Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI KESEHATAN

“MEKANISME KOPING”

DOSEN MATA KULIAH

Dr. Yonathan Ramba , S. Pd. S.Ft. Physio. M. Si

DISUSUN OLEH :

ANDINI SILVA RAMAYANTI

PO714241211005

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN FISIOTERAPI

PRODI D4 TAHUN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai yang berjudul
“Mekanisme Koping” tepat pada waktunya.

Makalah yang tersusun sebagai tugas Psikologi Kesehatan, dengan


berbagai sumber baik buku maupun jurnal. Selanjutnya kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Dr. Yonathan Ramba S.Pd,S.Ft.Physio. M.Si
sebagai dosen mata kuliah Psikologi Kesehatan, terutama kepada orang tua
kami yang telah mendidik dan mengasuh sampai sekarang ini, serta teman
teman yang telah berpartisipasi membantu dalam menyelesaikan makalah ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesahalan dan kekurangan di dalamnya. Kami dengan kerendahan hati
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau penguraian
makalah kami dengan harapan dapat diterima oleh Bapak dan dapat di jadikan
acuhan dalam proses pembelajaran kami.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca. Oleh
karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih.

Wa’ssalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 23 Oktober 2021

Andini Silva Ramayanti


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................1

Daftar Isi...........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................3

B. Rumusan Masalah.............................................................................3

C. Tujuan...............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi mekanisme koping..............................................................4

B. Klasifikasi mekanisme koping..........................................................4

C. Metoda koping .................................................................................6

D. Mekanisme pertahanan ego...............................................................7

E. Faktor yang mempengaruhi koping individu...................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi
yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam
kondisi yang sehatlah manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara
optimal. Tetapi pada kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia
selalu dihadapkan pada permasalahan kesehatan dan salah satunya berupa
penyakit yang diderita. Untuk itu manusia memerlukan mekanisme koping
yang positif untuk menghadapi berbagai masalah yang timbul tersebut.
Strategi koping (mekanisme koping) akan digunakan secara berbeda-
beda dari suatu individu dengan individu lainnya dan dari satu peristiwa
dengan peristiwa lainnya. Umumnya setiap individu menggunakan strategi
koping yang sudah pernah digunakan sebelumnya dan berhasil, bila koping
tersebut tidak berhasil pada situasi tertentu strategi lain dapat
dipertimbangkan.
Adapun strategi koping yang umum digunakan adalah latihan untuk
menghadapi suatu peristiwa, konfrontasi, denial (pengingkaran), kontrol diri,
dukungan sosial, menerima tanggung jawab, kepercayaan/agama,
penyelesaian masalah, penilaian yang positif dan penanggulangan peristiwa.

B. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas pada mata kuliah
psikologi kesehatan. Selain itu juga untuk memahami materi mekanisme
koping terutama bagi mahasiswa.

C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi mekanisme koping?
2. Klasifikasi Mekanisme koping
3. Metoda Koping
4. Mekanise pertahanan ego
5. Faktor apa yang memperngaruhi koping individu?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Mekanisme Koping


Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi
atau beban yang diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang
akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Mekanisme
koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang
mengancam (Keliat, 1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif
dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal
dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan kedua definisi maka yang dimaksud
mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam
menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang
mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat,
yang dimulai sejak awal timbulnya stresor dan saat mulai disadari dampak
stresor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal
dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan
membentuk stresor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta
kognisi terhadap stresor tersebut.
Efektivitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan
tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan
penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stresor yang lebih berat
(dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan
mekanisme koping, yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal.
Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu
mengembangkan dua hal baru yaitu; perubahan perilaku dan perubahan
jaringan organ.
Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk
menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi
atau kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu
proses di mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi
stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan
cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa
aman dalam dirinya.

B. Klasifikasi Mekanisme Koping


Lipowski membagi coping menjadi: coping style dan coping
strategy.Copi ng style adalah mekanisme adaptasi individu yang meliputi
aspek psikologis, kognitif, dan persepsi. Coping strategy merupakan coping
yang dilakukan secara sadar dan terarah dalam mengatasi rasa sakit atau
menghadapi stresor. Apabila coping dilakukan secara efektif, stresor tidak
lagi menimbulkan tekanan secara psikis, penyakit, atau rasa sakit, melainkan
berubah menjadi stimulan yang memacu prestasi serta kondisi fisik dan
mental yang baik. Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun
perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan
suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping
merupakan suatu proses di mana individu berusaha untuk menanggani dan
menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang
dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku
guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Para ahli menggolongkan dua
strategi coping yang biasanya digunakan oleh
individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara
aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau
situasi yang menimbulkan stres; dan emotion-focused coping, dimana
individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi
atau situasi yang penuh tekanan. Faktor yang menentukan strategi mana
yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada
kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau
masalah yang dialaminya.
Contoh:
seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping
dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol
seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan;
sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused
coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit
dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit
yang tergolong berat seperti kanker atau AIDS.

Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan


di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu
active& avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct
Action& Palliative). Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk
mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant
coping merupakan strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri
dari sumber stres dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri
dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa
yang dilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya
merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri yang sebenarnya dapat
menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambat
permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan.
Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan
diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan
terhadap ancaman.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping, antara


lain:
1. Kesehatan Fisik
kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup
besar
2. Keyakinan atau pandangan positif
keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting,
seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang
mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness)
yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-
solving focused coping
3. Keterampilan
memecahkan masalah, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk
mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan
tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian
mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang
ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan
melakukan suatu tindakan yang tepat.
4. Keterampilan social
keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial
yang berlaku dimasyarakat.
5. Dukungan social
dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi
dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
6. Materi
dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang
barang atau layanan yang biasanya dapat dibel.

C. Metoda Koping
Koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stres dan
cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektf untuk digunakan
dalam jangka panjang.
Karakteristik koping jangka pendek antara lain:
a. Aktivitas yang dapat memeberikan kesempatan lari sementara dari krisis.
Ex. menonton televise, kerja keras, olahraga berat.
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara.
Ex. ikut kegiatan sosial politik, agama.
c. Aktivitas yang memberikan kekuatan atau dukungan sementara terhadap
konsep diri
Ex. aktivitas yang berkompetisi yaitu pencapaian akdemik atau olahraga.
d. Aktivitas yang mewakili jarak untuk membuat masalah identitas menjadi
kurang berarti dalam kehidupan
Ex. penyalahgunaan zat.

Koping jangka panjang


cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realistis
dalam menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang lama,
contohnya antara lain; menggunakan alkohol atau obat, melamun dan
fantasi, mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak
menyenangkan, tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali
stabil, banyak tidur, banyak merokok, menangis, beralih pada aktifitas lain
agar dapat melupakan masalah.
Koping jangka panjang dikategorikan dalam penutupan identitas dan
identitas negatif.
a. penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting
bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, dan potensi
individu.
b. Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai-
nilai dan
harapan masyarakat.
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2
(dua)
(Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu :
a. Mekanisme Koping Adaptif
mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara
dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi,
latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
b. Mekanisme Koping Maladaptif
mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan.

D. Mekanisme Pertahanan Diri (Ego)


Mekanisme pertahanan ego adalah strategi psikologis yang dilakukan
seseorang, sekelompok orang, atau bahkan suatu bangsa untuk berhadapan
dengan kenyataan dan mempertahankan citra-diri. Orang yang sehat biasa
menggunakan berbagai mekanisme pertahanan selama hidupnya. Mekanisme
tersebut menjadi patologis bila penggunaannya secara terus menerus
membuat seseorang berperilaku maladaptif sehingga kesehatan fisik dan/atau
mental orang itu turut terpengaruhi.
Kegunaan mekanisme pertahan ego adalah untuk melindungi
pikiran/diri/ego dari kecemasan, sanksi sosial atau untuk menjadi tempat
"mengungsi" dari situasi yang tidak sanggup untuk dihadapi. Mekanisme
pertahanan dilakukan oleh ego sebagai salah satu bagian dalam struktur
kepribadian menurut psikoanalisis Freud selain id, dan super ego.
Mekanisme tersebut diperlukan saat impuls-impuls dari id mengalami
konflik satu sama lain, atau impuls itu mengalami konflik dengan nilai dan
kepercayaan dalam super ego, atau bila ada ancaman dari luar yang dihadapi
ego.
Faktor penyebab perlunya dilakukan mekanisme pertahanan
adalah kecemasan. Bila kecemasan sudah membuat seseorang merasa
sangat terganggu, maka ego perlu menerapkan mekanisme pertahanan untuk
melindungi individu. Rasa bersalah dan malu sering menyertai perasaan
cemas. Kecemasan dirasakan sebagai peningkatan ketegangan fisik dan
mental. Perasaan demikian akan terdorong untuk bertindak defensif terhadap
apa yang dianggap membahayakannya. Penggunaan mekanisme pertahanan
dilakukan dengan membelokan impuls id ke dalam bentuk yang bisa
diterima, atau dengan tanpa disadari menghambat impuls tersebut. Istilah
mekanisme bukan merupakan istilah yang paling tepat karena menyangkut
semacam peralatan mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak
dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang
manusia sebagai mesin yang rumit. Sebenarnya, kita akan membicarakan
strategi yang dipelajari individu untuk meminimalkan kecemasan dalam
situasi yang tidak dapat mereka tanggulangi secara efektif. Tetapi karena
“mekanisme pertahanan diri” masih merupakan istilah terapan yang paling
umum maka istilah ini masih akan tetap digunakan. Berikut ini beberapa
mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian
besar individu, terutama para remaja yang sedang
mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah
kedewasaan.
Dari mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh
Freud, tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli
psikoanalisis lainnya.
a. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan
frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang
menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan
itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada
pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat
dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat
terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu
merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar
yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum
banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari
kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya: individu cenderung untuk tidak
berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan,
dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan, berusaha sedapat
mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang menyesakkan dada,
lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk, lebih
mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif, lebih sering
menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan
menekankan yang tidak membahagiakan.
b. Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-
terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan
yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara
pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu
mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik
beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas
(supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau
ingatan yang ditekan (represi)
c. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika
dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya
(mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi
wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini
individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang
disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak
menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan
menampilkan sikadan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan
seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan
ditutupi dengan tindak kebaikan.
d. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu
situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan,
sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk
menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk
sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi
pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan
kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain
merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan
menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi
perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan
mekanisme ini.
e. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada
dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula
terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada
metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia
memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak
kecil).
Ex.
Anak yang baru memperoleh adik, akan memperlihatkan respons
mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku
demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi
barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai
krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat
lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada
keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang
dan rasa aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena
belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif terhadap
problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian
f. Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap.
Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan
apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
g. Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus
menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara
fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang
tidak langsung.
h. Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak
ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
(sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk
melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung
unsur penipuan diri.
i. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya,
individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya
dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat
menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu
yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan
bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang
sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan
dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi
cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi
tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu.
j. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk
mencari- cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk
membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk.
Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan
berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah
yang buruk.
k. Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia
menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat
menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari
persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang
menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin
tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan
tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit
mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya,
dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah
secara obyektif.
l. Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat
cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia
sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan.
Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan
karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.
Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.

E. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Koping Individu

Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping individu antara


lain (Handayani, 2000):
a. Umur
Dalam penelitian Suprapto (2002) tentang koping pada
kecemasan, dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa umur
usia muda lebih mudah mengalami peningkatan stres dibandingkan
dengan umur usia dewasa. Lazarus (Suprapto, 2002) mengatakan
bahwa struktur psikologis individu yang komplek dan sumber
koping yang berubah sesuai dengan tingkat usianya akan
menghasilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi situasi yang
menekan.
b. Jenis Kelamin
Pria dan wanita mempunyai koping yang berbeda dalam
menghadapi masalah. Perilaku koping wanita biasanya lebih
ditekankan pada usaha untuk mencari dukungan sosial dan lebih
menekankan pada relegius, sedangkan pria lebih menekankan pada
tindakan langsung untuk menyelesaikan pokok permasalahan.
c. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan proses hasil belajar yang berlangsung
di suatu lembaga pendidikan atau instusi dengan berbagai
jenjang. Individu yang mempunyai pendidikan tinggi akan tinggi pula
perkembangan kognitifnya yaitu dengan adanya pengalaman-
pengalaman bersama dan pengembangan cara-cara pemikiran baru
mengenai masalah umur atau kelompok diri sendiri yang dilakukan
dengan penelitian yang lebih realistis dan efektif. Hal ini dapat
meningkatkan ketrampilan koping individu sehingga mampu
menggunakan koping adaptif.
d. Status Sosial Ekonomi
Individu yang mempunyai status sosial ekonomi rendah lebih
sering mendapat akibat negatif dari stress sehingga mereka akrab dengan
kriminalitas, sakit mental, dan minum yang mengandung alkohol. Hal
ini terjadai karena kontrol atas hidupnya tidak begitu kuat, mereka
biasanya kurang pendidikan sehingga mereka kurang mampu untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan proses
perawatan di rumah sakit secara tepat.
e. Dukungan Sosial
Dengan adanya dukungan sosial atau pemberian bantuan kepada
orang tua pasien dari keluarga, teman dan masyarakat dapat
menimbulkan perasaan diperhatikan, disenangi dan dihargai sehingga
dapat merubah mekanisme koping individu. Bentuk dukungan sosial
antara lain: dukungan emosional, dukungan instrumen (finansial),
dukungan informasi, dukungan penilaian berupa komunikasi yang
relevan untuk evaluasi diri.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon
terhadap situasi yang mengancam. Apabila mekanisme koping ini berhasil,
seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.
Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang
dimulai sejak awal timbulnya stresor dan saat mulai disadari dampak stresor
tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan
internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan
membentuk stresor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta
kognisi terhadap stresor tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Rasmun, Skp., M.Kep, Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta,2004

Siswanto, S.Pi., Msi. Kesehatan Mental, konsep, cakupan dan


perkembangannya, CV. Andi Offeset, Yogyakarta, 2007.

https://dokumen.tips/documents/makalah-mekanisme-coping.htm
http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2011/03/mekanisme-koping.html
http://repository.ump.ac.id/6107/3/Dian%20Setyaningsih%20BAB%20II.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/154/jtptunimus-gdl-syafiqamug-7659-3-
babii.pdf
http://ahyarwahyudi.wordpress.com/2010/02/11/konsep-diri-dan-mekanisme-
koping-dalam-proses-keperawatan/

Anda mungkin juga menyukai