Anda di halaman 1dari 13

Gairah Pejantan Chapter 3

Part 1
Part 2
Part 4

Begitu minibus Ayah keluar dari pintu gerbang, aku langsung membuka pintu kamar
Bunda. Tampak Bunda sedang merias wajahnya di depan kaca mejariasnya. Dalam
kimono putihnya yang berlogo hotelku di punggungnya.

“Ayah udah pergi ?” tanyanya tanpa menoleh padaku.

“Sudah, “ sahutku sambil menyelinapkan tanganku ke balik kimono Bunda, pada bagian
dadanya. Dan tepat seperti dugaanku semula, Bunda tidak mengenakan beha di balik
kimono itu. Sehingga aku leluasa untuk meremas sepasang toket montoknya.

“Katanya Bunda kangen, “ kataku sambil mempermainkan kedua pentil toket Bunda.

“Iya kangen banget. Tapi kenapa ya bunda gak hamil – hamil juga ? Padahal Lanny udah
hamil lagi katanya ya ?”

“Kalau mikirin ke situ terus malah bisa stress nanti. Mending kita enjoy aja Bun. “

Bunda bangkit berdiri. Memutar badannya jadi berhadapan denganku, “Iya sih. Bunda
takkan mikirin soal hamil mulu. Yang penting Asep harus sering nengok bunda ke sini. “
“Kan udah kubilang, kalau Bunda kangen sama aku, datang aja ke hotel. Soalnya
belakangan ini aku sibuk terus. Apalagi setelah hotel punya Manti grand opening. Makin
sibuk aja aku jadinya. “

“Iya Sayang, “ Bunda mengusap – usap rambutku dengan lembut, “Bunda juga maklum.
Kamu jarang nengok bunda karena kesibukan bisnismu. “

Aku cuma tersenyum, sambil menanggalkan sepatu dan kaus kakiku. Lalu melepaskan
celana denim dan baju kausku.

Bunda tersenyum senang melihatku sudah tinggal bercelana dalam saja ini. Lalu ia
merentangkan kimono putihnya, sehingga tampaklah semuanya. Baik sepasang toket
gedenya mau pun memeknya. Berarti sejak tadi Bunda bukan hanya tidak mengenakan
beha, tapi juga tak mengenakan CD.

Lalu kimono puith itu dilepaskan. Dan Bunda mengusap – usap memeknya sambil
berkata, “Liat nih memek bunda ... demi Asep tercinta, sudah bersih sekali kan ?”

“Wow ... diwaxing Bun ?” sahutku sambil mengusap – usap memek Bunda yang terasa
jadi licin.

“Iya. Kalau pakai laser takut. Makanya diwaxing sendiri aja. Beli stikernya, waxing
sendiri. Biar Asep senang. “

“Iya ... biar enak jilatinnya, “ sahutku sambil mendesakkan Bunda ke atas bed.

Punggung Bunda terhempas ke atas kasur. Namun Bunda tahu apa yang harus
dilakukannya. Kedua kakinya dikangkangkan, sementara aku langsung menyerudukkan
mulutku ke memek tembem yang sudah licin tanpa jembut sehelai pun itu.

Jujur, di antara sekian banyak memek yang pernah kujilati, memek Bunda inilah yang
paling enak dijilatinya. Soalnya Bunda tidak pernah mengharumkan memeknya dengan
apa pun. Namun Bunda sangat rajin menjaga kebersihan memeknya, sehingga aku tak
pernah mencium bau yang aneh – aneh dari memeknya. Natural tanpa aroma yang aneh
– aneh.

Karena itulah aku senang sekali menjilati memek Bunda. Apalagi setelah diwaxing
begini. Sehingga Bunda pun seperti ketagihan, selalu minta dijilati dulu memeknya
sebelum penetrasi.

Kini pun aku melakukan kebiasaan itu. Menjilati memek Bunda selahap mungkin,
terutama kelentitnya yang selalu kujilati disertai dengan isapan – isapan yang membuat
Bunda klepek – klepek. Terlebih lagi setelah telunjuk dan jari tengah kananku
diselundupkan ke dalam liang memeknya, sementara kelentitnya kujilati semakin
intensif, disertai isapan – isapan kuat. Bunda pun meronta – ronta sambil merintih
histeris.

Sampai akhirnya kubenamkan kontolku ke dalam liang memek Bunda yang sudah sangat
kuhafal “jalannya”.

Aku tersenyum sendiri memperhatikan kontolku yang sedang melesak masuk ke dalam
memek Bunda.

Lalu merapatkan dadaku ke sepasang toge Bunda. Yang dissambut dengan rangkulan
Bunda disertai kata – kata, “ Bunda takkan mikir mau hamil lagi. Yang penting bisa
menikmati gesekan kontol panjangmu aja Sep. “

Lalu bokong semok Bunda mulai bergeol – geol, membuat nafasku mulai mendengus –
dengus. Karena sangat menghayati nikmatnya geolan bokong ibu tiri keduaku ini.

Seperti biasa aku pun mulai mengentot liang memek Bunda sambil menjilati leher
jenjangnya yang masih harum sabun, karena dia baru selesai mandi ketika aku datang
tadi.

Seperti biasa juga, aku bukan sekadar menjilati lehernya, tapi juga mencupanginya.
Karena Bunda paling suka dientot sambil dicupang lehernya.

Begitulah, ketika kontolku mulai gencar mengentot liang memek legit Bunda, mulutku
pun mulai menyedot – nyedot leher Bunda. Sampai meninggalkan bekas merah
kehitaman. Sementara kepala kontolku menyundul – nyundul dasar liang memek Bunda,
yang katanya tidak bisa dilakukan oleh zakar Ayah.

Rintihan – rintihan histeris Bunda pun mulai berlontaran dari mulutnya,


“Assseeeepppp ... ooooo .... oooooohhhhh Aseeeeepppp ... kamu memang gak ada
duanya di dunia ini Seeeppp ... ooooohhhhh Aseeeeeppppp ... bunda selalu diberi
kenikmatan olehmu selama ini ... biarlah bunda tidak hamil pun tak apa – apa ... yang
penting kamu harus sering datang dan ngewe bunda begini ... bunda bahagia sekali
kalau sudah dibeginiin sama kamu Seeep .... karena ... ooooo ...oooohhhh ... karena
bunda sudah terlalu dalam mencintaimu ... bukan sekadar menyayangimu lagi ...
oooooh ... Seeeep ... Asep ... Aseeeep ... Aseeeeeeep ... bunda ... bunda udah mau lepas
Seeeep ... “

Memang aku sudah hafal, bahwa Bunda tak pernah tahan lama menahan orgasmenya.
Tapi biasanya Bunda bisa orgasme yang kedua, ketiga dan seterusnya. Karena itu aku
tidak kecewa ketika Bunda sudah berkelojotan, kemudian mengejang tegang. Pada saat
itu pula kutancapkan kontolku sedalam mungkin, lalu tidak kugerakkan lagi. Detik
berikutnya liang memek Bunda terasa mengedut – ngedut kencang, disusul dengan
gerakan seperti spiral, seperti seekor ular sedang melilit mangsanya.
Pada saat itulah kuremas sepasang toket bunda dengan kuatnya. Karena Bunda
menginginkan seperti itu. Bahwa setiap dia sedang orgasme, harus diremas sepasang
toketnya sekuat mungkin. Hal itu menambah nikmat katanya.

Bunda terkapar lemas. Namun hanya sebentar.

Beberapa detik kemudian Bunda berkata, “Asep belum lepas ya. Lanjutin di lantai atas
aja yuk. “

“Kenapa harus di lantai atas ?” tanyaku.

“Nyaman di atas. Bisa melihat suasana di jalan. Jadi serasa ena-ena di alam bebas, “
sahut Bunda.

Aku juga tahu bahwa di lantai atas, semua jendela kacanya terbuat dari kaca rayban.
Sehingga kami bisa melihat ke bawah (ke luar), tapi dari luar tak bisa melihat ke dalam.

Di lantai atas, Bunda bisa menungging di atas sofa tanpa sandaran, sementara aku bisa
mengentotnya sambil berdiri dan mengemplangi bokong semoknya.

Ini juga sesuatu yang disukai oleh Bunda yyang sedang menungging sambil memandang
ke kaca, ke arah luar. Di mana kendaraan lalu lalang di depan rumah baru pemberian
dariku ini.

“Ooooh ... Aseeeeep ... Asep selalu ngerti aja apa yang bunda sukai. Ayo entot terus
sepuasmu Seeep ... aaaaaaaa ... aaaaaaaaahhhhhh .... Aseeeep ... bunda cinta kamu
Seeeeep ... aaaaaah .... aaaaaaa.... aaaaah .... sambil kemplangi terus pantat bunda
Seeeep ... iyaaaaaa .... iyaaaaaa ... enaaaaaak Seeeep ... enaaaaaaak ... entot terus
Seeeeep ... sambil kemplangin terus pantat bunda ... sekuat mungkin ... sampai merah
padam pantat bundanyaaaa .... iyaaaaa .... iyaaaaaa .... iyaaaaaaaaa .... “ Bunda merintih –
rintih histeris terus.

Hebatnya Bunda ini, meski dalam posisi doggy, Bunda masih bisa menggeolkan pantat
gedenya. Sehingga aku selalu bersemangat untuk mengentotnya dalam posisi apa pun.

Namun hanya belasan menit Bunda kuat bertahan pada entotan gencarku. Lalu ia klepek
– klepek di atas sofa. Dan akhirnya ambruk setelah memekik lirih, “Aaaaah ... lepas
lagiiii .... !“

Buinda terkapar dalam keadaan tengkurap di atas sofa. Namun seperti biasa, hanya
belasan detik Bunda terkapar lemas setelah orgasme. Lalu membalikkan badannya jadi
menelentang sambil mengusap – usap memek tembemnya.
“Ayolah lanjutin, “ ucapnya sambil tersenyum, “tapi memek Bunda udah becek nih. “

“Biarin. Kan udah kubilang, aku senang memek yang becek sehabis orgasme, “ kataku
sambil meletakkan puncak kontolku di ambang mulut memek Bunda yang celentang
mengangkang.

Blessssssssss ... kontolku melesak amblas ke dalam liang memek Bunda yang memang
sudah becek ini. Bunda pun mendekap pinggangku sambil mencium dan melumat
bibirku dengan lahapnya.

Aku sendiri paling menyukai posisi missionary ini. Karena dalam posisi klasik ini aku
bisa berciuman dengan pasangan seksualku. Bisa meremas dan mengemut toket, bisa
menjilati dan mencupangi leher, bahkan bisa juga menjilati ketiak yang biasanya
termasuk bagian sensitif bagi wanita.

Sementara dari pihak si wanita, posisi missionary ini memungkinkannya untuk goyang
karawang, goyang ombak berkejaran, goyang timur tengah dan sebagainya.

Karena itu aku senang sekali setelah Bunda mengajakku untuk melanjutkan dalam posisi
missionary di atas sofa berwarna pink muda ini.

Kali ini, ketika kontolku langsung gencar mengentot liang memek Bunda, mulutku pun
langsung menjilati dan menggigit – gigit ketiak Bunda. Hal ini tak pernah kulakukan pada
Bunda sebelumnya.

Ya, dengan lahap kujilati ketiak kiri Bunda, disertai dengan gigitan dan sedotan kuatku.
Sementara tangan kiriku asyik meremas – remas toket kanan Bunda. Ternyata ketiak
Bunda sangat sensitif. Bunda cekikikan pada awalnya, tapi lalu menikmatinya. Karena di
dalam persetubuhan, gelinya adalah geli – geli enak.

Mulut Bunda pun mulai berceloteh ngelantur lagi, “Aseeeep ... Aseeeeep ... aaaaaaa ...
aaaaaaaaah ... Aseeeeeeeep ... aaaaaa ... aaaaaaaah ... eeeenaaaaak Seeeeeeeeppp ...
enaaaaaaak ... iyaaaaaa ... entot lebih keras lagi Seeeep ... ini luar biasa enaknya ... iyaaaa
... iyaaaaa ... entooootttttt ... entoooooootttt Sep .... entooooooooootttttttttttttttttttt ... lebih
keras lagi ngentotnya ... iyaaaaa ... iyaaaaaaaaaaaaaaa ... enak ketiakku dijilati gini
Seeeeeep ... kamu mah ada aja yang bisa bikin bunda keenakaaaan ... makanya bunda
makin sayang sama Asep ... makin cinta sama Aseeeep ... iyaaaaaa .... entotnya yang
keras gini ... biar terasa ... eeenaaaaknyaaaa ... entooooootttttt teruuuuuusssss ...
entooooooootttttt ... entooooooooooootttttt ... iyaaaaaa ... aaaaaaa ... aaaaaah .... aaaa ...
aaaaaaaaaaahhhhh ... Aseeeeeeeppppp ... enaaaaaaaaakkkk .... “

Lebih dari seperempat jam aku mengentot Bunda dalam posisi missionary lagi ini.
Sampai akhirnya Bunda berkelojotan lagi. Tapi aku pun sudah tiba di detik – detik
krusial. Maka kupercepat entotanku. Kontolku maju mundur dan maju mundur,
menimbulkan bunyi crak crek karena liang memek Bunda sudah semakin becek.

Akhirnya sekujur tubuh Bunda mengejang, dengan perut sedikit terangkat. Seharusnya
pada detik – detik ini kontolku pun sedang memuntahkan air maniku. Tapi terlambat.
Setelah Bunda terkulai lemas, barulah moncong kontolku terasa hampir memuntahkan
air maniku.

Maka cepat kucabut kontolku. Tadiunya aku mau memuntahkan air maniku di wajah
Bunda. Supaya kulit mukanya halus, kata Bunda tempo hari. Tapi ketika baru saja
kontolku dicabut, keburu meletus di depan memek tembem Bunda ..... !

Croooooootttttttt ... crooooooooooooottttttttt .... croooooooooooottttttt ...


croooooooooottt ... crooooooooooooooootttttcroooooooooooooooooooootttttttt .... !

Air maniku malah berhamburan ke permukaan memek Bunda.

Bunda tersenyum manis. Lalu mencolek air mani yang berlepotan di permukaan
memeknya. Lalu jarinya dijilati, seperti menemukan santapan yang luar biasa enaknya.

Memek Bunda sampai bersih dari spermaku. Hampir semuanya pindah ke mulut Bunda.
Dan Bunda menelannya semua ... glekkk ... !

Lalu Bunda memelukku sambil berkata, “Di dunia ini hanya Asep yang bunda sayangi
dan bunda cintai ... “

“Terimakasih Bun. Aku juga sayang sama Bunda. “

Namun setelah aku berdekatan dengan Bunda, kami jadi sama – sama rakus. Ketika aku
dan Bunda mandi bareng, Bunda mengajakku ewean lagi di dalam kamar mandi. Setelah
Bunda orgasme 2 kali di kamar mandi, barulah Bunda tampak puas. Terutama puasnya
karena air maniku dimuntahkan di dalam memeknya.

Pada waktu meninggalkan rumah baru Ayah, kelihatan Bunda seperti berat melepaskan
kepergianku. Tapi kubesarkan hatinya, agar Bunda jangan bersedih. Bahkan kuanjurkan
untuk datang saja ke hotelku kalau sudah kangen berat. Asalkan Bunda menelepon dulu,
karena aku sering juga berada di hotel yang sebenarnya punya Manti, tapi Manti
menyerahkan sepenuhnya padaku untuk mengelolanya sebagai wakil owner. Karena
Manti terlalu sibuk dengan bisnisnya sendiri.

°°°°
Beberapa hari kemudian, seorang petugas security mengantarkan seorang wanita yang
asing bentuknya bagiku. Tapi aku langsung bisa menebak, bahwa wanita yang keindia-
indiaan itu istri Uwa Darma.

“Uwa Afri ya ?” tanyaku.

“Iya, ini Asep ?” ia balik bertanya sambil menjabat tanganku.

“Iya, ayo duduk di sana Wa, “ kataku sambil mengajak wanita berhijab serba hitam itu
duduk di ruang tamu.

Seingatku, Ayah pernah berkata bahwa Uwa Darma itu lebih tua dari Ayah. Tapi istrinya
ini ... masih tampak muda. Aku agak sulit menebak usia wanita India, Pakistan atau
Afghanistan. Karena mereka kelihatan lebih tua dari usia sebenarnya. Tapi aku berusaha
menebak usia istri Uwa Darma ini ... mungkin sekitar 30 tahunan.

“Gak sama Uwa Darma ?” tanyaku setelah wanita itu duduk di sofa putih ruang tamu
owner hotel.

“Gak, “ sahutnya sambil tersenyum, “Dia sulit sekali diajak jalan agak jauh begini. “

“Tapi beliau sehat – sehat aja kan ?” tanyaku.

“Sehat sih sehat. Tapi faktor usia membuatnya lebih kerasan tinggal di rumah.”

“Lantas ... yang punya rencana mendirikan madrasah itu siapa ? “

“Aku, “ sahutnya, “ Uwa Darma hanya ikut mendukung saja. “

Aku mengangguk – angguk. Sambil menghindari tatapannya yang terus – terusan seperti
memperhatikanku.

“Proposalnya dibawa ?” tanyaku.

“Ada, “ sahutnya sambil mengeluarkan sebuah map plastik dari tas hitamnya. Lalu
menyerahkannya padaku.

Kubaca dan kucermati isi proposal itu. Ternyata pengajuannya cuma 6 ruangan kelas
dan 1 untuk kantor para pengajar. Padahal aku sudah membayangkan madrasah itu
memiliki paling sedikit 12 ruangan untuk kelas.

“Cukupkah enam ruangan kelas untuk madrasah itu ?” tanyaku.


“Cukup. Karena rencananya juga baru akan membuka madrasah ibtidaiyah saja. Nanti
kalau ada perembangan bisa diatur lagi kemudian. “

“Gambar design bangunannya seperti dibuat oleh arsitek. “

“Hanya tamatan SMK tehnik sipil. Tapi sudah berpengalaman membuat design gedung –
gedung bertingkat juga. “

“Nanti Uwa Afri yang akan mengajarnya ?”

“Ya nggak lah. Aku hanya mau mengelolanya aja. Pengajarnya para ustadzah lah. “

“Ustadzah semua ?”

“Iya. Karena madrasah itu rencananya hanya akan menerima murid perempuan. Gurunya
pun perempuan semua. Hitung – hitung melanjutkan perjuangan Dewi Sartika aja. “

“Wah ... Uwa sudah tau Dewi Sartika segala. “

“Tahulah. Kan aku sudah banyak membaca sejarah tentang perjuangan beliau. “

“Mmmm ... ini rencana anggaran belanjanya hanya segini ?” tanyaku sambil menunjuk
angka nominal jumlah dana yang dibutuhkan.

“Iya. Kan tanahnya sudah punya Uwa Darma. Tinggal biaya pembangunannya aja yang
belum ada. “

“Ijin – ijinnya sudah ada ?”

“Sudah ada. Tinggal dana untuk pembangunannya saja yang belum ada. “

Aku sudah memperkirakan dana yang dibutuhkan cukup banyak. Karena itu aku mau
minta bantuan Manti dan Dhea juga untuk membantu istri Uwa Darma mewujudkan
rencana baik itu. Tapi ternyata nominal yang tercantum dalam proposal itu tidak sampai
1 milyar. “Hanya” beberapa ratus juta saja.

Padahal aku pernah membantu pembangunan yayasan yatim piatu dengan jumlah
bantuan yang jauh lebih besar lagi. Yah ... apa salahnya berbuat kebaikan untuk sesama
umat seiman. Hitung – hitung mengurangi beban dosaku yang sudah cukup berat ini
saja.

Tapi meski pun aku nakal, aku tak pernah menipu orang lain serupiah pun. Karena itu
hidupku selalu tenang dan memang tak pernah menonjolkan diri. Aku tetap berusaha
untuk tampil sederhana. Sehingga sedan sport dari Roxanne pun hanya kupakai 2 kali.
Pertama waktu berkencan dengan Helga, kedua waktu ke rumah baru Ayah. Selebihnya
aku malah lebih suka menggunakan jeep saja. Supaya jangan tampil glamor. Karena aku
tak mau dijuluki crazy rich. Apalagi crazy rich yang mengandalkan duit hasil menipu
orang banyak. Amit – amit. Jangan sampai aku jadi seperti mereka.

Kemudian aku menulis di selembar cek, nominalnya sama persis seperti jumlah dana
yang dibutuhkan dalam proposal itu. Kuserahkan cek itu kepada Uwa Afri, disertai
sebuah amplop untuk menyimpan cek itu.

“Ini bisa dicairkan besok. Karena ceknya pun tertanggal besok, “ kataku waktu
menyerahkan cek itu.

Wanita Afghanistan itu terperanjat. “Ja ... jadi ... Asep langsung setuju pada jumlah dana
untuk pembangunan madrasash itu ?” tanyanya dengan sorot ceria..

“Kalau tidak setuju masa langsung kuberikan cek ini. “

Setelah membaca nominal yang tertulis di cek itu, Uwa Afri merangkulku. Menciumi
pipiku diikuti dengan ucapan terengah, “Oooohhh ... Seeeeep ... aku tak menyangka
prosesnya akan secepat ini ... !”

“Kalau ada kesempatan untuk berbuat baik, jangan pernah menundanya. Apalagi
sekarang, niatku ingin beramal jariyah. “

“Amal jariyah ?! Jadi ini semua bukan hutang yang harus dibayar kembali ?” tanya
wanita Afghanistan yang sudah menjadi WNI itu.

“Bukan hutang Uwa. Aku hanya meminta agar pembangunan madrasahnya dilaksanakan
secepat mungkin. “

“Iya ... berarti cek ini amanah. Tentu akan secepatnya dilaksanakan pembangunannya.
Karena amanah itu, berat memikulnya kalau tidak dilaksanakan sesuai dengan keinginan
pemberi amanah, “ kata Uwa Afri sambil memasukkan cek itu ke dalam amplopnya, lalu
memasukkan amplop itu ke dalam tasnya.

“Tadi ke sini pakai apa ?” tanyaku.

“Pakai kendaraan umum. “

“Kalau gitu, nanti pulangnya akan kuantarkan. Sekalian ingin silaturahmi dengan Uwa
Darma, “ kataku.
“Iyaaaa ... boleh banget. Tapi rumah kami di pelosok lho. Pakai mobilnya harus yang
bandel dan tahan banting. “

“Kebetulan hari ini aku pakai jeep. Jadi, bisa dipakai di segala medan. “

“Nah, kalau jeep sih boleh. Jalanannya naik turun, ada bagian yang berbatu – batu pula. “

Lalu kami ngobrol ke barat ke timur.

Beberapa saat kemudian wanita Afghanistan bernama Afri Afshaneh itu sudah duduk di
sebelah kiriku, di dalam jeep berwarna hijau army ini.

“Wah, jeep beginian sih mahal sekali harganya juga, “ kata Uwa Afri (aku memang harus
nemanggilnya Uwa) ketika jeepku sudah berada di atas jalan aspal.

Aku cuma tersenyum, dengan agak salah tingkah. Karena Uwa Afri itu memijat – mijat
paha kiriku.

Lalu kataku, “Kok Uwa Afri masih muda kelihatannya. Padahal Uwa Darma kan lebih tua
dari ayahku. “

“Iya sih. Umurku baru menuju tigapuluh tahun. Sedangkan suamiku sudah enampuluh
tahun. Dua kali umurku. Tapi, saat itu aku harus menikah dengan orang Indonesia. Agar
bisa jadi WNI. Karena aku males pulang ke negaraku yang perang dan perang terus. Yah,
sudah jalannya harus seperti ini kali. “

“Sudah punya anak berapa orang ?”

“Belum punya. Mungkin suamiku sudah lemah spermanya kali. “

“Sudah berapa tahun menjadi istri Uwa Darma ?”

“Sudah hampir sepuluh tahun. Waktu menikah dengan dia, umurku baru duapuluh.
Sedangkan dia sudah limapuluh tahun, dengan status duda beranak dua. “

“Tapi kejantanannya masih berfungsi dengan baik ?” tanyaku.

“Ya begitulah, namanya juga udah tua. Jadi wajar kalau sering mogoknya daripada
berfungsinya. Hihihihiiiii ... “

Aku tidak ikutan ketawa. Karena diam – diam aku berpikir, mungkin saja pada saat
usiaku sudah 60 tahun ke atas, kejantananku pun sering mogok.
Tiba – tiba istri Uwa Darma itu mendekatkan mulutnya ke telingaku, lalu berbisik, “Udah
pernah nyobain perempuan Afghanistan ?”

Tentu saja aku kaget mendengar pertanyaan itu. Namun aku menjawab dengan jujur,
“Belum pernah. “

Wanita muda berperawakan tinggi besar itu tersenyum. Lalu berbisik lagi, “Mau nyobain
gak ?”

“Sama Uwa Afri ?” aku balik bertanya.

Uwa Afri Afshaneh mengangguk sambil memijat – mijat pangkal lengan kiriku.

“Mau ... mau banget, “sahutku tersendat. Dalam gugup bercampur gembira, “ Kapan
dilaksanakannya ?” tanyaku.

“Sekarang aja, mumpung aku lagi ada di kota ini, “ sahutnya, “Terserah Asep, mau balik
lagi ke hotel atau gimana ?”

“Gak usah balik lagi ke hotel. Lebih nyaman di villaku aja. “

“Ya udah ... bagaimana baiknya menurut Asep aja. “

“Kenapa tiba – tiba jadi berubah arahnya ya ?”

Istri Uwa Darma mengecup pipiku diikuti dengan bisikannya, “Sejak awal melihat Asep,
aku langsung jatuh hati oleh daya pesona Asep. “

“Jadi bukan gratifikasi atas amalku ya ?”

“Bukan. Perasaanku tidak ada hubungannya dengan cek yang Asep berikan tadi. “

“Semoga saja benar begitu. Biar amal jariyahku tetap ada pahalanya, “ sahutku dengan
nada ragu.

Lalu terdengar suara wanita bernama Afri Afshaneh itu, “Aku ini laksana hidup di atas
tanah yang gersang. Tapi aku selalu bertahan dan terus – terusan berusaha untuk
melupakan kegersanganku. Tapi begitu melihat Asep tadi ... pertahananku langsung
runtuh ... “

Kata – kata istri Uwa Dharma itu diucapkan dengan tangan yang mulai menggerayangi
kancing logam celana denimku. Lalu membukanya. Lalu menurunkan kancing zipperku.
Aku pun bereaksi. Sambil tetap nyetir, kuturunkan kancing zipperku. Lalu kusembulkan
kontolku yang sudah agak tegang.

Telapak tangan hangat istri Uwa Darma mulai menggenggam kontolku yang langsung
ngaceng berat setelah dipegang tangan halus dan hangat itu. “Ooooohhhh ... inilah yang
kuinginkan ... zakar dengan ereksi yang sempurna begini ... oooooh ... masih jauh
villanya ?”

“Sekitar lima kilometer lagi, “ sahutku.

“Masih agak jauh ya ... hmmm ... aku udah gak sabar ... “ ucapnya sambil meremas –
remas kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

“Aku juga udah gak sabar ... pengen megang punya Uwa Afri ... tapi pakaiannya tertutup
gini ... gak tau mana jalannya ... “ sahutku dengan tangan kiri mulai meraba – raba bagian
bawah perutnya yang masih tertutup baju jubah hitamnya.

Dia memegang tanganku. Dan menyelusupkannya ke belahan baju jubah hitamnya di


bagian dadanya, yang sudah dibuka kancingnya.

Ternyata aku disuruh memegang payudaranya, yang ... wow ... gede banget ... ! Gede tapi
masih terasa padat kenyal sekali.

Namun tak lama kemudian, jeepku sudah tiba di pekarangan villaku yang bersejarah ini.
Villa pemberian Tante Sharon sebagai tanda suka citanya bisa hamil dan melahirkan.

Meski jeepku sudah kuhentikan di depan teras depan villa, aku masih membiarkan mesin
dan ACnya tetap hidup. Karena aku tak sabaran lagi, ingin menyelidik seperti apa memek
wanita muda Afghanistan bernama Afri Afshaneh ini.

Setelah melepaskan seatbelt, aku menarik ujung baju jubah hitamnya ke atas, sampai ke
perutnya. “I want to see your pussy, “ kataku yang disambut dengan senyum olehnya.

Istri Uwa Darma itu menurunkan celana dalamnya sampai ke lututnya, kemudian
merenggangkan sepasang paha putih mulusnya. Maka tampaklah bentuk memek wanita
muda itu. Mulut memeknya seperti dipenuhi dengan daging. Mungkin labia mayoranya
tebal sekali, sehingga meski mengangkang tidak ada yang terbuka di mulut memeknya
itu.

Dan aku sudah membayangkan betapa pulennya memek istri Uwa Darma itu.

Mataku sudah puas menyaksikan bentuk memek wanita Afghanistan itu. Lalu aku turun
duluan dari jeep. Bergegas menuju pintu depan sebelah kiri, untuk membantu istri Uwa
Darma turun dari jeepku yang lumayan tinggi ini.
Dia tampak bersemangat menuju villaku yang sudah menjadi 2 tingkat ini. Lalu setengah
berlari ia menaiki tangga, untuk berdiri di lantai atas, untuk memandang keindahan
panorama di sekitar villaku.

Bersambung..

Anda mungkin juga menyukai