketahui reproduksi
seksualnya (Bauman, 2012).
Menurut Pelczar dan Chan (2005), pada umumnya
divisi Deuteromycota adalah multiselluler, mikroskopik,
dan memiliki hifa septat atau bersekat. Beberapa anggota
dari Aspergillus merupakan salah satu contoh dari Divisi
Deuteromycota (Pooja, 2011). Pada sebagian besar jamur
Deuteromycota terdapat banyak mikroorganisme yang
sangat penting dalam bidang perekonomian, salah satunya
yaitu: Penicillium roquefortii, Penicillium camembertii,
Aspergilus oryzae, dan lain-lain.
42

Gambar 2.12. Konidiospora pada Penicilium sp. yang


terletak di ujung hifa. Sumber:
Bauman (2012).
d. Divisi Basidiomycota
Basidiomycota berasal dari kata basidium atau
alas kecil, dan mykes atau jamur. Jamur Divisi
Basidiomycota pada umunya adalah makroskopis,
memiliki tubuh buah besar yang disebut dengan
istilah basidiocarp, namun ada pula yang berukuran
mikroskopis dengan ciri memiliki basidiokarp kecil
dan halus (Gandjar dkk., 2006).
Menurut Stern et al., (2008), Basidiomycota
memiliki anggota yang makroskopis dan
mikroskopis, pada umumnya multiseluler dan
memiliki miselium yang tersusun atas hifa-hifa
dikariotik bersekat yang dilengkapi dengan dolipor
septum (sekat berpori), serta memiliki struktur yang
disebut basidium. Menurut Campbell et al., (2003),
basidium berasal dari bahasa latin yang artinya alas
kecil, basidium merupakan suatu tahapan diploid
sementara dalam siklus hidup fungi. Bentuk dari
43

basidium mirip seperti gada, sehingga seringkali


jamur Basidiomycota disebut sebagai jamur gada
(club fungi). Basidium merupakan struktur
penghasil spora, pada setiap ujung basidium
tersebut akan dihasilkan 4 spora seksual yang
disebut basidiospora (Pooja, 2011).
Menurut Campbell et al., (2009), basidiospora
terletak di permukaan lamella (bilah) atau dibawah
tudung basidiokarp. Jamur divisi Basidiomycota
bereproduksi secara seksual dan aseksual, namun
reproduksi aseksual pada basidiomycota lebih
jarang terjadi dibandingkan dengan pada
Ascomycota. Alat reproduksi seksual pada
basidiomycota adalah basidium yang berisi
basidiospora (Gandjar dkk., 2006). Siklus hidup
Basidiomycota dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Siklus Hidup Basidiomycota


Sumber :Campbell et al., (2009)
44

Keterangan Gambar 2.13. terkait tahapan siklus


reproduksi seksual pada basidiomycota adalah
sebagai berikut:
1) Dua miselium haploid yang berbeda jenis
hifanya saling berdekatan kemudian terjadi
plasmogami.
2) Terbentuk hifa dikariotik dan berkembang
menjadi miselia dikariotik, karena
pertumbuhannya yang sangat cepat sehingga
mendominasi keberadaan miselium haploid
induk (n).
3) Perbedaan kondisi lingkungan seperti hujan
dan perubahan suhu dapat merangsang
miselium dikariotik untuk membentuk tubuh
buah (basidiokarp).
4) Bagian tepi lamella basidiokarp dengan sel
dikariotik (basidia).
5) Terjadi kariogami dalam tiap basidium dan 51
menghasilkan 1 nukleus diploid (2n).
6) Terjadi meiosis dan menghasilkan 4 nukleus
haploid kemudian tumbuh menjadi
basidiospora.
7) Basidiospora yang telah matang disebarkan
keluar basidia dengan bantuan angin.
8) Basidiospora yang jatuh di tempat yang sesuai
akan tumbuh menjadi miselia haploid baru
(n).
45

Proses pembentukan basidiospora


(basidiosporogenesis) menurut Gandjar dkk., (2006),
adalah seperti yang terdapat pada Gambar 2.14
berikut:

Strigma

Gambar 2.14. Proses basidiosporogenesis.


Sumber: Gandjar dkk., (2006).
Keterangan Gambar 2.14 terkait proses
pembentukan basidiospora (basidiosporogenesis)
adalah sebagai berikut:
1) Ujung hifa yang dikariotik menghasilkan
basidium (holobasidium dan heterobasidium).
2) Terjadi pelebaran/pembesaran sel terminal,
selama proses pelebaran kedua nukleus
mengalami kariogenesis dan menghasilkan 1
nukleus diploid (2n).
3) Nukleus diploid (2n) yang terbentuk
mengalami meiosis dan menghasilkan empat
nukleus haploid (n).
4) Pada ujung basidium muncul empat tonjolan
yang memanjang (sterigma), vakuola yang
terdapat pada bagian bawah basidium
46

membesar dan mendorong masing-masing


nukleus untuk masuk kedalam sterigma.
5) Masing-masing nukleus masuk ke sterigma
menuju calon basidiospora.
6) Terbentuk basidium dengan 4 basidiospora.
Perkembangbiakan pada jamur basidiomycota
lebih banyak terjadi secara seksual dari pada secara
aseksual. Perkembangbiakan aseksual
basidiomycota dilakukan dengan membentuk
konidiospora, pertunasan yang mirip seperti pada
yeast (Stern et al., 2008).
Basidiomycota merupakan pengurai penting
bagi kayu dan tumbuhan lainya, dikarenakan
Basidiomycota merupakan saprobik pengurai
polimer lignin kompleks yang paling baik diantara
semua jamur. Divisi Basidiomycota seringkali
melakukan mutualis dengan membentuk mikoriza
dan menjadi parasit tumbuhan. Jamur
Basidiomycota banyak menjadi parasit pada kayu
pohon yang sudah mati dan rusak (Campbell et al.,
2009).
Peranan dari jamur Basidiomycota antara lain;
1) Peran positif sebagai bahan makanan, contoh:
Volvariella volvacea (Jamur merang), Lentinus edodes
(jamur shitake), Auricularia polytricha (jamur kuping).
2) Peran positif sebagai saprobik, contohnya:
Auricularia polytricha (jamur kuping) merupakan
saprob pada batang kayu. 3) Peran negatif sebagai
parasit, contohnya: Corticium salmonella (jamur upas)
dan merupakan parasit pada cabang tanaman
buah/karet, Exobasidium vexans (parasit daun teh),
Ustilago scitaminae (jamur karat) merupakan parasit
47

tanaman dikotil dan rumput-rumputan, Puccinia


graminis (jamur api) merupakan parasit pada jagung
dan tebu. 4) Peran negatif sebagai penghasil racun
contohnya Amanita sp., dan Trichotoma sp.
(menghasilkan mikotoksin yang kuat) (Priadi, 2008).

Gambar 2.15. (a) Dictyphora sp., jamur


Basidiomycota yang
menghasilkan bau seperti
daging busuk, (b) Pancaran
spora Basidiomycota. Sumber:
Campbell et al., (2009).
48

F. Kerangka Berpikir

Gambar 2.16 Skema Kerangka Berpikir Pengembangan LKS


Literasi Sains untuk Melatihkan Berpikir Kritis
pada Materi Jamur Kelas X SMA

Anda mungkin juga menyukai