Anda di halaman 1dari 3

PEDULI UNTUK MENOLAK

Indonesia dijuluki sebagai salah satu paru paru dunia yang memiliki peranan dalam
menjaga kelestarian lingkungan serta masa depan kehidupan manusia. Meskipun demikian,
bencana dan krisis lingkungan sedang berlangsung di tanah ibu pertiwi. Misalnya, pengundulan
hutan secara masif dan arogan, kebakaran hutan secara sengaja untuk membuka lahan pemukiman
bahkan membangun gedung tinggi yang tidak ramah lingkungan, hingga permasalahan yang
paling identik dengan sekitar kita yaitu eksploitasi pertambangan timah di Bangka Belitung secara
berlebihan yang terus terjadi dan sulit dipecahkan. Maka menjadi penting bagi kita untuk memiliki
kesadaran dalam melihat kondisi dan situasi yang kian krisis terjadi di sekitar lingkungan kita.
Data dari Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2019 menyatakan
bahwa luas lahan kritis di pulau penghasil timah terbesar di dunia ini telah mencapai 20.078,1
hektare. dan seluas 19.850,24 hektare atau 98,77 persennya masuk dalam kategori kritis. Sisanya,
227,86 hektare, masuk dalam kategori sangat kritis. Penyusutan ini terjadi karena adanya
penambang timah yang tidak bertanggung jawab untuk merevitalisasi dan mereklamasi lahan
pasca tambang. Jumlah ini terbilang besar untuk membumi hanguskan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung secara perlahan dengan cara mengeksploitasi alam.
Faktor pendorong manusia untuk mengeksploitasi alam, salah satunya adalah menganggap
diri manusia sebagai subjek sedangkan alam sebagai objek. Oleh karena itu, logika inilah yang
mengandung miskonsepsi sehingga menepatkan manusia seolah-olah memiliki kebebasan
terhadap alam tanpa mempertimbangkan keberlangsungan hidup generasi selanjutnya.
Sederhananya, manusia sebagai anak, sedangkan alam adalah ibu. Dalam setiap laku kehidupan,
manusia pasti menggantungkan dirinya kepada alam. Selagi alam dapat bisa dimanfaatkan,
manusia juga harus terus melestarikannya.
Salah satu cara untuk merawat lingkungan dikenal dengan istilah eco-literacy. Menurut
fisikawan dan filsuf Fritjof Capra, ‘Eco’ berasal dari bahasa Yunani yang artinya rumah tangga,
atau dalam pengertian luas berarti alam semesta, bumi tempat tinggal semua kehidupan
(lingkungan hidup). Kemudian ‘Literacy’ dari bahasa Inggris yang artinya melek huruf atau dalam
arti luas yaitu kondisi manusia yang sudah paham tentang sesuatu. Eco-literacy merupakan
keadaan ketika manusia sudah paham dan sadar mengenai pentingnya menjaga dan melestarikan
lingkungan hidup sebagai habitatnya demi keberlangsungan hidup. Meskipun memang tidak bisa
dihindari bahwa hanya segelintir manusia yang paham akan praktik dari ecoliteracy bukan hanya
sekadar paham, namun bentuk tindakan dari gagasan tersebut. Padahal antara gagasan dan
tindakan, keduanya harus selalu beriringan.
Saya malah memiliki pengalaman pribadi perihal minimnya kesadaran budaya ecoliteracy.
Kebetulan satu tahun yang lalu, saya bersama sembilan teman didelegasikan ke salah satu desa
yang ada di Kabupaten Bangka Tengah untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Singkat
cerita, tepat dibelakang posko yang kami tinggali terdapat pesisir pantai yang pemandangannya
kapal isap. Selepas itu, saya mencoba untuk menghampiri salah satu masyarakat lokal disana dan
mempertanyakan hal tersebut. Namun ironisnya, aktivitas tersebut sudah menjadi rahasia umum
bahwa banyak diantara orang-orang dari berbagai kalangan hanya sibuk memperkaya diri sendiri
tanpa memikirkan dampak lingkungan. Fenomena semacam itu tidak hanya terjadi di desa yang
ada di Kabupaten Bangka Tengah tetapi diseluruh kabupaten yang ada di Bangka Belitung.
Kita ketahui bersama bahwa dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan timah.
Bahkan sejak di bangku sekolah, kita diberi pengetahuan mengenai bahayanya aktivitas
pertambangan timah yang berdampak terhadap lingkungan hidup seperti penurunan tanah dan
kualitas air, tadinya perpohonan menjadi daratan yang sangat kritis, terbentuknya kolong-kolong
dan bukan tidak mungkin pulau Bangka Belitung tenggelam dalam beberapa tahun kedepan.
Faktor penyebab yang mendasari aktivitas pertambangan timah secara masif adalah
ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertambangan yang cukup besar dikarenakan memiliki
pendapatan yang menguntungkan ketimbang percaya terhadap sektor pariwisata. Jika kita peka
dan mengamati fenomena di sekeliling kita, banyak sekali kegiatan orang-orang melakukan
aktivitas pertambangan. Sebagai contoh kecil, kian masif penambang yang tidak bertanggung
jawab terhadap lingkungan demi mendapatkan keuntungan segelintir orang. Padahal sektor
pariwisata lebih efektif dalam upaya meningkatkan perekonomian warga lokal di suatu daerah.
Namun, yang menjadi permasalahan penting dalam menanggulangi fenomena ini adalah
kemalasan kita untuk peduli terhadap lingkungan terkhususnya aktivitas pertambangan timah di
Bangka Belitung. Saya sendiri kerap menemui beragam ajakan untuk menjaga kelestarian
lingkungan mulai dari beranda media sosial dan di bangku akademis, persis seperti yang
dirumuskan oleh Fritjof Capra di atas. Namun, sangat disayangkan jika media hanya sibuk
memberitakan hal-hal yang sifatnya temporer, seperti gosip, kasus perceraian, dan sederet berita
lainnya yang sifatnya nirguna. Dengan demikian, ketika media secara masif dapat mengubah opini
publik untuk menjauhi aktivitas pertambangan timah, diiringi dengan pola sikap masyarakat, tidak
menutup kemungkinan masyarakat akan terbiasa untuk melindungi lingkungan. Oleh karena itu,
diperlukan juga bantuan dari berbagai media untuk selalu mempropaganda terkait dampak buruk
aktivitas pertambangan timah dan efektifitas pariwisata sebagai pendongkrak ekonomi guna
melepas ketergantungan masyarakat terhadap aktivitas pertambangan timah. Hanya saja ajakan itu
selalu dianggap sebagai angin lalu. Ajakan itu baru peroleh penerapan ketika telah terjadi banjir,
korban jiwa, atau semacamnya. Itu saja masih ada beberapa pihak yang malah ribut dan sibuk
mencari dalang di balik kejadian, ketimbang menimbang dirinya sendiri sudahkah menerapkan
laku hidup melestarikan lingkungan.
Referensi:
Wahyono, E. (2021). Tenggelam Dalam Timah. Diakses pada 28 Oktober 2021. Dari
https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20210427/Tenggelam-dalam-Timah/ pukul 11: 21.
Nurhayati, P. (2021). Lingkungan Dalam Kacamata Fritjof Capra. Diakses pada 28 Oktober 2021.
Dari https://mjscolombo.com/lingkungan-dalam-kacamata-fritjof-capra.html pukul 13:35.
Atfifudin, K. (2021). Nasib Bumi dan Sampah. Diakses pada tanggal 01 November 2021. Dari
https://mjscolombo.com/nasib-bumi-dan-sampah/ pukul 10:45.
Riyanto, A. (2021). Laku Bijak Manusia pada Sampah. Diakses pada tanggal 01 November 2021.
Dari http://mjscolombo.com/laku-bijak-manusia-pada-sampah/ pukul 11:27.

Anda mungkin juga menyukai