Anda di halaman 1dari 16

PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN

MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA

OLEH:

DYAH NUR TIAS NINGSIH


2110715220020

MUULANA MALIK MUHAMMAD


2110716310005

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN – ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangsa Indonesia yang hampir dalam satu dasawarsa sejak hantaman kris moneter
di tahun 1997, terus-menerus harus berhadapan dengan krisis politik, amanan, sosial,
budaya dan yang paling mutakhir ancaman terorisme global. Keterpurukan bangsa ini
dalam multikrisis tersebut menurut Misbah Shoim adalah buah dari penumpukan Anomali-
anomali dalam sistem sosialnya (Harris, 1987:16 ).
Tatanan suatu bangsa yang ideal hanya bisa tercipta melalui pemerintahan yang
kuat dan terkonsolidasinya masyarakat madani (civil society) yang memposisikan dirinya
sebagai penyeimbang negara. Jadi, persoalan mendesak yang dihadapi bangsa Indonesia
adalah penataan kembali sistem kelembagaan politik, publik, dan sosial kemasyarakatan.
Penataan ini harus dibarengi pula dengan pemahaman terhadap pandangan dunia (world-
view) terhadap nilai-nilai religius, etika, dan moral dalam diri setiap warga negara.
Proses memahami dan menentukan sumber serta vasilidasi pandangan-pandangan
sosial politik yang relevan dengan agenda reformasi sekarang ini tentu harus diawali
dengan mendalami lebih jauh apa itu pengertian prinsipil tentang masyarakat madani.
Bukanlah suatu kebetulan bahwa wujud nyata masyarakat madani tersebut mulai dikenal
masyarakat dari hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah 13 tahun setelah Nabi
Muhammad membangun landasan tauhid sebagai fondasi dasar masyarakat (Komunitas
Mekkah) menuju ke Yastrib dan mengubah nama menjadi kota Madinah yang diambil dari
kata Madaniyah yang berarti peradaban (Azra, 1999: 3)
Sistem sosial madani yang dikembangkan Nabi Muhammad SAW tersebut
memiliki beberapa ciri unggul, yakni kesetaraan, istiqomah, mengutamakan partisipasi,
dan demokrasi dengan dilandasi keimanan danketaqwaan kepada Allah. Esensi ciri unggul
tetap relevan dalam konteks waktu dan tempat berbeda, sehingga pada dasarnya prinsip itu
layak diterapkan apalagi di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim tanpa harus
mengusik kepentingan dan keyakinan kelompok monoritas.

1
2

Dalam perspektif Islam, masyarakat madani lebih mengacu kepada penciptaan


peradaban. Dimana kata al-Din yang pada umumnya bermakna agama, bisa ditarik pada
makna tamaddun, atau peradaan. Keduanya menyatu dalam makna kata al-Madinah yang
berarti kota. Berbeda dengan kata al-Qaryah atau al-Balad, yang juga berarti kota yang
sering juga sebagai makna sebuah negeri. Bedanya al-Madinah mempunyai muatan
peradaban dan kebudayaan (Harris, 1987: 11).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep masyarakat madani menurut para ahli.
2. Untuk mengetahui sejarah masyarakat madani pada zaman Rasullah saw.
3. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat madani.
4. Untuk mengetahui Peran Umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani.
5. Untuk mengetahui Islam dalam menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat, dalam
konteks kehidupan modern.
6. Untuk mengetahui membumikan Islam di Indonesia agar islam dirasakan sebagai
kebutuhan hidup, bukan sebagai beban hidup dan kewajiban
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Masyarakat Madani Menurut Para Ahli


1
Menurut Nuquib Al-attas mengatakan bahwa, masyarakat madani merujuk kepada
sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil
merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid al-Atas seorang sosiolog sepakat
dengan Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya),
menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat sipil.
Istilah Madani, Madinah dan din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari
akar kata din. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi Madinah bermakna
disanalah din berlaku. Secara historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madani tidak
memiliki hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi
Muhammad SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah.
Beliau memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syari’at agama
di bawah perlindungan hukum (Nuqquib Al-Attas, 65).
2
Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai
dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam
setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani
adalah Al-Qur’an. Meski Al-Qur’an tidak menyebutkan secara langsung bentuk
masyarakat yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-
prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara
faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan
Rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di
Madinah. Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi
Muhammad SAW.tujuan Nabis hijrah adalah mewujudkan cita-cita membentuk
masyarakat yang madaniyyah (beradab).

1
Izzah, Ismatul. "Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani." PEDAGOGIK: Jurnal
Pendidikan 5.1 (2018): 58.
2
Izzah, Ismatul. "Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani." PEDAGOGIK: Jurnal
Pendidikan 5.1 (2018): 59.

3
4

2.2 Sejaraha Masyarakat Madani pada Zaman Rasulullah SAW


3
Berdasarkan sejarah, terdapat dua masyarakat yang terdokumentasi sebagai
masyarakat madani, yaitu: a) Bangsa/masyarakat Saba’, kaumnya nabi Sulaiman AS., b)
Masyarakat madinah. Masyarakat madinah terdokumentasi sebagai masyarakatmadani
setelah terjadinya traktat, perjanjian madinah antara Rasulullah SAW beserta umat Islam
dengan penduduk madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus
dan Khazraj. Perjanjian madinah berisi tentang kesepakatan ketiga unsure masyarakat
untuk saling tolong menolong, menjadikan Al-qur’an sebagai pedoman dan konstitusi,
menjadikan kedamaian dalam kehidupan social, menjadikan Rasulullah Saw sebagai
pemimpin, dan member kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta
beribadah sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya.
4
Masyarakat Madani, dikalangan masyarakat Indonesia mulai populer sejak akhir
abad ke XX, dengan tokoh-tokoh terkemukanya seperti Nurcholis Madjid, Amin Rais dan
lain-lain, Menurut Heru Nugroho pengunaan istilah civil society tersebut pada awalnya
dikenalkan oleh seorang filsuf berkebangsa-an Scotlandia Adam Ferguson. Secara
sederhana filsuf Ferguson mendefenisikan istilah civil society sebagai” suatu masyarakat
beradab yang sudah lebih maju dari masyarakat pedalaman”. Sebuah pengertian yang
secara gradual mengacu kepada pengertian “ sebuah masyarakat yang terdiri dari lembaga
otonom yang dapat mengimbangi kekuasaaan Negara.
5
Akan tetapi tidak dapat disamakan dengan pendapat para ilmuwan lainnya yang
menganggap bahwa civil society itu sebagai suatu keadaan dimana masyarakat vis a vis
dengan negara. 6Nurcholish Madjid yang mencoba melihat civil society berkaitan dengan
masyarakat kota Madinah pada zaman Rasulullah saw. Menurutnya, Piagam Madinah

3
Izzah, Ismatul. "Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani." PEDAGOGIK: Jurnal
Pendidikan 5.1 (2018): 56-57.
4
Khalik, Abu Thalib. "Masyarakat Madani dan Sosialisme." Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 8.2
(2012): 8.
5
Sufyanto, Masyarakat Tamaddun. "Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholis Madjid." Jogjakarta,
Pustaka Pelajar (2001) : 5.
6
Khalik, Abu Thalib. "Masyarakat Madani dan Sosialisme." Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 8.2
(2012): 9.
5

merupakan dokumen politik pertama dalam sejarah umat manusia yang meletakkan
dasar-dasar pluralisme dan toleransi, sementara toleransi di Eropa baru dimulai dengan The
Toleration Act of 1689. 7Masyarakat yang terbebas dari penindasan penguasa. Kemudian
dari kutupa kedua memberi kesan baik penguasa (pemerintah) maupun masyarakatnya
sadar hukum yang berarti taat pada hukum, serta rukun damai antar sesama walaupun
diantara mereka berbeda keyakinan (agama) ras dan sebagainya.
8
Munculnya konsep masyarakat madani menunjukkan para intelektual kehidupan
modern, tepatnya menginterpretasikan ajaran Islam dalam kehidupan modern, tepatnya
mengawinkan ajaran Islam dengan konsep civil society yang lahir di Barat pada abada ke
-18. Konsep masyarakat madani digunakan sebagai alternatif untuk mewujudkan good
government, menggantikan bangunan Orde Baru yang menjadi penyebab bangsa Indonesia
terpuruk dalam krisis multidimensional yang tak berkesudahan. 9Memang harus diakui
bahwa antara civil society dan masyarakat madani, ada sisi perbedaan dan juga ada sisi
persamaan, lantas pada sisi kesamaan ini seperti demokratis, dan bersifat ukhuwah yang
relevan dengan ajaran Islam itu terserap kedalam faham masyarakat madani.

2.3 Karakteristik Masyarakat Madani


10
Demikian beberapa karakteristik masyarakat madani (Deni Suito, 2006), antara lain:
a) Terjadinya integrasi antara individu-individu dan kelompokkelompok ekslusif ke
dalam masyarakat melalui kontrak social dan aliansi social.
b) Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan mendominasi di masyarakat dapat
dikurangi oleh kepentingan alternative.
c) Program Negara yang mendominasi seperti, pembangunan yang berbasis
masyarakat.
d) Masyarakat mampu memberikan masukkan terhadap keputusan pemerintah
melalui keanggotaan organisasi volunteer (benyuk kerelawanan seseorang)

7
Anonim. Op.Cit. h. 5
8
Khalik, Abu Thalib. "Masyarakat Madani dan Sosialisme." Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 8.2
(2012): 9.
9
Fauzia, Riva, Masy. Madani : Dialog Islam dan Modernitas Indonesia, http://Rivafauziah.wordpress.com, 2007, h.
3 Diunduh 11 - 30 – 2021.
10
Izzah, Ismatul. "Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani." PEDAGOGIK: Jurnal
Pendidikan 5.1 (2018): 57.
6

e) Kreatifitas masyarakat tumbuh dan berkembang yang semula terhambat oleh


rezim-rezim totaliter.
f) Meluasnya kesetiaan, loyalitas dan kepercayaan sehingga individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain.
g) Masyarakat bebas melakukan kegiatan melalui kegiatan di lembaga social dengan
berbagai perspektif.
h) masyarakat beragama, masyarakat tersebut mengakui adanya Tuhan, melaksanakan
ajaran Tuhan yang mengatur kehidupan social dan beragama meskipun dalam satu
daerah ada keberagaman agama.
i) Menjaga kedamaian; artinya masing-masing elemen masyarakat saling
menghormati baik secara individu maupun kelompok (Ahmad, 2017), j) tolong
menolong tanpa mencampuri urusan orang lain, k) toleran; menghormaati dengan
tidak mencampuri urusan pribadi agama orang lain.

Berdasarkan karakteristik di atas,11 dapat dikatakan masyarakat madani adalah


sebuah masyarakat yang demokratis, dimana anggota masyarakat menyadari akan hak-
hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingannya,
dimana pemerintah memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga
negara untuk mewujudkan program pembangunan. Pembentukan masyarakat madani dari
proses sejarah yang panjang dan perjuangan terus menerus dari masyarakat yang tidak
berbudaya menuju masyarakat yang beradaban tinggi. Secara universal terdapat beberapa
hal untuk mewujudkan masyarakat madani, antara lain: 1) berkembangnya modal
manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif, bagi
terbentuknya kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya
kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok (Fauzi, 2016). 2) terpenuhinya kebutuhan
dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat, 3) terselenggaranya sistem
pemerintahan yang memungkinkan lembaga ekonomi, hukum, sosial berjalan secara
produktif dan berkeadilan sosial, 4) tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang

11
Izzah, Ismatul. "Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani." PEDAGOGIK: Jurnal
Pendidikan 5.1 (2018): 47-50.
7

pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial, 5)
adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan

yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur,
terbuka dan terpercaya (Anen Sutianto, 2004).

12
Pada umumnya masyarakat madani dapat pula disebut sebagai masyarakat yang
berintuisi yang memiliki karakteristik diantaranya adanya persatuan, hal tersebut di
jelaskan dalam surat Ali Imran : 110, adanya rasa persaudaraan, hal tersebut dijelaskan
dalam surat Al Hujurat : 10, adanya sikap toleransi, hal tersebut di jelaskan dalam surat
Al Hujurat : 13, adanya jamninan perlindungan, adanya jaminan kesejahtraan, hal tersebut
dijelaskan dalam surat Al Isra : 26, hidup yang aman, dijelasakan dalam surat Al Baqarah
: 126, saling tolong menolong, dijelaskan dalam surat Al Maidah : 2, memiliki hukum
yang adil, hal tersebut dijelaskan dalam surat An Nisa : 58, bermusyawarah hal tersebut
dijelaskan dalam surat Ali Imran : 159, serta berlomba lomba dalam kebaikan, hal tersebut
dijelaskan dalam surat Al Baqarah : 148.

Mencermati konsep diatas, maka masyarakat madani dalam Alquran memiliki


karakteristik yang akan terus melekat pada masyarakat tersebut sehingga membuatnya
menjadi masyarakat yang ideal yang ada ketika itu. 13Adapun karakteristik tersebut ialah
masyarakat yang menjungjung tinggi aturan yang ada dalam Alquran dan menjadikanya
pedoman hidup dalam bermasyarakat sehingga akan terciptanya masyarakat yang adil,
aman, sejahtera, dan memiliki paradigma yang baru. Maksud paradigma disini ialah
paradigma yang lebih mengutamakan moral dan keadilan berdasarkan nilai nilai
keagamaan. Hal tersebut sejalan dengan apa yang telah dicontohkan oleh nabi
Muhammad ketika beliau menjadi seorang pemimpin di kota Madinah, yakni masyarakat
yang hidup dengan penuh toleransi dalam berbagai hal serta mematuhi aturan yang sudah
disepakati Bersama serta terciptanya persaudaraan yang harmonis, tentunya dibawah
kepemimpinan yang adil dan bijaksana.

12
Sanjaya, Andri. Karakteristik masyarakat Madani dalam Alquran: Kajian Tafsir Maudu’I Fil Quran. Diss. UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, 2020, h. 40
13
Sufyanto, Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholis Madjid, (Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2001), h. 5
8

2.4 Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani


14
Sebelum membentuk masyarakat madani, terlebih dahulu perlu memetakan peran
pendidikan agama Islam dengan analisis SWOT, dengan mengetahui peluang dan
tantangannya, serta kekuatan dan kelemahannya, pendidikan Islam dapat memposisikan
diri secara tepat dalam pergauan sosio kutural. Berikut ini akan dipaparkan sejumlah
kelemahan yang sekaligus merupakan tantangan yang harus dibenahi oleh pendidikan
Islam antara lain sebagai berikut: a) citra lembaga dan kualitas pendidikan Islam relative
rendah (Fauzi, 2017), sebagai sebuah kenyataan bahwa dalam ranking kelulusan lembaga
pendidikan Islam umumnya berada didalam urutan dibawah sekolah umum, b) kualitas dan
kuantitas guru yang belum memadai, yang merupakan kunci keberhasilan dalam
pendidikan. Karena itu, apabila guru kualitasnya rendah dan rasio siswa tidak memadai,
maka out put pendidikannya dengan sendirinya akan rendah pula, c) gaji guru secaara
umum masih kecil, d) tuntutan kompetisi dan kompetensi yang semakin meningkat, e)
harapan masyarakat terhadap pendidikan Islam agar dapat melahirkan orang-orang yang
intelek, tetapi alim dan orang-orang alim yang intelek, harapan ini yang harus dijawab
dengan sungguh-sungguh dan terus menerus mengupayakan kualitas lembaga pendidikan
Islam yang terus meningkat (Bambang Pranowo, 2011).
Meskipun didapati kelemahan dan tantangan yang dihad Meskipun didapati
kelemahan dan tantangan yang dihadapi lembagalembaga pendidikan Islam cukup berat,
tetapi jika kita mengamati secara seksama terdapat sejumlah alasan yang kuat untuk
menyatakan bahwa peluang lembaga pendidikan Islam dimasa mendatang tetap cukup
besar, bahkan mungkin semakin basar. Peluang tersebut dimungkinkan dan didukung oleh
sejumlah kondisi sebagi berikut: 1) potret masyarakat Indonesia adalah agamis. Kondisi
semacam ini merupakan pondasi yang cukup kokoh bagi kehidupan lembaga pendidikan
Islam, karena keinginan masyarakat yang cukup kuat untuk memiliki anak yang selain
berilmu juga taat beragama. 2) meningkatkan kesadaran beragama dikalangan masyarakat
yang semula dikatagorikan sebagai Islam formal. Peningkatan kesadaran beragama
tersebut dengan sendirinya diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan pendidikan Islam
bagi anak-anak mereka. 3) pendidkan Islam, posisi madrasah yang semakin mantap seiring

14
Izzah, Ismatul. "Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani." PEDAGOGIK: Jurnal
Pendidikan 5.1 (2018): 62-63.
9

dengan lahirnya undang-undang no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam undang-undang tersebut pendidikan seperti madrasah di akui sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional. 4) Keimanan dan ketaqwaan semakin menempati posisi yang
setrategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, setiap langkah
pembangunan bangsa harus dijiwai oleh nilai-nilai agama.5) meningkatnya status sosial-
politik kalangan santri pada masa ini banyak sekali elit politik, birokrat maupun tokoh
masyarakat yang berasal dari kalangan santri. Hal ini secara tidak langsung juga berdampak
positif bagi meningakatnya perhatian dan penghargaan terhadap lembaga pendidikan Islam
(Fauzi, 2015). 6) meningkatnya kualitas pendidikan Islam, seperti madrasah dan sekolah
Islam berkualitas rendah, namun beberapa madrasah ternyata mengungguli lembaga
pendidikan atau sekolah umum.

2.5 Islam Dalam Menjamin Kebahagian Dunia dan Akhirat


Setiap manusia tentu mendambakan keselamatan dalan kehidupan mereka agar
15
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu manusia dituntut mampu
merenungkan dan merealisasikan dalam kehidupan nyata, dengan menggali segala yang
telah dianugerahkan oleh Allah SWT di muka bumi ini dari kebahagiaan akhirat dan jangan
melupakan kenikmatan duniawi. Serta harus melakukan kebaikan kepada sesama,
sebagaimana Allah berbuat baik kepada manusia, dan hendaknya tidak membuat kerusakan
di muka bumi. Sebagaimana firman Allah berikut ini :

‫ﺴﻦَ ﺍﻟﻠﱣﻪُ ﺍِ َﻟﻴْﻚَ َﻭ َﻻ‬


َ ْ‫َﺼ ْﻴ َﺒﻚَ ِﻣﻦَ ﺍﻟﺪﱡ ْﻧ َﻴﺎ َﻭﺍَﺣْ ﺴ ِْﻦ َﻛ َﻤﺎ ٓ ﺍَﺣ‬ ٰ ْ ‫ﱠﺍﺭ‬
َ ‫ﺍﻻ ِﺧ َﺮﺓ َ َﻭ َﻻ ﺗ َ ْﻨ‬
ِ ‫ﺲﻧ‬ َ ‫َﻭﺍ ْﺑﺘ َﻎِ ِﻓ ْﻴ َﻤﺎ ٓ ٰﺍ ٰﺗﯨﻚَ ﺍﻟﻠﱣﻪُ ﺍﻟﺪ‬
ْ ‫ﱣ‬ َ ‫ْﺍﻟ َﻔ‬
ِ ‫ﺴﺎﺩَ ِﻓﻰ ْﺍﻻَ ْﺭ‬
ِ‫ﺽ ۗﺍ ﱠِﻥ ﺍﻟﻠﻪَ َﻻ ﻳ ُِﺤﺐﱡ ﺍﻟ ُﻤ ْﻔ ِﺴ ِﺪﻳْﻦَ ﺗَﺒْﻎ‬

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu

15
Ngulwiyah, Istinganatul, Rt Bai Rohimah, and Suaidi Suaidi. "PERAN ISLAM DALAM MEWUJUDKAN
KESELAMATAN HIDUP DI DUNIA DAN AKHIRAT DALAM KONTEKS KEHIDUPAN MODERN." Jurnal
Pendidikan Karakter JAWARA (Jujur, Adil, Wibawa, Amanah, Religius, Akuntabel) 7.1 (2021), hal 70-71.
10

berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat
kerusakan.” (QS. AlQasas 28: Ayat 77)
16
Berdasarkan ayat di atas, minimal ada tiga langkah prioritas yang perlu disadari
tentang eksistensi manusia di dunia ini. Pertama, memprioritaskan kebahagiaan kehidupan
akhirat yang menghendaki agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia senantiasa
mengutamakan pertimbangan nilai akhirat. Akan tetapi bukan berarti dalam
memprioritaskan kehidupan akhirat tersebut kemudian mengabaikan kebahagiaan dunia,
karena amalan akhirat tidak berdiri sendiri dan terlepas dari amalan duniawi. Sangat
banyak amalan akhirat yang berhubungan erat dalam mewujudkan kebahagiaan duniawi.
Misalnya shalat, seseorang yang melaksanakan shalat dengan khusyu dan disiplin bukan
sematamata sebagai amalan akhirat yang tidak berdampak terhadap duniawi, karena jika
shalat dilaksanakan menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya maka akan banyak
memberikan hikmah dalam kehidupan duniawi. Dengan shalat yang benar mampu
mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Oleh karena itu manusia akan
terhindar dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain, maka terciptalah ketentraman
serta kedamaian hidup bersama di dunia.
Kedua adalah senantiasa menghendaki kebaikan. Jika setiap manusia menanamkan
prinsip ini, niscaya akan menunjukan dirinya sebagai orang yang selalu menginginkan
kebaikan. Sehingga senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha
berbuat baik dan bertutur kata dengan baik dalam pergaulan sehari-hari, agar terwujud
sakinah, mawaddah wa rahmah dalam lingkungan masyarakat mereka.
Ketiga yaitu senantiasa tidak berbuat kerusakan. Apabila prinsip ini dipegang teguh
oleh setiap orang maka akan lebih menyempurnakan prinsip kedua, yaitu melengkapi
upaya berbuat baik dengan upaya menghindari perbuatan yang bathil.

16
Ngulwiyah, Istinganatul, Rt Bai Rohimah, and Suaidi Suaidi. "PERAN ISLAM DALAM MEWUJUDKAN
KESELAMATAN HIDUP DI DUNIA DAN AKHIRAT DALAM KONTEKS KEHIDUPAN MODERN." Jurnal
Pendidikan Karakter JAWARA (Jujur, Adil, Wibawa, Amanah, Religius, Akuntabel) 7.1 (2021).
11

2.6 Membumikan Islam di Indonesia agar Islam Dirasakan Sebagai Kebutuhan Hidup
Islam hadir di Nusantara ini sebagai agama baru dan pendatang. Dikarenakan
kehadirannya lebih belakang dibandingkan dengan agama Hindu, Budha, Animisme dan
Dinamisme. Dinamakan agama pendatang karena agama ini hadir dari luar negeri. Terlepas
dari subtansi ajaran Islam, Islam bukan merupakan agama asli bagi bangsa Indonesia,
melainkan agama yang baru datang dari Arab. Sebagai agama baru dan pendatang saat itu,
Islam harus menempuh strategi dakwah tertentu, melakukan berbagai adaptasi dan seleksi
dalam menghadapi budaya dan tradisi yang berkembang di Indonesia.
17
Perkembangan Islam di Nusantara ini merasakan berbagai pengalaman, disebabkan
adanya keberagaman budaya dan tradisi pada setiap pulau tersebut. Bahkan dalam satu
pulau saja bisa melahirkan berbagai budaya dan tradisi. Perjumpaan Islam dengan budaya
(tradisi) lokal itu seringkali menimbulkan akulturasi budaya. Kondisi ini menyebabkan
ekpresi Islam tampil beragam dan bervariasi sehingga kaya kreativitas kultural-religius.
Realitas ini merupakan risiko akulturasi budaya, tetapi akulturasi budaya tidak bisa
dibendung ketika Islam memasuki wilayah baru. Jika Islam bersikap keras terhadap budaya
atau tradisi lokal yang terjadi justru pertentangan terhadap Islam itu sendiri bahkan
peperangan dengan pemangku budaya, tradisi atau adat lokal seperti perang Padri di
Sumatera.
Maka jalan yang terbaik adalah melakukan seleksi terhadap budaya maupun tradisi
yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam untuk diadaptasi sehingga mengekpresikan
Islam yang khas. 18Ekpresi Islam lokal ini cenderung berkembang sehingga menimbulkan
Islam yang beragam. Dalam konteks sejarah penyebaran Islam di Nusantara tepatnya pada
aba ke -15 dan khususnya di tanah Jawa, Walisongo mempunyai peran yang cukup besar
dalam proses akulturasi Islam dengan budaya. Budaya dijadikan sebagai media dalam
menyebarkan Islam dan mengenalkan nilai dan ajaran Islam kepada masyarakat secara
persuasif. Kemampuan memadukan kearifan local dan nilai-nilai Islam mempertegas
bahwa agama dan budaya lokal tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Secara
sosiologis, keberadaan Walisongo hampir semua berada di titik tempat pusat kekuatan

17
Prasetawati, Eka, and Habib Shulton Asnawi. "Wawasan Islam Nusantara; Pribumisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal
di Indonesia." FIKRI: Jurnal Kajian Agama, Sosial Dan Budaya 3.1 (2018): 219.
18
Faiqah, Nurul, and Toni Pransiska. "Radikalisme Islam Vs Moderasi Islam: Upaya Membangun Wajah Islam
Indonesia Yang Damai." Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman 17.1 (2018): 35-36.
12

masyarakat, yaitu di Surabaya, Gresik, Demak, dan Cirebon. Bahkan kerabat mereka pun
memiliki peran yang signifikan juga dalam penyebaran Islam secara kultural.
Dalam konteks praktik keagamaan yang dijalankan masyarakat Indonesia yang
berhubungan dengan gerakan dakwah Walisongo dtampak sekali terdapat usaha
membumikan Islam. Fakta tentang pribumisasi Islam yang dilakukan Walisongo dalam
dakwahnya terlihat sampai saat ini. Sejumlah istilah local yang digunakan untuk
menggantikan istilah yang berbahasa Arab, contohnya Gusti Kang Murbeng (Allahu
Rabbul Alamin), Kanjeng Nabi, Kyai (al-Alim), Guru (Ustadz), bidadari (Hur),
sembahyang (shalat), dan lain-lain. Sejak masa Wali Songo, Islam di Indonesia memiliki
dua model di atas. Kelompok formalis lebih mengutamakan aspek fikih dan politik
kenegaraan, sedangkan kelompok esensialis memprioritaskan aspek nilai dan kultur dalam
berdakwah. Di era kemerdekaan sampai dengan era pascareformasi, polemik antara kedua
model keberagamaan ini masih tetap ada.
Dalam masyarakat yang pluralistik saat ini diperlukan pengembangan kiat-kiat baru
bagi para pendakwah dengan menyelaraskan dengan kemajuan tekhnologi dan modernitas.
Penggunaan media massa dan internet dirasa sangat pas dalam menyebarkan dakwah yang
lebih luas lagi. Artinya, metode seperti ini juga menandakan sama dengan para Walisongo
pada zaman dahulu menggunakan media tradisional.
19
Tuntutan modernitas dan globalisasi menuntut model pemahaman agama yang
saintifik, yang secara serius memperlihatkan pelbagai pendekatan, Pendekatan Islam
monodisiplin tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan zaman yang dihadapi umat
Islam di pelbagai tempat. Agar diperoleh pemahaman Islam yang saintifik di atas
diperlukan pembacaan teks-teks agama (Quran, Al-Hadts, dan turats) secara integratif dan
interkonektif dengan bidang-bidang dan disiplin ilmu lainnya.

19
Hanifah, Siti. Problematika Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Ditinjau dari Latar Belakang
Sosial Budaya Siswa SMA Nahdlatul Ulama Pagar Alam. Diss. IAIN Bengkulu, 2021 hal 5.
13

Di sisi lain, Islam yang telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, mau tidak mau, harus
beradaptasi dengan nilai-nilai budaya lokal (kearifan lokal). Sebagai substansi, Islam
merupakan nilai-nilai universal yang dapat berinteraksi dengan nilai-nilai lokal (local
wisdom) untuk menghasilkan suatu norma dan budaya tertentu.
20
Islam sebagai ramatan lil amin terletak pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip
kemanusiaan universal yang dibangun atas dasar kosmologi tauhid. Nilai-nilai tersebut
selanjutnya dimanifestasikan dalam sejarah umat manusia melalui lokalitas ekspresi
penganutnya masing-masing.

20
Ardiansyah, Ardiansyah. Tradisi dalam Al-Qur’an (Studi Tematik Paradigma Islam Nusantara dan Wahabi).
Diss. Institut PTIQ Jakarta, 2018.
14

BAB III

KESIMPULAN

Pada umumnya masyarakat madani dapat pula disebut sebagai masyarakat yang berintuisi
yang memiliki karakteristik diantaranya adanya persatuan, hal tersebut di jelaskan dalam surat Ali
Imran : 110, adanya rasa persaudaraan, hal tersebut dijelaskan dalam surat Al Hujurat : 10, adanya
sikap toleransi, hal tersebut di jelaskan dalam surat Al Hujurat : 13, adanya jamninan perlindungan,
adanya jaminan kesejahtraan, hal tersebut dijelaskan dalam surat Al Isra : 26, hidup yang aman,
dijelasakan dalam surat Al Baqarah : 126, saling tolong menolong, dijelaskan dalam surat Al
Maidah : 2, memiliki hukum yang adil, hal tersebut dijelaskan dalam surat An Nisa : 58,
bermusyawarah hal tersebut dijelaskan dalam surat Ali Imran : 159, serta berlomba lomba dalam
kebaikan, hal tersebut dijelaskan dalam surat Al Baqarah : 148.

Karena itu, apabila guru kualitasnya rendah dan rasio siswa tidak memadai, maka out put
pendidikannya dengan sendirinya akan rendah pula, c) gaji guru secaara umum masih kecil, d)
tuntutan kompetisi dan kompetensi yang semakin meningkat, e) harapan masyarakat terhadap
pendidikan Islam agar dapat melahirkan orang-orang yang intelek, tetapi alim dan orang-orang
alim yang intelek, harapan ini yang harus dijawab dengan sungguh-sungguh dan terus menerus
mengupayakan kualitas lembaga pendidikan Islam yang terus meningkat.
15

DAFTAR PUSTAKA

IZZAH, Ismatul. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat


Madani. PEDAGOGIK: Jurnal Pendidikan, 2018, 5.1: 50-68.
Charis Irfan, Pendidikan Islam dalam Masyarakat Madani Indonesia, Boyolali: UIN Walisongo,
2015.
Sanjaya, Andri. Karakteristik masyarakat Madani dalam Alquran: Kajian Tafsir Maudu’I Fil
Quran. Diss. UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020.
Ngulwiyah, Istinganatul, Rt Bai Rohimah, and Suaidi Suaidi. "PERAN ISLAM DALAM
MEWUJUDKAN KESELAMATAN HIDUP DI DUNIA DAN AKHIRAT DALAM KONTEKS
KEHIDUPAN MODERN." Jurnal Pendidikan Karakter JAWARA (Jujur, Adil, Wibawa,
Amanah, Religius, Akuntabel) 7.1 (2021).
Hariyadi, Muhammad. "TRADISI DALAM AL-QUR’AN (Studi Tematik Paradigma Islam
Nusantara dan Wahabi)." Madani Institute| Jurnal Politik, Hukum, Pendidikan, Sosial dan
Budaya 9.1 (2020): 25-38.
Khalik, Abu Thalib. "Masyarakat Madani dan Sosialisme." Jurnal Tapis: Jurnal Teropong
Aspirasi Politik Islam 8.2 (2012).

Ngulwiyah, Istinganatul, Rt Bai Rohimah, and Suaidi Suaidi. "PERAN ISLAM DALAM
MEWUJUDKAN KESELAMATAN HIDUP DI DUNIA DAN AKHIRAT DALAM KONTEKS
KEHIDUPAN MODERN." Jurnal Pendidikan Karakter JAWARA (Jujur, Adil, Wibawa, Amanah,
Religius, Akuntabel) 7.1 (2021).

Anda mungkin juga menyukai