Anda di halaman 1dari 15

PERAN AKUNTAN PUBLIK DALAM KEBANGKRUTAN

ENRON

Disusun Oleh

Kelompok 2

Netty Sandra Devi


Nurul Azizah Usman
Nurul Siti Khotijah
Rahajeng Anindyajati

MATRIKULASI PPAK 44B


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2022
1. Summary Case
Enron Corporation merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang energi
dan merupakan hasil merger antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dan
Houston Natural Gas yang bergabung pada tahun 1985. pada saat itu, Enron dipimpin
oleh Kenneth Lay sebagai CEO. Pada tahun 1992, Enron menjadi penjual gas alam
terbesar di Amerika Utara, kontrak penjualan gas Enron pada saat itu menghasilkan
laba sebelum pajak sebesar $122 juta, sehingga Enron menjadi penyumbang kedua
terbesar dalam laba usaha perusahaan. Untuk memperluas pertumbuhan bisnisnya,
Enron melakukan strategi diversifikasi usaha yang sangat luas sehingga memiliki dan
mengoperasikan berbagai macam aset seperti gas pipeline, electricity plants, pulp and
paper plants, water plants, dan broadband services. Pada awal tahun 1990-akhir tahun
1998, Enron mengalami perkembangan yang sangat pesat dan menyebabkan harga
saham perusahaan juga mengalami kenaikan hingga 311%. Harga saham per lembar
Enron sebesar $83.13.
Dalam proses merger perusahaan antara InterNorth dan Houston Natural Gas,
ternyata Enron memiliki hutang yang mencapai 75% dari nilai pasar saham di tahun
1987. Untuk mengatasi hutang tersebut, Kenneth Lay selaku CEO perusahaan
berkonsultasi pada Mc.Kinsey&Co. Kemudian Jeffrey Skilling seorang konsultan di
Mc.Kinsey&Co membuat kontrak jangka panjang di berbagai bidang seperti
perlistrikan, batu bara, pulp kertas, aluminium, baja, obat-obatan, kayu, air, broadband,
dan plastik. Untuk menjalankan bisnis tersebut, Enron meminta izin pada komisi
sekuritas dan perdagangan US untuk menggunakan “nilai pasar” atas kontrak, sehingga
yang dilaporkan adalah aset berdasarkan nilai pasar.
Pada awalnya, Enron mengalami kesulitan karena untuk memasuki banyak pasar
perdagangan membutuhkan biaya yang besar untuk infrastruktur, transportasi, gudang,
dan pengiriman komoditas. Akan tetapi, jika Enron mengambil hutang yang besar,
maka akan membuat pembeli atau penjual menjadi ragu untuk bekerjasama dan
mengakibatkan penurunan investasi serta memicu bank akan menarik dananya. Untuk
mengatasi hal tersebut, Enron mencari dana pinjaman tanpa melaporkannya dalam
laporan keuangan. Andrew Fastow (ahli keuangan Enron) mengusulkan untuk
menggunakan nilai kelebihan kontrak sebagai pendapatan. Andrew Fastow dan KAP
Arthur Andersen (auditor Enron) kemudian bekerjasama dan menyiapkan serial limited
partnership (perusahaan rekanan terbatas) yang disebut “Special Purpose Entities
(SPE)”.
Di tahun 1999, Enron mendirikan 3 SPE yang terdiri dari Chewco Investment LP,
LJM Cayman LP, dan LJM 2 Cp-Investment. SPE didirikan dengan tujuan untuk
memegang beberapa aset perusahaan, kemudian SPE akan meminjam aset tersebut atau
melakukan pengaturan pembiayaan yang lebih kompleks yang didukung oleh aset
tersebut. Enron menggunakan SPE untuk menyamarkan sejumlah hutang sebagai
transaksi prabayar komoditas. Karena tidak dilaporkan, maka pemegang saham tetap
percaya bahwa Enron tidak mengalami lonjakan, sehingga harga saham Enron pada
saat itu cukup tinggi.
Akan tetapi pada pertengahan tahun 2001, harga saham Enron tiba-tiba menurun
dari $80 per saham menjadi $47 per saham. Saham Enron terus saja merosot, hingga
pada 12 Oktober 2001 Enron mengambil alih hutang dan aset SPE. Hal ini
menyebabkan penurunan laba sejumlah $544 juta serta mengurangi nilai ekuitas
pemegang saham dengan $1.2 milyar. Akan tetapi, pada tanggal 16 Oktober 2001,
Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan
bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta
dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa
Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak
menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special
accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil
aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Pada tanggal 22 Oktober, komisi
sekuritas mengumumkan bahwa akan melakukan investigasi SPE Enron.
Pada November 2001, Enron mengatakan bahwa akan melaporkan ulang semua
laporan keuangannya sejak tahun 1997. Dampak dari laporan ulang tersebut yaitu
adanya penurunan ekuitas pemegang saham sebesar $2.1 miliar dan meningkatkan
hutang sebesar $2.6 juta. Pada 2 Desember 2001, Enron mendaftarkan kebangkrutan
perusahaan ke pengadilan dan memecat sekitar 5000 pegawai. Pada saat itu seluruh
hutang perusahaan yang tidak dilaporkan terungkap.
Enron telah melakukan banyak manipulasi laporan keuangan seperti melakukan
mark up pendapatan dan penyembunyian hutang, tentunya hal tersebut dilakukan oleh
orang yang profesional. Selama ini Enron bekerjasama dengan KAP Arthur Andersen
(Kantor Akuntan Publik kelas dunia) yang telah membantu menyulap angka-angka
dalam laporan keuangan perusahaan Enron selama bertahun-tahun. Selain itu tindak
kriminal yang dilakukan oleh Enron dan KAP Andersen yaitu penghancuran dokumen
yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron yang mengakibatkan
terjadinya penghambatan terhadap proses peradilan.
Setelah semua terungkap, Kenneth Lay selaku CEO Enron mengundurkan diri
pada Januari 2002 dan pada Februari 2002 mengundurkan diri dari dewan direktur
perusahaan.

2. Peran Arthur Andersen dalam Kasus Enron


Arthur Andersen menjadi auditor Enron sejak awal tahun 1980-an hingga 17
Januari 2002 ketika Enron memutus hubungan kerja dengan Andersen. Hal tersebut
disebabkan oleh pegawai Andersen yang memusnahkan dokumen-dokumen Enron
dalam jumlah yang signifikan. Selain itu, Andersen mengeluarkan opini WTP
(unqualified opinions) untuk setidaknya 5 tahun laporan keuangan Enron. Enron
mengakui bahwa laporan keuangan tersebut merupakan salah saji material dan
membutuhkan pernyataan kembali dari auditor. CEO Arthur Andersen saat itu,
menjawab kritikan dari para kritikus bahwa Andersen mengakui bahwa ada kesalahan
sedikit dalam audit laporan keuangan Enron. Selain itu, Andersen mengatakan bahwa
Enron menyembunyikan informasi penting dari Andersen.
Berdasarkan Laporan Akhir yang diterbitkan oleh Dewan Pemeriksa, berdasarkan
bukti-bukti yang diperiksa kembali oleh dewan pemeriksa, menyatakan bahwa
Andersen telah lalai dan melanggar dalam pekerjaannya. Andersen, dalam
pernyataannya ke publik, mengakui hal tersebut merupakan kesalahan yang material.
Hal tersebut dibuktikan melalui kegagalan Andersen dalam berkomunikasi dengan
Komite Audit Enron, melakukan prosedur audit yang tepat, dan memahami fakta-fakta
dan informasi penting terkait transaksi Enron. Selain itu, Andersen juga diduga
membantu dan bekerjasama dengan pegawai Enron dalam hal pekerjaan fidusia
(pendelegasian wewenang pengelolaan uang dari pemilik uang kepada pihak yang
didelegasi). Selain itu, dalam beberapa kesempatan, akuntan Enron mengetahui hal
yang sebenarnya terjadi terkait pelanggaran fidusia tersebut. Akan tetapi, akuntan
Enron memberikan bantuan substansial kepada petugas tersebut dengan cara:
a. menyetujui akuntansi yang dibuat dalam laporan keuangan Enron
menyesatkan secara material;
b. tidak berkomunikasi dengan Komite Audit sesuai dengan standar yang
berlaku.
Dewan Pemeriksa mengeluarkan bukti terkait sejumlah kesalahan Enron dalam
menyusun laporan keuangannya, kemudian didukung oleh Andersen yang terlibat
dalam kesalahan pencatatan transaksi. Akuntan Andersen mengakui tiga kesalahan
yang dibuat, yaitu:
a. Andersen secara keliru menyetujui pencatatan Enron terkait penerbitan saham
biasa Enron senilai USD 1 miliar ke salah satu transaksi SPE (Special Purpose
Entities) dengan mencatatnya ke wesel piutang yang mengakibatkan kenaikan
di aset dan ekuitas pemegang saham.
b. Pada tahun 1998, Enron menciptakan SPE tak terkonsolidasi yang bertujuan
untuk melindungi nilai investasi senilai 10 juta dolar atas saham Rhythms Net
Connections, Inc yang meningkatkan nilai nya menjadi 260 juta dolar pada
kuartal kedua 1999. Akuntan Andersen menyadari bahwa SPE tersebut tidak
sesuai dengan GAAP untuk non-konsolidasian, melainkan SPE tersebut
seharusnya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Enron. Menurut
Dewan Pemeriksa, investasi atas saham Rhythms Net Connections, Inc
menyumbang 11 persen pendapatan Enron, dan hal tersebut akan hilang jika
dilakukan konsolidasi.
c. Pada tahun 2000, Enron membuat empat transaksi SPE yang dikenal dengan
struktur Raptors, yang berfungsi sebagai rekanan lindung nilai untuk beberapa
aset Enron. Kapasitas kredit struktur Raptors berdasarkan pada saham biasa,
sehingga pada awalnya struktur Raptors tersebut dikapitalisasi. Kemudian, dua
dari struktur tersebut mengalami kerugian nilai yang kemudian berpengaruh
negatif terhadap kapasitas kreditnya, sementara kapasitas kredit untuk dua
lainnya berpengaruh positif. Untuk menghindari pengakuan kerugian yang
besar, Enron merestrukturisasi ke-empat SPE menjadi satu entitas yang
memiliki kapasitas kredit positif, sehingga Enron tidak perlu mengakui
kerugian senilai 500 juta dolar pada kuartal pertama 2001.
Selain 3 kesalahan yang diakui oleh akuntan Andersen, Dewan Pemeriksa
menemukan hanya pada tahun 2000, Andersen menambah laba bersih Enron sebesar 1
miliar dolar, 1,3 miliar dolar arus kas operasi, 2,9 miliar dolar penurunan utang, dan
kenaikan senilai 1,4 miliar dolar untuk ekuitas pemegang saham. Akuntan Andersen
juga berperan penting dalam transaksi-transaksi berikut:
a. Transaksi Prabayar
Andersen berpartisipasi dalam dan menyetujui transaksi pengaturan
pendanaan Enron yang menghasilkan 8 miliar dolar antara tahun 1992 - 2001.
Transaksi tersebut bukan bertujuan untuk meningkatkan profit, tapi untuk
menghasilkan jumlah kas yang diperlakukan sebagai arus kas dari aktivitas
operasi, bukan arus kas dari aktivitas pendanaan dari penerbitan utang. Enron
melakukan transaksi tersebut untuk memperkecil selisih antara laba bersih
dengan arus kas operasi yang disebabkan oleh akuntansi mark-to-market yang
meningkatkan jumlah laba bersih. Menurut Dewan Pemeriksa, Andersen
seharusnya menyimpulkan bahwa transaksi tersebut tidak sesuai dengan
GAAP.
b. Transaksi terkait Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 140 (FAS 140)
Akuntansi untuk Transfer dan Pelayanan Aset Keuangan dan Pemutusan
Kewajiban
FAS 140 mengizinkan pemindahan aset keuangan ke SPE untuk
diperlakukan sebagai penjualan apabila 3 syarat berikut terpenuhi: aset
diisolasi dari pemberi transfer, penerima transfer memiliki kebebasan tak
terbatas untuk menjaminkan aset, dan pengalih tidak mempertahankan kendali
efektif atas aset melalui janji untuk menebus atau membeli kembali aset
tersebut. Enron berusaha menggunakan ketentuan FAS 140 untuk
memonetisasi berbagai aset tidak likuid dan mengeluarkan aset tersebut dari
neraca. Sementara pada saat yang sama, Enron mempertahankan kendali atas
aset-aset tersebut dengan menganggap bahwa akan ada waktu yang tepat untuk
menjual aset-aset tersebut di akhir. Berdasarkan temuan Dewan Pemeriksa,
Andersen tidak hanya sadar akan kesalahan penerapan FAS 140, tapi juga
Andersen berpartisipasi dalam merancang transaksi tersebut.
c. Transaksi Pajak
Enron menyelesaikan beberapa transaksi pajak yang menghasilkan
pendapatan bersih senilai 866,5 juta dolar dalam kurun Desember 1995 hingga
September 2001. Penerapan akuntansi Enron, yang turut didukung dan dibantu
oleh Andersen, menggunakan (atau lebih tepat disebut menyalahgunakan)
akuntansi pajak tangguhan (deferred tax) yang diatur dalam FAS 109 tentang
Akuntansi Pajak Penghasilan. Perusahaan diharuskan untuk mengakui aset
pajak tangguhan atau DTA (deferred tax assets))/liabilitas pajak tangguhan
atau DTL (deferred tax liabilities) yang berhubungan dengan aset atau
kewajiban yang memiliki nilai buku (book value) di neraca dan untuk
sementara berbeda dengan basis pajaknya. Andersen juga mendukung Enron
dalam kesalahan penerapan APB 16 dan amortisasi yang tidak tepat dari kredit
yang ditangguhkan menjadi pendapatan sebelum pajak. Selain itu, terdapat
fakta bahwa Andersen mendukung dan menyetujui periode amortisasi yang
sangat singkat. Oleh karena itu, Dewan Pemeriksa memutuskan amortisasi
tersebut tidak rasional dan melanggar GAAP.

3. Dampak Akibat Kasus Enron


Terungkapnya kasus Enron-Andersen, mempunyai implikasi terhadap perubahan
besar dalam regulasi peraturan perusahaan publik dan akuntan publik, maupun regulasi
praktik bisnis di Amerika Serikat. Selain itu, muncul ketidakpercayaan masyarakat
umum terhadap manajemen perusahaan yang gagal dalam tata kelola perusahaannya,
sehingga mengakibatkan penurunan di pasar saham. Di sisi yang lain, muncul
ketidakpercayaan masyarakat terhadap fungsi auditor independen, dalam hal ini adalah
Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen, atas perannya dalam kasus tersebut.
Dampak setelah terungkapnya skandal Enron adalah, dikeluarkannya
Undang-Undang Sarbanes-Oxley oleh Pemerintah Amerika Serikat pada Juli 2002.
Undang-undang ini menimbulkan perubahan fundamental terhadap pengaturan
profesi akuntan publik di Amerika. Bahkan diberlakukannya undang-undang tersebut
turut membawa perubahan yang cukup penting bagi negara-negara lain untuk
menyesuaikan diri dengan UU Sarbanes-Oxley, seperti UK, Perancis, Australia,
Austria, Canada, dan Jepang. Undang-Undang Sarbanes yang ditandatangani oleh
Presiden George Bush bertujuan untuk melindungi para investor dengan
memberlakukan pembatasan tambahan yang signifikan pada akuntan publik/Kantor
Akuntan Publik, termasuk jenis jasa konsultasi yang dapat dilakukan oleh akuntan
publik yang dapat diberikan kepada kliennya. Undang-undang dan peraturan terkaitnya
berlaku juga untuk semua perusahaan yang diperdagangkan di bursa saham Amerika
Serikat. Perundang-undangan ini juga menetapkan suatu standar baru bagi semua
Dewan dan manajemen perusahaan publik, serta menuntut Securities and Exchange
Commission (SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untuk menaati kebijakan
hukum tersebut.
Undang-Undang Sarbanes kemudian menetapkan entitas non pemerintah
independen yang bertanggung jawab untuk menetapkan standar audit dan mengatur
Kantor Akuntan Publik, yang bernama bernama PCAOB (Public Company Accounting
Oversight Board). Dengan kata lain, PCAOB ini mengawasi, mengatur, memeriksa dan
mendisiplinkan Kantor Akuntan Publik dalam peranan mereka sebagai auditor
perusahaan yang terdaftar di SEC.
Aturan di dalam Undang-Undang Sarbanes ini antara lain sangat membatasi
layanan konsultasi non-audit yang dapat dilakukan oleh KAP untuk perusahaan klien
auditnya; berusaha untuk meningkatkan pentingnya pengendalian internal dan penilaian
berkala oleh manajemen puncak perusahaan yang bertanggung jawab secara hukum
untuk mempertahankan kontrol pengendalian internal; mewajibkan laporan tahunan
perusahaan kepada SEC mencakup laporan pengendalian internal, tanggung jawab
manajemen atas pengendalian internal, dan penilaian manajemen atas kontrol
pengendalian internal; auditor independen harus dapat membuktikan penilaian
manajemen atas kontrol internal berdasarkan standar audit baru yang yang disahkan
oleh PCAOB. Di bagian lain dari Undang Undang Sarbanes ini dijelaskan bahwa
CEO/CFO secara pribadi menandatangani pernyataan resmi yang menjamin keandalan
laporan keuangan dan kelayakan sistem pengendalian internal. Berkaca pada kasus
Andersen yang mengklaim bahwa Enron sengaja menyesatkan mereka dengan
beberapa kesalahan akuntansinya. Oleh karena itu, untuk mencegah klien menyesatkan
auditor mereka, UU Sarbanes memberlakukan larangan yang sangat spesifik pada
pejabat perusahaan yang mengganggu pekerjaan auditor independen dengan
memberikan informasi yang menyesatkan. Kemudian secara spesifik telah melarang
KAP melakukan 8 jenis jasa non audit seperti melakukan pembukuan, desain sistem
informasi keuangan, jasa penilai, jasa aktuaris, outsourcing jasa internal audit, fungsi
manajemen SDM, pialang atau penasehat investasi, jasa hukum dan jasa profesional
lainnya yang tidak berhubungan dengan audit.
Beberapa dampak yang terasa bagi akuntan publik dengan diterbitkan
Undang-Undang Sarbanes Oxley ini antara lain adalah adanya pengawasan dari
PCAOB untuk melindungi kepentingan investor dan masyarakat umum; KAP tidak
dapat memberikan jasa audit kepada klien yang sama lebih dari 5 tahun berturut-turut.;
dan Auditor diharuskan untuk melaporkan kepada komite audit perihal semua
kebijakan akuntansi yang berlaku termasuk perlakuan informasi keuangan dan
informasi penting lainnya yang telah didiskusikan dengan manajemen.
4. Identifikasi dan Analisis Kasus Enron
Kehancuran sebuah bisnis tidak saja disebabkan oleh kebangkrutan ekonomi,
melainkan juga dikarenakan merosotnya moralitas dalam pengelolaan sebuah
perusahaan. Kelanggengan sebuah perusahaan sangat bergantung pada kualitas
pengelolaan. Semakin baik pengelolaan, maka semakin sehat perusahaan. Demikian
juga sebaliknya, semakin buruk pengelolaan, maka semakin dekat dengan kehancuran
suatu perusahaan. Namun manajemen di sebuah perusahaan Enron kurang menyadari
makna ungkapan di dalam bagaimana cara mengelola sebuah perusahaan.
Leonard J. Brook dan Pulin Dunn dalam Sihotang (2019), menyebutkan tiga
prinsip tata kelola yang diabaikan oleh Enron, yakni akuntabilitas, transparansi, dan
fairness. Terkait dengan akuntabilitas, ada lima penyimpangan besar yang dilakukan
oleh Enron :
1. Minimnya upaya preventif Dewan Direksi yang menyebabkan berkembangnya
tindakan sekelompok karyawan untuk memperkaya diri sendiri dengan
berbagai cara, sehingga merugikan stakeholders. Menurut Doughlas M.
Branson, hal ini bertentangan dengan prinsip Fiduciary Duty.
2. Adanya upaya menyembunyikan aset dan kewajiban dengan pendirian dan
penggunaan kemitraan seperti Chewco, LJMI, dan LJM2, yang ketiganya
merupakan milik karyawan Enron sendiri. Tiga perusahaan ini sering
melakukan transaksi yang tidak dapat diatur secara independen dengan
mengabaikan kejujuran dan aturan-aturan akuntansi di Amerika Serikat.
3. Terjadinya transaksi yang tidak semestinya dengan jumlah begitu besar yang
implikasinya sangat signifikan terhadap kondisi keuangan Enron.
4. Terjadinya perlakukan yang salah terhadap akuntan. Enron membayar Arthur
Andersen dengan sangat mahal untuk mengaudit perusahaan Chewco dan
LJMI, namun fungsi advisorialnya tidak berjalan, karena nasihat Arthur
Andersen tidak dijadikan sebagai dasar pelaporan keuangan. Enron juga
meminta Arthur Andersen untuk tidak membongkar kekeliruan yang telah
dilakukan.
5. Eliminasi prinsip independensi pemilik perusahaan untuk membuat sebuat
investasi ekuitas substantif sekurang-kurangnya 3% dari Asset Special
Purpose Entities (SPE) dan 3% sebagai berisiko di seluruh transaksi serta
independensi melakukan pengendalian terhadap SPE.
Selain akuntabilitas, penyebab hancurnya Enron juga dikarenakan ketiadaannya
transparansi. Enron secara sadar mengabaikan prinsip di dalam laporan keuangan dan
menghilangkan dokumen transaksi keuangan secara luas untuk menutupi
keburukannya. Upaya tersebut dilakukan semata-mata untuk menghindar dari tanggung
jawab keuangan yang akuntabel, dan untuk mendukung tercapainya tujuan, auditor
internal perusahaan pun dibungkam.
Prinsip tata kelola lain yang dilanggar oleh Enron adalah fairness. Fairness ini
berkaitan dengan keadilan, seharusnya Enron memberikan apa yang menjadi hak orang.
Dengan kata lain, Enron harus memberikan hak legal, hak ekonomis, dan hak moral
serta kewajiban seperti ketaatan, konfidensialitas dan loyalitas kepada pemangku
kepentingan yang wajib diatur secara tegas. Namun manajemen Enron tidak
memperhatikan hal tersebut dan malah membuka peluang bagi karyawan dan mitra
Enron untuk memperkaya diri dengan cara yang mudah. Peluang ini menguntungkan
satu pihak dan merugikan pihak lain seperti pemegang saham dan investor.
Selain pengelolaan yang tidak sehat, penyimpangan nilai-nilai etika profesi
akuntansi merupakan penyebab lain dari kehancuran Enron. Penyimpangan ini
dilakukan oleh Arthur Andersen (AA). Sebagai lembaga audit keuangan ternama, AA
seharusnya bertindak profesional dengan melakukan audit berdasarkan standar formal
audit dan prinsip-prinsip etika profesi akuntansi.
Secara garis besar, ada empat prinsip etika profesi akuntansi yang dilanggar oleh
Arthur Andersen :
1. Independensi. Sesuai dengan prinsip independensi, akuntan seharusnya tunduk
pada prinsip audit dan kepentingan umum, tidak boleh mengutamakan
kepentingan diri sendiri ataupun kepentingan auditee. Hal lain yang
bertentangan dengan independensi adalah beberapa akuntan Arthur Andersen
menjadi Auditor Internal di perusahaan Enron.
2. Integritas. Integritas berkaitan dengan kualitas yang dihasilkan auditor untuk
meraih kepercayaan public, sekaligus digunakan untuk pengambilan
keputusan. Di dalam kasus ini AA mengetahui bahwa enron telah
menghilangkan data penting berupa laporan keuangan, akan tetapi AA
mengabaikan tugas utamanya dengan melakukan pelanggaran etika profesi
akuntansi dan prinsip-prinsip audit, yakni tidak memberikan pernyataan
keuangan secara objektif, akuntabel, dan dapat diverifikasi.
3. Objektivitas. Prinsip ini memuat sikap imparsial, jujur secara intelektual, dan
bebas dari konflik kepentingan. Seharusnya prinsip ini harus dipegang teguh
oleh seorang Arthur Andersen, karena objektivitas diperlihatkan oleh akuntan
dengan menempatkan data dasar untuk mengevaluasi dan menyimpulkan hasil
auditnya. Akan tetapi, Arthur Andersen mengabaikan semua prinsip tersebut.
4. Tanggung jawab. AA melanggar tanggung jawab kepada public dengan tidak
menjalankan kewajiban untuk mempertahankan integritas, dan otonomi, serta
kejujuran dalam memberikan pernyataan financial.
Pernyataan di atas memuat makna bahwa konflik antara kepentingan klien
dengan kepentingan public harus diatasi oleh seorang auditor dengan selalu menjunjung
tinggi prinsip-prinsip audit dan etika profesi. Seorang auditor tidak bertanggung jawab
kepada klien, akan tetapi bertanggung jawab kepada publik dan pengguna laporan
keuangan. Hal ini menjadikan izin dari Arthur Andersen dicabut oleh Otoritas
Keuangan Amerika Serikat. Atas dasar kasus tersebut, Parlemen Amerika Serikat yang
disponsori oleh Paul Sarbanes (Anggota Senat) dan Michael Oxley (Anggota Kongres)
mengeluarkan ketentuan di bidang jasa profesi akuntan publik yang terkenal sebagai
Sarbanes-Oxley Act (SOX). Tujuan dari Undang-Undang ini untuk memperkecil
peluang terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan perusahaan dengan bantuan
Kantor Akuntan Publik, dengan demikian, diharapkan dapat memperbaiki praktek good
corporate governance.
Peran baru bagi Komite Audit dan Auditor sangatlah berbeda setelah disetujuinya
Undang-Undang Sarbanes-Oxley, implikasinya sebagai berikut :
a. Auditors Report to Audit Committee, yang dimaksud adalah sejak saat ini
auditor dalam menyajikan laporan audit akan diawasi oleh komite audit
perusahaan, bukan manajemen.

b. Audit Committees Must Approve All Services, hal in berarti komite audit harus
menyetujui terlebih dahulu segala jasa, baik jasa audit maupun jasa non-audit
yang ditawarkan auditor, dan memeriksa jasa yang tidak spesifik atau tidak
mempunyai tujuan yang jelas.

c. Auditor Must Report New Information to Audit Committee, informasi yang


harus dilaporkan oleh auditor kepada komite audit adalah kebijakan akuntansi
yang sangat krusial dan yang harus digunakan, perselisihan pendapat
mengenai penerapan akuntansi antara auditor dengan manajemen dan hal-hal
lain yang menyangkut komunikasi antara auditor dengan manajemen.

d. Offering Specified Non-Audit Services Prohibited, Undang-undang


Sarbanes-Oxley melarang auditor menawarkan jasa-jasa non-audit kepada
klien seperti bookkeeping atau pembuatan laporan keuangan, perancangan
sistem informasi dan pelaksanaannya, jasa penilaian, jasa yang berhubungan
dengan penaksiran sebelum penetapan asuransi (actuarial services), audit
internal, jasa manajemen dan sumber daya manusia, jasa broker dan jasa
investasi perbankan, jasa hukum atau jasa profesional yang tidak
berhubungan dengan audit. Selain jasa-jasa non-audit yang disebutkan di atas
maka komite audit dapat memberikan persetujuan.

e. Audit Partner Rotation, pimpinan audit partner dan audit review partner
harus dirotasi setiap lima tahun terhadap penugasan perusahaan go-publik.

f. Employment Implications, Kantor Akuntan Publik tidak dapat memberikan


jasa audit terhadap perusahaan go-publik apabila salah satu dari top
manajemen perusahaan (CEO, Controller, CFO, Chief Accounting Officer,
dan lain-lain) pernah bekerja di kantor akuntan publik dan melakukan audit
terhadap perusahaan tersebut tahun-tahun sebelumnya.

Sanksi tindakan kriminal yang tertuang di Undang-undang Sarbanes-Oxley tahun


2002 ini memberikan hukuman yang setimpal kepada orang-orang yang
menghancurkan bukti-bukti audit, secara sengaja melakukan kecurangan atas
surat-surat berharga (securities) dan lalai melaporkan kecurangan yang terjadi.
a. Failure to Maintain Work Papers, kelalaian dalam membuat semua kertas
kerja audit atau kertas kerja review selama lima tahun merupakan tindak
pidana yang berat dan dapat dijatuhi hukuman sampai dengan 10 tahun. SEC
akan membuat kebijakan mengenai hak untuk tetap memiliki (retention) atas
bukti pencatatan audit dan selanjutnya Dewan PCAOB akan mengeluarkan
standar yang akan mendorong auditor untuk tetap menyimpan seluruh
dokumen yang terkait selama tujuh tahun.

b. Document Destruction, auditor dapat dijatuhi hukuman selama 20 tahun


apabila dengan sengaja merusak atau menghancurkan dokumen selama masa
penyelidikan kepailitan/bangkrut.
c. Securities Fraud, hukuman atas kasus ini adalah selama 25 tahun

d. Fraud Discovery, undang-undang yang membatasi tentang penemuan atas


kecurangan yang dilakukan, diperpanjang selama satu tahun dari penemuan
kecurangan sampai dengan tiga tahun setelah undang-undang
Sarbanes-Oxley disetujui.

e. Other Provisions, ketentuan lainnya yaitu larangan atas pemberian pinjaman


pribadi kepada para eksekutif perusahaan.

Perusahaan go-publik dan auditor pada saat penerbitan saham harus mematuhi
peraturan ataupun kebijakan yang telah ditentukan serta prosedur yang berhubungan
dengan laporan keuangan dan proses audit.
a. Second Partner Review and Approval of Audit Reports, Dewan PCAOB akan
menerapkan standar yang telah ditetapkan, yang menyatakan auditor melalui
partner kedua akan mereview dan menyetujui laporan audit yang telah
disajikan oleh auditor tersebut.
b. Management Assessment of Internal Controls, Manajemen harus dapat
menilai dan membuat gambaran yang dapat mewakili tingkat efektivitas
pengendalian intern dan prosedur dalam penyajian laporan keuangan.
c. Audit Report Must Contain Internal Control Testing, Dewan PCAOB
mengharuskan setiap laporan audit yang disajikan dapat memperlihatkan
penilaian atas efektivitas pengendalian intern yang dibuat oleh manajemen,
termasuk didalamnya catatan spesifik mengenai kelemahan dari
ketidakpatuhan material yang ditemukan pada setiap tahap pengujian audit.
Dampak bagi Auditor Eksternal dan Kantor Akuntan Publik yang terjadi setelah
pembentukan Undang-Undang Sarbanes-Oxley Tahun 2002.
a. Consulting Services, terdapat delapan jenis jasa yang tidak sah (unlawful)
apabila jasa tersebut dilakukan oleh auditor dalam perusahaan go-publik
seperti jasa pembuatan dan pencatatan laporan keuangan, jasa penilaian,
audit internal, jasa penaksiran sebelum penetapan asuransi, desain sistem
informasi dan pelaksanaannya, jasa manajemen dan sumber daya manusia,
jasa broker dan investasi perbankan serta jasa hukum dan profesional yang
tidak berhubungan dengan jasa audit.
b. Implications for CPAs with Tax Services, hal ini tidak dijelaskan secara
mendalam di undang-undang Sarbanes-Oxley tahun 2002. Dapat dipahami
bahwa jasa perpajakan dapat dilihat sebagai jasa yang membutuhkan
penghitungan khusus oleh yang telah berpengalaman. Hal ini tidak
dianjurkan oleh kantor akuntan publik menawarkan jasa tersebut kepada
kliennya. Apabila harus dilakukan, maka perusahaan go-publik harus
meminta persetujuan dari Komite Audit perusahaan terlebih dahulu.

c. Cascade Effect, ruang lingkup jasa akuntan semakin mengecil, hal ini
dirasakan oleh industri-industri kecil dan kantor akuntan publik kecil.

d. Additional Burdens for CPAs, Akuntan publik yang bekerja dalam ruang
lingkup manajemen keuangan di perusahaan go-publik sangat terasa
dampaknya dari undang-undang Sarbanes-Oxley. Karena para akuntan publik
tersebut harus lebih menyadari tanggung jawab baru dari CEO dan CFO,
yaitu diharuskannya CEO dan CFO untuk menerangkan dengan
sebenar-benarnya atas penyajian laporan keuangan perusahaan. Selain
daripada itu, CEO dan CFO harus dapat mengkomunikasikannya dengan
Komite Audit perusahaan, yang bertanggung jawab untuk mempekerjakan,
memberikan kompensasi dan mengawasi auditor independen.

Kesimpulan dan Implikasi


Dampak dari Undang-undang Sarbanes-Oxley tidak hanya mempengaruhi
perusahaan-perusahaan akuntan besar tetapi juga mempengaruhi seluruh Certified
Public Accountant yang bekerja baik sebagai internal auditor dan eksternal auditor dan
juga yang bekerja di bidang manajemen keuangan. Khususnya bagi auditor eksternal
dan Kantor Akuntan Publik, bukan hanya dituntut untuk bekerja secara profesional,
namun memiliki tanggung jawab yang lebih besar lagi dalam menjalankan profesinya
dengan konsekuensi sanksi hukuman pidana karena kelalaian maupun kesengajaan.
Pada sisi yang lain ruang lingkup jasa-jasa yang ditawarkan oleh Kantor Akuntan
Publik semakin terbatas.
DAFTAR PUSTAKA

Christiawan, Y. J. (2002). Kompetensi dan independensi akuntan publik: refleksi hasil


penelitian empiris. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 4(2), 79-92.
Hartgraves, A. (2004). Andersen's role in Enron's Failure. Die Betriebswirtschaft, 64(6), 753.
Harustya, A. (2002). Dampak Undang-Undang Sarbanes-Oxley 2002 Terhadap Profesi
Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi.
Moncarz, Elisa S, Moncarz, Raul, dkk. (2006). The Rise and Collapse of Enron: Financial
Innovation, Errors and Lessons. Network of Scientific Journals, 218, 17-24
Setiawan, W. L. (2014). Pengaruh workload dan spesialisasi auditor terhadap kualitas audit
dengan kualitas komite audit sebagai variabel pemoderasi. Jurnal akuntansi dan
keuangan indonesia, 8(1), 36-53.
Sihotang, K. (2019). Etika Profesi Akuntansi: Teori dan Kasus. PT Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai