Keterbukaan Informasi Publik Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih Dan Berwibawa
Keterbukaan Informasi Publik Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih Dan Berwibawa
TEMA VI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
FAKULTAS HUKUM
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterbukaan informasi publik adalah salah satu tanggungjawab pemerintah.
Tanggung jawab ini adalah konsekuensi yang nyata atas penyelenggaraan negara dan
pemerintahan, karena Indonesia adalah negara hukum demokrasi sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pada dasarnya, tujuan utama keterbukaan
informasi publik adalah memastikan bahwa lembaga publik akan lebih akuntabel dan
kredibel dengan menyediakan informasi dan dokumen sesuai permintaan publik.
Oleh sebab itu, keterbukaan informasi menjadi syarat dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance). Artinya, pemerintahan yang baik sudah
seharusnya memberikan jaminan kepada masyarakatnya untuk bebas mendapatkan
informasi publik yang sesungguhnya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hak
dasar warga negara ini telah dijamin oleh konstitusi sebagaimana tercantum dalam
Pasal 28 F UUD 1945 yang menegaskan bahwa; “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia”. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang disahkan pada tanggal 30 April 2008
dan berlaku efektif pada tanggal 1 Mei 2010, merupakan bagian dari implementasi
semangat transparansi dan pemenuhan Hak Asasi Warga Negara untuk mengetahui
informasi publik (right to know). Pemberlakuan secara efektif UU KIP meniadakan
alasan untuk mempertahankan ketertutupan pemerintah. Bahkan implementasi UU
KIP merupakan sebuah titik masuk (entry point) menuju peningkatan kualitas tata
kelola badan-badan publik.
Pemberlakuan UU KIP juga merupakan sebuah konsensus (kesepakatan dan
kebijakan pemerintah yang lahir melalui musyawarah) yang mengatur pemenuhan
hak informasi publik, dan pada hakikatnya juga mengatur “ruang publik” dalam
kehidupan berdemokrasi. UU KIP mengatur dua domain besar, yakni kepentingan
badan publik disatu sisi dan kepentingan masyarakat akan hak informasi publik disisi
lain. Hal ini tercermin dalam UU KIP Bab IV tentang “Informasi Yang Wajib
Disediakan dan Diumumkan” dan Bab V tentang “Informasi Yang Dikecualian”.
Fakta hukum ini tentunya akan berimplikasi pada pencapaian tujuan dari semangat
keterbukaan informasi publik.
Perjalanan panjang keterbukaan informasi publik di Indonesia tidaklah
mulus, pengalaman pahit dimasa lalu memberikan dampak pada usaha perbaikan
1
transparansi pemerintahan. Amir Santoso (1993:2-3) bahwa birokrasi pada masa orde
baru dianggap tidak peka (tidak responsif) terhadap tuntutan masyarakat, kurang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, dan memberikan pelayanan
yang bermutu rendah serta prosedur yang berliku.
Pada massa orde baru tersebut, transparansi pemerintahan dan ruang
perbedaan pendapat antara pemerintah dan masyarakat sangatlah minim karena
kekuasaan terakumulasi dan monopolistik di tangan seorang pemimpin. Misalnya
saja pola indoktrinasi dan represif dalam transformasi ideologi Pancasila.
Sebagaimana dikatakan Djohermansyah Djohan (2007) bahwa pada massa orde baru
penanaman nilai-nilai Pancasila dilakukan secara indoktrinatif dan birokratis.
Akibatnya bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyakat,
tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan
para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan
serta tindakan yang nyata, sehingga Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur bangsa dan
merupakan landasan filosofi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
bagi rakyat hanyalah omong kosong yang tidak mempunyai makna apapun. Lebih-
lebih pendidikan Pancasila dan UUD 1945 yang dilakukan melalui metode
indoktrinasi dan unilateral, yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan
pendapat, semakin mempertumpul pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai
Pancasila.
Indoktrinasi dan bahkan penguasaan terhadap tindakan dan perilaku dalam
birokrasi menjadi salah satu penyebab bertahannya patologi birokrasi, khususnya
individu yang sulit menerima arus perubahan dan kompetensi yang tidak
berkembang. Dalam praktiknya menurut Umar H. dalam Nursodik Gunarjo (2011),
patologi birokrasi tersebut berupa perilaku aparat birokrasi yang menyimpang dari
nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta
norma-norma yang berlaku. Patologi birokrasi tentunya akan mempengaruhi
semangat keterbukaan informasi publik karena informasi publik dikelola melalui
mekanisme birokrasi.
B. Tujuan
1. Untuk mempelajari mengenai keterbukaan informasi publik untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa
2. Untuk mengetahui kewenangan komisi informasi publik terhadap keterbukaan
informasi publik untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
2
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang
dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dalam negara
hukum yang demokratis ?
2. Bagaimana bentuk keterbukaan informasi publik untuk mewujudkan pemerintahan
yang bersih dan berwibawa?
3. Bagaimana kewenangan Komisi Informasi Publik (KIP) dalam negara hukum yang
demokratis ?
3
BAB III
PEMBAHASAN
4
pemerintahan wajib menyediakan dan melayani permintaan informasi dari
masyarakat yang mana jika informasi tersebut tidak termasuk dalam informasi publik
yang dikecualikan karena bersifat rahasia. Tujuan undang-undang ini, sebagaimana
dimaktubkan dalam Pasal 2 UU KIP adalah:
2
Edi Pranoto “PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM EKONOMI INDONESIA BERLANDASKAN PADA NILAI
PANCASILA DI ERA GLOBALISASI“ Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 15/No. 1,
http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/SH/article/view/1111, diunduh tanggal 09 Juni 2022
5
layanan informasi yang meliputi, jumlah permintaan informasi yang diterima, waktu
yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi, jumlah
pemberian dan penolakan permintaan informasi dan atau alasan penolakan
permintaan informasi.Hak memperoleh informasi merupakan bagian dari hak asasi
selain itu dengan keterbukaan informasi maka masyarakat dapat turut mengontrol,
mengawasi kinerja dan juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan oleh
Badan Publik selain mendorong terwujudnya pelayanan pemerintah yang transparan
dan akuntabel. Keterbukaan informasi mengenai penyelengaraan negara dapat
mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya
strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan terciptanya tata
pemerintahan yang baik (good governance). Keterbukaan informasi kepada
masyarakat juga merupakan salah satu indikator negara demokratis karena
masyarakat dapat melaksanakan mekanisme kontrol dalam menyikapi kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam penyelenggaraan negaranya. Mahfud (2000:20)
menyatakan jika demokrasi mempunyai arti penting bagi seluruh masyarakat, sebab
demokrasi adalah hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalan hidup organisasi
suatu negara.
Keberadaan UU KIP merupakan jaminan terpenuhinya hak memperoleh
informasi, masyarakat bisa mendapatkan salinan informasi publik melalui
permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau menyebarluaskan Informasi
Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, siapa saja berhak
mengajukan permintaan Informasi Publik tentunya dengan menyertai alasan
permintaan tersebut dan berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam
memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan
ketentuan UU KIP. Menurut (Pope dalam Yasin, 2011) semakin banyak masyarakat
mendapatkan informasi, semakin bermakna peran yang mereka mainkan dalam
dialog bersama pemerintah dan antar sesama anggota masyarakat. Melalui
keterbukaan informasi diharapkan dapat mewujudkan kegiatan politik yang bersih,
santun dan mengedepankan kepentingan publik/masyarakat karena aspek yang
menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan semua dapat
diketahui dan laporannya transparan kepada masyarakat.
6
b. Meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik
terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik;
7
Sedangkan, kewenangan dalam menyelesaikan sengketa informasi publik
diejawantahkan dalam kewenangan untuk melakukan mediasi dan adjudikasi non
litigasi termasuk menetapkan hasil mediasi dan mengeluarkan putusan adjudikasi non
litigasi atas sengketa informasi publik yang diajukan kepadanya.
8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Good Governance dapat diartikan sebagai suatu proyek sosial, hukum dan
pemerintahan yang melibatkan sektor negara, rakyat dan pasar, yang
berisikan ketentuan yang mengatur hubungan antara unsur-unsur pemerintah,
parlemen, pengadilan dan rakyat dan lain-lain yang berkaitan dengan
pengendalian pemerintahan.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan terkait temuan dari kesimpulan yang telah
dijelaskan antara lain:
9
DAFTAR PUSTAKA
Knight, John F. 2001. Family Medical Care Volume 4. Bandung: Indonesia Publishing House
Penerbit NEM.
Saputra, D. H., Muhlis, L. P., Ilmy, M., Suparno, A., Nasuhi, M., & Mufidah, M.
Good Corporate Governance (Gcg) Pada Rsud Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.
Bahan Kuliah
Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro Bahan Kuliah Sistem Hukum Ekonomi Nasional (Materi
Kuliah.) PDIH UNTAG Semarang.
Jurnal
10