31S3201
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOPROSES
Modul Praktikum:
DIFUSI FASA GAS ( DFG )
Dosen: Yulisa Lestasi, S.Si., M.T.
Asisten : Endang Sibarani
Kelompok : LABTEK/2122/07
Liona Patricia Sijabat 31S19010
Friscilia Noviana 31S19012
Sumy Ester Hutasoit 31S19016
Tanggal Praktikum:
13 April 2022
LEMBAR PENUGASAN
Semester : Genap
Tahun Ajaran : 2021/2022
Kode Modul : DFG
Nama Modul : Difusi Fasa Gas
Rincian Penugasan:
Senyawa volatile : Aseton
Interval Waktu Pengamatan : setiap 15 menit selama 1 jam
Suhu : 25℃, 35℃, 45℃, 55℃
Kata Kunci : Difusi Fasa Gas, Konstanta Difusivitas, Profil Konsentrasi, Nilai Densitas
Fluks Molar
BAB I
PENDAHULUAN
II.1 Difusi
Difusi merupakan sebuah proses transfer massa, dimana terjadi pergerakan atau perpindahan
suatu zat dalam campuran dari satu lokasi ke lokasi lain karena adanya perbedaan
konsentrasi. Adapun perpindahan ini terjadi dari zat dengan konsentrasi lebih tinggi ke zat
dengan konsentrasi lebih rendah. Dalam proses pemisahan ini, transfer massa sering terjadi di
daerah penguhubung antar fase. Terdapat 2 jenis mekanisme transfer massa yaitu :
1. Difusi molekuler → transfer massa dengan gerakan mikroskopis yang acak dan
spontan dari molekul karena adanya gerakan termal
2. Difusi turbulen → transer massa dengan gerakan cairan makroskopik acak yang
nantinya dilakukan penambahan proses pengadukan
Kedua proses ini bergantung pada pergerakan zat yang berbeda, terutama arah pergerakan
yang berlawanan. Ketika aliran massa terjadi, laju total transfer massa suatu zat meningkat
atau berkurang bergantung pada aliran massa ini, yang merupakan jenis mekanisme ketiga
dari transfer massa. Pada proses difusi molekuler, pergerakan molekul berlangsung dengan
sangat lambat sementara pada difusi turbulen biasanya berlangsung lebih cepat dibandingkan
dengan difusi molekuler. Oleh karena itu, proses pemisahan di industry harus menggunakan
peralatan dengan ukuran yang sesuai, fluida harus bergerak dan area pembatas antar fase
harus maksimum.
Perpindahan massa dapat terjadi dalam fasa cair maupun fasa gas. Peristiwa difusi akan terus
berlangsung hingga tercapainya kondisi kesetimbangan antara dua keadaan dimana
sebelumnya terdapat perbedaan besarnya konsentrasi suatu komponen pada masing-masing
keadaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan beberapa pernyataan yang berhubungan dengan
transfer massa, bahwa :
1. Transfer massa dengan difusi molekuler dalam campuran biner terjadi karena
adanya gradien konsentrasi yaitu suatu zat akan berdifusi dari konsentrasi lebih
tinggi ke konsentrasi lebih rendah.
2. Kecepatan transfer massa sebanding dengan luas daerah transfer dan arah
perpindahan massa. Maka, laju dapat juga dinyatakan sebagai fluks.
3. Transfer massa berhenti ketika terjadi kesetimbangan.
II.2 Hukum Fick
Hukum fick yang pertama membahas tentang proses difusi, dimana difusi fluks dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah berbanding lurus dengan gradien konsentrasi
substansi dan difusivitas substansi pada medium. Perpindahan massa dapat berlangsung
karena ada perbedaan driving force. Skema difusi fasa gas yang berhubungan dengan hukum
fick ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Pada gambar diatas, pipa kapiler diisi dengan cairan volatil A dan B adalah udara dalam fasa
gas yang dialirkan pada permukaan pipa kapiler. Senyawa berdifusi dari permukaan cairan di
pipa kapiler ke arah atas pipa kapiler (arah positif sumbu Z), sementara udara akan berdifusi
dari permukaan pipa kapiler ke arah bawah (arah negatif sumbu z). Adapun pernyataan
matematis yang dapat dibuat dari skema diatas adalah :
𝐽𝐴 = − 𝐷𝐴𝐵 ∇cA
dimana JA merupakan fluks komponen A, DAB merupakan koefisien difusivitas dan ∇cA
merupakan gradien konsentrasi A. persamaan diatas masih dapat diubah menjadi bentuk lain
yang lebih umum, yaitu :
𝑑𝐶𝑎
𝐽𝐴 = − 𝐷𝐴𝐵 𝑑𝑧
dimana cA merupakan konsentrasi molar A dan dcA = dz gradien konsentrasi A yang
negative dalam arah difusi.
𝑑𝐶𝑏
𝐽𝐵𝑧 = − 𝐷𝐴𝐵 𝑑𝑧
Fluks A dan B berada di arah yang berlawanan. Jika media difusi berada dalam kondisi
isotropik, maka nilai k dan DAB tidak bergantung pada arah. Maka, persamaan dapat
disederhanakan kembali menjadi:
𝑑𝑋𝑎
𝐽𝐴 = − 𝑐𝐷𝐴𝐵 𝑑𝑧
dimana z subscript pada J telah diturunkan, c merupakan konsentrasi molar total dan xA
merupakan fraksi molar A.
Koefisien ini didefenisikan untuk campuran biner, dimana pengukuran koefisien ini
melibatkan aliran massal dengan bidang referensi menjadi sedemikian rupa sehingga tidak
ada aliran massal molar bersih. Skema penentuan koefisien difusivitas fasa gas ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar II.3. Skema percobaan untuk penentuan konstanta difusivitas fasa gas
Persamaan yang dapat digunakan dalam menentukan koefisien difusivitas ini adalah :
𝑛𝐴 𝑑𝑥
𝑁𝐴 = = 𝑥𝐴 𝑁 − 𝑐𝐷𝐴𝐵 ( 𝑑𝑧𝐴)
𝐴
dan
𝑛𝐵 𝑑𝑥
𝑁𝐴 = = 𝑥𝐵 𝑁 − 𝑐𝐷𝐴𝐵 ( 𝑑𝑧𝐵 )
𝐴
Difusivitas biner, DAB dan DBA merupakan koefisien difusi timbal balik atau biner. Koefisien
seperti DiM, maka artinya adalah difusivitas I dalam campuran multikomponen, atau jika Dii,
maka artinya adalah koefisien self-diffusion dan koefisien pelacak atau interdifusi. Konstanta
difusifitas juga dapat dicari dengan menggunakan sebuah persamaan garis yang didapat dari
𝑡
hasil plot (z-zo) sebagai sumbu x dan sebagai sumbu y. Adapun persamaan garis yang
𝑧−𝑧0
y = ax + b
𝑡 1 𝑧0
= 2𝛼𝐷 (𝑧 − 𝑧0 ) +
(𝑧−𝑧0 ) 𝐴𝐵 𝛼𝐷𝐴𝐵
𝑡 1
Nilai y akan sama dengan nilai 𝑧−𝑧 , lalu konstanta a sama dengan nilai 2𝛼.𝐷 , nilai x akan
0 𝐴𝐵
𝑧0
sama dengan nilai z-z0 dan konstanta b akan sama dengan 𝛼.𝐷 .
𝐴𝐵
Profil konsentrasi senyawa A saat berdifusi dapat ditentukan dengan menghitung konsentrasi
senyawa A yang ada di berbagai nilai searah sumbu z. Setelah dapat nilai konsentrasi
senyawa A, konsentrasi B dapat dihitung dengan persamaan berikut :
𝑥𝐴 + 𝑥𝐵 = 1
Bentuk profil konsentrasi untuk kedua senyawa dapat digambarkan secara grafis seperti di
bawah ini :
Gambar II.4. Skema Profil Konsentrasi Proses Difusi Senyawa Volatil-Udara
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PERCOBAAN
Skema unit dasar perangkat percobaan difusi fasa gas dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar III.1.1 Skema Unit Dasar Perangkat Percobaan Difusi Fasa Gas EdibonTM
III.1.2 Bahan
Tabel III.1.2 Daftar Bahan yang Digunakan
No Nama Bahan Jumlah
1 Aquades 2000 mL
2 Aseton 50 mL
Kurva Difusivitas 55
0,70
y = 0,0058x + 0,095
0,60
R² = 0,8078
t/Z0-Z (menit/mm)
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
0,00
0 20 40 60 80 100
Z0-Z(mm)
Pada gambar diatas menunjukkan data saat temperature 55℃ dikarenakan pada suhu tersebut
mendekati titik didih dari senyawa aseton. Dari grafik diatas diperoleh peramaan garis linier
yaitu 𝑦 = 0,0058𝑥 + 0,095 yang dapat dihubungkan dengan persamaan Hukum Fick dimana
𝑡 1 𝑧0 𝑡
= 2𝛼𝐷 (𝑧 − 𝑧0 ) + yang dimana nilai y merupakan dan nilai dari x adalah
(𝑧−𝑧0 ) 𝐴𝐵 𝛼𝐷𝐴𝐵 (𝑧−𝑧0 )
(𝑧 − 𝑧0 ). Dari persamaan regresi ini dapat diperoleh nilai 𝐷𝐴𝐵 dapat ditentukan dan dapat
dilihat pada bagian lampiran B.1. Setelah diperoleh persamaan regresi linier dan dihitung
nilai 𝐷𝐴𝐵 didapatkan nilainya sebesar 57394,06 mm2/15 menit.
0,000035
0,000028
0,000021
0,000014
0,000007
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa nilai dari densitas fluks molar aseton seiring
bertambahnya waktu maka nilai densitas fluks molarnya juga semakin turun menandakan
senyawa aseton berdifusi disetiap temperature. Percobaan ini juga menunjukkan bawah
ketika ketinggian cairan didalam pipa kapiler semakin lama akan semakin menurun yang
dimana ketinggia cairan berbanding lurus dengan nilai dari densitas fluks molarnya.
(R.B.Bird.,et al,2007).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar IV.4 Profil Konsentrasi Pada Berbagai Suhu
Berdasarkan gambar IV.4, dapat diamati bahwa saat proses difusi semakin lama, maka fraksi
etanol juga lama kelamaan akan berkurang dengan sendirinya. Fraksi senyawa aseton pada t
= 15 menit akan lebih besar dibandingkan pada saat t = 30 menit. Begitu juga seterusnya
hingga t = 60 menit. XA merupakan fraksi konsentrasi senyawa etanol yang berdifusi di
sepanjang pipa kapiler hingga senyawa tersebut keluar dari pipa kapiler dan berdifus dengan
udara. Nilai XA dipengaruhi oleh lamanya proses difusi, dimana saat semakin lama senyawa
aseton mengalami proses difusi, maka konsentrasi senyawa aseton juga lama kelamaan akan
semakin sedikit juga yang berdifusi dengan udara. Nilai XA ini juga dipengaruhi oleh suhu air
yang ada pada waterbath , dimana jika semakin tinggi suhu yang diterima oleh cairan dalam
pipa kapiler, maka fraksi mol aseton yang berdifusi juga akan semakin banyak.
Setelah menentukan profil konsentrasi, dilakukan proses penentuan waktu dimana senyawa
aseton dan udara mencapai titik kesetimbangan. Pada profil konsentrasi yang telah
ditunjukkan pada gambar IV.4., tidak didapatkan titik kesetimbangan dari proses difusi
senyawa aseton-udara. Hal ini disebabkan karena waktu difusi yang masih berlangsung diatas
1 jam. Sementara, profil konsenrasi yang diinput hanya sampai 1 jam masa percobaan. Dari
data yang telah diperoleh, dapat dilakukan goal seek untuk mendapatkan di waktu ke berapa
senyawa aseton dan udara mengalami kesetimbangan. Dari hasil pengolahan data, maka
didapatkan hasil estimasi waktu yang dibutuhkan hingga aseton-udara mengalami
kesetimbangan yang ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel IV.4 Waktu Saat Aseton-Udara Mencapai Kesetimbangan
Suhu (℃) Waktu (menit)
25 74,741
35 3171,79
45 4140,135
55 77,9499
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Koefisien difusivitas senyawa aseton yang diperoleh saat temperature 25℃, 35℃,
45℃ dan 55℃ berturut turut adalah 0,3735 cm2/menit, 0,7243 cm2/menit, 4,5469
cm2/menit dan 57,9851 cm2/menit. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi temperatur, maka nilai koefisien difusivitas senyawa aseton akan semakin
bertambah juga dengan sendirinya.
2. Nilai densitas fluks molar senyawa aseton yang diperoleh saat temperature 25℃,
35℃, 45℃ dan 55℃ berturut turut adalah 0,00000853 ; 0,00000695 ; 0,00000551 ;
0,00000189 (mol/cm2menit)
3. Profil konsentrasi yang diperoleh dari hasil praktikum tidak dapat menggambarkan
kapan aseton-air mencapai titik kesetimbangan. Sehingga, dilakukan goal seek untuk
mencari estimasi waktu yang dibutuhkan aseton-air dalam mencapai titik
keseimbangan.
4. Semakin tinggi suhu yang diberikan pada senyawa volatile dalam pipa kapiler, maka
proses difusi akan berlangsung dengan semakin cepat sehingga menyebabkan nilai
koefisien difusivitas senyawa aseton yang dihasilkan akan semakin tinggi seiring
bertambahnya waktu.
V.2 Saran
1. Pada saat praktikum berlangsung, ada baiknya untuk melakukan pemanasan air yang
akan dimasukkan ke waterbath sesuai dengan penugasan agar tidak membuang waktu
dalam memanaskan air di waterbath menggunakan boiler yang ada pada perangkat.
2. Perlu dilakukan percobaan dengan selang waktu yang lebih lama agar pada saat
membuat profil konsentrasi , titik kesetimbangan antara senyawa volatile-udara dapat
terlihat dengan jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N. (2013). Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Koefisien Difusi. Jurnal Teknik
Kimia, 2, 192-199.
al, L. e. (2014). An Equation for The Estiamtion Of Aseton-Air Difussion Coefficient for
Modelling Evaporation Losses in Fuel System. Applied Thermal Engineering 73, 573-
546.
Bird, R. B. (1924). Transport Phenomena (2nd ed.). United States of America: John Wiley &
Sons, Inc.
Geankoplis, C. (2003). Transport Processes and Separation Process Principles (4th ed.).
Upper Saddle River: Prentice Hall.
Henley, E. J., Seader, J., & Roper, D. K. (2011). Separation Process Principles ; Chemical
and Biochemical Operation (3rd ed.). United States of America: John Wiley &
Sons,Inc.
Welty, J. W. (1984). Fundamental of Momentum, Heat and Mass Transfer (8th ed.). New
York: Mc Graw - Hill Company.
LAMPIRAN A
DATA LITERATURE
1. Aseton
2. Air
R : 82,0578 cm3/mol K
(Sumber: Bird,2007)
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
Volume piknometer : 25 ml
𝜌 = 0,796 𝑔𝑟/𝑚𝑙
Dituliskan juga :
Dimana :
Xa : fraksi mol A
Persamaan Hukum Fick juga dapat dituliskan kedalam bentuk persamaan berikut :
Dengan 𝑁𝐴𝑍 merupakan fluks massa dan tidak ada senyawa B yang mengalir sehingga 𝑁𝐵𝑍 =
0, didapatkan persamaan :
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 = 𝑥𝐴 𝑁𝐴𝑍 − 𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 − 𝑥𝐴 𝑁𝐴𝑍 = −𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 (1 − 𝑥𝐴 ) = 𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑧 = −𝑐𝐷𝐴𝐵 … (4)
(1 − 𝑥𝐴 )
Dengan A dan B tidak terjadi reaksi apapun sehingga tidak ada produk baru yang diperoleh.
Untuk neraca kesetimbangan massa dengan keadaan steady state yang bersumbu pada sumbu
Z:
𝑆. 𝑁𝐴𝑍 |𝑧 − 𝑆. 𝑁𝐴𝑍 |𝑧 + ∆𝑧
lim =0
∇𝑍 →0 ∆𝑧
𝑑𝑁𝐴𝑍
− =0
𝑑𝑧
Persamaan berikut menunjukkan bahwa nilai dari 𝑁𝐴𝑍 senyawa A akan konstan sepanjang
sumbu Z.
𝑁𝐴𝑍 = 𝐶1
∇𝑥𝐴
−𝑐𝐷𝐴𝐵 = 𝐶1
(1 − 𝑥𝐴 )
Dengan adanya batasan diatas, dapat diperoleh hasil dari 𝐶1 𝑑𝑎𝑛 𝐶2 adalah :
𝑐𝐷𝐴𝐵 1−𝑥
𝐶1 = ln (1−𝑥𝐴,𝐿) dan 𝑐𝐷𝐴𝐵 ln(1 − 𝑥𝐴,0 ) = 𝐶2
𝐿 𝐴,0
Untuk persamaan 5, disubstitusi nilai dari konstanta ini sehingga diperoleh :
𝑐𝐷𝐴𝐵 1 − 𝑥𝐴,𝐿
𝑐𝐷𝐴𝐵 ln(1 − 𝑥𝐴 ) = ln ( ) 𝑧 + 𝑐𝐷𝐴𝐵 ln(1 − 𝑥𝐴,0 )
𝐿 1 − 𝑥𝐴,0
1 − 𝑥𝐴 𝑍 1 − 𝑥𝐴,𝐿
ln ( ) = ln ( )
1 − 𝑥𝐴,0 𝐿 1 − 𝑥𝐴,0
Maka :
1−𝑥
𝑍 ln (1 − 𝑥 𝐴 )
𝐴,0
=
𝐿 1 − 𝑥
ln (1 − 𝑥𝐴,𝐿 )
𝐴,0
Sehingga diperoleh Xa :
𝑍
1 − 𝑥𝐴,𝐿 𝐿
𝑥𝐴 = 1 − (1 − 𝑥𝐴,0 ) ( ) … (6)
1 − 𝑥𝐴,0
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑧 = −𝑐𝐷𝐴𝐵
(1 − 𝑥𝐴 )
𝐿 𝑥𝐴,𝐿
𝑑𝑥𝐴
∫ 𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑧 = −𝑐𝐷𝐴𝐵 ∫
0 𝑥𝐴,0 (1 − 𝑥𝐴 )
1 − 𝑥𝐴,𝐿
𝑁𝐴𝑍 . 𝐿 = 𝑐𝐷𝐴𝐵 ln ( ) … (7)
1 − 𝑥𝐴,0
𝑁𝐴𝑍 . 𝐿 1
𝐷𝐴𝐵 = … (8)
𝑐 1 − 𝑥𝐴,𝐿
ln ( )
1 − 𝑥𝐴,0
Untuk nilai NA dapat diperoleh dengan menghitung jumlah mol A yang menguap dalam suatu
selang waktu tertentu dibagikan dengan luas penampang alirannya yaitu menjadi :
𝑚
𝑁𝐴 =
𝑀𝑡𝑆
Keterangan :
S : luas penampang
Untuk memperoleh jumlah massa yang menguap dapat diperoleh dengan menghitung :
𝑚 = 𝑁𝐴 𝑀 𝑡 𝑆
𝜕𝑚
= 𝑁𝐴 𝑀 𝑡 𝑆
𝜕𝑡
Laju alir massa dapat diartikan sebagai perkalian antara fluks massa dengan luas
penampangnya. Dengan mengubah kecepatan aliran menjadi bentuk persamaan diferensial,
sehingga diperoleh :
𝜕𝑧
𝑁𝐴𝑍 . 𝑀𝐴 𝑆 = 𝜌. 𝑆.
𝜕𝑡
𝜕𝑧
𝑁𝐴𝑍 . 𝑀𝐴 = 𝜌. 𝑆.
𝜕𝑡
1−𝑥
𝑐𝐷𝐴𝐵 ln (1 − 𝑥𝐴,𝐿 ) 𝜕𝑧
𝐴,0
𝑀𝐴 = 𝜌
𝑧 𝜕𝑡
1−𝑥
𝑐𝐷𝐴𝐵 ln (1 − 𝑥𝐴,𝐿 )
𝐴,0
𝑀𝐴 𝜕𝑡 = 𝑧 𝜕𝑧
𝜌
Menggunakan pendekatan gas ideal dan digabung dengan persamaan konstanta yang sudah
diperoleh maka didapatkan persamaannya :
1−𝑥
𝑐 ln (1 − 𝑥𝐴,𝐿 ) 𝑃. 𝑀𝐴 1 − 𝑥𝐴,𝐿
𝐴,0
𝛼= 𝑀𝐴 = ln ( ) … (9)
𝜌 𝜌𝑅𝑇 1 − 𝑥𝐴,0
𝛼𝐷𝐴𝐵 . 𝜕𝑡 = 𝑧 𝜕𝑧
𝑡 𝑧
𝛼𝐷𝐴𝐵 . ∫ 𝑑𝑡 = ∫ 𝑑𝑧
0 𝑧0
(𝑧 2 − 𝑧0 2 ) (𝑧 − 𝑧0 )(𝑧 + 𝑧0 )
𝛼𝐷𝐴𝐵 (𝑡 − 0) = =
2 2
𝑡 1 𝑧0
= (𝑧 − 𝑧0 ) … (10)
(𝑧 − 𝑧0 ) 2𝛼𝐷𝐴𝐵 𝛼𝐷𝐴𝐵
Dari persamaan ke-10 dapat dibentuk persamaan garis linier dari hubungan garis dengan
sumbu :
𝑡
𝑥 = (𝑧 − 𝑧0 ) dan 𝑦 = (𝑧−𝑧
0)
Contohnya pada temperature 25℃ dengan t=15 diperoleh persamaan regeresi linier:
𝑦 = 135,45𝑥 + 11,709
Diperoleh 𝐷𝐴𝐵 :
1
135,45(𝑧 − 𝑧0 ) = (𝑧 − 𝑧0 )
2𝛼𝐷𝐴𝐵
1
135,45 =
2𝛼𝐷𝐴𝐵
1
𝐷𝐴𝐵 =
2𝛼(135,45)
𝑃. 𝑀𝐴 1 − 𝑥𝐴,𝐿
𝛼= ln ( )
𝜌𝑅𝑇 1 − 𝑥𝐴,0
Diketahui :
R = 82,0758 cm3atm/mol.K
T = 25℃ = 298,15 K
Diperoleh nilai 𝛼, kita memperoleh nilai 𝐷𝐴𝐵 pada t=15 di temperature 25℃
1
𝐷𝐴𝐵 =
2(0,006578)(1,3545)
𝑚𝑚2
𝐷𝐴𝐵 = 0,561174
15𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Pada saat 𝑡 = 𝑡0 → 𝑧0
Pada saat 𝑡 = 𝑡𝑘 → 𝑧𝑘
Dimana:
𝑧 = 𝑧𝑘 − 𝑧0
𝑡 = 𝑡𝑘 − 𝑡0 , 𝑡0 = 0
𝑡 = 𝑡𝑘
Diperoleh:
𝜌𝐴 . 𝑧
𝑁𝐴𝑍 =
𝑀𝑟 𝑡𝑘
Keterangan :
𝑔𝑟
0,796 . 0,25 𝑐𝑚
𝑁𝐴𝑍 = 𝑐𝑚3
𝑔𝑟
58,08 (900𝑠)
𝑚𝑜𝑙
𝑁𝐴𝑍 = 0,037 𝑥 10−4 𝑚𝑜𝑙/𝑐𝑚2 𝑠
𝑍
1 − 𝑥𝐴,𝐿 𝐿
𝑥𝐴 = 1 − (1 − 𝑥𝐴,0 ) ( ) … (6)
1 − 𝑥𝐴,0
Keterangan:
Dengan merujuk pada data dengan temperature 25℃ dan pada waktu t = 15 menit, dengan
nilai 𝑥𝐴,𝐿 = 0,98 dan 𝑥𝐴,0 =0,998 dapat dihitung nilai 𝑥𝐴 adalah:
13,05
1 − 0,979 13,3
𝑥𝐴 = 1 − (1 − 0,979) ( )
1 − 0,998
𝑥𝐴 = 0,9801
𝑥𝐴 + 𝑥𝐵 = 1
𝑥𝐵 = 1 − 0,9801
𝑥𝐵 = 0,019
LAMPIRAN C
KURVA DIFUSIVITAS
120,000
100,000
y = 135,45x + 11,709
t/ (z-z0) (menit/cm)
R² = 0,9056
80,000
60,000
40,000
20,000
0,000
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
(z-z0) (cm)
100
90 y = 83,602x + 23,723
R² = 0,5869
80
t/ (z-z0) (menit/cm)
70
60
50
40
30
20
10
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
(z-z0) (cm)
15,000
10,000
5,000
0,000
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
(z-z0) (cm)
7,0
y = 0,5762x + 0,9498
R² = 0,8078
6,0
5,0
t/ (z-z0) (menit/cm)
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
0 2 4 6 8 10
(z-z0) (cm)
Tabel D.2.1 Penurunan Ketinggian Cairan Senyawa Aseton pada Temperatur 25ᴼC
t (menit) Z (mm) Z0 – Z(mm) 𝑡
(menit/mm)
(𝑧−𝑧0 )
0 133 133-133 = 0 0
Tabel D.2.2 Penurunan Ketinggian Cairan Senyawa Aseton pada Temperatur 35ᴼC
t (menit) Z (mm) Z0 – Z(mm) 𝑡
(menit/mm)
(𝑧−𝑧0 )
0 107 107-107 = 0 0
30 102 107-102 = 5 6
Tabel D.2.3 Penurunan Ketinggian Cairan Senyawa Aseton pada Temperatur 45ᴼC
t (menit) Z (mm) Z0 – Z(mm) 𝑡
(menit/mm)
(𝑧−𝑧0 )
0 95 95 – 95 = 0 0
30 81 95 – 81 = 14 2,14
45 72 95 – 72 = 23 1,95
Tabel D.2.4 Penurunan Ketinggian Cairan Senyawa Aseton pada Temperatur 55ᴼC
t (menit) Z (mm) Z0 – Z(mm) 𝑡
(menit/mm)
(𝑧−𝑧0 )
0 90 90-90 = 0 0
15 56 90 – 56 = 34 0,44
30 26 90 – 26 = 64 0,46
45 0 90 – 0 = 90 0,5
60 0 90 – 0 = 90 0,67
Tabel D.4 Data Proses Difusi Senyawa Aseton pada Temperatur 25ᴼC
Xa,L Alpha DAB NAZ z l xa xb
0,998 0 0 0 13,3 21,7 0,998 0,002
0,979241 0,006578 0,561174 0,00003778 13,05 21,95 0,980134 0,019866
0,967985 0,007796 0,473508 0,00000151 12,9 22,1 0,970547 0,029453
0,956729 0,008643 0,427106 0,00000214 12,75 22,25 0,961895 0,038105
0,949226 0,009092 0,405988 0,00000119 12,65 22,35 0,956649 0,043351
D.5 Perolehan Data Proses Difusi Senyawa Aseton pada Temperatur 35ᴼC
Tabel D.5 Data Proses Difusi Senyawa Aseton pada Temperatur 35ᴼC
Xa,L Alpha DAB NAZ z l xa xb
0,998 0 0 0 10,7 24,3 0,998 0,002
0,979346 0,006351 0,94174 0,00003023 10,5 24,5 0,980228 0,019772
0,951364 0,00868 0,689002 0,00000189 10,2 24,8 0,958102 0,041898
0,942037 0,009157 0,653097 0,00000170 10,1 24,9 0,952009 0,047991
0,928047 0,009746 0,613684 0,00000094 9,95 25,05 0,944026 0,055974
D.6 Perolehan Data Proses Difusi Senyawa Aseton pada Temperatur 45ᴼC
Tabel D.6 Data Proses Difusi Senyawa Aseton pada Temperatur 45ᴼC
Xa,L Alpha DAB NAZ z l xa xb
0,998 0 0 0 9,5 25,5 0,998 0,002
0,856179 0,011264 4,836226 0,00002040 8,15 26,85 0,921664 0,078336
0,850926 0,011358 4,795987 0,00000529 8,1 26,9 0,921028 0,078972
0,756379 0,012652 4,305477 0,00000121 7,2 27,8 0,923834 0,076166
0,740621 0,012818 4,25001 0,00000067 7,05 27,95 0,926035 0,073965
D.7 Perolehan Data Proses Difusi Senyawa Aseton pada Temperatur 55ᴼC
Tabel D.7 Data Proses Difusi Senyawa Aseton pada Temperatur 55ᴼC
Xa,L Alpha DAB NAZ z l xa xb
0,998 0 0 0 9 26 0,998 0,002
0,620978 0,013396 64,7783 0,00000846 5,6 29,4 0,947733 0,052267
0,288311 0,015005 57,83075 0,00000098 2,6 32,4 0,989084 0,010916
0 0,015874 54,66578 0,00000000 0 35 0,998 0,002
0 0,015874 54,66578 0,00000000 0 35 0,998 0,002