Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang

Hingga saat ini, mual dan masih dianggap efek samping pengobatan yang tidak bisa
dihindari, terutama pasa pasien kemoterapi. Padahal dengan pengobatan tepat, hal ini bisa
dihindari dan memudahkan pasien menjalani pengobatan. Mual dan muntah merupakan
kondisi yang sering ditemukan pada pasien terkait pengobatan dan penyakit yang diderita.
Pada pasien kanker, mual dan muntah menjadi momok sendiri pada pasien yang menjalani
kemoterapi dan radiasi. Kondisi serupa juga sering ditemui pada pasien yang usai menjalani
pembedahan atau operasi. Obat-obat antiemesis digunakan untuk mencegah atau
menghentikan rasa mual dan muntah setidaknya 24 jam setelah pengobatan atau operasi.
Antiemesis bekerja dengan cara menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat
mual dan muntah di otak. Untuk hasil terbaik, antiemesis diberikan sesaat sebelum tindakan
kemoterapi atau radiasi. 1.2

Rumusan Masalah 1.2.1. Apakah definisi muntah? 1.2.2. Bagaimana patofisiologi terjadinya
muntah? 1.2.3. Apa saja etiologi terjadinya muntah ? 1.2.4. Apa saja jenis-jenis antiemetik ?
1.2.5. Apa saja penggolongan obat antiemetik ? 1.2.6. Bagaimana terapi Farmakologi obat
antiemetik ? 1.2.7. Bagaimana terapi Non Farmakologi obat antiemetik ? 1.2.8. Apa saja
Saran Untuk Pasien penderita muntah ?

1.3

Tujuan 1.3.1. Untuk mengetahui definisi muntah 1.3.2. Untuk mengetahui patofisiologi
terjadinya muntah 1.3.3. Untuk mengetahuietiologi terjadinya muntah 1.3.4. Untuk
mengetahui jenis-jenis antiemetik 1.3.5. Untuk mengetahui penggolongan obat antiemetik
1.3.6. Untuk mengetahui terapi Farmakologi obat antiemetik 1.3.7. Untuk mengetahui terapi
Non Farmakologi obat antiemetik 1.3.8. Untuk mengetahui saran untuk pasien penderita
muntah

BAB II PEMBAHASAN 2.1

Definisi

Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau
dengan kekuatan. Mual dan muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan
fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi sebagai perlindungan melawan toksin yang
tidak sengaja tertelan. Muntah dapat merupakan usaha mengeluarkan racun dari saluran
cerna atas seperti halnya diare pada saluran cerna bawah (neurogastrenterologi). Mual
adalah suatu respon yang berasal dari respon penolakan yang dapat ditimbulkan oleh rasa,
cahaya, atau penciuman. Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam
penatalaksanaan mual dan muntah. Antiemetik biasanya diberikan untuk mengobati
penyakit mabuk kendaraan dan efek samping dari analgesik opioid, anestetik umum dan
kemoterapi terhadap kanker. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi
hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua cara: secara lokal, untuk
mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu
terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau
menekan pusat muntah. Antiemetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid,
anestesi lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang
mencegah distensi dan menstimulasi peregangan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan
untuk mengatasi mual yang ringan. Antiemetik yang bekerja secara sentral terbagi atas
beberapa kelompok: fenootiazin, nonfenotiazin, penyekat reseptor serotonin (5-HT3),
antikolinergik/antihistamin, dan kelompok yang bermacam-macam. Dua jenis fenotiazin
yang umum digunakan adalah proklorperazin (compazine) dan prometazin (phenergan)
keduanya memiliki awitan yang cepat dan efek merugikan yang terbatas. Agen lainnya
adalah dronabinol (marinol), yang mengandung bahan aktif kanabis (mariyuana), hidroksizin
(generik) yang dapat menekan area kortikol pada SSP dan trimetobenzamid (tigan), ini
serupa dengan antihistamin dan tidak menimbulkan sedeasi. Trimetobenzamid sering kasli

merupakan obat pilihan dalam kelompok ini karena tidak dikaitkan dengann sedadi yang
berlebihan dan sepresi SSP. Obat ini tersedian dalam bentuk oral,parenteral,dan surositoria.
Obat ini diabrsorpsi dengan cepat, di metabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine.
Obat ini menembus plasenta dan menembus ASI, dan digunakan jika manfaatnya lebih
besar pada ibu dari pada resiko potensial pada janin atau neonatus. Hidroksizin digunakan
untuk mual dan muntah sebelum dan sesudah pelahiran atau pembedahan obsterik. Obat
ini diabsorpsi dengan cepat, dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini
tidak dikaitkan dengan masalah pada janin selama kehamilan dan diperkirakan tidak masuk
ke ASI. Sama halnya dengan semua jenis obat, kewaspadaan perlu digunakan selama
kehamilan dan laktasi. Dronabinol disetujui untuk penatalaksanaan mual dan muntah yang
berkaitan dengan kemoterapi kanker jika pasien tidak berespons terhadap pengobatan lain.
Mekanisme kerja obat ini masih belum diketahui dengan cepat. Obat ini merupakan zat
yang dikendalikan kategori C-III, dan harus digunakan di bawah pengawasan ketat karena
adanya kemungkinan perubahan status mental. Obat ini diabsobsi dengan mudah dan
dimetabolisme dalam hati dengan ekskresi melalui empedu dan urine. 2.2

Patofisiologi

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan


pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat
muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat
pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel
keempat Susunan Saraf. Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras.
Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan
system limbic menuju pusat muntah (VC). Pencegahan muntah mungkin dapat melalui
mekanisme ini. Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim
vestibuloserebella dari labirint di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau
cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat
anti emetik. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi
muntah melalui iritasi

saluran cerna disertai saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat
muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya
muntah. Muntah merupakan perilaku yang komplek, dimana pada manusia muntah terdiri
dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan pengeluaran isi lambung. Ada 2
regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ)
dan 2) central vomiting centre (CVC).

2.3

Etiologi

Muntah umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) meskipun tdk selalu demikian dan
mempunyai ciri : 1. Pucat 2. Berkeringat 3. Liur berlebihan 4. Tachycardia 5. Pernafasan tidak
teratur Mekanime dan penyebab : Pusat muntah terletak di medulla oblongata yang juga
mengatur fungsi jantung, pernafasan, air liur/saliva dan vasomotor. Pusat muntah dapat
distimulasi dengan 4 perngsangan yang berbeda: a. N.splanchnicus bagian dalam yang
dapat distimulasi oleh iritasi peritoneum, infeksi atau perut yang menggembung. b. Sistem
vestibular yang bisa dirangsang oleh infeksi. Serabut syaraf ini banyak mengandung
histamin, dan reseptor musakrinik. c. Higher CNS centers yang distimulasi oleh gangguan
penglihatan, penciuman dan emosional dapat menyebabkan muntah.
d. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang terletak di luar sawar darah otak (BBB) seperti
pada area postrema dari medulla. Daerah ini memilki reseptor kimia yang dapat distimulasi
oleh obat-obatan, zat-zat kemoterapi, racun, hipoksia, uremia, terapi radiasi. Area postrema
ini kaya akan reseptor 5-hydroxy-tryptamine dan dopamine, opioid, dan asetikolin,
substansi P. Banyak faktor yang dapat merangsang pusat muntah diantaranya: 1. Gangguan
pada saluran cerna A). Gastritis yang disebabkan oleh infeksi virus B). Bakteri Stenosi pylori,
pada bayi muntah merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan bedah secepatnya. C).
Bowel obstruction D). Acute abdomen and/or peritonitis E). Ileus F). Pankreatitis, kolesistitis,
apendisitis, hepatitis. G). Pada anak-anak, dapat disebabkan oleh alergi terhadap protein
pada susu sapi H). Konsumsi alkohol yang berlebihan. I). Pergerakan seperti pada motion
sickness yang terjadi akibat stimulasi berlebihan dari kanal labirin pada telinga. J).Meniere’s
disease K). Perdarahan serebral L). Nyeri atau sakit kepala yang unilateral M). Tumor
otak,yang dapat malfungsi dari reseptor kimia di otak. O). Hidrocephalus, peningkatan
tekanan intracranial. P). Hiperkasemia, tingginya kadar kalsium dalam darah.

Q). Uremia, biasanya terjadi akrena gangguan ginjal R). Insufisiensi adrenal S). Hipoglikemia
2. Gangguan pada sistem sensorik dan otak 3. Gangguan metabolisme 4. Kehamilan A).
Hiperemesis, Morning sickness 5. Interaksi obat A). Alkohol , efek muntah yang ditimbulkan
biasanya terjadi sesudah keadaan mabuk karena banyak meminum alohol. B). Pemakaian
opium juga dapat menyebabkan muntah. C). Obat-obatan kemoterapi D). Penghambat
reuptake serotonin yang selektif Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk
mencegah atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek
samping. Terapi antiemetik diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat
sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan berat
badan.

2.4

Penggunaan antiemetik

Obat antiemetik diberikan kepada pasien dengan keluhan sebagai berikut: 1. Mabuk jalan
(motion sickness) --- Disebabkan oleh pergerakan kendaraan darat, laut maupun udara
dengan akibat stimulasi berlebihan di labirin yang kemudian merangsang pusat muntah
melalui chemo reseptor trigger one (CTZ).

2. Mabuk kehamilan (morning sickness) --- Pada kasus ringan sebaiknya dihindari agar tidak
berakibat buruk pada janin, sedangkan pada kasus berat dapat dipakai golongan
antihistamin atau fenotiazin (prometazin) yang kadang dikombinasikan dengan vitamin B6,
penggunaannya sebaiknya dibawah pengawasan dokter. 3. Mual atau muntah yang
disebabkan penyakit tertentu, seperti pada pengobatan dengan radiasi atau obat-obat
sitostatika.

2.5

Jenis – Jenis Antiemetik A. Perfenazin (trilafon)

(1). Pengertian Perfenazin merupakan obat anitiemetik yang paling sering diresepkan karena
obat ini dapat diberikan peroral, intramuskular, dan per rektal. (2). Farmakokinetika Absorpsi
bentuk padat oral dari perfenazin tidak menentu, tetapi bentuk cairnya lebih stabil dan laju
absorpsinya lebih cepat. Presentase peningkatan pada protein dan waktu paruhnya tidak
diketahui. Perfenazin dimetabolisme oleh hati dan mukosa gastrointestinal dan kebanyakan
dari obat diekskresikan ke dalam urine. (3). Farmakodinamik Perfenazin menghambat
dopamin pada CTZ, sehingga mengurangi perangsangan CTZ pada pusat muntah. Obat ini
juga dipakai sebagai antipsikotik. Mula kerja dari perfenazin oral bervariasi dari 2 sampai 6
jam, dan lama kerjanya dari 6 sampai 12 jam. Mula kerja dari perferazin intravena dan
intramuskular cepat, dan lama kerjanya sama dengan preparat oral. (4). Khasiat Untuk
Skizofrenia kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang disertai depresi, depresi karena
penyakit organis, antiemetic terutama pasca operasi.

(5). Kategori keamanan untuk ibu hamil Perfenazine menurut kategori spesifik menurut rute
pemberiannya (rute administration atau ROA) adalah secara per oral. Dan keamanan obat
dalam kehamilan masuk kedalam KATEGORI C yaitu studi terhadap binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek-efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau
lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita, atau belum ada studi terkontrol pada
wanita dan binatang percobaan. Obat hanya boleh digunakan jika besar manfaat yang
diharapkan melebihi besar risiko terhadap janin. (6). Efek Samping Efek samping antiemetik
penotiazin adalah sedasi sedang, hipotensi gelaja ekstrapirmidal, yang seperti
perkinsonisme, efek SSP (kegelisahan, kelemahan, reaksi distonik, agitasi), dan gejala
antikoligenik ringan (mulut kering, retensi air kemih,konstipasi). Karenan dosis obat ini
untuk muntah lebih ringan daripada dosis psikosis, maka efek samping yang ditimbulkan
juga tidak seberat bila dipakai untuk psikosis. (7). Interaksi Obat dan Interaksi Makanan
Perfenazin berinteraksi dengan banyak obat. Jika perfenazin dipakai bersama alkohol,
anthihipertensi, dan nitrat maka dapat terjadi hipotensi. Dapat pula terjadi bertambah
beratnya depresi susunan saraf pusat (SSP) jika obat ni dipakai bersama dengan alkohol,
narkotik, hipnotik-sedatif, dan anestetik umum. Efek antikoligenik akan menigkat jika
perfenazin dikombinasikan dengan antihistamin, antikoligenik seperti atripin, dan fenotiazin
lainnya. Hasil pemeriksaan laboraturium dapat menunjukkan penigkatan kadar enzim hati
dan jantung, kolesterol dan gula darah dalam serum. (8). Dosis Dosis umum: 8-16 mg/hari
PO dalam dosis terbagi; 5-10 mg IM untuk pengontrolan yang cepat, setiap 6 jam; 5 mg IV
dalam dosis terbagi, secara perlahan. 2.6

Penggolongan obat antiemetik

(1). Antagonis reseptor 5-HT3 - obat ini akan menghambat reseptor serotonin pada sistem
saraf pusat dan saluran pencernaan. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati mual
dan muntah

akibat pasca-operasi dan sitotoksik obat. Serotonin Antagonists merupakan obat yang
paling sering diberikan untuk mengatasi mual muntah pasien kemoterapi, radiasi, dan
bedah. Lima jenis obat dari kelas ini yang digunakan sebagai antiemesis adalah granisetron,
ondansetron, dolasetron, tropisetron dan palonosetron. Serotonin antagonis bekerja
dengan menghambat serotonin di otak dan usus. Obat ini bisa ditolerir dengan baik dan
sangat efektif. Contoh nama obat : a. Dolasetron b. Granisetron c. Ondansetron d.
Tropisetron (2). Antagonis dopamin bekerja pada otak an digunakan untuk mengatasi rasa
mual dan muntah dan dihubungkan dengan penyakit neoplasma, pusing karena radiasi,
opioid, obat sitotoksik, dan anestetik umum. Obat yang bekerja pada area dopamine, yakni
domperidone. Obat ini merupakan dopamine antagonis yang tidak benar-benar masuk ke
sistem saraf pusat. Profil domperidone sebagai antiemesis mirip dengan metoklorpamida,
namun domperidone memiliki efek ekstrapiramida yang lebih ringan. Domperidone
diberikan dalam bentuk oral maupun parenteral. Pada orang sehat, domperidone akan
mempercepat pengosongan cairan lambung dan meningkatkan

tekanan

oesophageal

sphincter

bagian
bawah.

Domperidone

efektif

menghilangkan gejala dispepsia postprandial dan mual serta muntah karena berbagai
sebab. Melalui beberapa studi obat ini lebih superior dibandingkan metoklopramida.
Domperidone juga memiliki efek baik lainnya. Studi oleh Orlando dkk dari Departemen
Pediatrik, Farmasi dan Perawat dari University of Western Ontario and St. Joseph's Health
Care London, menunjukkan pemberian domperidone jangka pendek bisa meningkatkan
produksi ASI pada perempuan yang memiliki kadar produksi ASI rendah. (3). Antihistamin
(antagonis reseptor histamin H1), efektif pada berbagai kondisi, termasuk mabuk kendaraan
dan mabuk pagi berat pada masa kehamilan. Antihistamin mencegah mual dan muntah
dengan cara menghambat histamin dalam tubuh. Namun untuk pasien kemoterapi

efeknya kurang kuat. Dari kelas benzamida misalnya metoklopramida, adalah antiemesis
yang bekerja dengan menghambat dopamin. (4). Kanabinoid digunakan pasien dengan
kakeksia, mual sitotoksik, dan muntah atau karena tidak responsif pada agen lainnya. Dari
golongan Cannabinoid, dronabidol merupakan antiemesis untuk pasien yang menjalani
kemoterapi. Obat ini efektif diberikan dalam bentuk oral. Deksametason dan
metilprednisolon adalah dua obat dari golongan kortikosteroid yang biasa digunakan
sebagai antiemesis. a. Ganja (Marijuana). Ganja digunakan dengan pertimbangan medis.
CBD adalah kanabinoid yang tidak ada pada Marinol atau Cesamet. b.Dronabinol (Marinol).
Sembilan puluh persen dari penjualannya digunakan untuk pasien kanker dan AIDS. 10%
lainnya digunakan untuk meredakan rasa sakit, sklerosis multipelm dan penyakit Alzheimer
c. Nabilon (Cesamet). Ditraik dari peredaran pada akhir 2006. d. Sativex adalah spray oral
yang mengandung THC dan CBD. obat ini legal pada Kanada dan beberapa negara di Eropa,
namun tidak di Amerika Serikat.

(5). Benzodiazepin Dari kelas obat Benzodiazepin, lorazepam dan alprazolam adalah dua
obat yang biasa digunakan sebagai antiemesis. Obat ini bisanya digunakan untuk gangguan
kecemasan. Sebagai monoterapi, obat ini kurang efektif untuk mual dan muntah pasien
kemoterapi dan radioterapi. Bisanya dikombinasikan dengan serotonin antagonis dan
kortikosteroid. Obat-obat antipsikotik dari kelas Butrirofenon seperti haloperidol dan
inapsine juga bisa digunakan sebagai antiemesis pasien kemoterapi. Cara kerja dua obat ini
juga menghambat dopamine. a. Midazolam, efektif seperti ondansetron. Perlu penelitian
lebih lanjut. b. Lorazepam merupakan pengobatan ajuvan yang baik untuk mual dengan
pengobatan garis pertama seperti Komapzin atau Zofran.

2.7

Terapi Farmakologi

Obat emetik bebas dan dengan resep paling umum direkomendasikan untuk mengobati
mual dan muntah. Untuk pasien yang emamtuhi dosis dan anjuran minum obat oral, maka
dapat dipilihkan obat yang sesuai. Pada pasien yang tidak bisa mengonsumsi obat oral,
disarankan menggunakan obat rektal atau parenteral. Dianjurkan menggunakan obat
antiemetik tunggal pada sebagian besar kondisi, pengecualian untuk pasien yang tidak
menghasilkan respons atau yang mendapat kemoterapi emetonik kuat, dibutuhkan multi
regimen obat. Terapi mual-muntah sederhana biasanya membutuhkan terapi minimal. Obat
bebas atau obat resep pada dosis lazim efektif yang rendah sudah dapat menyembuhkan.
Penanganan mual muntah yang kompleks membutuhkan terapi obat yang bekerja kuat,
bisa lebih dari satu obat emetik. Pemberian obat antiemetik tergantung pada kondisi pasien,
apabila keluhan terdapat di saluran cerna, maka diberikan antasida atau antagonis H2 pada
dosis tunggal. Muntah akibat pengaruh kemoterapi dapat diatasi dengan pemberian
fenotiazin dan benzodiazepin. Untuk pascaoperasi dapat diberikan antagonis serotonin.
Pada mual dan muntah yang dialami ibu hamil dilakukan terapi fenotiazin,
antihistaminantikolinergik, metoklopramid, dan piridoksin (Yulinah, 2008).

2.8

Terapi Non Farmakologi

Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi makanan dan
minuman dianjurkan untuk menghindari masuknya makanan.

Intervensi non farmakologi diklasifikasikan sebagai intervensi perilaku termasuk relaksasi,


biofeedback, self-hypnosis, dan distraksi kognitif. Muntah psikogenik kemungkinan dapat
diatasi dengan intervensi psikologik (Yulinah, 2008).

2.9

Saran Untuk Pasien


Beberapa tindakan pertama yang dapat dilakukan ketika pasien mengalami muntah adalah
sebagai berikut: a. Jangan panik. b. Usahakan untuk tidak makan dan minum selama 15-20
menit setelah muntah. c. Mulailah memberikan minum air putih pelan-pelan untuk
menghindari dehidrasi. Sebaiknya tidak memberikan makan terlebih dahulu. d. Hindari
pemberian susu, jus, atau makanan terutama makan yang mengiritasi lambung. e. Kompres
hangat disekitar ulu hati dapat membantu mengurangi rasa tidak enak setelah muntah. f.
Sebaiknya tidak memposisikan diri tidur terlentang setelah muntah. Hal ini untuk mencegah
respon muntah susulan dan masuknya muntahan ke dalam saluran pernapasan. g.
Sebaiknya tidak mengkonsumsi obat anti muntah tanpa anjuran dokter.

Apabila terjadi hal-hal berikut, maka pasien dianjurkan berkonsultasi dengan dokter.
Muntah terus terjadi selama 24 jam dan tidak dapat mentoleransi pemberian makan dan
minum. Muntah disertai demam dan nyeri pada perut atau berwarna kuning atau kehijauan.
Tanda-tanda dehidrasi seperti lemas, mengigau dan mengantuk.

Mual yang menyertai sensasi berputar (vertigo), kehamilan dan obat-obatan tertentu.
Muntah disertai demam dan keras pada bagian perut. Usia penderita muntah di bawah dua
bulan. Jika selalu muntah sesaat setelah diberikan minum.

BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan

Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau
dengan kekuatan. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah (Vomiting
Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan
Saraf. Antimuntah atau antiemetik adalah obat yang dapat mengatasi muntah dan mual.
Antiemesis bekerja dengan cara menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat
mual dan muntah di otak. Obat-obatan antimuntah terdiri dari antagonis serotonin,
antagonis dopamin, antagonis histamin, antikolinergik, kanabinoid, dan benzodiasepin. 3.2

Saran

Sebagai calon tenaga kesehatan sangat penting untuk mengetahui cara pemberian obat
maupun cara kerja obat di dalam tubuh. Sebagai calon tenaga apoteker, kita harus
mengkhususkan diri pada obat-obatan dan mempelajari obat-obat yang tergolong obat
antiemetik atau anti muntah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Karch, Amy M. 2003. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Jakarta: EGC
Kee, Joyce L, dan Evelyn R. Hayes.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC Neal, M. J. 2006. At a
Glance: Farmakologi Medis. Edisi Kelima.Jakarta.Erlangga. Sutistia G.Ganiswara .2007.
Farmakologi Dan Terapi edisi V. Jakarta:Gaya Baru Tjay, T. H. dan Rahardja, K. 2006. Obat-
Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya.Jakarta:PT Elex Media
Komputindo. Yulinah, E. 2008. ISO Farmakoterapi.Jakarta: PT ISFI Penerbitan.

Anda mungkin juga menyukai