Anda di halaman 1dari 24

C.

OUTLINE PROSAL

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai merupakan saluran alamiah di permukaan bumi yang menampung


dan menyalurkan air hujan dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah
dan akhirnya bermuara di danau atau di laut. Sungai menjadi salah satu sumber
daya alam yang keberadaannya sering dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai
kebutuhan seperti penyediaan air irigasi, industri, air baku, transportasi, dan lain-
lain.
Sungai disebut sebagai saluran terbuka alami yang memiliki kecepatan
aliran dapat berubah-ubah pada aliran sungai, unsur-unsur alam juga sangat
mempengaruhi kondisi dan stabilitas sungai. Pendangkalan akibat sedimentasi
pada sungai akan berdampak besar pada kondisi aliran sungai sehingga akan
berpengaruh pada kegiatan manusia yang bergantung pada aliran sungai tersebut.
Apabila sungai tersumbat, aliran air yang mengalir didaratan tentunya tidak bisa
tersalurkan dengan lancar, hal itu bisa mengakibatkan terjadinya banjir.
Pengendapan sedimentasi pada sungai adalah salah satu penyebab banjir.
Sedimentasi mengakibatkan pendangkalan sungai, akibat dari pendangkalan
sungai bisa mengakibatkan meluapnya air sungai (banjir) karena debit air
melebihi kapasitas tampung sungai. Sehingga diperlukan beberapa analisis guna
mengatasi seberapa besar sedimentasi sungai yang mempengaruhi terjadinya
banjir. Kasus sedimentasi sungai kerap kali terjadi pada banyak sungai di
Indonesia salah satunya pada sungai Marek yang termasuk kedalam Daerah Aliran
Sungai (DAS) Krueng Meureubo.
Proses sedimentasi pada DAS merupakan kejadian simultan yang dapat
menyebabkan pendangkalan pada dasar sungai dan perubahan elevasi sehingga
akan mempengaruhi morfologi sungai, perubahan morfologi tersebut sedikit
banyak akan mempengaruhi ketersediaan air di lingkungan sekitar. Keadaan ini

1
tercermin pada musim kemarau akan berdampak kekurangan air dan kelebihan air
pada musim penghujan.
Sedimentasi adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Hasil proses erosi yang terbawa oleh aliran air
pada suatu tempat yang kecepatan alirannya melambat sehingga terjadinya
pendangkalan.
Partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar sungai secara
keseluruhan disebut dengan muatan sedimen dasar (bed load). Adanya muatan
sedimen dasar ditunjukkan oleh gerakan partikel-partikel dasar sungai. Gerakan
itu dapat berupa seperti bergeser, menggelinding, atau meloncat-loncat, akan
tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai (Soewarno, 1991).
Pada tanggal 2 Mei 2020, sebanyak 11 desa di 3 kecamatan dalam
Kabupaten Aceh Barat terendam banjir akibat meluapnya aliran sungai Meureubo
setelah diguyur hujan lebat. Adapun desa yang terendam banjir yakni Desa Blang
Berandang, Leuhan, dan Gampa di Kecamatan Johan Pahlawan. Kemudian Desa
Marek, Alue Tampak, Pasie Jambu, Padang Mancang, dan Keude Aron di
Kecamatan Kaway XVI. Serta Desa Pasi Mesjid, Pasi Pinang, dan Desa Pasi Aceh
di Kecamatan Meureubo (merdeka.com, 2020). Kondisi banjir di Desa Marek
dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.1.1.
Penelitian terhadap daerah aliran sungai dan pola pengendapan sedimentasi
pada Sungai Krueng Meureubo diharapkan mampu untuk mengetahui jumlah
sedimentasi serta kaitannya dengan aliran sungai. Sedimentasi yang terjadi pada
suatu muara sungai akan mengakibatkan menurunnya kecepatan aliran sungai
tersebut. Penelitian ini menggunakan metode Yang’s, hasil dari penelitian ini
diharapkan mampu dijadikan salah satu alternatif untuk mengatasi pendangkalan
Sungai Krueng Meureubo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar jumlah sedimentasi

2
yang terjadi pada Sungai Krueng Meureubo di Desa Marek Kecamatan Kaway
XVI Kabupaten Aceh Barat.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan


penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar jumlah sedimentasi pada
Sungai Krueng Meureubo di Desa Marek Kecamatan kaway XVI Kabupaten
Aceh Barat menggunakan Metode Yang’s.

1.4 Batasan Masalah

Agar Penelitian ini tidak menyimpang dari tujuannya, maka diberi batasan
masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini difokuskan pada Sungai Krueng Meureubo di Desa Marek
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
2. Muatan sedimen membahas tentang sedimen layang, sedimen dasar dan
sedimen total (Qt) menggunakan metode Yang’s.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Manfaat untuk aspek keilmuan adalah memberikan gambaran kepada
mahasiswa dengan program studi terkait, khususnya teknik sipil dan sebagai
bahan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten Aceh Barat dalam
mengamati laju sedimentasi yang digunakan untuk menganalisis
pengendalian sedimentasi di Daerah Aliran Sungai Krueng Meureubo.
2. Manfaat untuk aspek praktis adalah hasil akhir dari penelitian ini dapat
diaplikasikan atau dijadikan sarana pembanding dalam upaya pencegahan
sedimentasi khususnya Kabupaten Aceh Barat.

3
II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Tinjauan kepustakaan disusun berdasarkan teori-teori yang berhubungan


dengan sedimentasi yang dikutip berdasarkan hasil penelitian terdahulu.
Pembahasan pada tinjauan kepustakaan meliputi pembahasan secara umum
sampai dengan penggunaan persamaan yang sesuai dengan metode pelaksaan
penelitian.

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Asdak (2010) mendefinisikan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu


wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung
yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke
laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah
Tangkapan Air (DTA). Dalam mempelajari ekosistem DAS, Daerah Aliran
Sungai dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah hulu, daerah tengah, dan daerah
hilir. Ketiga bagian tersebut secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
a. Daerah hulu DAS, dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah
konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah
dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan
daerah banjir, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi dan jenis vegetasi
umumnya merupakan tegakan hutan.
b. Daerah hilir DAS, dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah
pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan
kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada
beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan
pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi dan jenis vegetasi
didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi
hutan bakau/ gambut.
c. Daerah bagian tengah DAS merupakan daerah transisi dari hulu ke hilir.

4
Air hujan yang jatuh di dalam DAS akan mengalami proses yang dikontrol
oleh sistem DAS menjadi aliran permukaan (surface runoff), aliran bawah
permukaan (interflow) dan aliran air bawah tanah (groundwater flow). Ketiga
jenis aliran tersebut akan mengalir menuju sungai, yang tentunya membawa
sedimen dalam air sungai tersebut. Daerah Aliran Sungai dianggap sebagai sistem,
maka perubahan yang terjadi disuatu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain
dalam DAS (Grigg, 1996 dalam Fitrah, 2020).

2.2 Sedimentasi

Sedimen merupakan hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi
dan terbawa oleh suatu aliran akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan
airnya melambat atau terhenti. Proses tersebut dikenal dengan istilah sedimentasi
atau pengendapan. Sedimen adalah pecahan-pecahan material umumnya terdiri
atas uraian batu-batuan secara fisis dan secara kimia. Partikel seperti ini
mempunyai ukuran dari yang besar (boulder) sampai yang sangat halus (koloid),
dan beragam bentuk dari bulat, lonjong sampai persegi. Pada umumnya, partikel
yang bergerak dengan cara bergulung, meluncur, dan meloncat disebut angkutan
muatan dasar (bedload transport), sedangkan partikel yang melayang disebut
angkutan muatan layang (suspended load transport). Material sedimen adalah
kuarsa, begitu partikel sedimen terlepas akan terangkut oleh gaya gravitasi, angin,
atau air. Material yang dihasilkan dari erosi yang dibawa oleh aliran air dapat
diendapkan di tempat yang ketinggiannya lebih rendah.
Proses sedimentasi dalam konteks hubungan dengan sungai meliputi
penyempitan palung, erosi, transportasi sedimen (transport sediment),
pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri.
Karena prosesnya merupakan gejala yang sangat kompleks, dimulai dengan
jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan awal mula
proses terjadinya erosi tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama
aliran, sebagian akan tertinggal di atas tanah, sedangkan bagian lainnya masuk
kedalam sungai terbawa aliran menjadi sedimen. Besarnya volume sedimen

5
terutama tergantung pada perubahan kecepatan aliran, karena perubahan pada
musim penghujan dan kemarau, serta perubahan kecepatan yang dipengaruhi oleh
aktivitas manusia (Kusnan dalam Pangestu, 2013).

2.2.1 Faktor-faktor pengaruh sedimentasi

Proses terjadinya sedimentasi merupakan bagian dari proses erosi tanah.


Timbulnya sedimentasi adalah sebagai akibat terjadinya erosi tanah. Kegiatan ini
berlangsung baik oleh air maupun angin. Proses erosi dan sedimentasi di
Indonesia yang lebih berperan adalah faktor air, sedangkan faktor angin relatif
kecil (Pangestu, 2013).
Halim et al (2014) menyatakan debit aliran juga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi sedimentasi. Selama aliran rendah angkutan sedimen
bisa jadi sedikit, sedangkan pada saat aliran tinggi sungai bisa mengangkut
sedimen yang tinggi dengan ukuran sedimen dalam range yang lebih luas. Namun
dalam kenyataannya, aliran sungai mengalirkan debit yang sangat bervariasi
dengan membawa muatan sedimen.
Sedangkan Komariah (2015 dalam Fitrah, 2020) menyatakan faktor-faktor
yang mempengaruhi sedimentasi antara lain:
a. Jumlah dan instensitas hujan
Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika
intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat
mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya
sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah
yang terjadi cenderung tinggi dan mengakibatkan terjadinya sedimentasi
yang tinggi juga.
b. Formasi geologi dan tanah
Tanah yang mempunyai nilai erodibilitas tinggi berarti tanah tersebut peka
atau mudah tererosi, sebaliknya tanah dengan erodibilitas rendah berarti
tanah tersebut resisten atau tahan terhadap erosi.

6
c. Tataguna lahan
Dengan adanya penggunaan lahan, seperti penanaman tanaman disekitar
Daerah Aliran Sungai DAS dengan tataguna lahannya terganggu atau rusak,
maka akan mengurangi kapasitas infiltrasi, sehingga dengan demikian aliran
permukaan akan meningkat dan dapat menimbulkan erosi yang
menyebabkan adanya sedimentasi.
d. Erosi di bagian hulu
Erosi merupakan faktor yang mempengaruhi sedimentasi karena
sedimentasi merupakan akibat lanju dari erosi itu sendiri.
e. Topografi
Tampakan rupa bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, kerapatan
parit atau saluran dan bentuk-bentuk cekungan mempunyai pengaruh pada
sedimentasi.

2.2.2 Bentuk-bentuk dan ukuran sedimentasi

Berdasarkan bentuk dan proses pengendapan sedimentasi dapat dibedakan


menjadi beberapa bagian yaitu sedimentasi fluvial, sedimentasi marine,
sedimentasi aeolis atau aeris, dan sedimentasi glasial.

a. Sedimentasi Fluvial
Sedimen fluvial yaitu proses pengendapan material yang diangkut oleh air
sepanjang aliran sungai. Tempat–tempat pengendapannya antara lain di
dasar sungai, danau, atau muara sungai. Sumber utama dari material yang
menjadi endapan fluvial adalah pecahan dari batuan yang lapuk. Batuan
hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air.
b. Sedimentasi Marine
Sedimentasi Marine yaitu proses pengendapan yang dilakukan oleh
gelombang laut yang terdapat disepanjang pantai. Berdasarkan ukuran
butirannya, sedimentasi marine dapat berkisar dari sedimen berukuran butir
lempung sampai gravel. Suplai muatan sedimen yang sangat tinggi yang
menyebabkan sedimentasi itu hanya dapat berasal dari daratan yang dibawa

7
ke laut melalui aliran sungai atau bisa saja pasir pantai oleh ombak.
Pembukaan lahan di daerah aliran sungai yang meningkatkan erosi
permukaan merupakan faktor utama yang meningkatkan suplai muatan
sedimen ke laut.
c. Sedimentasi Aeolis atau Aeris
Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Hembusan
angin juga bisa mengangkut material debu, pasir, bahkan bahan material
yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya
angkutnya. Peristiwa ini disebut dengan disintegrasi yang prosesnya dapat
fisik atau kimia. Sebagai akibat proses tersebut adalah terbentuknya butiran
tanah dengan berbagai macam sifat yang berbeda, tergantung dari keadaan
iklim, topografi, jenis batuan, waktu dan organisme.
d. Sedimentasi Glasial
Sedimentasi hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimentasi glasial.
Bentang alam hasil pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah. Pada
saat musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur
menuruni lembah. batuan atau tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng
dan mengendap di lembah. Bentuk dari sedimentasi ini adalah osar
(endapan berbentuk unggungan sempit dan panjang), kame (seperti dataran
tinggi), drumlin (bukit kecil bulat dan panjang), dan till plain.

Menurut ukurannya, sedimen dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.


Beberapa jenis sedimen dapat dilihat pada Tabel 2.1.

8
Tabel 2.1 Sedimen Menurut Ukurannya
Jenis Sedimen Ukuran Partikel (mm)

Liat < 0,0039

Debu 0,0039 – 0,0625

Pasir 0,0625 – 2,00

Pasir Besar 2,00 – 64

Sumber : Asdak, 2015

2.2.3 Angkutan sedimen

Menurut Mulyanto (2007 dalam Pangestu, 2014) ada tiga macam angkutan
sedimen yang terjadi di alur sungai yaitu:
a. Wash load atau sedimen cuci terdiri dari partikel lanau dan debu yang
terbawa masuk ke dalam sungai dan tetap tinggal melayang sampai
mencapai laut, atau genangan air lainnya. Sedimen jenis ini hampir tidak
mempengaruhi sifat-sifat sungai meskipun jumlahnya yang terbanyak
dibanding jenis-jenis lainnya terutama pada saat-saat permulaan musim
hujan datang. Sedimen ini berasal dari proses pelapukan DAS yang terutama
terjadi pada musim kemarau sebelumnya.
b. Suspended load atau sedimen layang terutama terdiri dari pasir halus
yang melayang di dalam aliran karena tersangga oleh turbulensi aliran air.
Pengaruh sedimen ini terhadap sifat-sifat sungai tidak begitu besar. Tetapi
bila terjadi perubahan kecepatan aliran, jenis ini dapat berubah menjadi
angkutan jenis ketiga. Gaya gerak bagi angkutan jenis ini adalah turbulensi
aliran dan kecepatan aliran itu sendiri. Dalam hal ini dikenal kecepatan
pungut atau pick up velocity. Untuk besar butiran tertentu bila kecepatan
pungutnya dilampaui, material akan melayang. Sebaliknya, bila kecepatan
aliran yang mengangkutnya mengecil dibawah kecepatan pungutnya,
material akan tenggelam ke dasar aliran.

9
c. Bed load adalah angkutan dasar dimana partikel-partikel kasar yang
bergerak sepanjang dasar sungai secara keseluruhan. Adanya angkutan
sedimen dasar ditunjukkan oleh gerakan partikel-partikel dasar sungai.
Gerakan ini dapat bergeser, menggelinding atau meloncat-loncat, akan
tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai. Tenaga penggeraknya adalah
gaya seret drag force dari lapisan dasar sungai.

2.3 Analisis Perhitungan Sediment Transport

Perhitungan transport sedimen dapat dihitung menggunakan metode


Engelund, Hansen, Bagnold dan Metode Yang’s. Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode Yang’s.
Data-data untuk menganalisis transpor sedimen total menggunakan Metode
Yang’s adalah sebagai berikut.
V = Kecepatan Aliran (ft/s);
D = Kedalaman sungai (m);
S = Kemiringan lereng.
Berdasarkan (Yang’s, 1996), kecepatan kinematis air ditentukan pada Tabel
2.2 Properties of Water.
Tabel 2.2 Karakteristik Air
Suhu ( F)o
Kecepatan Kinematis Air (x 10 ft /s)
-5 2

0 1,792 x 10-6
10 1,308 x 10-6
20 1,007 x 10-6
30 0,804 x 10-6
40 0,661 x 10-6
50 0,556 x 10-6
60 0,477 x 10-6
70 0,415 x 10-6
80 0,367 x 10-6

1
90 0,328 x 10-6
100 0,296 x 10-6
Sumber : Yang’s, 1996 Sediment Transport Theory and Practice

Untuk mendapatkan nilai kecepatan kinematis air dapat dihitung


menggunakan rumus dibawah ini.

Suhu = ( ) x To + 32o (2.1)

Dimana:
To = Suhu tempat yang diketahui (C o);
32o= Penurunan suhu setiap naik 100m (F).
Jika data suhu yang diperoleh tidak sesuai tabel di atas, maka kecepatan
kinematis air dihitung menggunakan metode interpolasi linear.
Berdasarkan data-data diatas, shear velocity atau kecepatan geser (U*) dapat
dihitung menggunakan rumus:
U* = (g x D x S)0,5 (2.2)
Dimana:
U* = Kecepatan geser (ft/s);
g = Gravitasi (ft/s2);
D = Kedalaman sungai (m);
S = Kemiringan lereng sungai.
Angka Reynolds dari kecepatan geser U* dapat dihitung menggunakan
rumus:

Re = (2.3)

Dimana:
Re = Reynolds (ft/s);
U* = Kecepatan geser (ft/s);
d50 = Diameter tengah partikel (ft);

= viskositas kinematik (ft2/s).

1
Misalkan nilai 1,2 < Re < 70, maka nilai Vcr/ω dapat
dihitungmenggunakan rumus:

Vcr = + 0,66 (2.4)

Dimana:
Vcr = Kecepatan kritis (ft/s);
Analisis parameter-parameter persamaan konsentrasi adalah sebagai berikut:

Log (2.5)

Log (2.6)

(2.7)

(2.8)

Log{ - } (2.9)

Dimana:
d = diameter tengah partikel (ft);
w = kecepatan jatuh (ft/s);

= viskositas kinematik (ft2/s);


U* = kecepatan geser (ft/s);
V = kecepatan aliran (ft/s);
Vcr = kecepatan kritis (ft/s);
S = kemiringan lereng sungai.

Berdasarkan hasil analisis di atas, besaran dan nilai tersebut disubstitusikan


ke dalam persamaan Metode Yang’s (1996).

1
2.4 Perhitungan Sedimentasi menggunakan Metode Yang’s (1996)

Berdasarkan Yang’s (1996), formulasi dalam menentukan jumlah transpor


sedimen adalah sebagai berikut. Yang memberi definisi keadaan aliran seperti
kecepatan, slope product, sebagai dasar dari unit berat air. Untuk menentukan
total konsentrasi sedimen, Yang mempertimbangkan sebuah hubungan yang
relevan antara variabel-variabel berikut:

Log Cts = 5.435 – 0.286 log - 0.457 log +

(1,799 - 0,409log - 0,314log ) log ( - ) (2.10)

Gw = xWxDxV (2.11)

Qt = Cts x Gw (2.12)

Dimana:
CtS = konsentrasi sedimen total;
d50 = diameter tengah partikel (ft);
w = kecepatan jatuh (ft/s);
V = kecepatan aliran (ft/s);
Vcr = kecepatan kritis;
S = kemiringan lereng sungai;
U* = kecepatan geser (ft/s);
W = lebar sungai (m);
D = kedalaman sungai (m);
G = Gravitasi (ft/s2);

= viskositas kinematik (ft2/s);


Gw = geometri saluran (ft/s);
Qt = muatan sedimen (kg/s);
y = berat jenis air (kg/m3).

1
2.5 Tingkat Bahaya Sedimentasi

Soemarto (1995 dalam Fitrah, 2020) menyatakan bahwa dalam konteks


pengelolaan DAS, kegiatan pengelolaan yang dilakukan umunya bertujuan untuk
mengendalikan dan menurunkan laju sedimentasi karena kerugian yang
ditimbulkan oleh proses sedimentasi jauh lebih besar daripada manfaat yang
diperoleh.
Adapun dampak yang merugikan sebagai akibat dari sedimentasi adalah
terganggunya aliran sungai berupa meningkatnya aliran permukaan dan
menurunnya permukaan air tanah dan meluasnya lahan kedap air, ditandai dengan
gejala ketika turun hujan akan rentan banjir dan ketika musim kemarau terjadi
kekeringan dan pendangkalan sungai sehingga menyebabkan banjir (Kodoatie dan
Sugiyanto, 2002 dalam Zulfahmi et al, 2016).

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya tentang analisis sedimentasi


antara lain:
1. Pangestu dan Haki (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Angkutan Sedimen Total pada Sungai Dawas Kabupaten Musi Banyuasin”
bertujuan untuk menganalisis angkutan sedimen total pada Sungai Dawas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Yang, metode
Bagnold dan metode Shen and Hung. Hasil yang didapatkan yaitu sebesar
0,00007532 ton/s jika dianalisis dengan metode Yang, menggunakan
metode Bagnold sebesar 0,00007418 ton/s, sedangkan menggunakan
metode Shen and Hung sebesar 0,00007 ton/s.
2. Seilatuw, R (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Sedimentasi pada Sungai Way Yori Ambon” bertujuan untuk menganalisis
karakteristik sedimen berdasarkan ukuran butiran butiran serta menganalisis
sedimen melayang dan sedimen alas di Sungai Way Yori. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode Meyer Petter Muller (MPM).

1
Hasil dari penelitian ini yaitu sedimentasi dari suatu daerah pengaliran dapat
ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen pada titik kontrol
dari alur sungai. Diperoleh hasil suspended load sebesar 0,000139 ton/hari
dan bed load sebesar 5,03 ton/hari.
3. Oktavia (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sedimentasi
pada Muara Sungai Komering Kota Palembang” bertujuan untuk
menghitung besarnya debit sedimen total yang terjadi pada muara Sungai
Komering. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Yang, metode Englund and Hansen, metode Bagnold, dan metode Laursen.
Hasil yang didapatkan yaitu sedimen total menggunakan metode Yang
sebesar 148,32 lb/s, metode Eunglund and Hunsen sebesar 181,47 lb/s,
metode Bagnold sebesar 10,43%, dan metode Laursen sebesar 82,01%.
4. Sembiring (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sedimentasi
di Muara Sungai Panasen” menggunakan metode Einsten dan metode
Bagnold. Hasil dari penelitian ini adalah perhitungan total angkutan
sedimen di sungai Panasen berdasarkan rumus empiris dengan metode
Einsten dan metode Bagnold yang dihitung berdasarkan debit dominan
memberikan hasil 1,267 m3/detik dan debit total 895,6224 m3/detik dengan
metode Einsten. Debit dominan 1,267 m3/detik dan debit total 1419,5461
m3/detik dihitung dengan metode Bagnold.
5. Sudira (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Angkutan
Sedimen pada Sungai Mansahan” bertujuan untuk mengetahui besaran
sedimen serta pengaruhnya terhadap morfologi sungai. Metode yang
digunakan yaitu metode Van Rijn, metode MPM, dan metode Rottner. Hasil
yang didapatkan yaitu terjadi sedimentasi sebesar 251,21 m 3/hari dan dari
tiga metode tersebut dipakai hasil yang mendekati pengukuran yaitu metode
Rottner.
6. Fitrah (2020) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sedimentasi pada
DAS Krueng Meureubo Studi Kasus Sungai Desa Padang Mancang”
bertujuan untuk mengetahui berapa besar jumlah sedimentasi pada Sungai
Krueng Meureubo di desa Padang Mancang menggunakan metode Yang.

1
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah jumlah transpor sedimen
dasar sebesar 43,94 ton/tahun, sedimen layang 38,43 ton/tahun dan jumlah
total sedimen yaitu sebesar 82,37 ton/tahun.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah proses atau cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang diperlukan untuk penelitian. Pada bagian ini diuraikan mengenai lokasi
penelitian, metode pengumpulan data, penyajiannya serta analisis data. Tahapan
penelitian dapat dilihat pada bagan alir penelitian pada lampiran A.3.1

3.1 Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Barat memiliki luas wilayah 2.927,95 km² yang terbagi
menjadi 12 Kecamatan. Secara geografis kabupaten ini terletak pada posisi
04°61'-04°47' LU dan 95°00'–86°30' BT. Desa Marek merupakan salah satu desa
yang terletak di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Desa Marek
terletak antara Desa Blang Berandang dan Desa Pasie Jambu. Untuk lebih
jelasnya peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.2
sampai dengan Gambar A.3.5

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pada Sungai Krueng Meureubo, Desa Marek


Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Dalam penelitian ini diperlukan
data-data berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang
didapat langsung dari sungai. Sedangkan data sekunder meliputi data topografi,
dan peta DAS. Untuk sampel sedimen diambil pada tiga titik, selanjutnya sampel
tersebut dilakukan pengujian analisa saringan di laboratorium untuk mendapatkan
nilai yang akan digunakan dalam perhitungan

1
3.2.1 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti baik
dari survei lapangan, wawancara maupun kuisioner. Data primer dalam penelitian
ini berupa:

a. Pengukuran kecepatan aliran sungai

Data kecepatan aliran sungai merupakan data yang diukur langsung di


lokasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran kecepatan arus sungai.
Data ini nantinya akan digunakan untuk mengetahui berapa besar kecepatan arus
sungai yang ada di Desa Marek. Pengukuran dilakukan secara manual yaitu
dengan menggunakan pelampung karena keterbatasan alat yang dimiliki.
Beberapa tahapan untuk mendapatkan kecepatan aliran adalah sebagai berikut:
- Pengukuran kecepatan arus sungai dilakukan di atas perahu;
- Kemudian pelampung diikat dengan menggunakan tali sepanjang 10 m;
- Pelampung dilepas ke sungai mengarah ke hilir sungai dan;
- Saat pelampung dilepas stopwatch mulai dinyalakan, setelah berjarak 10 m
stopwatch diberhentikan. Kemudian didapat kecepatan arus dengan jarak
dibagi waktu, kemudian hasil hitungan dikoreksi dengan koefisien antara
0,85 – 0,95;
- Pengukuran kecepatan arus sungai diukur di pinggir kanan, kiri dan tengah
sungai.

b. Pengukuran kedalaman sungai

Pengukuran kedalaman sungai pada beberapa STA di sungai Krueng


Meureubo Desa Marek dengan menggunakan alat bak ukur, adapun tahapan pada
pengukuran kedalaman sungai sebagai berikut:

1
- Pengukuran kedalaman sungai dapat dilakukan di atas perahu, dengan
menghitung kedalaman sungai per pias yaitu 10 m dari lebar sungai pada
beberapa titik STA sungai dan;
- Kemudian pada setiap STA 10 m dihitung kedalaman dengan bak ukur.

c. Pengukuran lebar sungai

Tahapan pengukuran lebar sungai adalah sebagai berikut:


- Pasangkan patok kayu pada titik A sungai atau titik awal sungai;
- Kemudian ikatkan tali pada kayu yang telah dipasangkan di titik A;
- Bawa tali tersebut ke seberang sungai atau titik B dengan menggunakan
perahu;
- Kemudian setelah sampai dititik B tandai tali tersebut agar tidak terlupa
titik yang telah diukur di titik B;
- Setelah itu kembali lagi ketitik awal atau titik A, ukur tali tersebut dengan
menggunakan meteran sehingga mendapatkan lebar sungai yang
diinginkan.

d. Pengambilan sampel sedimen

Pengambilan sampel sedimen menggunakan 3 benda uji yang akan


diendapkan pada titik STA sungai. Adapun pengambilan sampel berupa sampel
sedimen dasar dan sampel sedimen melayang. Pengambilan sampel sedimen ini
menggunakan alat bantu perahu. Alat sedimen trap diendapkan selama 24 jam,
setelah diendapkan selama 24 jam benda tersebut diangkat dan dibawa ke
laboratorium untuk mendapatkan nilai karakteristik butiran sedimen, ukuran
butiran sedimen (d50) dan kecepatan jatuh sedimen.

1
3.2.2 Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapat dari berbagai sumber ataupun
lembaga terkait. Data sekunder dalam perencanaan ini meliputi data:
1. Peta DAS Krueng Meureubo di Desa Marek Skala 1 : 350.000. Adapun peta
DAS Krueng Mereubo diambil dari Balai Pengolahan DAS Provinsi Aceh.
Lebih jelasnya peta Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dilihat pada
Lampiran A Gambar A.3.6.
2. Peta topografi DAS Krueng Meureubo diperoleh dari BAPPEDA Aceh
Barat. Peta topografi merupakan peta yang menggambarkan informasi
elevasi permukaan di wilayah DAS Krueng Meureubo. Lebih jelasnya peta
topografi dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.7.

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan alat perangkap


sedimen atau sediment trap, alat tersebut dirakit sendiri dengan bahan besi, jaring
kawat, tali, botol bekas, dan kain blacu. Alat sediment trap tersebut berbentuk
seperti perangkap tikus yang berfungsi mengambil sampel sedimen dasar. Alat
sediment trap ini diturunkan kedasar sungai menggunakan tali, pada tali-tali
tersebut terdapat botol-botol bekas untuk pengambilan sampel sedimen melayang.
Penelitian ini menggunakan 3 buah benda uji yang akan diendapkan pada titik-
titik yang sudah ditentukan. Alat sediment trap dapat dilihat pada Gambar 3.1.

1
Gambar 3.1 : Alat sedimen trap
Sumber : Fitrah, 2020

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel sedimen menggunakan metode


Equal Discharge Increment (EDI). Penampang sungai dibagi menjadi beberapa
bagian (sub-penampang) dimana setiap bagian ini harus mempunyai debit aliran
yang sama. Pengambilan sampel sedimen perlu dilaksanakan pada bagian tengah
dari setiap sub-penampang tersebut seperti terlihat dalam Gambar 3.2

2
Gambar 3.2: Pengambilan sampel sedimen dengan cara EDI
Sumber: Equal Discharge Increment
Misalnya pada setiap sub-penampang direncanakan menampung 25 % dari
total debit (atau akan dilakukan pengambilan sampel sedimen pada empat
vertikal), maka pengambilan sedimen harus dilaksanakan pada vertikal yang
mempunyai besar aliran kumulatif. Jika akan dilakukan pengambilan 3 sampel
maka pengambilan sampel sedimen dilakukan pada vertikal yang mempunyai
besar aliran kumulatif sebesar 1/6, 3/6 dan 5/6 dari debit total pada penampang
tersebut.

3.4 Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air merupakan perbandingan antara berat air yang


dikandung oleh agregat basah dan agregat dalam keadaan kering. Pengujian kadar
air ini dilakukan dengan cara berikut:
a. Sedimen yang ada dikantong plastik dipisahkan antara sedimen dengan air;
b. Sedimen yang ada didalam kantong plastik dipindahkan kedalam mangkok
atau cawan;
c. Timbang kontainer kosong;
d. Ambil beberapa sedimen dan dimasukan kedalam kontainer setelah itu
ditimbang untuk mendapatkan berat sedimen yang masih basah;
e. Untuk mendapatkan nilai sedimen kering di oven selama 18 – 24 jam;

2
f. Setelah itu timbang kontainer yang telah di oven setelah dingin

3.5 Pengujian Berat Jenis

Pengujian berat jenis bertujuan untuk membandingkan antara berat volume


butiran halus dan butiran kasar. Pengujian Berat jenis ini dilakukan dengan cara
berikut:
a. Timbang berat flask kosong (labu ukur);
b. Flask kosong diisi sedimen seberat 25 gram;
c. Untuk mendapat kan hasil flask + tanah, jumlahkan berat flask kosong dan
flask yang telah diisi sedimen seberat 25 gram;
d. Setelah itu flask diisi air hingga sedimen terendam dan di vakum selama 10
menit untuk menghilangkan pori tanah;
e. Flask yang telah divakum didiamkan selama 24 jam untuk suhu normal.

3.6 Pengujian Hydrometer Analysis

Pengujian hydrometer analysis adalah metode untuk menghitung distribusi


ukuran butir tanah berdasarkan sedimentasi tanah dalam air, analisis hydrometer
ini bertujuan untuk mengetahui pembagian ukuran butiran tanah yang halus.
Pengujian Hydrometer Analysis dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pisahkan sedimen halus kedalam mangkuk sebanyak 50 gram;
b. Campurkan sampel sedimen dengan campuran calgon sebanyak 40 gram.
Adapun campuran yang bisa digunakan adalalah Heksameta, calgon dan
karbonad;
c. Diamkan sampel selama 24 jam;
d. Kemudian sampel sedimen yang sudah diendapkan di mixer selama1 menit
agar butiran sedimen terpisah;
e. Setelah dimixer sedimen dimasukkan kedalam hydrometer dan ditambahkan
air sebanyak 1000 ml;
f. Kemudian baca angka yang tertera pada hydrometer tersebut;

2
g. Saring butiran yang ada didalam hydrometer dan dicuci hingga bersih;
h. Pindahkan butiran kedalam kontainer dan di oven selama 24 jam.

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengolahan data yang dilakukan untuk


mendapatkan hasil yang diinginkan. Analisis data dalam penelitian ini meliputi
tahapan analisis perhitungan besarnya sedimentasi.Untuk menganalisis besarnya
sedimentasi dari suatu daerah adalah dengan perhitungan metode Yang’s.
Besarnya nilai sedimen dinyatakan sebagai volume atau berat sedimen per satuan
daerah per satuan waktu. Satuan yang biasa digunakan untuk menunjukan
besarnya hasil sedimen adalah ton/ha/tahun. Sebelum dilakukan perhitungan,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan data yang sudah dikumpulkan apakah
sesuai dengan data yang sebenarnya atau tidak. Setelah semua data diperiksa,
maka dilakukan perhitungan.
Tahapan perhitungan transport sedimen menggunakan metode Yang’s yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Menghitung kecepatan kinematis air dengan menggunakan Persamaan 2.1
untuk mendapatkan hasil kecepatan kinematis di perlukan menghitung suhu
rata-rata, data suhu di peroleh dari lokasi;
b. Menghitung shear velocity atau kecepatan geser dengan menggunakan
Persamaan 2.2 adapun untuk mendapatkan hasil kecepatan geser adalah
nilai gravitasi yang diketahui, kedalaman sungai dan kemiringan sungai
yang diukur langsung ke lokasi;
c. Menghitung Angka Reynolds dari kecepatan geser dengan menggunakan
Persamaan 2.3 data perhitungan diketahui pada persamaaan kecepatan
geser, nilai kinematis air dan diameter tengah partikel;
d. Menghitung Kecepatan kritis dengan menggunakan Persamaan 2.4 adapun
data-data perhitungannya menggunakan data reynolds kecepatan geser yang
sudah diketahui;

2
e. Menghitung Analisis parameter-parameter persamaan konsentrasidengan
menggunakan Persamaan 2.5 sampai 2.9 konsentrasi ini dihitung
menggunakan data-data diatas yang sudah di peroleh, hasil dari persamaan
konsentrasi ini di distribusikan kedalam perhitungan metode Yang’s;
f. Pehitungan jumlah sedimentasi dengan metode Yang’s menggunakan
Persamaan 2.10 sampai 2.12 dimana data yang sudah dihitung
didistribusikan ke Persamaan 2.10 kemudian dilanjutkan dengan
menghitung volume berat air dan terakhir perhitungan muatan sedimen
dengan memasukan data konsentrasi yang sudah dihitung dengan data
volume berat air.

Anda mungkin juga menyukai