Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TEMA VI

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK UNTUK MEWUJUDKAN


PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pengawasan

Dosen Pengampu : Dr. Edi Pranoto, S.H., M.Hum.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. Febri Muktiaji Bagaskara (181003742015860)


2. Nofia Khairina (191003742016592)
3. Giffari Bima Ramadhan (191003742016593)
4. Noval Kresna Hermanto (191003742016732)
5. Muhammad Husein Tatabai (191003742016733)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keterbukaan informasi publik adalah salah satu tanggungjawab pemerintah.
Tanggung jawab ini adalah konsekuensi yang nyata atas penyelenggaraan negara dan
pemerintahan, karena Indonesia adalah negara hukum demokrasi sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pada dasarnya, tujuan utama keterbukaan
informasi publik adalah memastikan bahwa lembaga publik akan lebih akuntabel dan
kredibel dengan menyediakan informasi dan dokumen sesuai permintaan publik.
Oleh sebab itu, keterbukaan informasi menjadi syarat dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance). Artinya, pemerintahan yang baik sudah
seharusnya memberikan jaminan kepada masyarakatnya untuk bebas mendapatkan
informasi publik yang sesungguhnya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hak
dasar warga negara ini telah dijamin oleh konstitusi sebagaimana tercantum dalam
Pasal 28 F UUD 1945 yang menegaskan bahwa; “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia”. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang disahkan pada tanggal 30 April 2008
dan berlaku efektif pada tanggal 1 Mei 2010, merupakan bagian dari implementasi
semangat transparansi dan pemenuhan Hak Asasi Warga Negara untuk mengetahui
informasi publik (right to know). Pemberlakuan secara efektif UU KIP meniadakan
alasan untuk mempertahankan ketertutupan pemerintah. Bahkan implementasi UU
KIP merupakan sebuah titik masuk (entry point) menuju peningkatan kualitas tata
kelola badan-badan publik.
Pemberlakuan UU KIP juga merupakan sebuah konsensus (kesepakatan dan
kebijakan pemerintah yang lahir melalui musyawarah) yang mengatur pemenuhan
hak informasi publik, dan pada hakikatnya juga mengatur “ruang publik” dalam
kehidupan berdemokrasi. UU KIP mengatur dua domain besar, yakni kepentingan
badan publik disatu sisi dan kepentingan masyarakat akan hak informasi publik disisi
lain. Hal ini tercermin dalam UU KIP Bab IV tentang “Informasi Yang Wajib
Disediakan dan Diumumkan” dan Bab V tentang “Informasi Yang Dikecualian”.
Fakta hukum ini tentunya akan berimplikasi pada pencapaian tujuan dari semangat
keterbukaan informasi publik.
Perjalanan panjang keterbukaan informasi publik di Indonesia tidaklah
mulus, pengalaman pahit dimasa lalu memberikan dampak pada usaha perbaikan

1
transparansi pemerintahan. Amir Santoso (1993:2-3) bahwa birokrasi pada masa orde
baru dianggap tidak peka (tidak responsif) terhadap tuntutan masyarakat, kurang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, dan memberikan pelayanan
yang bermutu rendah serta prosedur yang berliku.
Pada massa orde baru tersebut, transparansi pemerintahan dan ruang
perbedaan pendapat antara pemerintah dan masyarakat sangatlah minim karena
kekuasaan terakumulasi dan monopolistik di tangan seorang pemimpin. Misalnya
saja pola indoktrinasi dan represif dalam transformasi ideologi Pancasila.
Sebagaimana dikatakan Djohermansyah Djohan (2007) bahwa pada massa orde baru
penanaman nilai-nilai Pancasila dilakukan secara indoktrinatif dan birokratis.
Akibatnya bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyakat,
tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan
para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan
serta tindakan yang nyata, sehingga Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur bangsa dan
merupakan landasan filosofi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
bagi rakyat hanyalah omong kosong yang tidak mempunyai makna apapun. Lebih-
lebih pendidikan Pancasila dan UUD 1945 yang dilakukan melalui metode
indoktrinasi dan unilateral, yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan
pendapat, semakin mempertumpul pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai
Pancasila.
Indoktrinasi dan bahkan penguasaan terhadap tindakan dan perilaku dalam
birokrasi menjadi salah satu penyebab bertahannya patologi birokrasi, khususnya
individu yang sulit menerima arus perubahan dan kompetensi yang tidak
berkembang. Dalam praktiknya menurut Umar H. dalam Nursodik Gunarjo (2011),
patologi birokrasi tersebut berupa perilaku aparat birokrasi yang menyimpang dari
nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta
norma-norma yang berlaku. Patologi birokrasi tentunya akan mempengaruhi
semangat keterbukaan informasi publik karena informasi publik dikelola melalui
mekanisme birokrasi.

B. Tujuan
1. Untuk mempelajari mengenai keterbukaan informasi publik untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa
2. Untuk mengetahui kewenangan komisi informasi publik terhadap keterbukaan
informasi publik untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

2
BAB II

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang
dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dalam negara
hukum yang demokratis ?
2. Bagaimana bentuk keterbukaan informasi publik untuk mewujudkan pemerintahan
yang bersih dan berwibawa?
3. Bagaimana kewenangan Komisi Informasi Publik (KIP) dalam negara hukum yang
demokratis ?

3
BAB III

PEMBAHASAN

A. Good Governance dalam Negara Hukum yang Demokratis


Doktrin Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) merupakan
doktrin yang sebenarnya terdapat dan dikembangkan dalam ilmu manajemen modern,
tetapi kemudian menyusup juga dan diterima ke dalam bidang hukum. Manakala
doktrin Good Governance ini diterapkan ke dalam sistem pemerintahan, disebut
dengan istilah Good Governance saja. Dan, manakala doktrin Good Governance ini
diterapkan ke dalam manajemen perusahaan misalnya, maka untuk hal itu akan
disebut dengan istilah Good Corporate Governance. Doktrin Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik (Good Governance) adalah suatu doktrin yang
mengharuskan suatu pemerintahan dikelola secara baik, benar dan penuh integritas.
Hukum menurut Aristoteles memberikan pengertian hukum dalam arti
sempit adalah hukum Ketika masyarakat menaati dan menerapkannya terhadap
anggotanya sendiri dan hukum secara universal adalah hukum alam (mazhab natural
law). Sedangkan Grotius memberikan pengertian hukum adalah suatu aturan dari
tindakan moral yang mewajibkan pada suatu yang benar.1
Penerapan konsep Good Governance ke dalam suatu sistem pemerintahan
diyakini sudah menjadi suatu keharusan bagi negara-negara modern. Pada prinsipnya,
dengan istilah Good Governance berarti bagaimana manajemen pemerintahan
mengelola pemerintahan tersebut secara baiki, benar dan penuh integritas. Karena itu,
prinsip Good Governance melingkupi juga seluruh aspek dari organisasi, bisnis dan
budaya. Namun demikian, secara lebih spesifik, Good Governance dapat diartikan
sebagai suatu proyek sosial, hukum dan pemerintahan yang melibatkan sektor negara,
rakyat dan pasar, yang berisikan ketentuan yang mengatur hubungan antara unsur-
unsur pemerintah, parlemen, pengadilan dan rakyat dan lain-lain yang berkaitan
dengan pengendalian pemerintahan. Good Corporate Governance lebih merupakan
proses, bukan tujuan, ketika pemerintah mengelola suatu negara dan pemerintahan.

B. Bentuk Keterbukaan Informasi Publik Untuk Mewujudkan Pemerintahan


Yang Bersih Dan Berwibawa
Disahkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(KIP) dalam Rapat Paripurna DPR, 3 April 2008, maka semua warga negara
Indonesia mendapat jaminan hak atas informasi. Keberadaan undang-undang ini
sangat penting, karena menjadi landasan hukum yang berkaitan dengan pemenuhan
hak setiap warga negara untuk memperoleh berbagai informasi berkenaan dengan
kegiatan penyelenggaraan negara karena setiap badan publik seperti lembaga
1
Bahan Kuliah Sistem Hukum Ekonomi Nasional
(Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro, SH.,MH.,MM.)

4
pemerintahan wajib menyediakan dan melayani permintaan informasi dari
masyarakat yang mana jika informasi tersebut tidak termasuk dalam informasi publik
yang dikecualikan karena bersifat rahasia. Tujuan undang-undang ini, sebagaimana
dimaktubkan dalam Pasal 2 UU KIP adalah:

a. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan


publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik,
serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;

b. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan


publik;.

c. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik


dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

d. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,


efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

e. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang


banyak;

f. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa;


dan/atau

g. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan


Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Pasca Reformasi di Indonesia sekarang ini, ternyata masih banyak


tuntutan-tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat baik dalam bentuk lisan
maupun tertulis. Dalam bentuk lisan pendapat dinyatakan dengan demontrasi-
demonstrasi, sedangkan secara tertulis dilakukan dengan pendapat-pendapat yang
dilakukan baik melalui media cetak, elektronik dan bahkan media sosial.2
Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik
semakin termotivasi untuk bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsinya serta
selalu berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Pemerintah pada hakikatnya merupakan pelayanan terhadap masyarakat karena
pemerintah itu sendiri terwujud karena kehendak masyarakat, karena itulah hak
masyarakat untuk mengetahui berbagai informasi mengenai penyelengaaran negara
haruslah disediakan oleh pemerintah. Dalam UU KIP, tidak semua informasi dapat
diketahui publik secara bebas. Mengenai informasi yang menjadi konsumsi publik,
dalam Pasal 12 ditegaskan bahwa setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan

2
Edi Pranoto “PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM EKONOMI INDONESIA BERLANDASKAN PADA NILAI
PANCASILA DI ERA GLOBALISASI“ Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 15/No. 1,
http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/SH/article/view/1111, diunduh tanggal 09 Juni 2022

5
layanan informasi yang meliputi, jumlah permintaan informasi yang diterima, waktu
yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi, jumlah
pemberian dan penolakan permintaan informasi dan atau alasan penolakan
permintaan informasi.Hak memperoleh informasi merupakan bagian dari hak asasi
selain itu dengan keterbukaan informasi maka masyarakat dapat turut mengontrol,
mengawasi kinerja dan juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan oleh
Badan Publik selain mendorong terwujudnya pelayanan pemerintah yang transparan
dan akuntabel. Keterbukaan informasi mengenai penyelengaraan negara dapat
mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya
strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan terciptanya tata
pemerintahan yang baik (good governance). Keterbukaan informasi kepada
masyarakat juga merupakan salah satu indikator negara demokratis karena
masyarakat dapat melaksanakan mekanisme kontrol dalam menyikapi kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam penyelenggaraan negaranya. Mahfud (2000:20)
menyatakan jika demokrasi mempunyai arti penting bagi seluruh masyarakat, sebab
demokrasi adalah hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalan hidup organisasi
suatu negara.
Keberadaan UU KIP merupakan jaminan terpenuhinya hak memperoleh
informasi, masyarakat bisa mendapatkan salinan informasi publik melalui
permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau menyebarluaskan Informasi
Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, siapa saja berhak
mengajukan permintaan Informasi Publik tentunya dengan menyertai alasan
permintaan tersebut dan berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam
memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan
ketentuan UU KIP. Menurut (Pope dalam Yasin, 2011) semakin banyak masyarakat
mendapatkan informasi, semakin bermakna peran yang mereka mainkan dalam
dialog bersama pemerintah dan antar sesama anggota masyarakat. Melalui
keterbukaan informasi diharapkan dapat mewujudkan kegiatan politik yang bersih,
santun dan mengedepankan kepentingan publik/masyarakat karena aspek yang
menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan semua dapat
diketahui dan laporannya transparan kepada masyarakat.

C. Kewenangan Komisi Informasi Publik (KIP) Dalam Negara Hukum yang


Demokratis
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dinyatakan bahwa dalam menjalankan
tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang:

a. Memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa;

6
b. Meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik
terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik;

c. Meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak


yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik;

d. Mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam


Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan

e. Membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat


dapat menilai kinerja Komisi Informasi.

Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian


Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik
tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi
Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum
terbentuk. Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan
penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang
bersangkutan. Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan
penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang
bersangkutan. Kewenangan menyusun petunjuk teknis standar layanan Informasi
Publik diamanatkan dengan jelas dan tegas sebagai tugas Komisi Informasi. Oleh
karena itu, tugas Komisi Informasi sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UUKIP)
harus dianggap sebagai wewenang Komisi Informasi, sehingga wewenang Komisi
Informasi adalah:

a. Menyelesaikan sengketa informasi publik;

b. Menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik; dan

c. Menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

Pada prinsipnya kewenangan Komisi Informasi terkait dengan pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(UUKIP) mencakup dua hal, yaitu:

a. Kewenangan yang sifatnya pengaturan (regeling); dan

b. Kewenangan dalam menyelesaikan sengketa informasi publik baik secara


mediasi maupun adjudikasi non litigasi.

Kewenangan yang sifatnya mengatur diejawantahkan dalam bentuk


penetapan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik.

7
Sedangkan, kewenangan dalam menyelesaikan sengketa informasi publik
diejawantahkan dalam kewenangan untuk melakukan mediasi dan adjudikasi non
litigasi termasuk menetapkan hasil mediasi dan mengeluarkan putusan adjudikasi non
litigasi atas sengketa informasi publik yang diajukan kepadanya.

8
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Good Governance dapat diartikan sebagai suatu proyek sosial, hukum dan
pemerintahan yang melibatkan sektor negara, rakyat dan pasar, yang
berisikan ketentuan yang mengatur hubungan antara unsur-unsur pemerintah,
parlemen, pengadilan dan rakyat dan lain-lain yang berkaitan dengan
pengendalian pemerintahan.

2. Setiap warga negara berhak untuk memperoleh berbagai informasi berkenaan


dengan kegiatan penyelenggaraan negara karena setiap badan publik seperti
lembaga pemerintahan wajib menyediakan dan melayani permintaan
informasi dari masyarakat yang mana jika informasi tersebut tidak termasuk
dalam informasi publik yang dikecualikan karena bersifat rahasia. Hal ini
sesuai dengan amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik.

3. Pada prinsipnya kewenangan Komisi Informasi terkait dengan pelaksanaan


UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mencakup dua
hal, yaitu:

a. Kewenangan yang sifatnya pengaturan (regeling); dan

b. Kewenangan dalam menyelesaikan sengketa informasi publik baik


secara mediasi maupun adjudikasi non litigasi.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan terkait temuan dari kesimpulan yang telah
dijelaskan antara lain:

1. Hendaknya Komisi Informasi Provinsi (KIP) harus lebih ofensif mengawal


setiap sengketa informasi dalam persidangan. Setiap perkara harus dikawal,
dimediakan, dan dipertanggungjawabkan secara benar agar semua perkara
tersebut dapat dibuka dan diselesaikan secara fair atau adil.

2. Dalam pembuatan aturan atau kebijakan mengenai mekanisme pengelolaan


pengaduan masyarakat dalam layanan informasi publik, hendaknya harus
sejalan dengan pembentukan komisi informasi dan Pasal 26 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Knight, John F. 2001. Family Medical Care Volume 4. Bandung: Indonesia Publishing House

Khamim, M. (2021). Peran DPRD dalam Mewujudkan Good Governance di Daerah.

Penerbit NEM.

Saputra, D. H., Muhlis, L. P., Ilmy, M., Suparno, A., Nasuhi, M., & Mufidah, M.

Implementation of Good Governance and Clean Governance Towards an Effective

and Dignity Bureaucracy. PINISI Discretion Review, 4(2), 327-334.

Jumroh, L. A. Evaluasi Pengelolaan Keuangan Sektor Publik Dalam Mendukung Penerapan

Good Corporate Governance (Gcg) Pada Rsud Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.

Nurdiansyah, E. (2016). Keterbukaan informasi publik sebagai upaya mewujudkan

transparansi bagi masyarakat. Jurnal Bhinneka Tunggal Ika, 3(2), 147-151.

Bahan Kuliah

Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro Bahan Kuliah Sistem Hukum Ekonomi Nasional (Materi
Kuliah.) PDIH UNTAG Semarang.

Jurnal

Edi Pranoto, “PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM EKONOMI INDONESIA


BERLANDASKAN PADA NILAI PANCASILA DI ERA GLOBALISASI“ Jurnal Spektrum
Hukum, Vol. 15/No. 1, April, 2018.

10

Anda mungkin juga menyukai