Anda di halaman 1dari 33

TINJAUAN TEORI

POST CRANIOCTOMY EVD + IVH


1. Konsep Teori IVH
A. Definisi
Pengertian Intraventricular hemorrhage (IVH) secara singkat
dapat diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang
terbatas pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari
ventrikel. (Oktaviani et al 2011). IVH Merupakan terdapatnya darah dalam
sistem ventrikuler. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu
perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan intraventrikular
sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya darah
hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding
ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel, sedangkan
perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh
darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang
meluas ke sistem ventrikel (Brust, 2012).
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder,
IVH sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan
intraparenkim atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel.
Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan
IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau dari
posterior communicating artery (Brust, 2012). Tingkatan IVH terdiri dari:
1. Grade I : Pendarahan terbatas pada area periventricular ( acuan asal
mula)

2. Grade II: perdarahan Intraventricular (10-50% dari area ventricular


pada pandangan sagittal)
3. Grade III: perdarahan Intraventricular (> 50% area ventricular atau
bilik jantung bengkak)
B. Anatomi Otak
1. Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf
pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari
otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen
dan eferen sistem saraf somatis (SSS) dan neuron sistem saraf
otonom/viseral (SSO) (Muttaqin, 2010:4-24).
Sistem Saraf Pusat
a. Otak
Bagian-bagian otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai
energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari
proses metabolisme oksidasi glukosa. Otak manusia mengandung
hampir 98% jaringan saraf tubuh. Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg
dan mempunyai isi sekitar 1200 cc.

Bagian otak terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut.

a) Meningen

Meningen merupakan selaput pembungkus otak paling luar.


Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh
tulang tengkorak dan tulang belakang, dan oleh tiga lapisan
jaringan penyambung yaitu piameter, araknoid, dan durameter.

1. Piameter, langsung berhubungan dengan otak dan jaringan


spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal otak dan
jaringan spinal. Piameter merupakan lapisan vaskular yang
memiliki pembuluh darah yang berjalan menuju struktur
interna SSP untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2. Araknoid, merupakan suatu membran fibrosa yang tipis,
halus, dan tidak mengandung pembuluh darah. Araknoid
meliputi otak dan medula spinalis, tetapi tidak mengikuti
kontur luar seperti piameter. Daerah antara araknoid dan
piameter disebut ruang subaraknoid, tempat arteri, vena
serebral, trabekula araknoid, dan cairan serebrospinal yang
membasahi SSP.
3. Durameter, merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan
mirip kulit sapi yang terdiri atas dua lapisan, yaitu bagian
luar yang disebut duraendosteal dan bagian dalam yang
disebut durameningeal.

b) Cairan serebrospinal

Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus


yang disebut pleksus koroideus, menyekresi cairan
serebrospinal (cerebrospinal fluid─CSF) yang jernih dan tidak
berwarna, yang merupakan bantal cairan pelindung di sekitar
SSP. CSF terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen dan
karbondioksida yang terlarut, glukosa, beberapa leukosit
(terutama limfosit), dan sedikit protein. Cairan ini berbeda dari
cairan ekstraseluler lainnya karena cairan ini mengandung
kadar natrium dan klorida yang lebih tinggi, sedangkan kadar
glukosa dan kaliumnya lebih rendah.

Setelah mencapai ruang subaraknoid, CSF akan bersirkulasi


di sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar menuju sistem
vaskular (SSP tidak mengandung sistem limfe). Sebagian besar
CSF direabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang
disebut vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang
menonjol dari ruang subaraknoid ke sinus sagitalis superior
otak. Volume total CSF di seluruh rongga serebrospinal sekitar
125 ml, sedangkan kecepatan sekresi pleksus koroideus sekitar
500 sampai 750 ml.

c) Ventrikel

Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam


otak yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima
(semacam sel epitel yang membatasi semua rongga otak dan
medula spinalis serta mengandung CSF). Pada setiap hemisfer
serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel ketiga terdapat
dalam diensefalon. Ventrikel keempat dalam pons dan medula
oblongata. Ventrikel lateral mempunyai hubungan dengan
ventrikel ketiga melalui sepasang foramen-interventrikularis
(foramen monro). Ventrikel ketiga dan keempat dihubungkan
melalui suatu saluran sempit di dalam otak tengah yang disebut
akueduktus sylvius. Pada ventrikel keempat terdapat tiga
lubang sepasang foramen luschka di lateral dan satu foramen
magendie di medial, yang berlanjut hingga ke ruang
subaraknoid otak dan medula spinalis.

d) Serebrum

Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan


paling menonjol. Di sini terletak pusat-pusat saraf yang
mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur
proses penalaran, memori, dan intelegensi. Hemisfer serebri
kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri
kiri mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini
disebut pengendalian kontralateral.

e) Korteks serebri

Korteks serebri atau mantel abu-abu (grey matter) dari


serebrum mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (tunggal
girus). Susunan seperti ini memungkinkan permukaan otak
menjadi luas (diperkirakan seluas 2200 cm2) yang terkandung
dalam rongga tengkorak yang sempit. Korteks serebri adalah
bagian otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk
mengindra lingkungan. Korteks serebri menentukan perilaku
yang bertujuan dan beralasan.

1) Lobus frontal merupakan bagian dari korteks serebrum


bagian depan yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau
alur) dan di dasar sulkus lateralis. Bagian ini memiliki area
motorik dan paramotorik. Area broca terletak di lobus ini
dan mengontrol ekspresi bicara. Area asosiasi menerima
informasi dari seluruh otak dan menggabungkan informasi-
informasi tersebut menjadi pikiran, rencana, dan perilaku.
Lobus ini bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan,
penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks.
Lobus ini memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang
dihasilkan oleh sistem limbik dan refleks vegetatif dari
batang otak.
2) Lobus parietal berada di tengah, daerah korteks yang
terletak di belakang sulkus sentralis di atas fisura lateralis,
dan meluas ke belakang ke fisura prieto- oksipitalis. Lobus
ini merupakan area sensorik primer otak untuk sensasi raba
dan pendengaran. Lobus ini menyampaikan infromasi
sensorik ke banyak daerah lain di otak, termasuk area sosiasi
motorik dan visual di sebelahnya.
3) Lobus oksipital, ada di bagian paling belakang, terletak di
sebelah posterior dari lobus parietal dan di atas fisura
parieto-oksipitalis, yang memisahkan serebelum. Lobus ini
adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus ini berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.
4) Lobus temporal berada di bagian bawah, mencakup bagian
korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura
lateralis dan ke sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini adalah area asosisasi primer untuk
informasi auditorik dan mencakup area Wernicke tempat
interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi
bau dan penyimpanan memori.
f) Serebelum
Serebelum atau otak kecil terletak di bagian belakang
kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas, di dalam fosa
kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang menyerupai
atap tenda, yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Serebelum dihubungkan dengan batang
otak oleh tiga berkas serabut yang disebut pedunkulus. Ada dua
fungsi utama serebelum, meliputi: (1) mengatur otot-otot
postural tubuh dan (2) melakukan program akan gerakan-
gerakan pada keadaan sadar maupun bawah sadar. Serebelum
mengoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan
memelihara keseimbangan tubuh. Serebelum merupakan pusat
refleks yang mengoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus, dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price, 1995
dalam Muttaqin, 2008:11)
g) Formasio retikularis
Fomasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel
dan serabut yang saling terjalin membentuk inti sentral batang
otak. Bagian ini dihubungkan ke bawah dengan sel-sel
intermunsial medula spinalis serta meluas ke atas dan ke dalam
diensefalon serta telensefalon. Fungsi utama sistem retikularis
antara lain: (1) integrasi berbagai proses kortikal dan
subkortikal yaitu penentuan status kesasaran dan keadaan
bangun; (2) modulasi transmisi informasi sensorik ke pusat-
pusat yang lebih tinggi; (3) modulasi aktivitas motorik; (4)
pengaturan respons otonom dan siklus tidur-bangun; (5) tempat
asal sebagian besar monoamin yang disebarkan ke seluruh SSP.
Batang otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah
pons dan medula oblongata.
a) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua
hemisfer serebelum serta menghubungkan mesensefalon di
sebelah atas dengan medula oblongata di bawah (Gambar 6).
Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada
jaras kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan
pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI
(abdusen), dan VII (fasialis) terdapat di sini.
b) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur, dan muntah. Semua jaras
asendens dan desendens medula spinalis dapat terlihat di sini.
Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot
sadar, sensasi getar, dan diskriminasi taktil dua titik.

Mesensefalon
Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari
batang otak yang letaknya di atas pons. Bagian ini mencakup
bagian posterior, yaitu tektum yang terdiri atas kolikuli superior
dan kolikuli inferior serta bagian anterior, yaitu pedunkulus
serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan dan
koordinasi gerakan penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam
refleks pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah
datangnya suara. Pedunkuli serebri terdiri atas berkas serabut-
serabut motorik yang berjalan turun dari serebrum.
Substansia nigra dan nukleus ruber terletak dalam
mesensefalon dan merupakan bagian dari jaras ekstrapiramidal atau
jaras impuls motorik involunter. Lesi pada substansia nigra dapat
mengakibatkan kekakuan otot, tremor halus pada waktu istirahat,
langkah yang lamban serta diseret, dan wajah seperti topeng.
Nukleus ruber berperan dalam refleks postural serta refleks untuk
menegakkan badan pada orientasi kepala seseorang terhadap ruang.

Diensefalon
Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan struktur-struktur di sekitar ventrikel ketiga dan
membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon biasanya
dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus, dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang
sensorik dan membantu mencetuskan atau memodifikasi reaksi
tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut.
a) Talamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yang besar, masing-
masing mempunyai kompleks nukleus yang saling
berhubungan dengan korteks serebri ipsilateral, serebelum, dan
dengan berbagai kompleks nuklear subkortikal seperti yang ada
dalam hipotalamus, formasio retikularis batang otak, ganglia
basalis, dan mungkin juga subtansia nigra. Semua jaras
sensorik utama (kecuali sistem olfaktorius) membentuk sinaps
dengan nukleus talamus dalam perjalanannya menuju korteks
serebri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa talamus bertindak
sebagai pusat sensasi primitif yang tidak kritis, yaitu individu
dapat samar-samar merasakan nyeri, tekanan, raba, getar, dan
suhu yang ekstrem.
b) Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon
yang penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan
nukleus ruber, subtansia nigra, dan globus palidus dari ganglia
basalis. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang
disebut hemibalismus.
c) Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan daraf yang
membentuk atap diensefalon. Struktur utama area ini adalah
nukleus habenular dan komisura, komisura psoterior, striae
medularis, dan epifisis. Epitalamus berhubungan dengan sistem
limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan
integrasi informasi olfaktorius. Epifisis mensekresi melatonin
dan membantu mengatur irama sirkadian tubuh serta
menghambat hormon gonadotropin.
d) Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah talamus. Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan
saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan
emosi.

Sistem limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus
dan terusan batas traktus antara serebri serta diensefalon yang
mengelilingi korpus kalosum. Sistem ini merupakan suatu
pengelompokan fungsional bukan anatomis serta mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Struktur
kortikal utama adalah girus singuili (kingulata), girus hipokampus,
dan hipokampus. Bagian subkortikal mencakup amigdala, traktus
olfaktorius, dan septum.
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal di
bawah ini.
a) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu.
b) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri ssecara tidak
sadar dan mengfungsikan secara otomatis batang otak untuk
merespons keadaan.
d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
e) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan,
terutama reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan
dengan perilaku seksual.
b. Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf
pusat. Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan
masing-masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari
kanalis vertebralis melalui foramina intervertebrales. Terdapat 8
pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra servikalis), 12 pasang
saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis,
dan 1 pasang saraf koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang
vertebra, ligament, meningen spinal, dan CSF.
Struktur internal medulla spinalis terdapat substansi abu abu
dan substansi putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-
kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi
menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure dan
median septum yang disebut dengan posterior median
septum.Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan
dorsal dari saraf spinal. Substansi abu-abu mengandung badan sel,
dendrit, neuron efferen, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan
motoris, dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu
membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu:
anterior, posterior dan comissura abu-abu. Bagian posterior sebagai
input/afferent, anterior sebagai output/efferent, comissura abu-abu
untuk refleks silang dan substansi putih merupakan kumpulan serat
saraf bermyelin.

C. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa
pasien tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa
penyebab IVH anatara lain:
1. Hipertensi, aneurisma: bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang
sangat dekat dengan sistem ventrikuler
2. Kebiasaan merokok
3. Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya
kejadian stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi
alkohol.
4. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali
pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk
angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab
tersering IVH pada usia muda. Pada orang dewasa, IVH disebabkan
karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur
periventrikel. Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik
meningkatkan resiko kematian yang berbanding lurus dengan
banyaknya volume IVH.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:

1. Usia tua
2. Volume darah intracerebral hemoragik
3. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
4. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
5. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko
menjadi intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu
putamen (35- 50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-
12%), caudatus (7%) dan serebelum (5%) (Brust,2012).
D. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat
menyebabkan timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel
mempunyai fungsi sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur
aliran. Bila terdapat penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih
lagi darah maka ventrikel akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan.
Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang menyempit, dapat terjadi clotting
sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk sumbatan di situ akan Secara
otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat yang menyebabkan
terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat menimbulkan
reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada batang
otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang
sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian
otak tertentu dapat berkurang (Annibal et al, 2014).
Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak.
Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing
dalam menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur
kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai
pusat berbicara dan mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis
sesuai area yang terkena (Annibal et al, 2014).

E. Tanda dan Gejala


Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut, kaku kuduk,
muntah dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan
koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan
tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hilangnya
fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap
mengalami pemulihan kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan
perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami
seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (Isyan, 2012)
F. Kemungkinan Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari IVH antara lain:
1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan
kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi
serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus
dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran
yang buruk.
2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan
hipertensi.
3. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara
intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme
serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam
perkembangan vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau jeratan
dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan
serebrospinal.

G. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum
CT scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH,
namun CT Scan kepaladiperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan
diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
1. Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH)
dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat
diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi
dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar
yang mengalami peningkatan volume perdarahan. Didapatkan pada
gambar adanya perdarahan pada sistem ventrikel (Oktaviani et al,
2011).
2. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan
perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi
hemoglobinoksihemoglobin- deoksihemogtobin-methemoglobin-
ferritin dan hemosiderin (Brust, 2012).
3. USG Doppler (Ultrasonografi dopple). Mengindentifikasi penyakit
arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau
timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada
area karotis didapatkan profil penyempitan vaskuler akibat thrombus
(Annibal et al, 2014).
4. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis
interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding
aneurisma pada perdarahan subarachnoid (Brust, 2012).

H. Terapi yang Dilakukan


Terapi yang dapat dilakukan meliputi
1. Penanganan emergency
a. Kontrol tekanan darah. Rekomendasi dari American Heart
Organization/ American Strouke Association guideline 2009
merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan
yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg,
dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan
otak. Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan
tekanan darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali
perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan
untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.
b. Terapi anti koagulan . Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan
dapat diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah
fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu
pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan
untuk menghindari tejadinya komplikasi (Hinson et al, 2011).
2. Penanganan peningkatan TIK:
a. Elevasi kepala 300C. Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari
vena-vena besar di leher seperti vena jugularis (Dey Mahua et al,
2012).
b. Trombolitik . Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting
yang dapat menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga
menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai
obat pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA
(recombinant tissue plasminogen activator). Obat golongan ini
bekerja dengan mengubah plaminogen menjadi plasmin, plasmin
akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin
degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase
yang diberikan bolus bersama infus.
c. Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage). Teknik yang
digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan
untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di
ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya
obstruksi akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan
penilaian graeb score (Dey Mahua et al, 2012).

2. Konsep Teori Post Cranioctomy


A. Definisi
Menurut Brown CV (2010), Craniotomy adalah operasi untuk
membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk
mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Menurut Hamilton M
(2013), Craniotomy adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak.
Menurut Chesnut RM (2010), Craniotomy adalah prosedur untuk
menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
dari Craniotomy adalah operasi membuka tengkorak (tempurung kepala)
untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh
adanya luka yang ada di otak.
B. Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah
sebagai berikut :
1. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
2. Mengurangi tekanan intrakranial.
3. Mengevakuasi bekuan darah .
4. Mengontrol bekuan darah, dan
5. Pembenahan organ-organ intrakranial.
6. Tumor otak
7. Perdarahan (hemorrage)
8. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
9. Peradangan dalam otak
10. Trauma pada tengkorak
C. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan
oksigen. Jadi kekurangan aliran darah keotak tidak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari
20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
serebral.
Pada saraf otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolic anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia
atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan as. Laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini menyebabkan timbulnya metabolic
asidiosis. Dalam keadaan normal aliran darah serebral (CBF) adalah 50 –
60 ml/ menit /100gr jaringan otak yang merupakan 15% dari curah
jantung (CO).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2000:65) gejala-gejala yang
ditimbulkan pada klien dengan craniotomy dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi
dari CSF), seperti sakit kepala, nausea atau muntah proyektit, pusin,
perubahan mental, kejang.
2. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada
bagian yang spesifik dari otak)
a. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia,
nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil
edema.
b. Perubahan bicara, msalnya: aphasia
c. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri,
halusinasi sensorik.
d. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh,
kelemahan, dan paralisis.
e. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia,
retensia urin, dan konstipasi.
f. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus,
deafness.
g. Perubahan dalam seksual.
E. Komplikasi
1) Edema cerebral
2) Syok Hipovolemik
3) Hydrocephalus
4) Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
5) Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah
tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran
darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
6) Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapylococus auereus, organism garam positif stapylococus
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic
dan antiseptic.
7) Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisiensi luka
atau eviserasi. Dehisiensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pada post craniotomy adalah
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2. Mempercepat penyembuhan
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien
5. Mempersiapkan klien pulang
Tindakan keperawatan post operasi craniotomy:
1. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
2. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
3. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati
jangan sampai drain tercabut.
4. Perawatan luka operasi secara steril
5. Makanan
Pada klien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan
menelan makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan
pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin
C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka,
sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral).
Biasanya makanan baru diberikan jika perut tidak kembung,
peristaltik usus normal, flatus positif, bowel movement positif.
6. Mobilisasi
Klien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap
dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus.
7. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam
post anesthesia inhalasi, IV, spinal anesthesia, infus IV, manipulasi
operasi untuk mengetahui ada tidaknya retensio urine.

3. Konsep Pemasangan EVD


A. Definisi
External ventriculo Drainage (EVD) adalah pemasangan kateter
kedalam ventrikel lateral melalui lubang yang dibuat pada tengkorak
untuk drainase cairan serebrospinal yang disebut juga ventrikulostomi.
Drainase CSF dari ventrikulostomi adalah metode sementara untuk
mengurangi tekanan intrakranial secara cepat dan yang stabil atau selama
hidrosefalus akut yang berkaitan dengan perdarahan sub arakhnoid (sub
arachnoid hemorrhage).
Kateter ventrikulostomi disambungkan dengan kantong drainase.
Ventrikulostomi dapat dipasang hanya untuk selama drainase cairan
serebro spinal atau kantong drainase dapat disambungkan ke sistem
untuk memonitor tekanan intra kranial dalam ventrikel yang mempunyai
kemampuan untuk drainase CSF.
Ketika akan melakukan drainase CSF, perawat dapat mengalirkan
cairanserebro spinal secara periodik sesuai permintaan dokter. Walaupun
ini bukan batas target sesungguhnya, carain ini butuhkan untuk
menurunkan tekanan intra cranial, data saat ini membantu 20 hingga 25
mmHg sebagai batas atas tertinggi yang mana terapi menurunkan tekanan
intra cranial dapat dimulai. Ketika tekanan intra cranial sampai atau
melebihi batas yang ditetapkan oleh dokter (misalnya, 20 atau 25 mmHg)
stopcock dibuka dan cairan serebrospinal dialirkan berdasarkan
permintaan dokter ( misalnya, 5 menit).

B. Tujuan Pemasangan
Berikut ini adalah tujuan pengeringan dan pemantauan aliran CSF
dari sistem ventrikel:
1. Untuk mengontrol dan mengurangi ICP
2. Untuk mengevaluasi CSF sitologi dan kimia dan untuk memantau
drain.
3. Untuk memberikan jalan keluar sementara CSF dalam keadaan
malfungsi atau terinfeksi CSF shunts
Kondisi klinis umum yang memerlukan penempatan suatu EVD meliputi:
1. Trauma kepala berat
2. Perdarahan subarachnoid
3. Perdarahan intraventrikular
4. Akut hidrosefalus etiologi apapun
4. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
A. Pengkajian
Pengkajian Primer
 Airway : Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
 Breathing : Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas
terdengar ronchi/aspirasi.
 Cirkulasi : TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada
tahap lanjut takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia,
kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
Data subyektif :
 kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Data obyektif :
 Perubahan tingkat kesadaran.
 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia),
kelemahan umum
 Gangguan penglihatan.
2. Sirkulasi
Data Subyektif :
 Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endokarditis bakterial), polisitemi
Data obyektif :
 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
3. Integritas ego
Data Subyektif :
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif :
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan.
 Kesulitan berekspresi diri.
4. Eliminasi
Data Subyektif :
 Inkontinensia, anuria
 Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya
suara usus (ileus paralitik)
5. Makan/minum
Data Subyektif :
 Nafsu makan hilang.
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif :
 Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring)
 Obesitas (faktor resiko).
6. Sensori Neural
Data Subyektif :
 Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkenaterlihat
seperti lumpuh/mati.
 Penglihatan berkurang.
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
 Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif.
Data obyektif :
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam (kontralateral).
 Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
 Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global/kombinasi dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil.
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.\
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral.
7. Nyeri / kenyamanan
Data objektif :
 Sakit kepala, bervariasi intensitasnya .
Data subyektif :
 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot
8. Respirasi
Data Subyektif: Perokok (faktor resiko)
9. Keamanan
Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali.
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh.
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.
10. Interaksi social
Data obyektif : Problem bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d akumulasi secret akibat
pemasangan ETT
2. Ketidakefektifan perfusi serebral b.d gangguan aliran arteri atau vena
3. Nyeri akut b.d agens cedera biologis; peningkatan tekanan intra
cranial.
4. Risiko infeksi b.d faktor risiko : prosedur invasive
5. Risiko jatuh b.d Faktor risiko : prosedur invasif
C. Intervensi Keperawatan

SLKI SIKI
No SDKI

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas 3140

bersihan jalan maka status kepatenan jalan napasan 1. Buka jalan napas dengan tekmik

napas berhubungan meningkat dengan Kriteria Hasil: hettil chin lift atau jaw thrut

dengan obstruksi 1. Frekuensi pernapasan dalam batas 2. Auskultasi suara napas,

jalan napas: mucus normal dan adanya suara napas tambahan

berlebih 2. Irama pernapasan dalam batas normal 3. Posisikan pasien untuk


meminimalkan ventilasi
3. Kedalaman inspirasi dalam
4. Monitor status pernapasan dan
batas normal
oksigenasi
4. Suara napas tambahan tidak ada
5. Buang secret dan motivasi pasien
5. Akumulasi sputum tidak ada untuk melakukan batuk efektif atau
suction
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Edema Serebral (2540)

perfusi jaringan maka perfusi jaringan cerebral meningkat 1. Monitor status neurologi

serebral berhubungan dengan Kriteria Hasil: 2. Monitor TTV

dengan gangguan 1. Kesadaran tidak terganggu 3. Memonitori peningkatan TIK :

aliran arteri atau 2. Fungsi sensorik dan 69otoric cranial 4. Monitor status pernapasan

vena tidak terganggu 5. Monitor nilai laboratorium urin,

3. Fungsi sensorik dan motori spinal natrium dan kalium

tidak terganggu

4. Tekanan intracranial tidak

terganggu

5. Ukuran pupil tidak terganggu

6. Pola tergerak mata tidak

terganggu
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (1400)

maka Tingkat nyeri menurun dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri

Kriteria Hasil: komprehensif yang meliputi lokasi,

1. Nyeri berkurang durasi, gambaran nyeri, frekuensi


2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
dan skala nyeri
3. Ekspresi wajah senang
2. Observasi adanya petunjuk non

verbal mengenai ketidak nyamanan

3. Monitor tanda-tanda vital

4. Ajarkan tehnik non farmakologi :

seperti relaksasi nafas dalam

5. Pemberian obat analgesik


4. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol Infeksi intra opratif (6545)

maka diharapkan tingkat infeksi menurun 1. Monitor dan jaga suhu ruangan

dengan Kriteria Hasil :


antara 20o dan 24o
1. Udema membaik
2. Lakukan cuci tangan steril
2. Kemerahan menurun 3. Gunakan Alat Pelindung Diri steril

3. Kadar sel darah putih menurun dengan menggunakan teknik aseptik

4. Pisahkan alat steril dan non steril

5. Gunakan peralatan steril dengan

menggunakan teknik aseptik

6. Berikan terapi antibiotik yang Sesuai


D. Implemetasi
Ada 2 syarat hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan
keperawatan menurut Moorhead S, (2016) yaitu:
1. Merencanakan perawatan, segala informasi yang tercakup dalam
rangka keperawatan, merupakan dasar atau pedoman dalam tindakan.
2. Mengidentifikasi reaksi pasien, dituntut usaha yang tidak tergesah-
gesah dan teliti agar dapat menemukan reaksi pasien sebagai akibat
tindakan keperawatan .

E. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan. Pada
pasien dapat dinilai hasil pelaksanaannya perawatan dengan melihat
catatan perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung
keadaan dan keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah berat. Evaluasi
harus berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai.
Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang menentukan tindakan-
tindakan perawatan selanjutnya antara lain :
1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum
2) Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum
3) Apakah masalah sebagian terpecahkan / tidak dapat dipecahkan
4) Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Annibal, J david. 2014. Journal of Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler
Hemorrage.
Brust, John C.M. 2012. Current Diagnosis & Treatment Neurology. 2nd edition.
Dey Mahua, Jaffe Jannifer, Stadnik Agniezka, Awad Issam A. Journal of External
Ventricular Drainage for Intraventricular Hemorrhage. 2012.
Hinson E. Holly,Henly Daniel F, Ziai Wendy C. 2011. Journal of Management of
Intraventricular Hemorrage.
Muttaqin, Arif. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Oktaviani, Donna et al. 2011. Perdarahan Intraventrikuler Primer. Jurnal
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai