Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KOLABORASI DAN RUJUKAN

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

DWI KISWANTI (PBd19.001)

LILI KURNIATI ( PBd19.007)

RACHAMIWATI PUTRI JUNITA S ( PBd19.011)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU

KENDARI 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
KOLABORASI DAN RUJUKAN.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
dikemudian hari.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Kendari, 22 Mei 2022,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN

BAB II

PEMBAHASAN

A. RUJUKAN
B. JENIS-JENIS RUJUKAN
C. PERSIAPAN RUJUKAN
D. MEKANISME RUJUKAN
E. HIRAKSI PELAYANAN KESEHATAN
F. KEBIJAKAN PENGELOLAAN PELAYANAN RUJUKAN OBSTETRI &
NEONATAL DASAR DAN KOMPREHENSIF ( PONED & PONEK )
G. RUJUKAN KLIEN/PASIEN PADA KASUS PATOLOGIS
H. KOLABORASI
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam


Permenkes No. 01 Tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan
penyelenggaraan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang
dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.

Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang


kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung
jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita ketahui bersama
bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi
oleh bangsa kita. Masalah 3T (tiga terlambat) merupakan salah satu hal yang melatar
belakangi tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas
pelayanan kesehatan.

Dengan adanya system rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan


kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus yang
tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang
menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, terutama dalam
mengatasi keterlambatan.

Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu
atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika
menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam melakukannya, akan berakibat
fatal bagi keselamatan ibu dan bayi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini
adalah:
1. Apa pengertian Sistem Rujukan?
2. Apa saja jenis-jenis Rujukan?
3. Apa saja persiapan untuk Rujukan?
4. Bagaimana mekanisme Rujukan?
5. Bagimana hirarki pelayanan kesehatan?
6. Bagimana kebijakan pengolahan rujukan?
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian Sistem Rujukan
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Rujukan
3. Untuk mengetahui persiapan Rujukan
4. Untuk mengetahui mekanisme Rujukan
5. Untuk mengetahui hirarki Pelayanan kesehatan
6. Untuk mengetahui kebijakan pengolahan rujukan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rujukan

Rujukan kebidanan adalah kegiatan pemindahan tanggungjawab terhadap


kondisi klien/pasien ke fasilitas pelayanan yang lebih memadai (tenaga atau
pengetahuan, obat, dan peralatannya).

Pengertian sistem rujukan menurut Sistem Kesehatan Nasional Depkes RI


2009, merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu/lebih kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dariunit berkemampuan kurang
kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal antar unitunit yang stingkat
kemampuannya. Sistem rujukan upaya keseamatan adalah suatu sistem jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung
jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi
antar unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tingi ke unit
yang lebih rend ah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional
dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi

B. Jenis-Jenis Rujukan
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari:
1. Rujukan medik
Yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul
baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu
menangani secara rasional.
Jenis rujukan medic antara lain:
a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan diagnostic,
pengobatan, tindakan opertif dan lain – lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lenih lengkap.
c. Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten
atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.

2. Rujukan kesehatan

Yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas


yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah
kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan
kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan
operasional.

C. Persiapan Rujukan

Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan, disingkat


“BAKSOKUDA” yang dijabarkan sebagai berikut :

1. B (bidan): pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang


kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
2. A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti spuit,
infus set, tensimeter, dan stetoskop
3. K (keluarga): beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan
mengapa dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain diusahakan untuk dapat
menyetujui Ibu (klien) ke tempat rujukan.
4. S (surat): beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan
rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu
(klien)
5. O (obat): bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk
6. K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu
(klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam
waktu cepat
7. U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup
untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di tempat rujukan
8. DA (Darah & Do’a)

D. Mekanisme Rujukan
Adapun mekanisme rujukan yang perlu dilakukan antara lain:
1. Menentukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu dan
puskesmas
a. Pada tingkat Kader
Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat
menetapkan tingkat kegawatdaruratan
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus
yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus
menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang
harus dirujuk
2. Menentukan tempat tujuan rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya.
Klien dan keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita segera
dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih mampu
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju melalui telepon atau radio
komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
5. Persiapan penderita

Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu atau
dilakukan stabilisasi. Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam
perjalanan. Surat rujukan harus dipersiapkan sesuai dengan format rujukan dan
seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat
rujukan.

6. Pengiriman penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana
transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita.
7. Tindak lanjut penderita
a. Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut,
dilakukan tindakan sesuai dengan saran yang diberikan.
b. Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka perlu
dilakukan kunjungan rumah

E. Hirarki Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kebidanan dilakukan sesuai dengan hirarki pelayanan kesehatan yang ada
mulai dari:
1. Pelayanan kesehatan tingkat primer di puskesmas.
Meliputi : Puskesmas dan jaringannya termasuk Polindes / Poskesdes, Bidan
Praktik Mandiri, Klinik Bersalin serta fasilitas kesehatan lainnya milik pemerintah
maupun swasta.
Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif,
deteksi dini dan memberikan pertolongan pertama pada kegawat-daruratan obstetri
neonatal (PPGDON) untuk tindakan pra rujukan dan PONED di Puskesmas serta
pembinaan UKBM termasuk Posyandu
2. Pelayanan kesehatan tingkat sekunder
Meliputi : Rumah Sakit Umum dan Khusus baik milik Pemerintah maupun Swasta
yang setara dengan  RSU Kelas D, C dan B Non Pendidikan, termasuk Rumah
Sakit Bersalin (RSB), serta Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA).
Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif,
deteksi dini, melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi mencegah 
terjadinya keterlambatan penanganan dan kolaborasi dengan nakes lain dalam
penanganan kasus (PONEK).
3. Pelayanan kesehatan tingkat tersier di RS type B dan A
Meliputi : Rumah Sakit yang setara dengan Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus Kelas A, kelas B pendidikan, milik Pemerintah maupun swasta.
Memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif,
deteksi dini, melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi mencegah
terjadinya keterlambatan penanganan, kolaborasi dg nakes lain dalam penanganan
kasus PONEK dan asuhan kebidanan/penatalaksaaan kegawat-daruratan pada
kasus-kasus kompleks sebelum mendapat penanganan lanjut.

F. Kebijakan Pengelolaan Pelayanan Rujukan Obstetri & Neonatal Dasar dan


Komprehensif ( PONED & PONEK )
Pengertian: Lembaga dimana rujukan kasus diharapkan dapat diatasi dengan
baik, artinya tidak boleh ada kematian karena keterlambatan dan kesalahan
penanganan
Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan:
Kegawatdaruratan dapat terjadi secara tiba-tiba (hamil, bersalin,nifas atau bayi
baru lahir), tidak dapat diprediksi.Oleh karena itu, Tenaga bidan perlu memiliki
kemampuan penanganan kegawatdaruratan yang dilakukan dengan tepat dan cepat
Upaya Penanganan Terpadu Kegawatdaruratan:
1. Di masyarakat
Peningkatan kemampuan bidan terutama di desa dalam memberikan pelayanan
esensial, deteksi dini dan penanganan kegawatdaruratan  (PPGDON)
2. Di Puskemas
Peningkatan kemampuan  dan kesiapan puskesmas dlm memberikan Penanganan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar ( PONED )
3. Di Rumah Sakit
Peningkatan kemampuan dan kesiapan RS kab / kota dlm PONEK
4. Pemantapan jarigan pelayanan rujukan obstetri & neonatal
Koordinasi lintas program, AMP kab / kota dll
Kegiatan Making Pregnancy Safer (MPS) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu dan
Bayi

1. Pelayanan Obstetri dasar di tingkat Polindes dan Puskesmas


2. Menyediakan minimal 4 Puskesmas PONED di setiap Kabupaten/Kota
3. Menyediakan 1 Pelayanan PONEK 24 jam di Rumah Sakit Kabupaten/Kota

Jenis kriteria pelayanan kesehatan rujukan:

1. PUSKESMAS PONED

Puskesmas yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan obstetri


neonatal emergensi dasar langsung terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan
neonatal dengan komplikasi yang mengancam jiwa ibu dan neonatus

Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar, meliputi:

a. Pemberian oksitosin parenteral


b. Pemberian antibiotik parenteral
c.  Pemberian sedatif parenteral pada tindakan kuretase digital dan plasenta
manual
d. Melakukan kuretase, plasenta manual, dan kompresi bimanual
e.  Partus dengan tindakan ekstraksi vacum,ekstraksi forcep

Pelayanan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi:

a. Resusitasi bayi asfiksia


b.  Pemberian antibiotik parenteral
c. Pemberian anti konvulsan parenteral
d. Pemberian Phenobarbital
e. Kontrol suhu
f. Penanggulangan gizi
2. RUMAH SAKIT PONEK 24 JAM

Rumah sakit yang memiliki tenaga dengan kemampuan serta sarana dan
prasarana penunjang yang memadai untuk memberikan pertolongan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar dan komprehensif dan
terintergrasi selama 24 jam secara langsung terhadap ibu hamil, nifas dan
neonatus, baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader, bidan, Puskesmas
PONED, dll

Kemampuahn PONEK meliputi :

a. Pelayanan obstetri komprehensif


 Pelayanan obstetri emergensi dasar (PONED)
  Transfusi darah
 Bedah Caesar
b. Pelayanan Neonatal Komprehensif
 Pelayanan neonatal emergensi dasar
  Pelayanan neonatal intensif

Kriteria RS PONEK 24 Jam:

a.  Memberikan pelayanan PONEK 24 jam secara efektif (cepat, tepat-cermat


dan purnawaktu) bagi bumil/bulin, bufas, BBL – ada SOP
b. Memiliki kelengkapan sarana dan tenaga terampil untuk melaksanakan
PONED/PONEK (sesuai dengan standar yang dikembangkan) – tim PONEK
terlatih
c. Kemantapan institusi dan organisasi, termasuk kejelasan mekanisme kerja
dan kewenangan unit pelaksana/tim PONEK- ada kebijakan 
d.  Dukungan penuh dari Bank Darah / UTD – RS, Kamar Operasi,
HCU/ICU/NICU, IGD dan unit terkait lainnya 
e. Tersedianya sarana/peralatan rawat intensif dan diagnostik pelengkap
(laboratorium klinik, radiologi, RR 24 jam, obat dan penunjang lain. )

G. RUJUKAN KLIEN/PASIEN PADA KASUS PATOLOGIS


Pengertian: suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus kebidanan atau
dengan penyakit penyerta atau komplikasi yang memerlukan pelayanan dengan
menggunakan pengetahuan, fasilitas, dan peralatan yang memadai, atau kondisi
klien/pasien di luar kewenangan bidan.
Indikasi perujukan ibu yaitu :
1. Riwayat seksio sesaria
2. Perdarahan per vagina
3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu)
4. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
5. Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam
6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
7. Ikterus
8. Anemia berat
9. Tanda/gejala infeksi
10.  Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan
11.  Tinggi fundus uteri 40 cm atau lebih
12.  Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masuk 5/5
13.  Presentasi bukan belakang kepala
14.  Kehamilan gemeli
15.  Presentasi majemuk
16.  Tali pusat menumbung
17.  Syok

Pendekatan yang digunakan dalam memberikan Asuhan kebidanan kepada klien 


sesuai denganPedoman Asuhan Kebidanan pada Kasus Rujukan Ibu Hamil, Bersalin,
Nifas, dan Bayi Baru Lahir dan Standar Asuhan Kebidanan Kepmenkes nomor 938
tahun 2007, dimana  pengambilan keputusan klinis bidan diambil berdasarkan hasil
pengkajian melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik, kemudian dirumuskan diagnosa
kebidanan berdasarkan permasalahan yang ditemui. Setelah diagnosa  dibuat, maka
diberikan intervensi sesuai dengan prioritas kegawatan kondisi ibu dan janin, sesuai
kewenangan bidan, dan kewenangan tempat pelayanan dasar, PONED serta PONEK.
Kemudian pencatatan asuhan pada formulir/ status klien/ Rekam medis yang
digunakan.

H. Kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama)

dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberi asuhan pada

pasien. Dalam praktiknya, kolaborasi dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis

pasien serta bekerjasama dalam penatalaksanaan dan pemberian asuhan. Masing-

masing tenaga kesehatan dapat saling berkonsultasi dengan tatap muka langsung

atau melalui alat komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan dilakukan.

Petugas kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab terhadap

keseluruhan penatalaksanaan asuhan.

Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan

sebagai anggota tim yang kegiatannya di lakukan secara bersamaan atau sebagai

salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan. Tujuan

pelayanan ini adalah berbagi otoritas dalam pemberian pelayanan berkualitas sesuai

ruang lingkup masing-masing.

1. Elemen kolaborasi mencakup:

a. Harus melibatkan tenaga ahli dengan keahlian yang berbeda, yang dapat
bekerjasama secara timbal balik dengan baik.
b. Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama.
c. Kelompok harus memberi pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari

kombinasi pandangan dan keahlian yang di berikan oleh setiap anggota tim

tersebut.

2. Tugas pelayanan kolaborasi /kerjasama terdiri dari:

a. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai

fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.


b. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil resiko tinggi dan pertolongan
pertama pada

kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.


c. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dan
pertolongan pertama pada

kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.


d. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dan pertolongan
pertama pada

kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.


e. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan pertolongan pertama
pada kegawatan

yang memerlukan tindakan kolaborasi.


f. Memberikan asuhan kebidanan pada balita resiko tinggi dan pertolongan

pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.

Contoh kasus :
1. Kolaborasi bidan dengan ahli gizi
Ny. T datang ke bidan A untuk konsultasi tentang keadaannya yang

masih dalam masa nifas. Ternyata setelah diperiksa, status gizi Ny.

T buruk dan Ny. T mengalami anemia berat. untuk menangani hal

itu, bidan A berkolaborasi dengan ahli gizi dalam upaya perbaikan

status gizi Ny.

T yang mengalami gizi buruk dan anemia berat.


2. Kolaborasi bidan dengan Psikolog
Anak Ny. W meninggal satu minggu yang lalu, akibat hal itu Ny. W
mengalami depresi. Untuk

menangani depresi Ny. W yang kehilangan anaknya, bidan A


berkolaborasi dengan psikolog.
a. Perkembangan Proses Kolaborasi
Pada awalnya, praktik kolaborasi menggunakan model
hierarki yang menekankan

komunikasi satu arah, kontak terbatas antara pasien dan dokter,

dan menempatkan dokter sebagai tokoh yang dominan.


Pola tersebut berkembang menjadi model praktik
kolaborasi yang menekankan

komunikasi dua arah, tetapi tetap menempatkan dokter pada posisi

utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien.


Pola yang ketiga lebih berpusat pada pasien. Sesama

pemberi pelayanan harus dapat bekerja sama, begitu juga dengan

pasien. Model ini berbentuk melingkar. Menekankan kontinuitas dan

kondisi timbal balik satu sama lain. Tidak ada satu pemberi

pelayanan yang

mendominasi secara terus menerus.


b. Kolaborasi Dalam Praktik Kebidanan
Dalam praktik pelayanan kebidanan, layanan kolaborasi

adalah asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien dengan

tanggung jawab bersama semua pemberi pelayanan yang terlibat.


Misalnya: bidan, dokter, dan atau tenaga kesehatan profesional

lainnya. Bidan merupakan

anggota tim.
Bidan meyakini bahwa dalam memberi asuhan harus tetap

menjaga, mendukung, dan menghargai proses fisiologis manusia.

Intervensi dan penggunaan teknologi dalam asuhan hanya atas indikasi.

Rujukan yang efektif dilakukan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan

bayinya. Bidan adalah praktisi yang mandiri. Bidan bekerja sama

mengembangkan kemitraan dengan anggota dan kesehatan lainnya.

Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi,

dan perujukan sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan, dan

kemampuannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Rujukan kebidanan adalah kegiatan pemindahan tanggungjawab


terhadap kondisi klien/pasien ke fasilitas pelayanan yang lebih memadai
(tenaga atau pengetahuan, obat, dan peralatannya).

Pengertian sistem rujukan menurut Sistem Kesehatan Nasional


Depkes RI 2009, merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik
terhadap satu/lebih kasus penyakit atau masalah kesehatan secara
vertikal dariunit berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu
atau secara horizontal antar unitunit yang stingkat kemampuannya.

Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab


(kerjasama) dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
memberi asuhan pada pasien. Dalam praktiknya, kolaborasi dilakukan
dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaan dan pemberian asuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Acuan & Panduan.2008.Asuhan Persalinan Normal,Jakarta

Meilani,Niken,S.SiT,DKK.2009.Kebidanan Komunitas,Yogyakarta

Nur Muslimatun,Wafi.2010.Asuhan Neonatus Bayi & Balita,Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai