Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
( 041319765 )
Pada dekade awal abad ke-21, Bangsa Indonesia menghadapi gelombang besar pada
masa reformasi berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi, desentralisasi, dan globalisasi.
Sekalipun keadaan serupa pernah terjadi pada beberapa kurun waktu yang Ialu / namun tuntutan
saat ini mangandung nuansa yang berbeda sesuai dengan kemajuan zaman.
Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang perlu
dikembangkan adalah komitmen yang tsnggi untuk menerapkan nilai luhur dan prinsip tata
kelola (good governance) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan negara, sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
BAB II
Pembahasan
Di satu sisi istilah good governance dapat dimaknai secara berlainan, sedangkan sisi yang
lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan, perusahaan
atau organisasi kemasyarakatan, Apabila istilah ini dirujuk pada asli kata dalam bahasa Inggris:
governingf maka artinya adalah mengarahkan atau mengendalikan, Karena itu gooc governance
dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi
masalah publik. Oleh karena itu ranah good governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi
pemerintahan, tetapi jugs pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi
nonpe-merintah dan sektor swasta. Singkatnya, tuntutan terhadap good governance tidak hanya
ditujukkan kepada penyelenggara negara atau pemerintah, me-lainkan juga pada masyarakat di
luar struktur birokrasi pemerintahan.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan yang baik adalah
baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsui dalam pemerintahan bisa bergerak secara
sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat, serta terbebas dari
gerakan-gerakan an-arkis yang bisa menghambat proses dan laju pembangunan. Pemerintahan
juga bisa dikatakan baik jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan
ekonomi rakyat meningkat, baik dalam aspek produk-tivitas maupun dalam daya belinya;
kesejahteraan spiritualnya meningkal dengan indikator rasa aman, bahagia, dan memiliki rasa
kebangsaan yang tinggi.[1]
Secara umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau
mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance memiliki pengertian pengejawantahan
nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga Negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang
berkeadaban melalui wujud pemerintahan yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa
menjelaskan bahwa good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi
dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa dikatakan
baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam
suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai sebuah paradigm pengelolaan lembaga
Negara, clean and good governance dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua
unsur yang saling terkait yaitu negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor
swasta.[2]
Penerapan good governance di Indonesia dilatarbelakangi oleh dua hal yang sangat
mendasar:
a. Tuntutan eksternal: Pengaruh globalisasi telah memaksa kita untuk menerapkan Good
governance. Good Govermence telah menjadi ideologi baru negara dan lembaga donor
internasional dalam mendorong negara-negara anggotanya menghormati prinsip-prinsip ekonomi
pasar dan demokrasi sebagai prasyarat dalam pergaulan internasional. Istilah good governance
mulai mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan interaksi antara
pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan lembaga-lembaga donor yang menyoroti
kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi dan politik daiam negeri Indonesia.
b. Tntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu penyebab terjadinya
krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse of power yang terwujud dalam bentuk
KKN (korupsi, kolusi, dan spotisme) dan sudah sedemikian rupa mewabah dalam segala aspek
kehidupan. Proses check and balance tidak terwujud dan dampaknya lenyeret bangsa Indonesia
pada keterpurukan ekonomi dan ancaman isintegrasi. Berbagai kajian ihwal korupsi di Indonesia
memperlihatkan Drupsi berdampak negatif terhadap pembangunan melalui kebocoran, \ark up
yang menyebabkan produk high cost dan tidak kompetitif di asar global (high cost economy),
merusakkan tatanan masyarakat dan ?hidupan bernegara. Masyarakat menilai praktik KKN yang
paling lencolok kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh ibang-cabang
pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini lengarahkan wacana pada bagaimana
menggagas reformasi birokrasi emerintahan (governance reform).
Realitas sejarah ini menggiring kita pada wacana bagaimana mendorong a menerapkan
nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan tralisasi penyelenggaraan pemerintahan.
Good governance ini dapat sil bila pelaksanaannya dilakukan dengan efektif, efisien, responsif
terhadap kebutuhan rakyat, serta dalam suasana demokratis, akuntabel, dan transparan.[3]
Sedangkan istilah "kepemerintahan" atau dalam bahasa Inggris "governance" adalah "The
act, fact, manner of governing," berarti: tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan
pemerintahan." Dengan demikian 'governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana
dikemukakan oleh Kooiman (l993) bahwa govrrnanco lebih merupakan "...serangkaian proses
interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-
kepentingan tersebut.”
Istilah "governance" tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga
mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarah-an, pembinaan penyelenggaraan serta bisa
juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terdapat istilah public
governance, private governance, corporate governance, dan banking governance. Governance
sebagai terjemahan dan pemerintahan kemudian berkembang dan menjadi populer dengan
sebutan kepemerintahan atau tata kelola, se-dangkan praktik terbaiknya disebut kepemerintahan
atau tata kelola yang baik (good governance).
Secara konseptual, pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik
(good governance) mengandung dua pemahaman:
a. Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuaa rakyat dalam mencapai tujuan (nasional) kemandirian, pembangunarr
berkelanjutan, dan keadilan sosial.
b. Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk
mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya, lembaga administrasi negara mengemukakan bahwa good governance berorientasi
pada:
a. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.
b. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan
upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam
kehidupan bernegara dengan ele men-elemen konstitusinya seperti: legitimacy (apakah
pemerintah d/pi-lih oleh dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountability scur-ing of
human right, autonomy, and devolution of power dan assurance of civian control. Sedangkan
orientasi kedua, bergantung pada sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan
administrasinya berfungs/ so cara efektif dan efisien.
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan umum atau negara.
a. Asal usul korupsi di negara berkembang
Namun efektivitasnya bukan hanya diragukan bahkan menjadi sumber kobocoran baru
dengan terjadinya pengaturan laporan keuangan dan pelbagai bentuk KKN. Akhirnya BPK pun
menjadi mandul dan malahan menjadi pengganda kebocoran. Wapres yang fokus kepada
pengawasan serta juga ada menko dan menneg PAN yang juga bertugas untuk pengawasan pun
hampir tak pernah terdengar kiprahnya. Barangkali semua itu karena sifat pemerintahan dan
sistem politik otoritarian dan sentralistik sehingga sistem check and balance dari DPR maupun
yudikatif menjadi lumpuh. Pers pun dibungkam bahkan para aktivis kritis pun banyak ditangkap.
Reformasi yang dilakukan sejak 1998 hingga sekarang juga baru menyentuh secara
politik. Dan korupsi pun makin mengalami ramifikasi baik vertikal (menyebar ke daerah)
maupun horizontal (bukan hanya di pemerintah dan lembaga yudikatif tapi juga ke DPR)
sehingga popular dengan adanya ''korupsi berjamaah''. Modus operandinya di samping yang
tradisional dan modern tak pernah hilang bahkan tipikal pascamodern pun bermunculan seperti
lenyapnya keuangan negara ratusan triliun karena gelontoran dana rekap perbankan. Kemudian
pembobolan bank (skala triliunan antara lain BNI, Mandiri), illegal logging, illegal fishing,
penyelundupan komoditas strategis (migas, gula, beras, dst). Yang lebih baru adalah politik uang
dalam sistem politik di pusat (KPU, pemilihan ketua partai, promosi jabatan di pemerintahan dan
BUMN, dst), di daerah (pilkada oleh DPRD maupun pilkada langsung), dan masih banyak lagi.
Upaya pemberantasan korupsi di masa reformasi ini dimulai momentum dengan adanya
kebebasan pers dan kebebesan politik umumnya.
Dalam pelembagaannya dimulai dengan pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Pejabat Negara (KPKPN) yang mulai terjadi sedikit gereget dengan terungkapnya daftar
kekayaan berbagai pejabat tinggi yang abnormal. Misalnya terungkapnya misteri kekayaan Jaksa
Agung MA Rahman dan pejabat lainnya meski satu pun dari temuan itu tak ada tindak lanjut
secara hukum. Malahan oleh pemerintahan Megawati KPKPN ini pun ''dibubarkan'' dan
dintegrasikan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pada
pemerintahan Megawati keberadaan KPTPK ini pun sulit berperan, karena konon sulitnya
pemberian izin bagi pejabat untuk diperiksa.
Baru sejak pemerintahan SBY sedikit terkuak harapan dengan lebih lancarnya izin
tersebut dengan mulai adanya pemeriksaan (misal kasus KPU dan Bank Mandiri) bahkan juga
mulai ada yang divonis (kasus pimpinan DPRD Sumbar dan pejabat daerah lainnya, kasus
Gubernur Abdullah Puteh dan Kharis Walid). Patut dicatat dengan sedikit ada harapan ini, tak
luput dari peran BPK sejak dipimpin Billy Joedono dan diteruskan oleh Anwar Nasution yang
menguak data-data penyelewengan skala mega di pelbagai lembaga strategis. Namun, kesan
masih memburu kasus sensitif secara politis dalam pemberantasan korupsi ini masih belum
pupus, karena untuk kasus lebih kolosal semisal kasus BLBI yang nilainya puluhan triliun masih
belum tersentuh sama sekali.
b. Dampak korupsi
2.6 Hubungan antara Clean and Good Governance dengan gerakan Anti Korupsi
Clean and good governance meniscayakan adanya transparansi disegala bidang. Hal ini
untuk mengikis budaya korupsi yang mengakibatkan kebocoran anggaran dalam penggunaan
uang negara untuk kepentingan individu atau golongan bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam menciptakan situasi perang terhadap korupsi Didin S Damanhuri menyusun grand
design:
Pertama, apapun kebijakan antikorupsi yang diambil, haruslah disadari bahwa kebijakan dan
langkah-langkah tersebut hendaknya ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang strategis,
berkelanjutan, dan paling bertanggung jawab di antara semua langkah total football, estafet dari
semua pihak yang peduli terhadap pemberantasan korupsi, baik dari kaum agamawan, akademisi,
parlemen, LSM, pers, dunia internasional, dan seterusnya
Kedua, menghindari politik belah bambu yang menggunakan KPTPK, Kejaksaan, dan Polri
untuk memburu pihak-pihak yang secara politis harus dikalahkan dan membiarkan pihak-pihak
yang dianggap kawan politik.
Ketiga, keseriusan untuk mencari solusi terbebasnya TNI dan Polri dari dunia politik dan bisnis
secara tuntas.
Keempat, euforia elite politik di pusat dan daerah dalam menikmati kebebasan politik,
kebebasan berpendapat, dan kebebasan pers yang seharusnya semakin mendewasakan kehidupan
berdemokrasi yang ujung-ujungnya juga mampu membangkitkan kembali kehidupan ekonomi
dengan ukuran rakyat yang semakin sejahtera.[7]
2.7 Hubungan antara Good and Clean Governance dengan Kinerja Birokrasi Pelayanan
Publik.
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara, banyak upaya pemerintah yang sudah
dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah semakin jelas keseriusan pemerintah dalam hal pembenahan
sistem pengelolaan keuangan negara, mengutip pendapat pakar bahwa selama ini yang
diterapkan nampaknya masih lemah dan cenderung membuka peluang yang sangat besar bagi
terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan hanya tanggungjawab BPKP tetapi seluruh
instansi pemerintah guna mewujudkan Good Governance untuk menuju Clean Government.
Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) PP 60 tahun 2008 jelas bahwa
BPKP mempunyai tugas yang cukup berat.
Tentu bukan soal yang mudah dalam mempersiapkan personil yang dapat melaksanakan tugas
tersebut, perlu adanya kesepahaman dalam mencermati secara komprehensif apa yang tertuang
dalam PP tersebut.[8]
Dengan tiga pilar pelayanan public menjadi titik setrategis untuk memulai pengembangan
dan penerapan Clean and good governance di Indonesia. Tiga pilar tersebut yakni:
1. Pelayanan publik selama ini menjadi tempat dimana negara yang diwakili pemerintah
berinteraksi dengan lembaga non pemerintah.
2. Pelayanan publik tempat dimana berbagai aspek Clean and good governance dapat
diartikulasikan lebih mudah.
3. Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu pemerintah, masyarakat dan mekanisme
pasar.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Pemerintah atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai "The authoritative
direction and administration of the affairs of men/women in a nation, state, city, etc"
(pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara,
negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik, kebahasaan governance berarti
tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata kepemerintahan yang baik.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good
governance yang harus diperhatikan yaitu :
Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris adalah: "The auhoritative direction and
administration of the affairs of men/women in a na-loft, state, city, etc." Atau dalam bahasa
Indonesia berarti "Pengarahan dan idministrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam
sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan sebagainya." Bisa juga berarti "The governing )Ody of
nation, state, city, etc." Atau lembaga atau badan yang menyeleng-[arakan pemerintahan negara,
negara bagian atau kota, dan sebagainya
Ada tiga karakteristik dasar good governance:
Diakuinya semangat pluralisme.
Tingginya sikap Toleransi,
Tegaknya prinsip demokrasi.
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
mengambil keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan umum atau negara.
[1] Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha Ilmu, 2009 )
[2] A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007)
Cet. IV, hlm. 215
[3] Ibid. Srijanti,dkk.
[6]Didin S Damanhuri, Kompleksitas Korupsi , (Bogor :Pengamat Ekonomi Politik dan Guru Besar Ekonomi IPB, sumber opini agung prabowo
AGP )
[7] Ibid Srijanti,dkk.
[8] Situs Web BPKP, Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Barat, Bandung