Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering terjadi (Dermawan & Rahayuningsih, 2012).
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang
buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam system imun sektorik
di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system
imun yang jelas (Syamsyuhidayat, 2005). Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi
farmakologik juga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan
memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan
pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke
rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi
peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan memberikan
manifestasi nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan 2 respons
peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba - tiba
datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2010).

Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 3442 juta kasus tiap tahun
(Stacroce, 2013). Statistik di Amerika mencatat setiap tahun terdapat 30 – 35
juta kasus apendisitis (Departemen Republik Indonesia, 2013). Penduduk di
Amerika 10%  menjalani apendektomy (pembedahan untuk mengangkat apendiks). Afrika dan
Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola diitnya yang
mengikuti orang barat.       
Survey di 15 provinsi di Indonesia tahun 2014 menunjukan jumlah apendisitis yang dirawat
di
rumah sakit sebanyak 4.351 kasus. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun se
belumnya, yaitu sebanyak 3.236 orang. Awal tahun 2014, tercatat 1.889 orang di Jakarta yang
dirawat di rumah sakit akibat apendisitis (Depkes RI, 2013). Kementrian
Kesehatan menganggap apendisitis merupakan isu prioritas kesehatan di
tingkat lokal dan nasional karena mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat
(Depkes RI, 2013). Dinas kesehatan Jawa tengah menyebutkan pada tahun
2014 jumlah kasus apendisitis sebanyak 1.355 penderita, dan
190 penderita diantaranya menyebabkan kematian.
Berdasarkan data yang diperoleh dari RST Dokter Soedjono Magelang pada tahun
2014 prevalensi dari semua kasus penyakit pembedahan
digestive ditemukan ada 354 kasus dengan kejadian apendisitis berjumlah 266 kasus sebanyak
(75%). Laki - laki berjumlah 136 penderita sebanyak (51%), sedangkan perempuan 130
penderita sebanyak (49%).  Angka kejadianapendisitis yang dilakukan pembedahan
sebanyak  239 penderita (90%) dan yang tidak dilakukan pembedahan sebanyak 27 penderita
(10%).

Sedangkan data yang diperoleh dari RST Dokter Soedjono Magelang pada periode 1 Januari


sampai dengan 31 September 2015 prevalensi dari semua kasus penyakit pembedahan
digestive ditemukan 245 kasus dengan kejadian apendisitis berjumlah 159 kasus sebanyak
(65%). Laki-laki sebanyak 75 penderita (47%), Sedangkan perempuan sebanyak 84 penderita
(53%), dan angka kejadian apendisitis yang dilakukan pembedahan sebanyak 146
penderita  (92%) dan yang tidak dilakukan pembedahan sebanyak 13 penderita (8%).
Dampak penderita ketika tidak dilakukan
pembedahan dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insiden perforasi adalah 10% sampai
32%. Perforasi terjadi secara umum 24 jam pertama setelah awitan nyeri. Angka kematian yang
timbul akibat terjadinya perforasia dalah 10 - 15% dari kasus yang ada,
sedangkan angka kematian penderita apendisitis akut adalah 0,2% - 0,8% yang
berhubungan dengan komplikasi penyakitnya akibat intervensi tindakan (Sjamsuhidayat, 2005).
Dampak apendisitis juga muncul
setelah dilakukan pembedahan yaitu akan menimbulkan nyeri bagi penderita. Dapat terjadi per
darahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan (Sjamsuhidayat, 2005).
Alternatif penulis untuk mengatasi masalah pada penderita apendisitis yang tidak dilakukan
pembedahan adalah segera untuk dilakukan pembedahan pada penderitanya. Hal
ini didukung menurut pendapat (Tzanakis, 2010) yang berbunyi, bahwa pada penderita
apendisitis dapat terjadi perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan
cairan inflamasi dan bakteri  masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi
permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Alternatif yang bisa dilakukan pada
penderita harus segera untuk dilakukan pembedahan agar tidak terjadi abses  dan peritonitis
yang lebih parah. Peradangan yang sudah berlanjut dan infeksi sudah menyebar keseluruh
rongga perut akibatnya terjadi perluasan infeksi pada organ yang lain. Penderita yang sudah
dalam infeksi berat dapat mengakibatkan kematian maka harus segera untuk dilakukan operasi.
Alternatif penulis yang selanjutnya untuk mengatasi masalah pada penderita apendisitis
yang setelah dilakukan pembedahan adalah relaksasi dan distraksi, pencegahan infeksi, dan
observasi tanda - tanda vital. Hal ini didukung menurut pendapat (Tzanakis, 2010) yang
berbunyi, mengajarkan teknik relaksasi distraksi pada penderita agar nyeri yang
ditimbulkan akibat dari perlukaan jaringan dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan. Kemudian hal penting yang
perlu diidentifikasi dalam mencegah infeksi setelah pembedahan mencakup;
kondisi luka atau balutan, perdarahan, warna insisi dan jahitan, drain, tanda – tanda infeksi,
tipe eksudat dan jumlah serta sumber - sumber lain yang dapat menyebabkan risiko infeksi.
Teknik aseptik yang
tepat harus diperhatikan pada saat mengganti balutan. Dilakukan observasi tanda – tanda vital
untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia atau gangguan pernapasan. 

Dari penjelasan di atas penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Keperawatan Post


Operasi Apendisitis pada Tn. X di Bangsal X RST Dokter Soedjono Magelang”
B.       Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Menggambarkan Pengelolaan Asuhan Keperawatan Post Operasi Apendisitis di
RST Dokter Soedjono Magelang
2.    Tujuan Khusus
a.         Menggambarkan pengkajian post operasi apendisitis padaTn. X
b.         Menggambarkan masalah keperawatan pada Tn. X dengan post
       operasi apendisitis
c.         Menggambarkan perencanaan untuk memecahkan masalah pada Tn. X dengan post
operasi apendisitis
d.      Menggambarkan tindakan yang dilakukan untuk pemecahan masalah padaTn X dengan post
operasi apendisitis
e.       Menggambarkan penilaian/evaluasi pencapaian tujuan pengelolaan masalah pada Tn. X dengan
post operasi apendisitis
f.       Menggambarkan kesenjangan antara teori dan kondisi nyata di layanan kesehatan terkait post
apendisitis
C.      ManfaatPenulisan
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberi manfaat praktis dalam keperawatan yait
u sebagai panduan perawat dalam pengelolaan keperawatan post
apendisitis pada penderita. Diharapkan menjadi informasi bagi tenaga kesehatan lain
terutama dalam pengelolaan keperawatan post apendisitis pada penderita.

Anda mungkin juga menyukai