Anda di halaman 1dari 4

Hubungan Petrologi Dengan Tatanan Tektonik

Oleh : Aqiela Fidia Haya (101219018)

A. Pendahuluan

Pada dasarnya petrologi memiliki tiga cabang petrologi, namun diklasifikasikan


berdasarkan proses pembentukan nya, diantaranya petrologi batuan beku, petrologi batuan
sedimen, dan petrologi batuan metamorft, namun pada essay ini membahas terkait batuan beku
yang berhubungan dengan tatanan tektonik yang mana berkaitan erat dengan petrologi yang
langsung terbentuk akibat adanya proses vulkanik pada daerah Kulonprogo, Yogyakarta dan
sekitarnya, guna untuk memenuhi tugas besar sebagai pra-syarat UAS pada mata kuliah
Petrologi Batuan Dasar dan Vulkanik.

B. Metode
Metode yang digunakan dalam essay ini merupakan pengumpulan data – data menggunakan
beberapa paper untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan seperti data kajian lapangan yang
berisikan sampel sampel batuan dan analisis laboratorium sayatan tipis batuan untukanalisis
petrografi dan analisis geokimia batuan.

C. Hasil dan Diskusi


Berdasarkan yang kita ketahui batuan - batuan dasar yang telah dikelompokan kedalam
petrologi yang memiliki peranan penting yang merekam segala jenis perkembangan bumi dari
mulai terbentuk nya bumi hingga sekarang yang berkaitan erat dengan tatanan tektonik, yang
mana tatanan tektonik merupakan tatanan terhadap dinamika bumi yang membentuk
pembentukan jalur pegunungan dan jalur gunung api yang disebabkan oleh pergerakan lempeng.
Namun dalam kasus ini daerah kulonprogo sejak Eosen Akhir sampai Miosen Awal adanya
kegiatan magmatik busur kepulauan tersier sehingga menghasilakan vulkanik berarah barat-
timur, namun kulon progo termasuk kedalam depresi tengah dikarenakan dalam dua priode fase
tektonik mengalami deformasi yang paling sedikit.
Pada priode kedua menghasilkan busur magmatik yang menyebabkan terdapatnya sesar
yang berpola regangan, sesar naik dan pergeseran busur magmatik dari utara- selatan berubah
menjadi selatan-utara yang mana dari hasil tektonik tersebut menghasilkan perkembangan
tatanan tektonik sehingga regangan- regangan yang terdapat pada daerah tersebut terkompresi.
Perkembangan tersebut terjadi berkaitan dengan perubahan kecepatan lempeng samudera
Hindia-Australia terhadap lempeng Eurasia yang kemudian menyebabkan aktivitas vulkanik.
(Hamilton,1979 dan Katili, 1971; Harjanto, 2011). Proses tatanan tektonik tersbebut kemudian
menghasilkan gunung Merapi yang telah mengalami erupsi sejak 1953 yang mengahasilkan
batuan vulkanik.
Batuan vulkanik di area penilitian di jadikan sampel yang berasal dari formasi andesit tua
dengan litologi breksi, andesit, tuf, tuf lapilli, aglomerat, intrusi andesit, diorite dan dasit namun
batuan vukanik yang paling dominan adalah andesit, kemudian untuk mengetahui batuan asal
yang terdiri dari mineralogi, tekstur dan jenis ubahan berdasarkan himpunan mineral yang hadir
pada sampel dapat dilakukan memalui analisis petrografi dengan menggunakan sayatan tipis
andesit, sayatan tipis dengan melakukan Analisa geokimia ICP, dan difraksi sinar-X.
Bersadarkan hasil analisis kimia berdasarkan diagram peccerrillo & taylor, 1976 menunjukkan
kisaran prosentasi berat SiO2 tinggi sekitar 50,82 sampai 63,01 yang menandakan memiliki
batuan andesit basaltik sampai dastit (Harjanto, 2011).

Gambar 1. Perajahan batuan beku daerah Kulon Progo dan sekitarnya dalam diagram
Peccerrillo & Taylor, 1976.

Berdasarkan kandungan yang terdapat pada sampel batuan FeO dan Fe2O3 sekitar
0.13%-9,85% dari semua sampel batuan terlihat korelasi yang baik terhadap SiO2 yang
membentuk pola negatif. Sehingga kandungan TiO2 menunjukkan prosentasi rendah di beberapa
sampel batuan beku yang kurang dari 1% dan mengindikasi karakteristik batuan magmatis
berasal dari afinitas orogenik (Gill, 1981). Kemudian kandungan FeO* dan TiO2 dapat
mengontrol fraksinasi piroksen, hornblenda dan oksida Fe-Ti. Kandungan CaO sangat berangan
diantara 6,44 – 10,04% kemudian memperlihatkan pola negatif. Pola negatif dari TiO2 , FeO*
dan CaO dapat merefleksikan fraksinasi dari plagioklas dan magnetit pada evolusi magma
toelitik maupun kalk-alkali (Wilson, 1989). Hubungan MgO dengan SiO2 dapat memperlihatkan
pola relatif negatif dengan presentasi sekitar 2,06 - 4,52%. Kandungan dari P2O5 pada semua
sampel menunjukkan pola negatif dengan bertambahnya SiO2 (Harjanto, 2011).
Namun berdasarkan diagram FeO – FeO*/MgO dan TiO2 - FeO*/MgO, Fe dan Ti terjadi
penurunan secara bersamaan diiringi dengan meningkatnya FeO*/MgO, yang mana
memperlihatkan adanya kejadian kristalisasi dari piroksen, biotit, plagioklas dan hornblende
yang merupakan proses magma kalk- alkali yang tidak terjadinya pengkayaan Fe Ketika awal
differensiasi dan juga dari penurunan Ti merefelksikan horblenda mengalami kristalisasi terus
menerus dengan meningkatnya proses differensiasi magma. Sehingga dapat disimpulkan litologi
yang terdapat pada daerah penilitian terbentuk berdasarkan lava yang membentuk mikro diorite,
andesit bsaltik dan dasit pada batuan vulkanik adalah proses dari differensiasi magma
dikarenakan berdasarkan batuan beku pada daerah penelitian menunjukkan kandungan LILE
yang relative tinggi seperti Ba dan Sr dan adanya pengurangan pada Nb, Th dan Hf,
kemungkinan adanya nya kontaminasi dari kerak Ketika differensiasi magma. Dan juga
kandungan unsur Lantanum, Iterbium, Serium menunjukkan sampel pada batuan vulkanik daerah
penelitian kulon progo berasal dari lingkunagn tektonik transisional antara bataun kepulauan
tepian benua aktif.
Namun jika ditinjau berdasarkan kandungan Th relative lebih rendah yang menandakan
terlah mengalami kontaminasi dari kerak bagian bawah, yang dapat dilihat berdasarkan
karakteristik petrologi dan kimiawinya memperlihatkan sumber magma dari batuan beku pada
area penelitian kulon progo ini berasal dari mantel bagian atas berdasarkan data penjajahan unsur
tanah jarang area penilitian kulon progo yang menunjukkan karakter busur kepulauan yang di
normalisasikan terhadap kondrit Sun dan McDonough, (1989).

D. Kesimpulan
Area penilitian kulon progo mengalami telah terjadi proses magmatisme sebanyak dua
periode yang kemudian menghasilkan magmatisme kala Oligosen Akhir Miosen awal dan
magmatisme kala Miosen Akhir kemudian pada area penilitian ini didominasi oleh andesit
ditemukan batuan yang didominasi oleh batuan andesit, jika dilihat dari komposisi kimianya
batuan beku andesit pada daerah penilitian ini memiliki komposisi intermediet sampai asam
dan bertektuk porfiritik, dan juga terdapat perbedaan yang signifikan antara ukuran mineral
dengan fenokris dan masa dasar pada bataun sehingga adanya pembentukan tersebut
disebabkan oleh dampak dari derajat kristalisasi dari pendinginan magma yang lambat
kemudian tiba – tiba menjadi cepat sebagai konsekuesi dari keluarnya magma ke permukaan
atau differensiasi magma.
Namun jika dilihat berdasrkan komposisi kimianya termasuk kedalam seri kalk-alkali
dengan kandungan dari komposisi mineralnya dalah andesit basaltic – dasit dengan
kandungan unsur lanthanum, Iterbium dan Serium yang manandakan asal terbentuknya
mineral pada sampel ini adalah dari lingkungan tektonik transisional antara busur kepulauan
dengan tepian benua aktif akibat yang berkaitan dengan perubahan kecepatan lempeng
samudera Hindia-Australia terhadap lempeng Eurasia yang kemudian menyebabkan
aktivitas vulkanik, yang mana dapat disimpulkan proses magmatisme yang terjadi pada area
penelitian ini berhubungna dengan pembentukan batuan batuan vulkanik pada area penelitian
kulon progo.
Referensi

Hamilton, W. B. (1979). Tectonics of the Indonesian region(Vol. 1078). US Government


Printing Office.

Harjanto, A. (2011). Petrologi Dan Geokimia Batuan Volkanik Di Daerah Kulon Progo Dan
Sekitarnya, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Magister Teknik Geologi, 4(7).

Hirawan, A. (2018). Studi Petrologi Dan Geokimia Kompleks Batuan Beku Di Daerah Dakah
Dan Sekitarnya, Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah (Doctoral dissertation,
Universitas Gadjah Mada)

Anda mungkin juga menyukai