Puji syukur kehadirat tuhan yng maha esa atas segala limpahan rahmat taufik dan inayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dalam bentuk dan isinya yang sangat sederhana,
semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan dan petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca dalam pembelajaran kehidupan sehari-hari.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca sehingga kami dapat memperbaiki isi dan bentuk makalah ini.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih
kurang, oleh karena itu kamiharap kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................
2.3 Etnik..............................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Untuk mengetahui sosial, budaya, humaniora dan spiritual konteks dalam kebidanan
Pengertian social budaya Sosial budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan
budaya. Sosial berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat
sekitar. Sedangkan budaya berasal dari kata bodhya yang artinya pikiran dan akal
budi. Budaya juga diartikan sebagai segala hal yang dibuat manusia berdasarkan
pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta dan rasa. Jadi kesimpulannya
adalah sosial budaya merupakan segala hal yang di ciptakan manusia dengan
pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Pengertian sosial budaya
menurut para ahli : (Masrizal, M. 2018).
Andreas Eppink sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata
nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari
masyarakat tersebut.
a. Hubungan ilmu social dalam konteks kebidanan (Kartika, V., & Agustiya, R. I.
2019).
Pada masyarakat indonesia banyak sekali budaya yang ada, dan masih
banyak sekali para masyarakat masih meninggikan budaya mereka dan
percaya dengan mitos. Pada perkawinan terjadi beberapa tahap terlebih
dahulu sebelum menginjak ke jenjang pernikaha, di sini tahap-tahapnya
adalah perkenalan satu sama lain dan keluarga masingmasing atau tahap
pacaran, kemudian terjadi pinangan atau lamaran, bila sudah terlaksana itu
pasti akan meningkat kejenjang pernikah, setelah itu masih banyak tahap
yang perlu di lalui, lebih mengarah ke perkenalan lebih lanjut, saling
menerima dan mengti atas kekurangan masing-masing, saling melengkapi
kenyataan kekurangan dan peredaan yang nyata terlihat setelah memasuki
jenjang pernikahan, bila mereka dapat melalu semua kenyataan tersebut maka
mereka akan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah.
Upaya pemeliharaan kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan
melalui kelompok atau kumpulan para remaja seperti karang taruna, pramuka,
organisaai wanita remaja dan sebagainya. Selain itu bidan juga berperan
dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan pra nikah dimana masih
menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi perempuan di
Indonesia. Pernikahan dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah
secara ekonomi maupun budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan
segera menikah sebagai tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki
pilihan lebih terbatas untuk mengembangkan diri sebagai individu utuh.
Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia
sangat muda.
Namun pada usia saat kandungan telah mencapai Sembilan bulan, barulah
mereka akan mengadakan suatu upacara. Masyarakat nuaulu mempunyai
anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah
mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan
banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan
berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang
dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-
laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil
perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno.
Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi
terutama di daerah pedesaan. Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di
Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena
akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu 12 daerah di
Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus
mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah
dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan
laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Hal ini
membuat ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.
Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
4. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Persalinan, Nifas, Dan Bayi
Baru Lahir (BBL)
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para
ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan
selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam
proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan
penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan,
kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi
keadaan gawat.
Tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat dengan
faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,
khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang
belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi
tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaankebiasaan
dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain
sebagainya.
Hingga saat ini masih terjadi perdebatan terkait definisi spiritualitas. Donia
Baldacchino (2015) dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care Education of
Health Care Professionals menyebutkan bahwa spiritualitas dapat diartikan
sebagai sebuah kekuatan yang menyatukan semua aspek manusia, termasuk
komponen agama, memberikan dorongan kepada seseorang untuk menemukan
arti, tujuan, dan pemenuhan dalam kehidupan, serta dan menumbuhkan semangat
untuk hidup.
Dalam publikasi yang sama, Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018) dengan
mengutip dari berbagai sumber menyebutkan efek positif dari pemenuhan
kebutuhan spiritualitas dalam asuhan kebidanan, baik saat kehamilan, persalinan,
maupun nifas yang dikutip dari berbagai sumber. Dalam kehamilan, asuhan
kebidanan yang diberikan secara seimbang, baik aspek fisik, psikis, dan spiritual
akan meningkatkan derajat kesehatan, serta menghindarkan kecemasan. Kondisi
ini jika dijaga, dapat meningkatkan keyakinan ibu hamil serta menghindarkan ibu
dari persoalan psikologis saat menghadapi dan menjalani proses persalinan,
disebabkan spiritualitas sendiri merupakan bentuk coping dalam menghadapi
persalinan. Dalam masa setelah melahirkan, spiritualitas membantu proses
penyembuhan dan mengurangi depresi postpartum.
3. Hygiene dan estetik Organ genitalia eksternal dianggap kotor dan tidak
bagus bentuknya, jadi sunat dilakukan untuk meningkatkan kebersihan
dan keindahan.
Kedudukan atau status berarti posisi atau tempat seseorang dalam sebuah
kelompok sosial. Makin tinggi kedudukan seseorang dalam sebuah kelompok
sosial. Makin tinggi kedudukan seseorang maka makin mudah pula dalam
memperoleh fasilitas yang diperlukan dan diinginkan. Kondisi Sosial Ekonomi
Menurut Conyers (1991: 5) kata sosial ekonomi mengandung pengertian sebagai
sesuatu yang non moneter sifatnya yang bertalian dengan kualitas kehidupan insani.
Sedangkan ekonomi dijelaskan sebagai lawan dari pengertian sosial yaitu dilibatkan
kaitannya dengan uang. Dengan demikian kondisi sosial ekonomi berdasarkan
pengertian di atas merupakan suatu kondisi yang terkait secara moneter dan non
moneter. Kondisi sosial ekonomi keluarga didasarkan pada pendapatan keluarga,
tingkat pendidikan orang tua, pendapatan orang orang tua dan status sosial di dalam
masyarakat seperti, hubungan dengan masyarakat, asosiasi dalam kelompok
masyarakat, dan persepsi masyarakat atas keluarga. Sehingga derajat kesehatan
dapat dilihat dari status sosial keluarga mereka yaitu pendidikan, pendapatan, dan
pekerjaan.( Novitasari, F., & Fitriyah, N. 2019).
Tingkat pengetahuan tentang anemia pada ibu hamil di daerah pedesaan masih
banyak yang termasuk kategori kurang. Ibu hamil yang mempunyai tingkat
pengetahuan kurang tentang anemia berarti pemahaman tentang pengertian anemia,
hal -hal yang menyebabkan anemia, tanda dan gejala anemia, hal-hal yang
diakibatkan apabila terjadi anemia, maupun tentang perilaku kesehatan untuk
mencegah terjadinya anemia menjadi kurang untuk dapat menghindari dari
terjadinya anemia kehamilan (Riny, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ayu Okta Riny (2014) yangmenyatakan bahwa di dapatkan nilai
signifikansinya sebesar 0,007. Karena nilai signifikansi < 0,05 dengan demikian
hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan
tentang anemia dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Asupan Fe.
Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah
merah(hemoglobin).Besi dapat diperoleh dengan mengonsumsi hati, daging merah,
sayuran hijau, wijen,kuning telur, serealia, dan sarden (Kristiyanasari,2010).
Nilai OR= 1,3. Yang artinya asupan Fe yang kurang 1,3 Kali lebih berisiko di
bandingkan asupan Fe yang cukup. Berkembangnya volume darah selama
kehamilan dan tuntutan dari janin yang sedang berkembang memposisikan ibu
hamil pada risiko lebih tinggi untuk kekurangan zat besi atau anemia. Sehingga
Asupan Fe ibu hamil dari makanan harus bertambah dan jika asupan Fe ibu
hamilkurang maka akan meningkatkan risiko kejadian anemia pada ibu hamil.
Penelitian ini sejalan denganpenelitian Indah Lisfi, Joserizal serudji, Husni kadir
(2017) yang menyatakan bahwa ada hubunganyang bermakna antara asupan Fe
dengan kejadian anemia dengan nilai P=0,008.
Permasalahan kesehatan ibu dan anak (KIA) hingga kini menjadi prioritas
program kesehatandi Indonesia. Besarnya masalah KIA terlihat dari angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi(AKB) (Kesehatan, 2013). Data
ASEAN Milenium Development Goals (MDGs) menunjukkan AKIdi Indonesia
tahun 2015 mencapai 305 per 100 ribu (Astuti, 2016). Angka ini tiga kali lipat lebih
tinggi dari pada target MDGs Indonesia, yaitu 102 per 100 ribu (ASEAN
Secretariat, 2017). Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan
AKI tertinggi kedua di Asia Tenggara (World Health Organization, 2014).
Di Kabupaten Lebak pada tahun 2018 tercatat 497 kasus kematian ibu dan bayi
terdiri dari450 kematian bayi atau 19.7/1000 kelahiran hidup dan 47 kasus kematian
ibu atau 195/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian tersebut mengalami
kenaikan dari tahun 2017 dimana hanya 477kasus kematian dengan rincian 437
kematian bayi atau 18.1/1000 kelahiran hidup dan 40 kasus kematian ibu atau
166/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kabupaten Lebak, 2018). Kondisi tersebut
menyebabkan Kabupaten Lebak menempati urutan ketiga kematian ibu di Provinsi
Banten (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak, 2017). Demikian juga pada
masyarakat Baduy pada tahun 2019 daribulan Januari hingga September telah
terjadi tiga kematian ibu melahirkan.
Upaya penurunan AKI dan AKB sudah dilakukan oleh Dinkes Kabupaten Lebak
sesuaidengan program kesehatan yang telah dicanangkan Pemerintah Pusat, namun
belum menghasilkan dampak yang nyata (Radar Banten, 2017). Salah satu
penyebab atas kondisi tersebut adalah faktorbudaya (Widodo, Amanah, Pandjaitan,
& Susanto, 2017). Budaya termasuk salah satu faktordeterminan yang berpengaruh
terhadap status kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi faktorpendukung
sekaligus penghambat bagi kesehatan masyarakat (Maharni, 2016). Budaya
berpengaruhterhadap perilaku kesehatan, sehingga dapat memberikan dampak baik,
namun tidak sedikit pula yang memberikan dampak kurang baik (Nurrachmawati &
Anggraeni, 2010).
Penelitian ini dibatasi pada Masyarakat Etnik Baduy Luar dengan menggali
lebih mendalambudaya kehamilan dan persalinan untuk menyingkap aspek soasial
budaya terhadap kematian ibumelahirkan. Hasil pendalaman tersebut untuk
menentukan upaya intervensi kesehatan berbasis budayadalam membantu
menurunkan AKI dan AKB di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
2.3 Etnik
Prosesi pemijitan dilakukan juga pada Suku Bugis, namun hasil riset Hesty, et
al13 menunjukkan tidak semua ritual adat dilakukan sebagaimana yang
diungkapkan informan bahwa perawatan kehamilan yang dianggap berbahaya
bagi kehamilan seperti mengurut diyakini dapat membahayakan tali pusat. Pada
masa kehamilan perilaku yang dapat memberikan risiko buruk pada ibu hamil
diantaranya adalah tetap melakukan aktivitas sehari-hari sama seperti sebelum
hamil yang termasuk aktivitas berat. Seperti tetap pergi ke huma (ladang) dengan
jarak tempuh yang tidak dekat dan medan naik turun cukup curam dan licin.
Sejalan dengan masyarakat Suku Dayak Sanggau bahwa selama hamil ibu harus
tetap beraktifitas rutin. sebagian besar bekerja sebagai petani dengan ibu rumah
tangga melakukan pekerjaan tersebut mendampingi suami. Porsi pekerjaan wanita
di ladang lebih berat daripada pria. Pada saat proses persalinan, ibu melahirkan
dilakukan secara mandiri tanpa pendampingan atau penolong persalinan.
Hal ini terkait dengan faktor keyakinan psikososial dan budaya umum desa.
Suku Dayak Sanggau memilih tempat persalinan di rumah tempat tinggal(kamar
tidur atau dapur) karena pertimbangan merasa lebih familiar dan tidak perlu repot
membawa ibu keluar dari rumah. Masyarakat di Jayapura dan Puncak jaya
melaksanakan persalinan di rumah agar tidak susah membawa keluar rumah dan
lebih banyak keluarga yang bisa membantu. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
tentang konsep tata ruang bersih dan kotor pada suku kerinci, kelahiran dianggap
sebagi proses yang kotor maka proses tersebut harus dilakukan di ruang kotor
yaitu dapur. Bagaimanapun, pemilihan dapur sebagai tempat persalinan akan
meningkatkan resiko infeksi nifas dan infeksi pada bayi.
Prosesi melahirkan Etnik Baduy Dalam dilakukan dengan posisi ibu duduk
bersandar dengan posisi kedua kaki diangkat nyaris seperti posisi jongkok.
Berdasarkan hasil penelitian Iskandar menunjukkan tindakan/praktik yang
membawa resiko infeksi seperti "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan
posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat
menyebabkan perdarahan dan pembengkakan). Kendala lain adalah faktor usia
pertama kali hamil dan melahirkan. Rata-rata usia menikah perempuan Etnik
Baduy Dalam berada pada rentang usia remaja. Usia remaja termasuk usia yang
masih belum siap secara fisik bahkan mental. Dari sisi kesehatan usia di bawah 20
tahun rentan untuk terjadinya komplikasi saat persalinan.
Pada umur tersebut rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik
hingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan
keracunan kehamilan atau gangguan lain kerena ketidaksiapan ibu untuk
menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Selama masa nifas ibu
tidak tidak menggunakan pembalut, bahkan dalam aturan adat perempuan Baduy
Dalam tidak diperkenankan menggunakan pakaian dalam. Sehingga darah nifas
yang keluar hanya dibersihkan saja menggunakan kain samping yang
dikenakannya. Kain samping yang digunakan sebagai media menyeka darah nifas
berisiko terhadap kesehatan alat reproduksi mengingat kontaminasi agent baik
bakteri atau parasit yang mengakibatkan infeksi. Pemotongan ari-ari bayi masih
sangat sederhana dengan menggunakan hinis atausembilu yang berasal dari
bambu yang berada di atas pintu rumah.
Hal tersebut merupakan bagian dari ritual adat, tentunya secara medis
penggunaan sembilu tanpa sterilisasi dapat menimbulkan infeksi pada bayi yang
yang baru dilahirkan. pemotongan tali pusat dilakukan setelah placenta lahir,
pemotongan dilakukan dengan menggunakan sembilu hal tersebut sejalan dengan
penelitian Giay18 alat pemotongan tali pusat pada masyarakat di Jayapura dan
Puncak Jaya adalah bambu, silet bekas, gunting steril, silet yang direbus dengan
kulit gaba-gaba. Pikukuh prosesi persalinan masyarakat Baduy Dalam diyakini
bahwa prosesi persalinan adalah tanggung jawab paraji. Itupun kehadiran paraji
merawat ibu dan bayi setelah prosesi melahirkan sudah terjadi. Suami ataupun
keluarga tidak memiliki hak untuk turut campur selama prosesi dan pasca
persalinan. Kompleksitas masalah selama prosesi persalinan memerlukan
penanganan yang cepat, tepat dan ditangani oleh orang yang ahli. Pikukuh
persalinan yang dijalani oleh perempuan Baduy Dalam berisiko menyebabkan
kejadian kasus kematian baik pada ibu dan bayi yang dilahirkan terkait
kompleksitas permasalahan yang mungkin terjadi selama prosesi persalinan.
( Khasanah, N. 2011).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada umur tersebut rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik hingga
perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan keracunan
kehamilan atau gangguan lain kerena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan
tanggung jawabnya sebagai orang tua. Selama masa nifas ibu tidak tidak menggunakan
pembalut, bahkan dalam aturan adat perempuan Baduy Dalam tidak diperkenankan
menggunakan pakaian dalam. Sehingga darah nifas yang keluar hanya dibersihkan saja
menggunakan kain samping yang dikenakannya. Kain samping yang digunakan sebagai
media menyeka darah nifas berisiko terhadap kesehatan alat reproduksi mengingat
kontaminasi agent baik bakteri atau parasit yang mengakibatkan infeksi. Pemotongan
ari-ari bayi masih sangat sederhana dengan menggunakan hinis atausembilu yang
berasal dari bambu yang berada di atas pintu rumah.
Hal tersebut merupakan bagian dari ritual adat, tentunya secara medis penggunaan
sembilu tanpa sterilisasi dapat menimbulkan infeksi pada bayi yang yang baru
dilahirkan. pemotongan tali pusat dilakukan setelah placenta lahir, pemotongan
dilakukan dengan menggunakan sembilu hal tersebut sejalan dengan penelitian Giay18
alat pemotongan tali pusat pada masyarakat di Jayapura dan Puncak Jaya adalah bambu,
silet bekas, gunting steril, silet yang direbus dengan kulit gaba-gaba. Pikukuh prosesi
persalinan masyarakat Baduy Dalam diyakini bahwa prosesi persalinan adalah tanggung
jawab paraji. Itupun kehadiran paraji merawat ibu dan bayi setelah prosesi melahirkan
sudah terjadi. Suami ataupun keluarga tidak memiliki hak untuk turut campur selama
prosesi dan pasca persalinan. Kompleksitas masalah selama prosesi persalinan
memerlukan penanganan yang cepat, tepat dan ditangani oleh orang yang ahli. Pikukuh
persalinan yang dijalani oleh perempuan Baduy Dalam berisiko menyebabkan kejadian
kasus kematian baik pada ibu dan bayi yang dilahirkan terkait kompleksitas
permasalahan yang mungkin terjadi selama prosesi persalinan.( Khasanah, N. 2011).
3.2 Saran
Kami merasa pada makalah ini kami banyak kekurangan, karena kurangnya
referensi dan pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada pembaca agar kami dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, S., Ansyar, D. I., & Satrianegara, M. F. (2020). Eating pattern and educational
history in women of childbearing age. Al-Sihah: The Public Health Science Journal, 12(1),
81-91.
Kartikowati, S., & Hidir, A. (2014). Sistem kepercayaan di kalangan ibu hamil dalam
masyarakat melayu. Jurnal Parallela, 1(2), 159-167.
Syarfaini, S., Alam, S., Aeni, S., Habibi, H., & Novianti, N. A. (2020). Faktor Risiko
Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota
Makassar. Al-sihah: The Public Health Science Journal, 11(2).
Masrizal, M. (2018). Kekuatan Modal Sosial dan Keberhasilan Gerakan Sayang Ibu
(Belajar dari Pengalaman Gampong Tibang–Kota Banda Aceh Dalam Mengupayakan
Persalinan Aman Bagi Ibu Hamil). Community: Pengawas Dinamika Sosial, 2(2).
Rofi'ah, S. Z., Husain, F., & Arsi, A. A. (2017). A Perilaku Kesehatan Ibu Hamil Dalam
Pemilihan Makanan Di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati. Solidarity: Journal of
Education, Society and Culture, 6(2), 109-121.
Khasanah, N. (2011). Dampak Persepsi Budaya terhadap Kesehatan Reproduksi Ibu dan
Anak di Indonesia. Muwazah,[e-journal], 3(2), 487-492.
Kartika, V., & Agustiya, R. I. (2019). Budaya Kehamilan Dan Persalinan Pada Masyarakat
Baduy, Di Kabupaten Lebak, Tahun 2018. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 22(3),
192-199.
Novitasari, F., & Fitriyah, N. (2019). Aspek Sosial Budaya dan Pengetahuan Ibu Hamil
Tentang Mitos Terkait Kehamilan di Desa Mojosarirejo, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten
Gresik. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, 8(1), 83-92.
Juariah, J. (2018). Kepercayaan dan praktik budaya pada masa kehamilan masyarakat desa
karangsari, kabupaten garut. Sosiohumaniora, 20(2), 162-167. Batubara, R. R. Pertolongan
Persalinan Ma’blien pada Masyarakat Desa Sawang Kecamatan Samudera Aceh Utara.
Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural
Anthropology), 1(2).
Alam, S., & Karini, T. A. (2020). Islamic Parenting" Pola Asuh Anak: Tinjauan Perspektif
Gizi Masyarakat".`