Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I

ALKALIMETRI

Disusun Oleh:

Aliyatu Himmah (130621005)

Tanggal praktikum : 17 Desember 2014

Asisten Pembimbing

Tania Avianda Gusman, M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAM KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

TAHUN 2014
LAPORAN PRAKTIKUM
ALKALIMETRI
1.1 Tujuan percobaan :
o Alkalimetri : menentukkan kadar CH3COOH

2.1 Tinjauan Pustaka


A. TITRASI
Bassett, 1994 mengemukakan bahwa Titrasi atau disebut juga Analisis volumetri,
merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat dan banyak digunakan
menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Dimana zat dibiarkan  
bereaksi dengan zat yang lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret
dalam bentuk larutan.  Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian
dihitung.  Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung
kuantitatif dan tidak ada reaksi samping.
Titrasi didasarkan pada suatu reaksi yang digambarkan sebagai berikut :
aA+bB hasil reaksi
dimana : A adalah penitrasi (titran),
B senyawa yang dititrasi,
a dan b jumlah mol dari A dan B.

1
Asidi-alkalimetri adalah teknik analisis kimia berupa titrasi yang menyangkut
asam dan basa atau sering disebut titrasi asam-basa. Reaksi dijalankan dengan titrasi,
yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat
yang direksikan tepat menjadi ekivalen (telah tepat banyaknya untuk menghabiskan
zat yang direaksikan) satu sama lain. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut
titrant, sedangkan larutan yang ditambah titrant disebut titrat (dalam hal ini titrant dan
titrat berupa asam dan basa atau sebaliknya). Pada saat ekivalen, penambahan titrant
harus dihentikan, saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Untuk mengetahui keadaan
ekivalen dalam prosesasidi-alkalimetri ini, diperlukan suatu zat yang dinamakan
indikator asam-basa.Indikator asam-basa adalah zat yang dapat berubah warna apabila
pH lingkungannya berubah.

1
http://choalialmu89.blogspot.com/2010/10/percobaan-1-asidimetri-dan-alkalimetri.html
2
Reaksi penetralan atau asidi-alkalimetri melibatkan titrasi basa bebas (basayang
terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengansuatu asam
standar atau yang sering disebut asidimetri) dan reaksi asam bebas (asam yang
terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa
standar atau alkalimetri) yang reaksinya melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dan
ion hidroksida untuk membentuk air Titrasi asam basa mengacu pada reaksi protolisis
(perpindahan proton antar senyawa yang mempunyai sifat-sifat asam atau basa).
Umumnya digunakan larutan baku asam kuat (HCl, H2SO4, dan HClO4) untuk titrasi
basa.
Sedangkan asam dititrasi dengan larutan baku basa kuat (NaOH dan KOH) yang
titik akhir titrasi dapat ditetapkan dengan bantuan indikator asam basa yang sesuai
atausecara potensiometri. Reaksi asidi alkalimetri pada dasarnya melibatkan
indikator asam basa yang akan berubah warnanya atau membentuk fluoresen
ataukekeruhan pada suatu interval pH tertentu.Alkalimetri (Alkali = basa, metri =
pengukuran) diartikan sebagai titrasiuntuk penetapan asam dengan standart basa
sebagai alat ukurnya.
Faktor utama dalam menentukan pengukuran adalah [H+] dan [OH-] dalam
larutan, baik sebagai titrat maupun sebagai titran. Karena itulah maka dalam
mempersiapkan larutan pemeriksaan harus menggunakan air suling sebagai
bahan pelarut, sebab air suling adalah netral.Dalam titrasi alakalimetri, didalam titrat
asam sudah mempunyai harga pH tertentu. Perjalanan titrasi dengan penambahan

2
http://laporan-kita.blogspot.com/2011/06/laporan-praktikum-kimia-analisa.html
titran yang akan menyebabkan perubahan pH, yang pada suatu saat nanti dimana meq
titrat = meq titran akan mempunyai pH tertentu.
Volumetri (titrasi) dilakukan dengan menambahkan (mereaksikan) sejumlah
volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui
konsentrasinya dengan pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan
larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui apakah telah
mencapai reaksi yang sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan
ke dalam larutan yang dititrasi.

Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume larutan standar sudah diketahui
dari percobaan maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum diketahui
dapat dihitung dengan persamaan berikut :
VAxNA
N B = ____________
VB
Dimana : NB= konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya
VB= volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya
NA= konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya
(larutan standar)
VA= volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
Dari kumpulan reaksi kimia yang dikenal relatif sedikit yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk titrasi. Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan
yang harus diperhatikan, seperti ;
a. Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.
b. Reaksi harus berlangsung secara cepat.
c. Reaksi harus kuantitatip
d. Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam
(jelas perubahannya).
e. Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung. (Keenan, 1994).

Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat


macam titrasi yaitu :
1. Titrasi asidi-alkalimetri
2. Titrasi pengendapan
3. Titrasi kompleksometri
4. Titrasi oksidasi reduksi (PETERS, et al. 1974.)

Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi adalah pembuatan
larutan standar. Suatu larutan standar adalah larutan yang mengandung eagensia
dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu suatu larutan. Larutan
standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan
dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi, suatu zat
standar primer harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut:
- mempunyai kemurnian yang tinggi
- mempunyai rumus molekul yang pasti
- tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang
- larutannya harus bersifat stabil
- mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi (PETERS, et al. 1974.)
Zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer adalah reaksi asam basa
natrium karbonat (Na2CO3), natrium tetrabonat (Na2B4O7), kalium hydrogen iodat
KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan. Sedangkan standar sekunder adalah
zat yang dapat digunakan untuk standarisasi dan yang kandungan zat aktifnya telah
ditemukan dengan pembandingan dengan suatu standar primer (Basset, 1994).
Dalam suatu titrasi larutan yang harus dinetralkan misalnya, asam yang
dimasukkan kedalam wadah atau tabung. Larutan lain, yaitu basa, dimasukkan
kedalam buret kemudian kedalam asam mula-mula cepat kemudian tetes demi tetes
sampai titik setara dari titrasi tersebut dicapai. Salah satu usaha untuk mencapai titik
setara adalah dengan melalui perubahan warna dari indicator asam basa. Titik pada
titrasi dimana indicator berubah warna dinamakan dengan titik akhir indicator. Yang
diperlukan adalah memadankan titik akhir indicator dengan titik akhir penetralan. Ini
dapat dicapai apabila kita dapat menemukan indicator yang sesuai dengan perubahan
warnanya terjadi dalam selang pH yang sesuai dengan titik setara (Petrucci, 1987).
Menurut M. Sodiq Ibnu, et. al. (2005), jenis metode titrimetri didasarkan pada jenis
reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi. Berdasarkan jenis reaksinya, maka
metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: asidi-alkalimetri,
oksidimetri, kompleksometri dan titrasi pengendapan.
1) Asidi-alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa atau prinsip netralisasi.
Larutan analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa
larutan basa atau sebaliknya. Metode ini cukup luas penggunaannya untuk
penetapan kuantitas analit asam atau basa. Jika HA mewakili asam dan BOH
mewakili basa, maka reaksi antara analit dengan titran dapat dirumuskan secara
umum sebagai berikut :
HA + OH-    A- + H2O (analit asam, titran basa)
BOH + H3O+  B+ + 2H2O (analis basa, titran asam)
Titran umumnya berupa larutan standar asam kuat atau basa kuat, misalnya
larutan asam klorida (HCl) dan larutan natrium hidroksida (NaOH).
2) Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi
antara analit dengan titran. Misalnya reaksi antara Ag + dan CN- yang mengikuti
persamaan reaksi :
Ag+ + 2CN-  
Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode Liebig untuk penetapan
sianida. Reagen lain adalah EDTA (etilen diamina tetraasetat) yang banyak
digunakan sebagai pengompleks berbagai ion logam melalui metode titrasi.
3) Oksidimetri didasarkan pada reaksi oksidasi – reduksi antara analit dan titran.
Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa
larutan standar dari oksidator atau sebaliknya. Berbagai reaksi redoks dapat
digunakan sebagai dasar reaksi oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II)
(Fe2+) dalam analit dengan menggunakan titran larutan standar cesium(IV) (Ce4+)
yang mengikuti persamaan reaksi :
Fe2+ + Ce4+  Fe3+ + Ce3+
Oksidator lain yang banyak digunakan dalam oksidimetri adalah kalium
permanganat (KMnO4), misalnya pada penetapan kadar ion besi(II) dalam
suasana asam.
4) Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh larutan standar
titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit. Metode ini banyak
digunakan untuk menetapkan kadar ion halogen dengan menggunakan
pengendap Ag+, yang reaksi umumnya dapat dinyatakan dengan persamaan :
Ag+ + X-   AgX(s) (X- = Cl-, Br-, I-, SCN-)
Dalam titrasi juga perlu diperhatikan larutan standar primer dan larutan standar
sekunder. Larutan standar primer yaitu suatu zat yang sudah diketahui kemurniannya
dengan pasti, konsentrasinya dapat diketahui dengan pasti dan teliti berdasarkan berat
zat yang dilarutkan. Larutan standar sekunder adalah suatu zat yang tidak murni atau
kemurniannya tidak diketahui, konsentrasi larutannya hanya dapat diketahui dengan
teliti melalui proses standarisasi, standarisasi dilakukan dengan cara menitrasi larutan
tersebut dengan larutan standart primer. Serta faktor yang paling penting adalah
ketepatan dalam pemilihan indikator agar kesalahan titrasi yang terjadi menjadi
sekecil mungkin.

B. INDIKATOR
Indikator adalah suatu zat yang warnanya berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi
ion hydrogen. Asam atau basa indicator yang tidak terdisosiasi mempunyai warna
yang berbeda dengan hasil disosiasinya. Contohnya fenolftalein yang tergolong asam
yang sangat lemah, dalam keadaan yang tidak terionisasi tersebut tidak berwarna. Jika
dalam lingkungan basa, fenolftalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan
warna yang terang karena adanya anionnya (Keenan, 1994).
Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk flouresen
atau kekeruhan pada suatu range atau trayek pH tertentu. Indikator asam basa terletak
pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indicator dapat berupa asam ataupun
basa-larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya juga
adalah zat-zat organic. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer electron.
Berbagai indicator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka
menunjukkan warna pada range atau trayek pH yang berbeda (Khopkar, 1990).
Indikator fenolftalein yang sudah dikenal merupakan asam diprotik dan tidak
berwarna. Indicator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan
kemudian, dengan hilangnya proton kedua, menjadi ion dengan system terkonjugat,
menghasilkan warna merah. Metal oranye, indicator lainnya yang banyak digunakan,
merupakan basa dan berwarna kuning dalam molekulnya. Penambahan proton
menghasilkan kation yang berwarna merah muda (Underwood, 1998).
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulponic dimana didalam suatu
larutan banyak terionisasi dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna
kuning sedangkan suasana asam metal jingga bersifat sebagai basa lemah dan
mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dam memberikan warna merah
dari ion-ionnya. (Underwood, 1998).
Pemilihan indicator untuk titrasi, harus diingat bahwa titik ekivalen titrasi yang
mana anda memiliki campuran dua zat yang perbandingannya tepat sama, anda tidak
pelak lagi membutuhkan pemilihan indicator yang perubahan warnanya mendekati
titik ekivalen. Indicator yang dipilih bervariasi dari satu titrasi ke titrasi yang lainnya.

Tabel.a
Indikator pH pH pH pH pH pH pH
0-2 2-4 4–6 6-8 8 - 10 10 - 12 12 - 14
Crystal violet kuning biru

Cresol red merah kuning

Thymol blue merah kuning

Bromophenol blue kuning Biru

Methyl orange Merah


Kuning

Methyl red merah kuning

Bromothymol blue Kuning Biru

Cresol yellow kuning merah

Phenolphthalein tdk
berwarna
merah

Thymolphthalein tdk
berwarna
biru

Alizarin yellow R kuning merah

(FRITZ and SCHENK. 1979)


Sebagai contoh indikator asam (lemah), HInd, karena sebagai asam lemah maka
reaksi ionisasinya adalah sebagai berikut :
[H+] [Ind-]
H Ind → H+ + Ind- : Ka = _________
[HInd]
Indikator asam basa sebagai HInd mempunyai warna tertentu dan akan berubah
bentuk menjadi Ind- setelah bereaksi dengan basa sebagai penitrasi yang juga akan
berubah warna. Beberapa indikator asam basa disajikan pada Tabel.a pada tabel
tersebut setiap indikator mempunyai harga kisaran pH dan perubahan warna dalam
bentuk asam (HInd) dan basa (Ind-). Pemilihan indikator untuk titrasi asam basa,
digunakan indikator yang mempunyai kisaran harga pH yang berada pada sekitar
harga pH titik ekivalen. (FRITZ and SCHENK. 1979)

C. KURVA TITRASI ASAM BASA


Pada titrasi asam dengan basa, maka kurva titrasinya merupakan hubungan antara
volume basa sebagai penitrasi (sumbu X) dengan pH (sumby Y) seperti pada
gambar.a, dimana dengan bertambahnya basa sebagai penitrasi maka pH larutan yang
dititrasi akan meningkat. Sedangkan pada titrasi basa dengan asam, maka kurva
titrasinya merupakan hubungan antara volume asam sebagai penitrasi (sumbu X)
dengan pH (sumby Y) seperti pada gambar.b, dimana dengan bertambahnya asam
sebagai penitrasi maka pH larutan yang dititrasi akan menurun.
Tabel.b

(FRITZ and SCHENK. 1979)

D. ASIDIMETRI-ALKALIMETRI
Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat
golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidimetri dan
alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis
garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi
asam bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa
lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan
bersenyawanya ion hydrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air
(Basset, 1994).
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi
antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan
penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa
dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar
senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
Dalam titrasi asam-basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk
mencapai titik ekivalen ditentukan oleh perbandingan mol asam (H +) dan basa (OH-)
yang bereaksi. Untuk reaksi antara HCl dengan NaOH titik ekivalen tercapai pada
perbandingan mol 1:1 tetapi untuk reaksi antara H2SO4 dengan NaOH diperlukan
perbandingan mol 1:2 untuk mencapai titik ekivalen.

H2SO4 (aq) + 2NaOH (aq)  Na2SO4 (aq) + 2H2O (l)


Dalam titrasi asam-basa perubahan pH sangat kecil hingga hampir tercapai titik
ekivalen. Pada saat tercapai titik ekivalen, penambahan sedikit asam atau basa akan
menyebabkan perubahan pH yang besai ini seringkali dideteksi dengan zat yang
dikenal sebagai indikator. Titik atau kondisi penambahan asam atau basa dimana
terjadi perubahan warna indikator dalam suatu titrasi dikenal sebagai titik akhir titrasi.
Titik akhir titrasi sering disamakan dengan titik ekivalen, walaupun diantara keduanya
masih ada selisih yang relatif kecil. Semua masalah yang berkaitan dengan titrasi
asam basa dapat dipecahkan dengan konsep stoikiometri dan konsentrasi larutan yang
dinyatakan dengan mol, perbandingan mol, molaritas atau normalitas.
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan
pH, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk
mengurangi kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator. Analit
bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik secara
perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH = 7).
Penambahan selanjutnya menyebabkan larutan kelebihan basa sehingga pH terus
meningkat.
Larutan baku asam yang sering digunakan dalam asidi-alkalimetri umumnya dibuat
dari asam klorida dan asam sulfat. Kedua asam ini dapat digunakan pada hampir
semua titrasi, akan tetapi asam klorida lebih disukai daripasa asam sulfat terutama
untuk senyawa-senyawa yang memberikan endapan dengan asam sulfat seperti
barium hidroksida. Asam sulfat lebih disukai untuk titrasi menggunakan pemanasan
karena kemungkinan terjadinya penguapan pada pemanasan asam klorida yang dapat
menimbulkan bahaya. Asam nitrat selalu tidak digunakan karena mengandung asam
nitrit yang dapat merusak beberapa indikator. Untuk larutan baku alkali, umumnya
digunakan natrium hidroksida, kalium hidroksida dan barium hidroksida. Larutan-
larutan ini mudah menyerap karbon dioksida dari udara, oleh karena itu
konsentrasinya dapat berubah dengan cepat. Dengan demikian, maka larutan bali
alkali dibuat bebas karbonat dan untuk melindungi itu dari pengaruh karbon dioksida
dari udara maka penyimpanannya dilengkapi dengan “soda lime tube”. Semua larutan
baku alkali harus sering dibakukan ulang.
3.1 Cara Kerja
ALKALIMETRI

Pembuatan larutan standar primer


Asam oklsalat

H2C2O4.H2O 0,1 M

Pembuatan larutan standar sekunder


NaOH

H2O 100ml
Pembuatan sampel

Di encerkan
CH3COOH 0,6 ml

Masukkan dalam labu ukur 100mL sampai tanda batas

 Pembakuan
H2C2O4.H2O 10ml
ditambahkan
3 tetes indicator metil-orange

titrasi
NaOH
*lakukan percobaan ini 3 kali Amati

 Penetapan Kadar CH3COOH 10ml

3 tetes indicator metil-red

NaOH

Amati

4.1 Hasil Percobaan ALKALIMETRI

1. Standarisasi NaOH

I II III Rata-rata

Titik Akhir 16,5 10,4 10,8


Titik Awal 0 0 0
Selisih 16,5 10,4 10,8 12,57

2. Penetapan Konsentrasi CH3COOH

I II III Rata-rata

Titik Akhir 15,6 14,8 15,8


Titik Awal 0 0 0
Selisih 15,6 14,8 15,8 15,4

 Pembahasan ALKALIMETRI
Dalam percobaan digunakan indicator fenolflatelien sebagai indiaktor visual yang
menandakan terjadinya reaksi sempurna. Yaitu ketika warna larutan yang semula
bening menjadi merah muda pertama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH  → CH3COONa + H2O
Alkalimetri ini menggunakan metode titrasi, yaitu mengukur volume titran yang
perlukan untuk mencapai titik ekivalen; artinya ekivalen pereaksi-pereaksi sama.
Reaksi yang  terjadi juga disebut reaksi netralisasi.
Dari dua macam perhitungan titrasi, praktikan menggunakan penghitungan
berdasarkan logika, dengan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
di mana V1 dan N1 adalah volume dan konsntrasi asam dan V2 dan N2 adalah volume
dan konsentrasi basa. Percobaaan dilakukan secara manual. Sebelum mengukur kadar
asam cuka, perlu diketahui terlebih dahulu konsentrasi NaOH dengan
mentitrasikannya pada larutan asam oksalat 0.1 N dengan indicator PP sampai terjadi
perubahan warna.

 Pembuatan larutan standar NaOH


Untuk percobaan kali ini dilakukan pembuatan larutan standar dengan melarutkan
Kristal NaOH dengan akuades. Reaksi pelarutan ini adalah sebagai berikut;
NaOH + H2O → Na+ + OH- + H2O
Saat pelarutan terjadi, suhu labu ukur menjadi lebih hangat. Hal ini menunjukkan
bahwa reaksi saat pelarutan NaOH dengan akuades adalah reaksi eksoterm, yaitu
adanya pelepasan kalor dari siste ke lingkungan. Dalam hal ini system adalah NaOH
yang larut dalam akuades dan lingkungan adalah labu takar dan sekitarnya.
Pemanasan yang dilakukan antara lain agar NaOH semakin larut sempurna, serta
agar larutan NaOH tersebut bebas dari CO2 sebab pada umumnya NaOH
mengandung sejumlah zat pengotor yang antara lain yaitu Na2CO3. Dari perhitungan
didapatkan data bahwa konsentrasi NaOH sebesar 0, 1M.

 Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat


Percobaan standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat ini dilakukan untuk
memperoleh nilai konsentrasi NaOH. Kristal asam oksalat dialrutkan terlebih dahulu
dengan menggunakan akuades. Hal ini bertujuan agar asam oksalat tersebut dapat
dititrasi sebab reaksi antara NaOH dengan asam oksalat tidak akan terjadi dalam fase
padatan. Oleh sebab itu Kristal dilarutkan terlebih dahulu dengan akuades. Reaksi saat
asam oksalat dilarutkan dengan akuades adalah sebagai berikut;
H2C2O4 + NaOH → C2O42- + H3O+
    Sebelum dititrasi dengan NaOH, larutan asam oksalat ini ditetesi dengan indicator.
Indicator yang dipilih adala indicator pp. pemilihan indicator ini karena asam oksalat
merupakan asam lemah yang akan dititrasi dengan menggunakan basa kuat. Titik
akhir titrasi pasti > 7. Hal ini berarti pada saat titik ekivalen terjadi suasana larutan
adalah basa. Indicator pp digunakan sebab memiliki range pH 8 – 9, 6. Dengan
menggunakan indicator, maka pengamatan terhadap titik ekivalen akan lebih mudah.
Titik ekivalen terjadi saat perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Perubahan warna ini dikarenakan adanya kelebihan NaOH dalam larutan campuran.
Indicator pp merupakan bentuk asam lemah, penambahan ion-ion OH- berlebih dapat
menggeser kesetimbangan kearah kanan dan mengubah indicator menjadi berwarna
merah muda. Persamaan kesetimbangannya adalah;
H-phph(aq) ↔ H+(aq) + phph-(aq)
Bening Merah muda
Reaksi saat penambahan NaOh terhadap asam oksalat adalah sebagai berikut:
H2C2O4 + 2H2O + 2 NaOH → Na2C2O4 + 4 H2O
 Penentuan Kadar Asam Asetat
Percobaan penentuan kadar asam asetat dalam asam cuka ini dilakukan
dengan menitrasi asam cuka yang sudah diencerkan dengan larutan NaOH 0, 1N.
Asam asetat termasuk salah satu contoh protolit lemah, yaitu molekul atau ion
yang dapat ikut serta dengan proton yang keseimbangan asam basanya ditentukan
oleh tetapan protolisisnya. Pengenceran asam asetat ini dengan air untuk
mempermudah titrasi karena sudah terionisasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
CH3COOH + H2O → CH3COO- + H3O+
Sebelum dititrasi dengan NaOH, larutan titrat terlebih dahulu ditetesi indicator
pp. indicator ini bertujuan agar saat titik ekivalen terjadi,pengamatannya menjadi
lebih mudah. Dipilh indikato pp sebab titik akhir ekivalen terjadi saat suasana
larutan basa. Ini berarti ph > 7. Suasana larutan pada saat titik ekivalen terjadi
dalam keadaan basa sebab titrasi ini adalah titrasi basa kuat terhadap asam lemah.
Jadi, saat titik ekivalen terjadi, larutan dalam keadaan basa. Indicator pp memilki
range pH antara 8-9, 6. Titik akhir titrasi ditunjukkan oleh perubahan warna dari
bening menjadi merah muda. Perubahan warna ini terjadi karena adanya kelebihan
NaOH dalam larutan campuran, khususnya ion-ion hidroksida yang mampu
menggeser kesetimbangan larutan indicator pp kesebelah kanan sehingga warna
larutan berubah dari bening tak berwarna menjadi merah muda dengan persamaan:
H-phph(aq) ↔ H+(aq) + phph-(aq)
                                                 Bening             Merah muda
Dalam hal ini, perubahan terjadi karena indicator pp adalah juga merupakan
asam lemah. Sehingga ion-ion hidroksida dapat bereaksi dan menggerser
kesetimbangannya. Saat titrasi berlangsung antara NaOH dengan CH3COOH
terjadi, reaksinya dalah sebagai berikut:
CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O

Dari percobaan ini:


 Dik : massa H2C2O4 . H2O = 5,4 gram
Volume H2C2O4.H2O = 1000mL
Berat Molekul H2C2O4.H2O = 108 gram/mol
Konsentrasi H2C2O4.H2O = 0,1 M
Dit : mol H2C2O4.H2O..?

Jawab : n H2C2O4.H2O =
= 2,7 gram

108 gram/mol
= 0,025 Mol

M H2C2O4.H2O =
= 0,025 mol
0,5 L
= 0,05 Molar
 Pengenceran
H2C2O4+ 2H2O + NaOH  Na2C2O4 + 4H2O
N1V1 = N2V2
2 x 0,002N x 10mL = 1 x N2 x 12,57mL
N2 = 0,04 N ml

12,57 ml
N2 = 0,0032N

 Pengenceran sampel
CH3COOH + NaOH  CH3COONa + H2O
N1V1 = N2V2
1 x N1 x 0,6mL = 1 x 0,0032N x 15,4mL
N1 = 0,05 N ml

0,6 ml
N1 = 0,083 N

 %kadar CH3COOH = (N x BM x 10/100) . 100%


= (0,083N x 60 gram/mol x 0,1) . 100%
= 49,8%

5.1 ALKALIMETRI
Alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan
baku basa. Dalam hal ini NaOH sebagai basa kuat dan CH3COOH sebagai asam lemah.
Titrasi alkalimetri pada percobaan ini adalah menentukan kadar (CH 3COOH) dengan
menggunakan larutan NaOH yang telah dibakukan. Reaksi dapat diamati dengan baik
dengan penggunaan asam lemah (CH3COOH), basa kuat NaOH, dan indicator PP. rekasi
sempurna terjadi ketika terjadi perubahan warna larutan dari bening ke merah muda.
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi netralisasi dengan menghasilkan H2O dan
CH3COONa.
CH3COOH + NaOH  → CH3COONa + H2O

DAFTAR PUSTAKA

 Ibnu, M. Sodiq Ibnu, et al.. Kimia Analitik I . Malang: Universitas Negeri Malang,
2005

 Khopkar, S. M.. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia, 2010

 Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta:


UGM-Press, 2008

 Morie, Indigo. “Titrasi Asam Basa”, belajarkimia.com. 7 April 2008.


http://belajarkimia.com/2008/04/titrasi-asam-basa/. Diakses pada tanggal 22
Desember 2014

 Wilyta, Intan Wilyta. “Asidimetri”, scribd.com. 30 Oktober 2011.


http://www.scribd.com/doc/70246435/asidimetri. Diakses pada tanggal 22 Desember
2014

 Zulfikar. “Titrasi Asam Basa”, Chem-is-try.org-Situs Kimia Indonesia. 27 Desember


2010. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-
dan-analisis/titrasi-asam-basa/. Diakses pada tanggal 22 Desember 2014
 FRITZ and SCHENK. 1979. Quantitative Analytical Chemistry. 4th ed. Allyn and
Bacon Inc. Boston
 PETERS, et al. 1974. Chemical separation and measurements. Saunders Co.
Philadelphia
 http://choalialmu89.blogspot.com/2010/10/percobaan-1-asidimetri-dan-
alkalimetri.html. Diakses pada tanggal 22 Desember 2014
 http://laporan-kita.blogspot.com/2011/06/laporan-praktikum-kimia-analisa.html.
Diakses pada tanggal 22 Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai