Anda di halaman 1dari 3

Selama berjuta-juta tahun yang lalu, Allah telah menciptakan alam semesta termasuk bumi dan isinya.

Yaitu jauh
sebelum manusia di ciptakan (Qs. 2: 117) dimuka bumi,bukti kebesaran-Nya.

Sesungguhnya salah satu tujuan hidup manusia adalah mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah SWT, dan
salah satu caranya adalah dengan menjaga lingkungan., sebagaimana firman Allah SWT,Artinya: ” Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al Qashash:77)

Al-Qur’an dengan tegas menjelasakan bawa sebab utama terjadinya semua peristiwa di atas bumi ini, apakah gempa
bumi, banjir, kekeringan, tsunami, penyakit tha’un (mewabah) dan sebagainya disebabkan ulah manusia itu sendiri,
baik yang terkait dengan pelanggaran sistem Allah yang ada di laut dan di darat, maupun yang terkait dengan sistem
nilai dan keimanan yang telah Allah ta’ala tetapkan bagi hambanya.

Semua pelanggaran tersebut (pelanggaran sunnatullah di alam semesta dan pelanggaran syariat Allah yang
diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam), akan
mengakibatkan kemurkaan Allah. Kemurkaan Allah tersebut direalisasikan dengan berbagai peristiwa seperti gempa
bumi, tsunami dan seterusnya.

Semakin besar pelanggaran manusia atas sistem dan syariat Allah ta’ala, semakin besar pula peristiwa alam yang
Allah timpakan kepada mereka. Allah ta’ala menjelaskan dalam Al-Qur’an : “Maka masing-masing (mereka itu) Kami
siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di
antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke
dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya
mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-‘Ankabut : 40

Di ayat yang lain Allah ta’ala berfirman :

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah
menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum : 41)

Berbagai bencana alam seperti, gempa Gempa, angin ribut, dan puting beliung, longsor, banjir bandang, wabah flu
burung, flu babi, dan yang teranyar adalah Virus Corona (Covid-19) seakan telah menjadi tontonan biasa, tanpa ada
kaitannya dengan kehendak Allah ta’ala, Rabb Pencipta alam semesta ini dan tanpa ada kaitannya dengan dosa,
kemaksiatan, kedurhakaan dan pembangkangan manusia terhadap Allah ta’ala, Tuhan Pencipta mereka.

Inilah serangkaian buah dari benih dosa dan maksiat yang pernah kita tanam dengan tangan kita sendiri. Kita boleh
lupa pernah menanam “benih terlarang” itu. Allah ta’ala menjelaskan dalam Al-Qur’an “Dan segala sesuatu yang
menimpa kalian (berupa adzab dan bala’) adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian. Dan Allah banyak
memaafkan kalian.” (QS. Asy-Syuura: 30)

Sistem Allah terkait dengan imbalan (pahala) dan hukuman (punishment) bukan hanya terjadi di akhirat, melainkan
sudah Allah terapkan sejak kita hidup di dunia. Setiap kebaikan yang dibangun di atas dasar iman pada Allah dan
ketaatan pada-Nya dan Rasul-Nya akan berakibat keberkahan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Sebaliknya,
setiap pelanggaran sistem Allah yang terkait dengan keimana, syari’ah, akhlak, sunnatullah dan sebabgainya akn
berakibat kepada tidakan Allah melalui berbagai bencana yang Allah timpakan kepada manusia.
Bencana disini mutlak karena hukum dan ketentuan Allah SWT kepada alam ini seperti tsunami. Dapat kita lihat
dan pahami bahwa tidak ada manusia yang mampu menciptakan Tsunami, hal ini menandakan bahwa bencana
yang seperti ini mutlak hak dan ketentuan dari Allah SWT yang diberikan kepada alam ini. Kalaupun ada peran dari
manusia itu terletak pada sebelum atau setelah adanya bencana alam jenis tersebut, dan bagaimana manusia
memanfaatkan atau mengolah alam sebelum atau setelah adanya bencana alam

Ketika Alquran dan sunah menjelaskan kepada kita penyebab-penyebab datangnya adzab dan bala’, ketika itu pula
kita bisa menyimpulkan formula untuk menolak datangnya adzab dan bencana tersebut:

Tindakan pertama yang harus segera kita lakukan adalah kembali dan bertaubat kepada Allah. Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah (dalam Miftah Daris Sa’adah, 1:287) mengatakan,

“Tidaklah suatu bala’ turun melainkan karena dosa, dan tidaklah bala’ tersebut akan diangkat melainkan dengan
taubat.” (Mausu’ah Nadhrotin Na’im, 1:18)

Imam Al-Qurthubi rahimahullah (wafat: 671 H) mengatakan,

“Istigfar jika dipanjatkan oleh orang-orang bejat (sekalipun), bisa menolak terjadinya hal-hal yang buruk dan mampu
menepis berbagai kemudaratan.” (Tafsir al-Qurthubi, 7:399)

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-
Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi
aman sentausa. (Syaratnya) mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan sesuatu
apapun…” (QS. an-Nur: 55)

Menjadikan sunah Rasulullah sebagai praktik hidup yang mendarah daging di tengah masyarakat kita adalah salah
satu tameng paling ampuh untuk menolak adzab dan bencana. Allah berfirman,

“Dan tidaklah Allah akan mengadzab mereka (orang-orang kafir di Mekah) sementara engkau (Wahai Muhammad)
masih berada di tengah-tengah mereka, dan tidaklah Allah akan mengadzab mereka selama mereka senantiasa ber-
istigfar.” (QS. Al-Anfal: 33)

Jika sebuah komunitas ingin terhindar dari adzab Allah, maka orang-orang mukmin dalam komunitas tersebut harus
saling nasihat-menasihati untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemaksiatan yang terjadi di sekitar mereka, tidak
boleh dibiarkan begitu saja. Harus ada pengingkaran dan usaha untuk merubah kemungkaran tersebut sebisa
mungkin, tentunya dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat.

Allah juga berfirman,

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang
yang berbuat kebaikan dan perbaikan.” (QS. Huud: 117)

Sebagaimana hanya Allah yang mampu menurunkan adzab kepada hamba-Nya, maka hanya Allah pula yang
mampu mengangkat atau menolak adzab tersebut.

“Sesungguhnya doa itu bermanfaat pada apa-apa yang telah terjadi (berupa musibah, dll) dan bermanfaat pada apa-
apa yang belum terjadi. Maka wajib atas kalian untuk berdoa wahai hamba-hamba Allah!” (Shahih at-Targhiib wat
Tarhib, no.1634)
Dalam hadis yang lain, Rasulullah menjelaskan bahwa doa mampu menolak sesuatu yang tidak diinginkan terjadi
oleh hamba,

“Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa.” (Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib: 1638)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

“Doa termasuk obat yang paling mujarab. Ia adalah musuh bagi bala’, yang menolaknya, yang memperbaiki dampak
buruknya, yang mencegah turunnya, yang mengangkat bala’ tersebut, atau meringankannya jika ia telah turun, dan ia
adalah senjata mukmin.” (Jawabul Kafir, 1:10)

Oleh sebab itu, segenap doa dan harapan agar negeri ini terhindar dari adzab Allah, hanya pantas dipanjatkan
kepada-Nya. Inilah makna ucapan Ali bin Abi Thalib t,

“Tidaklah seorang hamba berharap, kecuali hanya kepada Rabb-nya, dan tidaklah seorang hamba takut, kecuali
pada dosa-dosanya.” (Al-Fatawa al-Kubra, 5:231, Ibnu Taimiyyah)

Anda mungkin juga menyukai