Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kep
NIP : 199909132022032002
Kelompok : XXIII
EVALUASI AKADEMIK
KASUS
Dinamika perkembangan zaman memaksa semua negara di dunia untuk terus melakukan
transformasi terhadap tata kelola pemerintahan yang dituntut semakin profesional, cepat, efektif,
adaptif untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Indonesia sendiri yang tumbuh dalam era
demokratisasi, juga memasuki era digitalisasi dan virtualisasi, serta memiliki proyeksi menjadi
the big five state in the world.
Reformasi birokrasi sebagai arus utama pendorong gelombang revolusi tata kelola
pemerintahan tidak lagi hanya untuk mengontrol jalannya birokrasi dan menghadirkan
pelayanan. Namun juga harus bergerak untuk mengubah paradigma para administrator publik
untuk menempatkan masyarakat sebagai aspek terdepan dan prioritas. Dan memposisikan
pemerintah sebagai representasi publik, serta membangun institusi publik yang berintegritas,
responsif melayani dan aktif memberdayakan masyarakat untuk terlibat langsung dalam
pengaturan dan implementasi berbagai kebijakan publik di tingkat pusat maupun daerah.
Dimana selama ini masih banyak permasalahan dalam kegiatan dan proses pemberian
layanan kepada masyarakat. Menjembatani kondisi tersebut, beberapa pemerintah daerah
berlomba-lomba bersaing dan berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Namun seringkali upaya tersebut masih belum memberikan hasil yang maksimal sehingga pada
akhirnya tidak solutif dan terkadang menimbulkan kerumitan dalam proses pelayanan kepada
masyarakat.
Denhardt dan. Denhardt, dalam bukunya mengungkapkan bahwa salah satu agenda
reformasi yang dijalankan oleh beberapa negara maju, adalah dengan menguatkan hubungan
antara institusi publik dengan pelanggannya (masyarakatnya) sebagai "mekanisme transaksi
pasar yang melahirkan suatu komoditas kepentingan bersama".
Melalui konsep yang ditawarkan, dapat dicermati bahwa konsep the new public
management dalam administrasi negara sudah hadir. Dia telah mengelaborasi sentuhan maupun
pendekatan pelayanan negara yang lebih demokratis (lebih meningkatkan kepercayaan publik),
menjembatani harapan dan keinginan warga, memberikan ruang bagi keterlibatan sosial dalam
pemerintahan, menyegarkan kembali birokrasi publik, membangkitkan legitimasi bagi
pemerintahan, serta melahirkan konsep the new public service.
Sebagaimana kita ketahui, selama ini masih banyak kekurangan dari penyedia layanan
publik sebagaimana yang dirumuskan dalam seminar evaluasi kualitas pelayanan publik
dinyatakan bahwa terdapat beberapa permasalahan dalam pelayanan publik. Diantaranya masih
sedikit instansi yang wajib memberikan layanan yang berstandar operasional prosedur, dan
adanya kejelasan. Masih ada beberapa instansi penanggung jawab dan penyedia layanan yang
masih belum mempunyai SOP berupa alur dan prosedur yang jelas dalam menyediakan
pelayanan. Aspek durasi waktu pemberian layanan masih belum ada sehingga kurang efektif dan
efisien serta dapat merugikan waktu masyarakat yang sedang mengakses pelayanan. Saat ini
hanya beberapa penyedia layanan yang telah memiliki durasi waktu pemberian layanan seperti
perpanjangan surat kendaraan yang sudah memiliki standar SOP dan durasi waktu pengurusan
pelayanan.
Dalam konteks pemberian pelayanan, seringkali ditemukan ketidakmampuan petugas
pemberi layanan disebabkan karena kompetensi yang rendah serta kurang sesuai dengan
pekerjaan untuk menyediakan pelayanan yang baik; Masih ada penyedia layanan yang bersikap
kurang ramah, kurang sopan atau tidak jelas dalam berbicara, memberitahukan suatu informasi
dengan tidak ramah/santun. Selain itu masih ada penyedia layanan masih belum menggunakan
sarana prasarana yang layak serta sesuai kebutuhan konsumen, misalnya sarana khusus bagi
difabel, ruang laktasi, antrian khusus bagi lansia, dan sistem konektivitas jaringan komputer,
internet sehingga pada saat pengurusan layanan yang membutuhkan koneksi server pusat,
layanan tidak dapat diberikan karena tidak ada koneksi jaringan.
MPP pada dasarnya merupakan pengintegrasian pelayanan publik dari daerah dengan
berbagai pelayanan publik instansi pemerintah pusat, BUMN dan kalau mungkin swasta, boleh
jadi merupakan model pelayanan terpadu generasi ketiga. Generasi pertama adalah Pelayanan
Terpadu Satu Atap (PTSA), kemudian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan kini MPP.
Konsep MPP ini terinspirasi dari Public Service Hall (PSH) yang ada di Georgia, yakni pusat
pelayanan terpadu dan terintegrasi, baik antar kementerian maupun dengan pemerintah lokal.
Sejak tahun 2018, Kementerian PANRB terus mendorong sejumlah pemda untuk menerapkan
konsep MPP di daerahnya.
Mempelajari hal itu, lalu disesuaikan dalam konteks indonesia, Kemenpan RB
menghadirkan Mal Pelayanan Publik (MPP) Indonesia, yang lebih progresif memadukan
pelayanan dari pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam satu tempat. Bahkan menyatukan
pelayanan publik lintas kewenangan yang pada umumnya sulit dilakukan karena struktur
birokrasi di Indonesia yang sangat besar.
Deputi Bidang Pelayanan Publik Diah Natalisa mengatakan, saat ini MPP sudah
terbangun di sejumlah daerah, antara lain Kota Batam, Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi,
Kabupaten Banyuwangi, Kota Denpasar, Kabupaten Karangasem, Kota Surabaya, Kabupaten
Tomohon, dan Kota Bitung.
Dikatakan, pembangunan MPP sejalan dengan kebijakan Gerakan Indonesia Melayani,
yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 12/2016. Dalam hal ini, Kementerian PANRB
mendapat mandat untuk mengkoordinasikan Program Gerakan Indonesia Melayani (GIM),
sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM), yang meliputi lima Gerakan.
Empat gerakan lainnya adalah Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan
Indonesia Mandiri, dan Gerakan Indonesia Bersatu.
Kehadiran Mal Pelayanan Publik, juga tidak mendegradasi generasi Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP), justru ini keistimewaannya MPP dapat memayungi PTSP tanpa pula
mematikan pelayanan yang sudah ada sebelumnya. Sebab PTSP di daerah sebenarnya sudah
berjalan baik (melalui kerangka 7 regulasi PP nomor 18/ 2016 tentang perangkat daerah).
Namun, ada kendala yang perlu disempurnakan, antara lain sebagian besar perizinan
bergantung pada dinas teknisnya sehingga terjadi kelambatan proses; beberapa pemda belum
mengikat perizinan dengan sertifikasi ISO sehingga ada celah tidak terkontrol dan tidak
transparan sehingga menjadi temuan lembaga pengawasan.
Oleh karena itu, Kemenpan RB mendorong penuh upaya penyederhanaan perizinan melalui
satu sistem aplikasi yang terintegrasi yang juga bernama -- one single submission tersebut, dan
juga memang sejalan dengan pembangunan sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-
government) sebagaimana perpres nomor 95/ 2018.
Hingga sekarang, tahapannya masih pada identifikasi terhadap bentuk proses bisnis dan
tata kelola data lintas instansi yang mengintegrasikan karakter format dan definisi data yang
berbeda; integrasi layanan dan interoperabilitas data yang membutuhkan rekayasa aplikasi
ulang; serta pembentukan arsitektur spbe untuk menyamakan cara pandang bagi integrasi
pelayanan publik. Berdasarkan evaluasi, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, juga
semakin berlomba untuk membangun Mal Pelayanan Publik.
Mal Pelayanan Publik sebagai the new public service adalah jawaban bagi harapan
publik tentang kemudahan perijinan, kecepatan pelayanan dan akhirnya mendorong
kemudahan berusaha, meningkatkan pertumbuhan industri mikro maupun ekonomi makro.
Melalui MPP, pola pikir yang ego sektoral antar instansi diubah menjadi kerja bersama yang
berfokus pada komitmen melayani masyarakat.
Bahkan, MPP mampu menjadi inkubator bagi tumbuhnya pelayanan pemerintah yang 9
mengadopsi teknologi, serta menjadi wahana leadership yang melahirkan para ASN teladan
berjiwa hospitality.
MPP menjadi media untuk membangun sistem kerja dan sinergi yang utuh,
mempraktikkan perubahan budaya kerja yang melayani, panggung untuk menampilkan wajah
birokrasi yang mengadopsi the new public service, sehingga benar-benar merepresentasikan
kehadiran negara untuk memberikan manfaat luas bagi kepentingan dan kemakmuran
masyarakat.
SOAL
1. Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan persan
setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus.
2. Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai
dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap
aktor yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak tidak diterapkannya
nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI
berdasarkan konteks deskripsi kasus
3. Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks
deskripsi kasus
JAWABAN