OUTLINE PROSAL
I. PENDAHULUAN
1
tercermin pada musim kemarau akan berdampak kekurangan air dan kelebihan air
pada musim penghujan.
Sedimentasi adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Hasil proses erosi yang terbawa oleh aliran air
pada suatu tempat yang kecepatan alirannya melambat sehingga terjadinya
pendangkalan.
Partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar sungai secara
keseluruhan disebut dengan muatan sedimen dasar (bed load). Adanya muatan
sedimen dasar ditunjukkan oleh gerakan partikel-partikel dasar sungai. Gerakan
itu dapat berupa seperti bergeser, menggelinding, atau meloncat-loncat, akan
tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai (Soewarno, 1991).
Pada tanggal 2 Mei 2020, sebanyak 11 desa di 3 kecamatan dalam
Kabupaten Aceh Barat terendam banjir akibat meluapnya aliran sungai Meureubo
setelah diguyur hujan lebat. Adapun desa yang terendam banjir yakni Desa Blang
Berandang, Leuhan, dan Gampa di Kecamatan Johan Pahlawan. Kemudian Desa
Marek, Alue Tampak, Pasie Jambu, Padang Mancang, dan Keude Aron di
Kecamatan Kaway XVI. Serta Desa Pasi Mesjid, Pasi Pinang, dan Desa Pasi Aceh
di Kecamatan Meureubo (merdeka.com, 2020). Kondisi banjir di Desa Marek
dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.1.1.
Penelitian terhadap daerah aliran sungai dan pola pengendapan sedimentasi
pada Sungai Krueng Meureubo diharapkan mampu untuk mengetahui jumlah
sedimentasi serta kaitannya dengan aliran sungai. Sedimentasi yang terjadi pada
suatu muara sungai akan mengakibatkan menurunnya kecepatan aliran sungai
tersebut. Penelitian ini menggunakan metode Yang’s, hasil dari penelitian ini
diharapkan mampu dijadikan salah satu alternatif untuk mengatasi pendangkalan
Sungai Krueng Meureubo.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar jumlah sedimentasi
2
yang terjadi pada Sungai Krueng Meureubo di Desa Marek Kecamatan Kaway
XVI Kabupaten Aceh Barat.
Agar Penelitian ini tidak menyimpang dari tujuannya, maka diberi batasan
masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini difokuskan pada Sungai Krueng Meureubo di Desa Marek
Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
2. Muatan sedimen membahas tentang sedimen layang, sedimen dasar dan
sedimen total (Qt) menggunakan metode Yang’s.
3
II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
4
Air hujan yang jatuh di dalam DAS akan mengalami proses yang dikontrol
oleh sistem DAS menjadi aliran permukaan (surface runoff), aliran bawah
permukaan (interflow) dan aliran air bawah tanah (groundwater flow). Ketiga
jenis aliran tersebut akan mengalir menuju sungai, yang tentunya membawa
sedimen dalam air sungai tersebut. Daerah Aliran Sungai dianggap sebagai sistem,
maka perubahan yang terjadi disuatu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain
dalam DAS (Grigg, 1996 dalam Fitrah, 2020).
2.2 Sedimentasi
Sedimen merupakan hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi
dan terbawa oleh suatu aliran akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan
airnya melambat atau terhenti. Proses tersebut dikenal dengan istilah sedimentasi
atau pengendapan. Sedimen adalah pecahan-pecahan material umumnya terdiri
atas uraian batu-batuan secara fisis dan secara kimia. Partikel seperti ini
mempunyai ukuran dari yang besar (boulder) sampai yang sangat halus (koloid),
dan beragam bentuk dari bulat, lonjong sampai persegi. Pada umumnya, partikel
yang bergerak dengan cara bergulung, meluncur, dan meloncat disebut angkutan
muatan dasar (bedload transport), sedangkan partikel yang melayang disebut
angkutan muatan layang (suspended load transport). Material sedimen adalah
kuarsa, begitu partikel sedimen terlepas akan terangkut oleh gaya gravitasi, angin,
atau air. Material yang dihasilkan dari erosi yang dibawa oleh aliran air dapat
diendapkan di tempat yang ketinggiannya lebih rendah.
Proses sedimentasi dalam konteks hubungan dengan sungai meliputi
penyempitan palung, erosi, transportasi sedimen (transport sediment),
pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri.
Karena prosesnya merupakan gejala yang sangat kompleks, dimulai dengan
jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan awal mula
proses terjadinya erosi tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama
aliran, sebagian akan tertinggal di atas tanah, sedangkan bagian lainnya masuk
kedalam sungai terbawa aliran menjadi sedimen. Besarnya volume sedimen
5
terutama tergantung pada perubahan kecepatan aliran, karena perubahan pada
musim penghujan dan kemarau, serta perubahan kecepatan yang dipengaruhi oleh
aktivitas manusia (Kusnan dalam Pangestu, 2013).
6
c. Tataguna lahan
Dengan adanya penggunaan lahan, seperti penanaman tanaman disekitar
Daerah Aliran Sungai DAS dengan tataguna lahannya terganggu atau rusak,
maka akan mengurangi kapasitas infiltrasi, sehingga dengan demikian aliran
permukaan akan meningkat dan dapat menimbulkan erosi yang
menyebabkan adanya sedimentasi.
d. Erosi di bagian hulu
Erosi merupakan faktor yang mempengaruhi sedimentasi karena
sedimentasi merupakan akibat lanju dari erosi itu sendiri.
e. Topografi
Tampakan rupa bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, kerapatan
parit atau saluran dan bentuk-bentuk cekungan mempunyai pengaruh pada
sedimentasi.
a. Sedimentasi Fluvial
Sedimen fluvial yaitu proses pengendapan material yang diangkut oleh air
sepanjang aliran sungai. Tempat–tempat pengendapannya antara lain di
dasar sungai, danau, atau muara sungai. Sumber utama dari material yang
menjadi endapan fluvial adalah pecahan dari batuan yang lapuk. Batuan
hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air.
b. Sedimentasi Marine
Sedimentasi Marine yaitu proses pengendapan yang dilakukan oleh
gelombang laut yang terdapat disepanjang pantai. Berdasarkan ukuran
butirannya, sedimentasi marine dapat berkisar dari sedimen berukuran butir
lempung sampai gravel. Suplai muatan sedimen yang sangat tinggi yang
menyebabkan sedimentasi itu hanya dapat berasal dari daratan yang dibawa
7
ke laut melalui aliran sungai atau bisa saja pasir pantai oleh ombak.
Pembukaan lahan di daerah aliran sungai yang meningkatkan erosi
permukaan merupakan faktor utama yang meningkatkan suplai muatan
sedimen ke laut.
c. Sedimentasi Aeolis atau Aeris
Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Hembusan
angin juga bisa mengangkut material debu, pasir, bahkan bahan material
yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya
angkutnya. Peristiwa ini disebut dengan disintegrasi yang prosesnya dapat
fisik atau kimia. Sebagai akibat proses tersebut adalah terbentuknya butiran
tanah dengan berbagai macam sifat yang berbeda, tergantung dari keadaan
iklim, topografi, jenis batuan, waktu dan organisme.
d. Sedimentasi Glasial
Sedimentasi hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimentasi glasial.
Bentang alam hasil pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah. Pada
saat musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur
menuruni lembah. batuan atau tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng
dan mengendap di lembah. Bentuk dari sedimentasi ini adalah osar
(endapan berbentuk unggungan sempit dan panjang), kame (seperti dataran
tinggi), drumlin (bukit kecil bulat dan panjang), dan till plain.
8
Tabel 2.1 Sedimen Menurut Ukurannya
Jenis Sedimen Ukuran Partikel (mm)
Menurut Mulyanto (2007 dalam Pangestu, 2014) ada tiga macam angkutan
sedimen yang terjadi di alur sungai yaitu:
a. Wash load atau sedimen cuci terdiri dari partikel lanau dan debu yang
terbawa masuk ke dalam sungai dan tetap tinggal melayang sampai
mencapai laut, atau genangan air lainnya. Sedimen jenis ini hampir tidak
mempengaruhi sifat-sifat sungai meskipun jumlahnya yang terbanyak
dibanding jenis-jenis lainnya terutama pada saat-saat permulaan musim
hujan datang. Sedimen ini berasal dari proses pelapukan DAS yang terutama
terjadi pada musim kemarau sebelumnya.
b. Suspended load atau sedimen layang terutama terdiri dari pasir halus
yang melayang di dalam aliran karena tersangga oleh turbulensi aliran air.
Pengaruh sedimen ini terhadap sifat-sifat sungai tidak begitu besar. Tetapi
bila terjadi perubahan kecepatan aliran, jenis ini dapat berubah menjadi
angkutan jenis ketiga. Gaya gerak bagi angkutan jenis ini adalah turbulensi
aliran dan kecepatan aliran itu sendiri. Dalam hal ini dikenal kecepatan
pungut atau pick up velocity. Untuk besar butiran tertentu bila kecepatan
pungutnya dilampaui, material akan melayang. Sebaliknya, bila kecepatan
aliran yang mengangkutnya mengecil dibawah kecepatan pungutnya,
material akan tenggelam ke dasar aliran.
9
c. Bed load adalah angkutan dasar dimana partikel-partikel kasar yang
bergerak sepanjang dasar sungai secara keseluruhan. Adanya angkutan
sedimen dasar ditunjukkan oleh gerakan partikel-partikel dasar sungai.
Gerakan ini dapat bergeser, menggelinding atau meloncat-loncat, akan
tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai. Tenaga penggeraknya adalah
gaya seret drag force dari lapisan dasar sungai.
0 1,792 x 10-6
10 1,308 x 10-6
20 1,007 x 10-6
30 0,804 x 10-6
40 0,661 x 10-6
50 0,556 x 10-6
60 0,477 x 10-6
70 0,415 x 10-6
80 0,367 x 10-6
1
90 0,328 x 10-6
100 0,296 x 10-6
Sumber : Yang’s, 1996 Sediment Transport Theory and Practice
Dimana:
To = Suhu tempat yang diketahui (C o);
32o= Penurunan suhu setiap naik 100m (F).
Jika data suhu yang diperoleh tidak sesuai tabel di atas, maka kecepatan
kinematis air dihitung menggunakan metode interpolasi linear.
Berdasarkan data-data diatas, shear velocity atau kecepatan geser (U*) dapat
dihitung menggunakan rumus:
U* = (g x D x S)0,5 (2.2)
Dimana:
U* = Kecepatan geser (ft/s);
g = Gravitasi (ft/s2);
D = Kedalaman sungai (m);
S = Kemiringan lereng sungai.
Angka Reynolds dari kecepatan geser U* dapat dihitung menggunakan
rumus:
Re = (2.3)
Dimana:
Re = Reynolds (ft/s);
U* = Kecepatan geser (ft/s);
d50 = Diameter tengah partikel (ft);
1
Misalkan nilai 1,2 < Re < 70, maka nilai Vcr/ω dapat
dihitungmenggunakan rumus:
Dimana:
Vcr = Kecepatan kritis (ft/s);
Analisis parameter-parameter persamaan konsentrasi adalah sebagai berikut:
Log (2.5)
Log (2.6)
(2.7)
(2.8)
Log{ - } (2.9)
Dimana:
d = diameter tengah partikel (ft);
w = kecepatan jatuh (ft/s);
1
2.4 Perhitungan Sedimentasi menggunakan Metode Yang’s (1996)
Gw = xWxDxV (2.11)
Qt = Cts x Gw (2.12)
Dimana:
CtS = konsentrasi sedimen total;
d50 = diameter tengah partikel (ft);
w = kecepatan jatuh (ft/s);
V = kecepatan aliran (ft/s);
Vcr = kecepatan kritis;
S = kemiringan lereng sungai;
U* = kecepatan geser (ft/s);
W = lebar sungai (m);
D = kedalaman sungai (m);
G = Gravitasi (ft/s2);
1
2.5 Tingkat Bahaya Sedimentasi
1
Hasil dari penelitian ini yaitu sedimentasi dari suatu daerah pengaliran dapat
ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen pada titik kontrol
dari alur sungai. Diperoleh hasil suspended load sebesar 0,000139 ton/hari
dan bed load sebesar 5,03 ton/hari.
3. Oktavia (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sedimentasi
pada Muara Sungai Komering Kota Palembang” bertujuan untuk
menghitung besarnya debit sedimen total yang terjadi pada muara Sungai
Komering. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Yang, metode Englund and Hansen, metode Bagnold, dan metode Laursen.
Hasil yang didapatkan yaitu sedimen total menggunakan metode Yang
sebesar 148,32 lb/s, metode Eunglund and Hunsen sebesar 181,47 lb/s,
metode Bagnold sebesar 10,43%, dan metode Laursen sebesar 82,01%.
4. Sembiring (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sedimentasi
di Muara Sungai Panasen” menggunakan metode Einsten dan metode
Bagnold. Hasil dari penelitian ini adalah perhitungan total angkutan
sedimen di sungai Panasen berdasarkan rumus empiris dengan metode
Einsten dan metode Bagnold yang dihitung berdasarkan debit dominan
memberikan hasil 1,267 m3/detik dan debit total 895,6224 m3/detik dengan
metode Einsten. Debit dominan 1,267 m3/detik dan debit total 1419,5461
m3/detik dihitung dengan metode Bagnold.
5. Sudira (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Angkutan
Sedimen pada Sungai Mansahan” bertujuan untuk mengetahui besaran
sedimen serta pengaruhnya terhadap morfologi sungai. Metode yang
digunakan yaitu metode Van Rijn, metode MPM, dan metode Rottner. Hasil
yang didapatkan yaitu terjadi sedimentasi sebesar 251,21 m 3/hari dan dari
tiga metode tersebut dipakai hasil yang mendekati pengukuran yaitu metode
Rottner.
6. Fitrah (2020) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sedimentasi pada
DAS Krueng Meureubo Studi Kasus Sungai Desa Padang Mancang”
bertujuan untuk mengetahui berapa besar jumlah sedimentasi pada Sungai
Krueng Meureubo di desa Padang Mancang menggunakan metode Yang.
1
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah jumlah transpor sedimen
dasar sebesar 43,94 ton/tahun, sedimen layang 38,43 ton/tahun dan jumlah
total sedimen yaitu sebesar 82,37 ton/tahun.
Metode penelitian adalah proses atau cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang diperlukan untuk penelitian. Pada bagian ini diuraikan mengenai lokasi
penelitian, metode pengumpulan data, penyajiannya serta analisis data. Tahapan
penelitian dapat dilihat pada bagan alir penelitian pada lampiran A.3.1
Kabupaten Aceh Barat memiliki luas wilayah 2.927,95 km² yang terbagi
menjadi 12 Kecamatan. Secara geografis kabupaten ini terletak pada posisi
04°61'-04°47' LU dan 95°00'–86°30' BT. Desa Marek merupakan salah satu desa
yang terletak di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Desa Marek
terletak antara Desa Blang Berandang dan Desa Pasie Jambu. Untuk lebih
jelasnya peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.2
sampai dengan Gambar A.3.5
1
3.2.1 Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti baik
dari survei lapangan, wawancara maupun kuisioner. Data primer dalam penelitian
ini berupa:
1
- Pengukuran kedalaman sungai dapat dilakukan di atas perahu, dengan
menghitung kedalaman sungai per pias yaitu 10 m dari lebar sungai pada
beberapa titik STA sungai dan;
- Kemudian pada setiap STA 10 m dihitung kedalaman dengan bak ukur.
1
3.2.2 Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapat dari berbagai sumber ataupun
lembaga terkait. Data sekunder dalam perencanaan ini meliputi data:
1. Peta DAS Krueng Meureubo di Desa Marek Skala 1 : 350.000. Adapun peta
DAS Krueng Mereubo diambil dari Balai Pengolahan DAS Provinsi Aceh.
Lebih jelasnya peta Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dilihat pada
Lampiran A Gambar A.3.6.
2. Peta topografi DAS Krueng Meureubo diperoleh dari BAPPEDA Aceh
Barat. Peta topografi merupakan peta yang menggambarkan informasi
elevasi permukaan di wilayah DAS Krueng Meureubo. Lebih jelasnya peta
topografi dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.7.
1
Gambar 3.1 : Alat sedimen trap
Sumber : Fitrah, 2020
2
Gambar 3.2: Pengambilan sampel sedimen dengan cara EDI
Sumber: Equal Discharge Increment
Misalnya pada setiap sub-penampang direncanakan menampung 25 % dari
total debit (atau akan dilakukan pengambilan sampel sedimen pada empat
vertikal), maka pengambilan sedimen harus dilaksanakan pada vertikal yang
mempunyai besar aliran kumulatif. Jika akan dilakukan pengambilan 3 sampel
maka pengambilan sampel sedimen dilakukan pada vertikal yang mempunyai
besar aliran kumulatif sebesar 1/6, 3/6 dan 5/6 dari debit total pada penampang
tersebut.
2
f. Setelah itu timbang kontainer yang telah di oven setelah dingin
2
g. Saring butiran yang ada didalam hydrometer dan dicuci hingga bersih;
h. Pindahkan butiran kedalam kontainer dan di oven selama 24 jam.
2
e. Menghitung Analisis parameter-parameter persamaan konsentrasidengan
menggunakan Persamaan 2.5 sampai 2.9 konsentrasi ini dihitung
menggunakan data-data diatas yang sudah di peroleh, hasil dari persamaan
konsentrasi ini di distribusikan kedalam perhitungan metode Yang’s;
f. Pehitungan jumlah sedimentasi dengan metode Yang’s menggunakan
Persamaan 2.10 sampai 2.12 dimana data yang sudah dihitung
didistribusikan ke Persamaan 2.10 kemudian dilanjutkan dengan
menghitung volume berat air dan terakhir perhitungan muatan sedimen
dengan memasukan data konsentrasi yang sudah dihitung dengan data
volume berat air.