Anda di halaman 1dari 39

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sekarang ini hampir semua instrumen telekomunikasi bergerak menggunakan teknologi yang berbasis selluler. Sistem Telekomunikasi bergerak berbasis selluler menawarkan kelebihan dibandingkan dengan Sistem Wireline (jaringan kabel), yaitu mobilitas sehingga pengguna dapat bergerak kemanapun selama masih dalam cakupan layanan Operator. Tetapi dalam penerapannya sistem ini juga memiliki keterbatasan keterbatasan diantaranya terbatasnya kanal pembicaraan seiring dengan banyaknya jumlah pelanggan teknologi komunikasi seluler, sehingga mengakibatkan apa yang disebut dengan block call yang pada tahun baru kemarin terjadi pada jaringan milik PT Telkomsel. Selain itu masalah penerimaan sinyal RF (Radio Frekuensi) juga menjadi faktor yang sangat penting dalam sistem komunikasi Wireless. Rendahnya kualitas level sinyal penerima ini yang mengakibatkan sering terjadinya kegagalan proses panggilan atau biasa yang disebut dengan Drop call. Oleh karena itu perlu dilakukan proses monitoring dan analisa yang berkelanjutan guna memantau kinerja sistem ini. Dari analisa trafik tersebut dapat dilihat letak permasalahan yang mengakibatkan buruknya performansi suatu jaringan Telekomunikasi.

1.2. Batasan Masalah 1. Makalah Tugas Besar ini hanya membatasi permasalahan tentang Trafik dalam sistim telekomunikasi selluler. 2. Mengatasi permasalahan yang terjadi dalam jaringan komunikasi

khususnya dalam hal penerimaan radio frekuensi.

1.3. Tujuan Penelitian Menganallisa data trafik beserta parameter parameter yang ada dalam sebuah sistem seluler berbasis teknologi GSM guna mengetahui permasalahan yang ditimbul beserta usulan perbaikan kinerja sistem.

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI BERGERAK

2.1.

Sistem Radio Panggil Sistem radio panggil untuk pertama kali menggunakan pengeras radio di dalam bangunan. Saat ini orang yang ingin dipanggil membawa pesawat kecil, biasanya mempunyai layar kecil yang dapat menampilkan pesan yang masuk. Seseorang yang ingin memanggil pengguna pesawat ini kemudian dapat menelpon perusahaan radio panggil dan memasukkan kode keamanannya, nomor telepon yang diminta agar dipanggil oleh pemakai pesawat (pesan pendek lainnya). Kemudian komputer yang menerima permintaan tersebut mentransmisikannya melalui kabel atau mata rantai radio ke antena transmisi, baik dengan menyiarkan panggilan secara langsung (untuk panggilan interlokal). Pada saat pesawat mendeteksi nomor unitnya pada aliran radio masuk, pesawat akan mengeluarkan suara dan menampilkan nomor yang dipanggil. Juga mungkin untuk memanggil sekelompok orang secara bersamaan dengan menggunakan sebuah panggilan telepon. Penelpon Operator Sistem Radio Panggil Stasiun Pemancar Radio Panggil Pengguna Sistem Radio Panggil

Gambar 2.1 Bagan Panggilan sistem radio panggil Sistem radio panggil yang paling modern dapat menghubungkan langsung ke komputer dan dapat menerima tidak hanya nomor telepon saja, tetapi juga pesan pesan yang lebih panjang, kemudian komputer dapat langsung memproses data begitu ada data yang masuk. Sistem radio panggil

memiliki sifat bahwa sistem memiliki komunikasi satu arah, dari sebuah komputer ke sejumlah penerima yang banyak. Tidak ada masalah tentang siapa yang akan bicara berikutnya, dan tidak ada persaingan diantara pemakai sistem ini untuk mendapatkan sejumlah kecil saluran, karena ada satu saja dalam sistem keseluruhan. Sistem radio panggil memerlukan lebar pita yang kecil karena masing masing pesan membutuhkan sebuah pecahan tunggal yang mungkin hanya 30 byte. Pada laju data seperti ini, saluran satelit 1 Mbps dapat menangani 240.000 panggilan per menit. Sistem radio panggil lama beroperasi pada berbagai frekuensi pada pita 150 174 MHz. sebagian besar sistem radio panggil modern beroperasi pada pita frekunsi 930 932 MHz.

2.2.

Telepon Tanpa Kabel Telepon tanpa kabel memungkinkan orang untuk berjalan jalan disekitar rumahnya sambil menerima telepon. Sistem ini terdiri dari dua bagian yaitu unit pemancar dan penerima, dan telepon. Unit pemancar dan penerima memiliki sambungan terminal telepon standar di bagian belakangnya. Karena itu unit pemancar dan penerima menggunakan radio berdaya rendah. Umumnya keduanya dapat melakukan komunikasi dalam jarak 100 sampai 300 meter. Karena telepon kabel yang hanya berharap dapat melakukan komunikasi dengan unit pemancar dan perima sendiri, maka tidak diperlukan standarisasi. Sebagai model yang mudah menggunakan frekuensi yang tetap, yang dipilih oleh pihak pabrik. Jadi dimungkinkan bila suatu saat telepon kita menggunakan frekuensi yang sama dengan penggunaan yang

lain, maka kita dapat saling mendengar pembicaraan. Untuk jenis telepon ini sering kali menyebabkan gangguan dengan radio dan televisi.

2.3.

Sistem Komunikasi Seluler GSM Dunia telekomunikasi sekarang ini diramaikan oleh berbagai macam teknologi seluler. Ada yang memanfaatkan basis analog seperti AMPS (Advance Mobile Phone System) sampai ke GSM (Global System for Mobile Communication) dengan menggunakan frekuensi 900 MHz seperti yang kita gunakan, atau 1800 MHz yang sudah mendunia atau bahkan 1900 MHz khusus di Amerika Utara. Konsep seluler untuk perencanaan dalam kota mulai diterapkan pertama kali di Amerika Serikat tepatnya di Chicago pada tahun 1979. Sistem yang digunakan saat itu adalah AMPS, sedangkan GSM dengan teknologi TDMA (Time Division Multiple Acces) berkembang pesat di Eropa. Sedangkan di Indonesia, sistem telepon bergerak seluler komersial mulai beroperasi sejak bulan April 1986, sistem yang digunakan NMT-450 (Nordic Mobile Telephone) dengan wilayah pelayanan Jakarta, Bandung dan rute yang menghubungkan keduanya melalui Puncak. Sesuai dengan namanya sistem ini beroperasi pada frekuensi 450 MHz. Dengan penggunaan sistem seluler ini diharapkan dapat menambah kapasitas sistem, hal ini dimungkinkan dengan adanya metode pengulangan frekuensi (Frequency Reuse). Yang dimaksud dengan pengulangan frekuensi disini adalah beberapa BS (Base Station) yang terpisah pada jarak tertentu

(yang memenuhi signal to Interference Ratio tertentu), dapat menggunakan kanal frekuensi sama. Sementara ini perkembangan sistem seluler GSM bebasis digital ini dimulai pada tahun 1982, ketika diadakan ECPT (European Conference of Posts and Telecommunication Administration). Konferensi tersebut menghasilkan dua putusan penting, yaitu membentuk suatu tim yang bernama Group System Mobile untuk merancang suatu standar jaringan seluler yang akan diterapkan dikawasan Eropa dan merekomendasikan alokasi frekuensi 900 MHz untuk sistem seluler.

2.4.

Awal Perkembangan GSM di Indonesia PT. Telekomunikasi Indonesia sebagai penyelenggara

telekomunikasi terbesar di Indonesia telah mempersiapkan proyek GSM ini dengan sungguh sungguh. Sebagai langkah awal pada bulan Agustus 1992, PT. Telkom mengadakan studi komparasi kebeberapa operator dan manufactures sistem seluler di Eropa, Amerika dan Hongkong. Menindak lanjuti langkah sebelumnya, PT. Telkom mengundang para vendor (Siemens, Alcatel, Ericsson dan AT&T) untuk

mempresentasikan teknologinya kepada tim di Indonesia, dari sini selanjutnya dapat ditentukan spesifikasi teknis dan struktur dasar GSM yang akan digunakan. Pemerintah Indonesia menetapkan sistem seluler GSM yang digunakan karena sistem ini sesuai dengan sistem yang telah ada yaitu EWSD, NEAX dan 5-SS. Oktober 1993 Batam sebagai proyek GSM di Indonesia.

Dirjen Postel mengeluarkan ketetapan nomor 4243/Dirjen/1993 tanggal 14 desember 1993 yang menetapkan sistem telepon bergerak seluler GSM Batam-Bintan dengan memakai swiching dari Siemens dan radio (BSC, SRB) dari Ericsson. Sebenarnya di Batam pada waktu itu telah beroperasi sistem telepon kabel bergerak inti multy zone memakai sistem AMPS pada frekuensi 800 MHz tetapi kurang diminati (dari 500 subcriber hanya 86 yang terpasang) dan sering mengalami interferensi dengan ETACS Singapura.

2.5.

Elemen Sistem Seluler GSM Ada tiga bagian pokok yang ada dalam sistem GSM yaitu : Mobile Station (MS), Base Station System (BSS), dan Switching Sub System (SSS). 2.5.1. Mobile Station (MS) Untuk sistem GSM, MS terdiri dari dua bagian yaitu Mobile Equipment (ME) dan Subcriber Identity Module (SIM). 1. Mobile Equipment (ME)

ME merupakan perangkat telpon itu sendiri, yang harus digunakan bersama dengan SIM-card. Pelanggan GSM didasarkan pada kepemilikan SIM-card ini bukan ME, artinya pemilik SIM-card dapat menggunakan ME dimana saja tak terbatas hanya ME yang dimilikinya. 2. Subcriber Identity Module (SIM)

Sim-card berfungsi untuk menyimpan data informasi pendukung operasi sistem GSM berhubungan dengan autentikasi pelanggan. Meskipun secara fisik kartu ini tidak banyak berbeda dengan kartu magnetik biasa tetapi sebenarnya ada perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Sim-

card

termasuk

jenis

smart-card

dimanan

didalamnya

terdapat

microprocessor, ROM, RAM dan EEPROM. Inilah yang menjadikan Simcard tidak saja hanya dapat untuk menyimpan data seperti pada kartu magnetik tetapi lebih dari itu Sim-card dapat juga melakukan proses komputasi. 2.5.2. Base Station System (BSS) Base station ini pada konsep sel yang lebih umum biasanya disebut juga Cell Site, terdiri dari antenna, controller dan tranceiver. Antena yang digunakan dengan ketinggian antara 30 meter 50 meter. Jenis ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam daerah yang akan dilayani oleh antena tersebut.

Gambar 2.2 Arsitektur Sistem GSM

Controller atau biasa disebut BSC (Base Station Controller) digunakan untuk menangani proses panggilan antara MSC dan Mobile

Station, yang meliputi kontrol pemakaian kanal trafik dan kanal signaling yang disediakan oleh satu atau beberapa SRB (Stasiun Radio Basis). BSC juga merupakan antar muka MSC dan SRB yang berfungsi antara lain mengatur mekanisme handover dan kontrol daya. Satu BSC dapat menangani lebih dari satu SRB. Transceiver merupakan perangkat yang mencakup suatu daerah dengan pita frekuensi dan kanal tertentu. SRB atau Transceiver ini menyediakan antena pemancar dan penerima yang memancarkan dan menerima gelombang radio yang digunakan untuk berkomunikasi oleh Mobile Station. 2.5.3. Switching Sub System (SSS)

Ada lima bagian pokok dari SSS yaitu : 1. Mobile Switching Centre (MSC) MSC atau biasa disebut juga MTSO (Mobile Telephone Switching Office) merupakan sebuah sentral yang menghubungkan panggilan antar sesama pelanggan telepon bergerak, maupun antara pelanggan telepon bergerak dengan pelanggan telepon tetap (fixed telephone) melalui PSTN (Public Swiching Telephone Network). MSC dapat mengakses informasi dari ketiga basis data yaitu HLR (Home Location register) dan AUC (Authentication Centre). Setelah

menggunakan ketiga basis data tersebut, MSC selalu meng-up date ketiga

basis data tersebut dengan informasi terbaru dari status panggilan dan posisi MS atau pelanggan. 2. Home Location Register (HLR) Merupakan penyimpan data yang berhubungan dengan pelanggan yang terdiri dari data dinamis tentang pelanggan yang roaming dan data statis yang berupa kemampuan akses pelanggan (SLJJ, SLI), nomor pelanggan, jenis pelayanan dan pelayanan tambahan. HLR menggunakan data dinamis untuk menentukan route panggilan yang datang kepelanggan yang dipanggil. 3. Visitor Location Register (VLR) VLR menyimpan informasi tentang pelanggan yang masuk area pelayanannya. VLR berisi basis data pelanggan yang dinamik, secara periodik bertukar data dengan HLR. Hubungan antara kedua basis data ini memungkinkan MSC untuk men-set up panggilan yang masuk maupun keluar dalam area pelayanan MSC tersebut. Jika pelanggan memasuki area pelayanan MSC lain maka data yang disimpan dalam VLR ini akan dihapus. 4. Authentication Centre (Auc) Menyimpan data penting untuk diidentifikasi pelanggan guna keperluan keamanan yang berupa IMSI (International Mobile Subcriber Identity), Algoritma A3 (Algorithmic Function for Authentication), Algoritma A8 (Algorithmic Function for Computing Chipering Keys) dan Ki (Identity Key) yaitu nomor rahasia untuk para meter A3 dan A8.

AuC berfungsi membangkitkan parameter Authentication dengan Ki dan A3 / A8 yang dibangkitkan Network. Kc (Communication Keys) yaitu nomor rahasia yang digunakan untuk melindungi data yang ditransmisikan di udara selama MS berkomunikasi, merupakan salah satu hasil dari proses Authentikasi ini. 5. Equipment Identity Register (EIR) Merupakan basis data penyimpanan IMEI (International Mobile Equipment Identity) dari MS. Ada tiga kategori dalam basis data tersebut yaitu : daftar putih (White List) artinya pesawat tersebut legal, daftar abuabu (Grey List) artinya pesawat tersebut dalam pengamatan karena dicurigai dan daftar hitam (Black List) artinya pesawat sudah di blok dan tidak dapat digunakan lagi karena pesawat tersebut ilegal atau curian.

2.5.4.

Pengalokasian Frekuensi

Frekuensi yang digunakan untuk GSM adalah : 1. Up link : yaitu mobile transmit ke base receive

890-915 MHz Primary band (P-GSM 900) 2. Down link : yaitu base transmit ke mobile receive

935-960 MHz Primary band (P-GSM 900) Band frekuensi 25 MHz dibagi menjadi 124 kanal radio. Masingmasing kanal punya interval 200 KHz untuk up link maupun down link yang saling berpasangan dan 200 KHz untuk guard band.

2.6.

Perambatan Sinyal Pada Komunikasi Bergerak Guna kepentingan perencanaan secara umum maka lingkungan perambatan sinyal diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Daerah Rural, yaitu daerah dengan jumlah penduduk masih sedikit dan perambatan sinyal tidak banyak terhambat atau terpantul. 2. Daerah Sub Urban, yaitu pinggiran kota dengan beberapa penghalang. 3. Daerah Urban, yaitu daerah kota padat dengan bagunan-bangunan tinggi. Daerah ini masih dapat dipisahkan lagi menjadi : 1. Non-metropolitan (medium, small city) 2. Metropolitan (large city) 2.6.1. Redaman Ruang Bebas Redaman ruang bebas terjadi antara pemancar BTS (Base Tranceiver Station) dan penerima MS (Mobile Station) yang dipisahkan oleh suatu jarak dan melewati suatu media transmisi isotropik. 2.6.2. Multipath Fading dan Shadowing Pada sistem radio bergerak, kuat sinyal yang diterima merupakan gabungan dari beberapa sinyal yang diterima secara langsung atau datang akibat dari pantulan. Pola lintasan ganda atau multipath. Sinyal dari BS (base station) ke MS (Mobile station) akan mengalami variasi pentulan setiap waktu dan jarak dari gedung, pohon atau pemantulan lain yang berbeda sehingga menyebabkan sinyal akan melalui banyak lintasan yang diterima berubah-ubah. Fenomena ini disebut fading. Dua jenis fading yang terjadi di penerima adalah fading cepat (multipath

fading) dan fading lambat (shadowing). Daya terima rata-rata adalah rata-rata fading cepat pada interval waktu tertentu. Terjadi fading pada sinyal selama mobil bergerak disebabkan oleh : 1. Fluktusi path loss Merupakan variasi rata-rata daya lokal yang diterima selama MS berubah posisi. Fluktuasi ini disebabkan perbedaan lintasan propagasi antara BS dan MS. Jenis fading ini disebut sebagai fading lambat (shadowing). 2. Fenomena multipath Disebabkan karena antena MS yang lebih rendah dari bangunan sekitarnya. Sinyal dari BS dipantulkan oleh gedung-gedung dan menghasilkan gelombang-gelombang pantul. Seluruh gelombang pantul berakumulasi menghasikan variasi yang cepat pada sinyal yang diterima oleh MS, yang disebut mutipath fading. 3. Fading Cepat Faktor utama yanng menyebabkan terjadinya fading cepat adalah karena adanya berbagai macam lintasan gelombang yang dihasilkan oleh pantul sinyal lokal tetapi bukan disebabkan oleh penghalang alamiah seperti bukit dan gunung.

BAB III PROSES PEMANTAUAN TRAFIK DAN PREDIKSI PENERIMAAN LEVEL SINYAL PADA PROPAGASI SINYAL RADIO MOBILE

Proses pengukuran dan pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dari jaringan GSM yang ada, yang lalu ditindak lanjuti dengan optimasi dan perbaikan layanan yang diberikan kepada pelanggan.

3.1. Dasar Pemantauan dan Pengukuran Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengamati performansi jaringan GSM, mulai dari masukan dan keluhan pelanggan, mengamati alarm sistem yang ada, melakukan drive test, hingga analisa terhadap trafik jaringan. Drive test dapat dilakukan secara rutin untuk mengetahui kualitas layanan suatu daerah, terutama daerah dengan jumlah pelanggan yang besar, dapat juga setelah suatu rencana frekuensi yang baru diimplementasikan, ataupun dilakukan secara khusus ditempat-tempat tertentu untuk mengetahui kualitas layanan serta beberapa parameter yang ada. Selain melalui drive test, kualitas layanan suatu jaringan juga dapat dilihat dari statistik yang dihasilkan oleh jaringan. Statistik yang diperoleh dari OMC digunakan untuk menghasilkan beberapa nilai yang akan diukur untuk dibandingkan dengan nilai yang diinginkan oleh operator. Cara tersebut merupakan cara yang paling efektif untuk mengamati performansi jaringan karena hasil pengukurannya diperoleh dari semua pengguna jaringan. Statistik yang

diperoleh dari hasil test drive, juga menjadi indikator yang berguna untuk menunjukkan kualitas jaringan, tidak sepenuhnya mengemulasi pengguna umum jaringan karena hanya berupa sampel kecil dari keseluruhan panggilan yang terjadi di jaringan. Dengan demikian, statistik yang diperoleh dari seluruh jaringan melalui OMC merupakan pengukuran yang lebih akurat untuk menunjukkan kualitas jaringan .

3.2. Pemantauan dan Analisa Trafik Untuk melakukan analisa trafik sistem GSM, ada beberapa parameter yang dapat diukur dan dipantau. Pemantauan ini dilakukan oleh NMC, yang akan menghasilkan database trafik yang masih mentah untuk kemudian dilakukan beberapa pengukuran dan analisa dasar untuk menghasilkan database yang telah diolah.

Gambar3.1 Elemen Jaringan NMC&OMC Parameter hasil pengolahan yang biasa digunakan untuk analisa adalah : Total Call (Call Attempt), SDCCH Attempt, SDCCH Drop, TCH Attempt, TCH Drop.

3.2.1. Total Call (Call Attempt) Total call menunjukkan Jumlah total usaha panggilan merupakan ukuran yang baik untuk menggambarkan demand pelanggan. 3.2.2. SDCCH Attempt SDCCH Attempt menunjukkan banyaknya panggilan dari call yang mendapatkan alokasi SDCCH. Bagian dari call Attempt yang tidak termasuk SDCCH Attempt merupakan bagian dari SDCCH pada suatu saat tertentu, atau terputusnya hubungan pada saat MS meminta alokasi SDCCH pada BTS. 3.2.3. SDCCH Drop SDCCH Drop menunjukkan banyaknya panggilan yang mengalami drop pada saat proses initialisasi panggilan berlangsung. Ada dua hal utama yang menyebabkan drop ini terjadi, yaitu SDCCH RF Loss serta terjadinya SDCCH Congestion yang melebihi waktu yang telah ditentukan, sehingga MS memutuskan koneksi SDCCH yang terjadi. 3.2.4. TCH Attempt TCH Attempt menunjukkan panggilan yang telah melewati bagian SDCCH dengan sempurna. Dari jumlah ini, akan terjadi TCH Block, yaitu panggilan yang datang diblock sehingga tidak dapat meneruskan panggilan. TCH block ini terjadi antara lain jika kanal yang tersedia pada sel tersebut telah digunakan semuanya, atau proses penyambungan ke terminal yang dipanggil gagal terjadi karena terminal sedang sibuk atau lainnya.

3.2.5.

TCH Drop TCH Drop menunjukkan banyaknya sambungan yang telah berhasil namun mengalami drop sebelum terjadinya Release Normal (RN). TCH Drop ini terjadi dikarenakan faktor yaitu akibat TCH RF Loss dan Handover Failur dan adanya kerusakan pada perangkat.

3.3. Peralatan dan Aplikasi Dalam Analisa Trafik Dalam penerapannya digunakan beberapa peralatan dan software untuk memantau performansi jaringan tersebut seperti : 3.3.1. Smart Merupakan aplikasi yang dapat menyusun laporan tentang

performansi dari suatu sistem telekomunikasi, yang dapat dikonfigurasi sesuai dengan keinginan operator. Aplikasi ini dikembangkan dalam beberapa lapis fungsi yang menyediakan beragam level konfigurasi yang dapat dipilih operator. Berbagai modul yang tersedia dan menawarkan beragam fungsi yaitu diantaranya : performance database, analysis function, dan Reporting modules. Selain itu pula dalam aplikasi ini juga terdapat berbagai tool tambahan yang merupakan kelengkapan tambahan bagi smart/PAS (Performance Alarm Server), Smart/GDS, Smart/Web. 3.3.2. Planet Merupakan poduk Metapath Software Internasional (MSI) yang didesain dan dikembangkan untuk penyediaan perangkat optimasi, desain, dan perencanaan jaringan RF yang komperhensif dan user friendly untuk penyediaan jasa wireless. Aplikasi ini dapat melakukan perencanaan site dan

sektor, dari aplikasi ini dapat dilakukan perencanaan batas coverage untuk masing-masing BTS. Aplikasi ini juga dapat menampilkan hasil drive test.

3.4. Prediksi Level Sinyal Penerima Pada Propagasi Sinyal Penerimaa Pada Propagasi Sinyal Radio Mobile Propagasi pada sinyal radio mobil mempunyai sifat yang unik. . Beberapa ahli telah mengadakan berbagai percobaan untuk mempelajari karakteristik perambatan gelombang pada sinyal radio bergerak. Percobaan yang terkenal adalah percobaan Okumura di daerah sekitar Tokyo. Hasilhasil percobaan diolah secara statistik untuk mengahasilkan grafik redaman sinyal rambatan pada daerah urban yang datar dan kurva-kurva koreksi redaman. Kurva-kurva tersebut kemudian diformulasikan oleh Hata menjadi rumus-rumus yang mudah dalam pemakaiannya. Rumus-rumus Hata ini kemudian disempurnakan CCIR untuk memperbaiki kehandalannya. 3.4.1. Metode Hata Okomura Okomura melakukan percobaan untuk mengetahui karakteristik redaman pada sinyal radio bergerak sejak tahun 1962 sampai dengan 1965. Percobaan dilakukan dua tahap, yaitu pada bulan November 1962 sampai Januari 1963 di daerah sekitar Kanto yang meliputi pusat kota Tokyo. Tahap kedua dilakukan pada bulan maret sampai juni 1965 yang dilakukan di daerah bukit. Parameter sistem yang digunakan dalam percobaan : 1. Frekuensi kerja pada daerah VHF dan UHF : Tahap pertama Tahap kedua : 453MHz, 922MHz, 1310MHz dan 1920MHz. : 453MHz, 922MHz, 1317MHz dan 1430MHz.

2. Tinggi antena : Tinggi antena stasiun tetap ( hb ) antara 30 m sampai 1000 m. Tinggi antena stasiun mobil antara 1 m sampai 10 m. 3. Jarak jangkau pemancar (stasiun tetap) : Pengukuran dilakukan pada jarak 1 sampai 100 Km dari stasiun tetap. 4. Kondisi daerah perambatan : Percobaan dilakukan pada tiga jenis daerah (daerah urban, daerah suburban dan daerah terbuka), baik yang datar maupun yang berbukit. 5. Proses pengumpulan data : Stasiun tetap diinstalasikan di Tokyo dan Enkai. Statiun bergerak yang diperlengkapi dengan perlengkapan untuk pengukuran,

dioperasikan menyelusuri jalan raya pada berbagai kondisi observasi. Sinyal input dari antena stasiun bergerak dihubungkan dengan pengukuran kuat medan, sedangkan outputnya direkam melalui recorder simultan. Variasi sinyal sebagai akibat ketidak teraturan permukaan bumi atau daerah pelayanan menimbulkan dua jenis perubahan, sehingga pengukuran harus dilakukan sebagai berikut : a. Perubahan lambat : kecepatan stasiun bergerak 30 Km/Jam, kecepatan perekam 5mm/detik. b. Perubahan cepat : kecepatan stasiun bergerak 15 Km/Jam, kecepatan pita perekam 250 mm/detik. Dari hasil percobaan Okumura telah dirumuskan oleh Hata. Perumusan redaman propagasi yang diajukan oleh Hata sangat membantu dalam memperkirakan level sinyal yang diterima oleh MS (Mobile

Station). Berdasarkan pengolahan matematis dari grafik-grafik hasil percobaan Okumura, hata memperoleh rumus redaman propagasi pada daerah urban datar adalah :
L p = C1 + C 2 log f 13,82 log hb a ( hm ) + ( 44 ,9 6,55 log hb ) log R

(3.1)

dimana :
C1 = 69 ,55 untuk 400 f 1500 (MHZ)
= 46 ,30 untuk 1500 f 2000 (M Z) H

C 2 = 26 ,16 untuk 400 f 1500 (MHZ)


= 33 ,90 untuk 1500 f 2000 (M HZ)
L p =redaman to tal propagasi
f =frek en u si o erasi p

sinyal pada daerah urban

(4 0 - 1 0 M z) 5 00 H

hb = tinggi efektif antena SRB hm = tinggi antena UTB (1 - 10 Km)


R =jarak an tara S B d UB R an T (1 - 1 K ) 0 m

Faktor koreksi tinggi antena UTB dinyatakan sebagai berikut : Untuk wilayah kota kecil :
a( hm ) = (1,1log f 0,7 ) hm (1,56 log f 0,9 )

(3.2)

Untuk wilayah kota besar :


a ( hm ) = 3,2 ( log 11,75 hm ) 4,97
2

(3.3)

Jika perambatan sinyal terjadi didaerah sub urban atau rural, maka perlu dilakukan koreksi. Berdasarkan pendekatan matematis pada daerah suburban diperoleh perbaikan sebesar :
K o ( dB ) = 2{ log ( f / 28 )} + 40,94
2

(3.4)

Pada daerah rural diperoleh perbaikan sebesar :


K 0 ( dB ) = 4,78 ( log f

) 2 18,33 log

f + 40 ,94

(3.5)

Agar lebih teliti dalam perancangan sistem komunikas selular perlu diadakan penelitian lapangan terhadap besarnya pengaruh redaman jenis daerah morpo struktur di daerah yang akan dirancang. Hasil pengamatan atau penelitian lapangan ini dapat digunakan untuk memberikan koreksi redaman propagasi terhadap daerah urban. 3.4.2. Metode Extended Hata-Okumura Prumusan Hata berdasarkan peneliti okumura ini telah

disempurnakan lagi oleh CCIR dan dikenal sebagai metode Extended HataOkumura. Metode ini tidak tergantung dengan pata morpografi. Rumusan umum metode Extended Hata-Okumura menjadi sebagai berikut :
FHata = EIRP ( Equivalent Isotropica llyRadiant edPower ) Loss
Hata

+ K mor (i )

(3.6)

dimana :
FHata Loss
EIRP
Hata

= Level daya penerimaan =redaman propagasi


=daya pemancar

(LP)

pada ujung antena BTS

= daya output RF (PtB) + penguatan antena BTS (Gt) redaman feeder transmisi ( a1 )
K mor ( i ) = faktor koreksi untuk wila yah propagasi

3.4.3. Metode Lee

Level sinyal dari BS yang diterima oleh MS pada daerah datar, dapat dinyatakan sebagai berikut :
p r (dB ) = Po log r + + 20 log( he / h1 )

(3.7)

dimana :
he = tinggi antena efektif (meter) he = tinggi antena sebenarnya (meter)

Sedangkan nilai ditentukan dengan :


( dB ) = 10 log (1 + 2 + 3 + 4 + 5 )

(3.8)

dimana :

1 = { (tinggi antena BS yang digunakan) / 30,48 meter }


2 = { ( tinggi antena MS yang digunakan ) / 3 meter }
3 = {(daya pancar yang digunakan) / 10 watt }

4 = { (gain antena BS yang digunakan terhadap dipol 0,5 ) / 4}


5 = {(gain antena MS yang digunakan terhadap dipol 0,5 ) / 1}

Setelah faktor koreksi

maka diperoleh :

Pr ( dBm ) = (Pt - 40) + Po - 38,4log r + 20 log( h1 / 30) +10 log( h2 /3)


+ (Gt - 6) + Gm + 20 log( he / h1 )

(3.9)

dengan :
po = daya terima pada jarak 1 Km dari SRB

= jari-jari sel

h1 = tinggi antena SRB (meter) h2 = tinggi antena MS (meter)

G = penguatan antena SRB t

Gm = penguatan antena MS

3.5. Level Penerimaan Sinyal Radio Bergerak Selama ini hambatan terbesar dalam pelayanan kebutuhan pengguna seluler adalah penyediaan antena BTS. Antena BTS yang selama ini digunakan mempunyai keterbatasan secara fisik oleh keadaan alam ditempat lokasi pengguna seluler dalam melakukan komunikasi, sehingga

menyebabkan sinyal yang diterima oleh pengguna seluler di daerah tertentu (dengan menggunakan seluler dalam kondisi baik) menjadi lemah atau tidak ada sinyal. Pertimbangan ini berpengaruh pada proses penempatan antena BTS dan operasionalnya. 3.5.1. Daya Pemancar MS (Mobile Station) Pada prinsipnya analisis tentang propagasi sinyal dari MS atau ponsel ke BTS mempunyai sifat yang sama dengan analisis pada sinyal pancar dari SRB ke MS. Perbedaannya terletak pada level sensitifitas BTS lebih tinggi dibandingkan level sensitifitas MS. Ini disebabkan karena MS atau ponsel mempunyai daya pancar yang relatif lebih rendah dibandingkan daya pancar BTS. Untuk dapat menerima sinyal tersebut maka dibutuhkan tingkat sensitifitas pada MS yang tinggi. Disamping perbedaan diatas, perbedaan lain yaitu adanya penguatan (gain) yang disebabkan teknik diversitas ruang (penganekaragaman penerimaan) yang digunakan pada penerima BTS, disamping penguatan dari antena penerima BTS sendiri (17 dB). Diversity adalah suatu proses memancarkan dan atau menerima sejumlah gelombang

pada saat yang bersamaan dan kemudian menambahkan atau menjumlahkan semuanya di penerima atau memilih salah satu yang terbaik. Beberapa jenis diversity adalah : 1. Space diversity, yaitu memasang atau menggunakan dua atau lebih antena dengan jarak tertentu. Sinyal yang terbaik yang akan diterima, akhirnya dipilih untuk kemudian diolah di penerima. 2. Frequency Diversity, yaitu mentransmisikan sinyal informasi yang sama menggunakan dua buah frekuensi yang berbeda. Frekuensi yang berbeda mengalami fading yangberbeda pula, sekalipun dipancarkan atau di terima dengan antena yang sama. Kemudian pemilih akan memilih mana yang terbaik. 3. Angle Diversity, yaitu mentransmisikan sinyal dengan dua atau lebih sudut yang berbeda sedikit. Data teknis GSM (Siemens) menyebutkan bahwa besarnya penguatan akibat diversitas ini adalah 4 dB, sedangkan sensitifitas antena BTS itu sendiri adalah -104 dBm. Tujuan dari pembahasan daya pancar MS atau ponsel ini adalah untuk menentukan MS dengan kelas daya pancar berapa saja yang dapat beroperasi pada area cakupan suatu SRB pada jarak tertentu. Daerah propagasi dalam pembahasan daya pancar MS ini dipilih daerah yang mempunyai angka redaman yang paling tinggi (kondisi terburuk). Jika dalam kondisi terburuk MS masih bisa beroperasi diharapkan pada daerah yang berkondisi lebih baik juga dapat berfungsi baik. Antena BTS pada daerah urban , data yang diperoleh adalah sebagai berikut : Sensitifitas terima BTS : -104 dBm Daya terima pada jarak 1 Km (Po) untuk daerah urban : -55 dBm Tinggi antena SRB : 40 m Tinggi antena MS : 1,5 m

Path Loss Sloope ( ) untuk daerah urban : 43,1 db/dec Penguatan oleh diversitas : 4 dB Penguatan antena terima SRB : 17 dN Diperlukan cadangan fading (multipath fading dan shadowing) untuk

daerah urban adalah : 14,2 + 3,8 = 18 dB r(t) dB = ro(t) dB + x(t) dB dengan r(t) ro(t) x(t) = sinyal fading = fading cepat = fading lambat

Dengan menggunakan persamaan (3.9) maka diperoleh level sinyal dari SRB yang diterima oleh MS pada daerah datar (Non-Obstruktive area) yaitu :
pr ( dBm ) = ( Pt - 40) + Po - 38,4 log r + 20 log (h1 / 30 ) + 10 log( h2 /3)
+ (Gt - 6)Gm + 20 log( he / h1 )

(3.10)

Dengan menggunakan daya pancar MS 0,8 Watt (kelas %), pada jarak r=3,6 Km (sesuai rencana radius sel) juga memasukkan cadangan fading, diperoleh level daya penerimaan pada BTS adalah : -101,522 dBm. Berarti kelas tersebut masih dapat beroperasi diarea cakupan BTS ini. Karena MS dengan kelas 5 (29 dBm) dapat beroperasi, maka MS kelas diatasnya (1,2,3,4) juga dapat beroperasi diarea ini. Sedangkan untuk daerah sub-urban dalam hal ini dipilih antena BTS dengan rencana cakupan terjauh dengan data sebagai berikut : Daya terima pada jarak 1 Km (Po) untuk daerah sub-urban adalah : -5 dBm

Tinggi antena BTS : 40 m Tinggi antena MS : 1,5 m Part Loss Sloope ( )untuk daerah sub-urban : 38,4 dB/dec Penguatan oleh diversitas :4 dB Penguatan antena terima SRB : 17 dB Fading (multipath dan shadowing) daerah sub-urban : 12,5+3,8 = 16,3 dB Pada jarak r = 8Km (sesuai rencana radius cakupan sel) diperlukan

MS dengan daya 35 dBm atau 3,16 Watt. Ini berarti pada daerah kriotis (diarea cakupan ter;uar) Ms dengan kelas 3 keatas (1,2,3) masih dapatberoperasi. Dan pada daerah yang lebih dekat dengan BTS (< 8 Km), MS dengan daya yang lebih rendah juga dapat dioperasikan. Tabel 3.1 Tabel Level Penerimaan Sinyal MS
KELAS PANCA R MS DAYA PANCAR MAKSIMAL (GSM 900) TIPE PENERIMAAN SINYAL TOLERANSI UNTUK KONDISI NORMAL EKSTREM

1 2

20 W 8 W

(43 dBm) (39 dBm) (37 dBm) (33 dBm)

2 2 2 2 2

2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

3 5 W Vehicle mounted 2 W 4 5 HandHeld

0,8W Portable dBm) (29

3.5.2. Daya Pancar BTS

Peninjauan kondisi transmisi ini untuk masing-masing BTS dan sektor-sektor area yang dicakup. Redaman difraksi suatu BTS oleh penghalang hanya diperhitungkan untuk penghalang yang tertinggi. Untuk daerah yang datar, daya pancaran diasumsikan sama kuat untuk semua arah pada daerah semarang, yaitu : Tabel 3.2 Tabel Kelas Daya Pancar BTS
KELAS DAYA PANCAR BTS DAYA PANCAR MAKSIMAL SRB (Watt)

1 2 3 4 5 6 7 8

320 160 80 40 20 10 5 2,5

Dari data teknis GSM Technical (Data Siemens) diperoleh : Daya yang diterima pada jarak 1 Km dari BTS (Po) Level penerimaan minimum untuk MS (Pr) Prediksi jari-jari sel (r) Part Lost Sloope ( ) Gain antena SRB (Gt) Tinggi antena SRB (h1) Gain antena MS Tinggi antena MS (h2) Fading Long term fading margin Short term fading margin = 14,2 dB = 3,8 dB = 3,6 Km = 43,1 dB/dec = 17 dB = 40 m = 0 dB (kondisi terburuk) = 1,5 m = -55 dBm = -102 dBm

Total fading margin adalah -

= 18 dB

Faktor kehilangan (loss) lain yang perlu diperhatikan adalah : Body loss = 3 dB Combiner dan duplexes Loss pada kabel antena BTS = 3 dB = 2 dB

Redaman akibat uap air dan oksigen Redaman akibat uap air pada frekuensi sekitar 1 GHz = 4,4.10-3 dBm/Km, redaman akibat oksigen =5.10-3 dBm/Km, redaman akibat keduanya = 9,4.10-3 dBm/Km atau 3,38.10-2 dBm untuk panjang lintasan 3,6 Km. Redaman hujan berdasarkan metode CCIR untuk daerah P (termasuk indonesia) adalah 3.10-4 dBm/Km Total kehilangan (loss) = 8,035 dB Tabel 3.3 Tabel Total Redaman No. JENIS REDAMAN 1. Body loss 2. Combiner dan Duplexes 3. Loss pada kabel antena SRB 4. Redaman akibat uap air dan oksigen 5. Redaman human TOTAL LOSS DB 3 3 2 3,38.10-4 1,8.10-3 8,035

Dengan menggunakan persamaan (3.9) maka akan diperoleh level sinyal dari BTS yang diterima oleh MS pada daerah datar (nonObtructivearea) yaitu :
pr ( dBm ) = ( pt 40 ) + Po 38,4 log r + 20 log( h1 / 30 ) + 10 log( h2 / 3)
+ (Gt 6) + Gm + 20 log( he / h1 )

(3.11)

Jikia dimisalkan kita gunakan pemancar BTS dengan daya kelas 5 (Pt) = 20 W = 43 dBm dan pada daerah datar he = h1maka diperoleh Pr = -65,487 dBm. Sedangkan untuk cadangan fading dan kehilangan akibat redaman human, body loss dan lain-lainnya seperti telah dibicarakan diatas adalah : 18 dB +8,035 dB = 26,035 dB, maka level penerimaan sinyal MS = -65,48726,035=-91,522 dBm. Level penerimaan minimum untuk MS adalah -102 dBm (untuk Hand-held) dan -104 dBm untuk (Vehicle mounted), karena level penerimaan daya pada MS lebih tinggi (-91,522) dBm) dari level penerimaan minimum maka penggunaan antena pemancar SRB untuk daerah datar tanpa penghalang dengan daya kelas 5 (20 W) bisa direalisasikan. Jarak pancar maksimum dari BTS yang menggunakan daya kelas 5 (20W) masih dapat diterima oleh MS (level sinyal -102 dBm) ini adalah 6,3 Km. Apabila jarak ini terlalu jauh area cakupan dalam satu wilayahnya (misalnya 3,6 Km) maka kondisi ini akan mengakibatkan interferensi dengan SRB lain pada daerah yang menerima daya secara tumpang tindih (overlap). Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukan adanya penurunan daya pancar BTS tranceiver dari kelas 5 (20 W) ke kelas lebih rendah. Dari perhitungan ternyata diperlukan daya pancar BTS sebesar 2,5 W atau menggunakan daya kelas 8. Kondisi sekitar BTS pada daerah urban datar tanpa penghalang merupakan daerah rata (flat area) sehingga prediksi level penerimaan

tersebut dapat dikatakan berlaku untuk semua area pelayanannya.cakupan yang ideal adalah yang dapat meliputi semua area pelayanan tanpa adanya daerah kosong (blankspot) tetapi juga tidak banyak terdapat wilayah tumpang tindih (overlap) dalam penerimaan daya dari beberapa SRB untuk menghindari interferensi. Artinya daya yang digunakan oleh sutu SRB harus sesuai dengan besar radius cakupan yaitu tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil. Sehingga BTS pada daerah datar tanpa penghalang ini radius cakupannya yang dikehendaki adalah 3,6 Km maka daya kelas yang sesuai adalah kelas 8.

BAB IV ANALISA TRAFIK DAN PENINGKATAN PERFORMANSI JARINGAN

3.6. RACH RACH (Random Acces Channel) digunakan oleh MS untuk menjawab pencarian, memanggil kejaringan pada saat memulai panggilan.

3.7. SDCCH SDDCH terbagi 2 bagian, yaitu : 3.7.1. SDDH Bloking Bagian ini menunjukkan sel dengan tingkat bloking SDCCH yang tinggi yang berarti tingkat kesuksesan pengaksesan SDCCH yang rendah oleh MS pada saat RACH (Random Acces Channel) digunakan oleh MS untuk meminta SDCCH dari jaringan. Nilai presentase bloking SDCCH ini diperoleh dari rumus :
% SDCCHbloki ng = jumlah SDCCH bloking 100 % jumlah SDCCH attempt

keterangan: SDCCH attempt = banyaknya panggilan yang mendapatkan alokasi SDCCH dari jumlah seluruh total panggilan. Dikarenakan bloking ini tidak terjadi sepanjang waktu tetapi hanya terjadi beberapa hari pemantauan khususnya untuk hari minggu maka penambahan kanal ini sebenarnya belum perlu dilakukan akan tetapi demi kenyamanan pelanggan maka perlu dilakukan penambahan kanal untuk meminimalisasi terjadinya bloking.

3.7.2. SDCCH Drop SDCCH Drop adalah terjadinya kegagalan panggilan yang

dikarenakan kegagalan pada saat proses inisialisasi. Terjadinya SDCCH Drop ini diakibatkan karena beberapa faktor diantaranya karena adanya congestion dan juga karena permasalahan penerimaan sinyal. Nilai presentase SDCCH Drop di dapat dengan rumus :
% SDCCHdrop = jumlah SDCCH drop 100 % jumlah SDCCH attempt

keterangan: SDCCH attempt = banyaknya panggilan yang mendapatkan alokasi SDCCH dari jumlah seluruh total panggilan. Penyebab terjadinya drop SDCCH ini antara lain adalah akibat adanya congestion serta RF Loss selama proses call setup berlangsung. 1. SDCCH Drop Akibat Congestion SDCCH Drop akibat congestion sehingga perlu adanya pengecekan software perangkat. 2. SDCCH RF Loss Penyebab utama terjadinya SDCCH Drop adalah karena akibat RF Loss. RF Loss ini diakibatkan karena beberapa macam faktor diantaranya cakupan coverage antena BTS kurang maksimal sehingga banyak daerahdaerah yang tidak tercakup (daerah blank spot). Selain itu RF Loss juga diakibatkan karena banyaknya daerah yang terjadi overlap atau tumpang tindih cakupan coveragenya sehingga pada daerah-daerah tersebut terjadi interverensi yang mengakibatkan terjadinya Drop call.

3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1361 1281 1431 6831 2651 1761 SDCCH_Drop SDCCH_rfloss SDCCH_congestion

Gambar 4.1 Perbandingan SDCCH drop akibat SDCCH RF Loss dengan SDCCH Congestion

3.8. TCH TCH terbagi 2 bagian, yaitu : 3.8.1. TCH Bloking TCH Bloking adalah menunjukkan prosentase yang terjadi pada pengalokasian TCH. Hal ini terjadi karena tidak tersedianya kanal atau permintaan yang lebih dari kapasitas yang ada. Presentase TCH bloking di dapat dengan rumus :
% TCH bloking = jumlah TCH bloking 100 % jumlah TCH attempt

keterangan: TCH attempt = banyaknya panggilan yang mendapatkan alokasi TCH dari jumlah seluruh total panggilan. Sebagai misal memiliki tingkat bloking TCH 1.08% jadi bisa diasumsikan bahwa dari jumlah total permintaan TCH sebanyak 10000 panggilan maka jumlah panggilan yang mengalami bloking adalah 108

panggilan. Hal ini masih dibawah batasan TCH bloking yang telah ditentukan yaitu 2%. Jadi bisa dikatakan bahwa tidak terdapat permasalahan dalam hal ketersediaan kanal pembicaraan. 3.8.2. TCH Drop TCH Drop menunjukkan banyaknya sambungan yang telah berhasil terjadi tetapi mengalami drop sebelum terjadi release normal. Persentase TCH Drop dalam sebuah sistem diharapkan juga kurang dari 2%. Nilai persentase ini didapat dengan menggunakan rumus :
% TCH drop = jumlah TCH drop 100 % jumlah TCH attempt

keterangan: TCH attempt = banyaknya panggilan yang mendapatkan alokasi TCH dari jumlah seluruh total panggilan. Statistik drop call terdiri dari 2 buah parameter utama yaitu TCH RF Loss dan Handover Failure.

1. TCH RF Loss Terdapat beberapa BTS yang mengalami tingkat RF Loss yang cukup tinggi. RF Loss ini diakibatkan karena beberapa macam faktor diantaranya cakupan coverage antena BTS kurang maksimal sehingga banyak daerahdaerah yang tidak tercakup (daerah blank spot). Selain itu RF Loss juga bisa diakibatkan karena banyaknya daerah yang terjadi overlap atau tumpang tindih cakupan coveragenya sehingga pada daerah-daerah tersebut terjadi interverensi yang mengakibatkan terjadinya drop call. Kegagalan handover pun cukup memberikan peran terhadap terjadinya drop call yang terjadi.

2. Handover Failure Handover failure terjadi karena jarak antar sel yang cukup jauh sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya handover pun cukup tinggi karena pada saat MS berada pada kondisi harus melakukan handover, BSS tidak dapat menmukan BTS yang cukup baik untuk menerima MS atau bahkan tidak ada BTS lainnya sehingga pada saat proses handover ini sedang berlangsung akan terjadi dropcall. Jadi dapat disimpulkan masalah utama terjadinya TCH drop adalah faktor RF Loss seperti yang dijelaskan sebelumnya RF Loss diakibatkan karena cakupan coverage BTS tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Oleh karena itu perlu adanya pengecekan ulang (drive test) baik perhitungan luas coverage, prediksi level sinyal baik yang dipancarkan maupun yang diterima MS, serta penggunaan kelas daya pancar untuk masing-masing BTS.

3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1361 1481 1281 3521 1431 1371 6831 1491 2651 3241 1761 TCH_drop TCH_rfloss Handover_failur

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan TCH drop akibat TCH RF Loss dengan Handover Failure

3.9. Perhitungan dan Perbaikan Jarak Pancar Maksimal BTS yang Memiliki Performansi Buruk

Pada analisa trafik di perlukan adanya perhitungan jarak pancar maksimal untuk masing-masing daya pemancar yang memiliki permasalahan dalam hal penerimaan sinyal. Misal, terdapat 11 BTS di wilyah BSC tertentu yang memiliki performansi kurang baik. Dengan menggunakan persamaan 3.1 dan 3.6 (lihat pada halaman-halaman sebelumnya) yaitu menghitung EIRP, serta mencari besarnya nilai redaman guna menentukan seberapa jauh jarak masing-masing BTS.

3.10.

Peningkatan Performansi Jaringan Setelah Dilakukan Perubahan Daya Pancar Untuk membuktikan perbaikan kerja jaringan maka perlu dilakukan perhitungan pada 2 kondisi, yaitu kondisi sebelum perbaikan performansi dan kondisi setelah dilakukan perubahan-perubahan daya pancar. Perlu dilakukan perhitungan luas daerah cakupan layanan BTS dengan menggunakan
3 2

persamaan 2.1 Ls = 3 R 2 dimana R adalah jarak Pancar BTS.

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN Dari serangkaian pembahasan yang telah disajikan pada bab bab sebelumnya maka dari Tugas Akhir ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada dasarnya untuk pemantauan pengukuran untuk mengamati performansi sistem seluler berbasis GSM ini dapat dilihat dari : Keluhan pelanggan Mengamati alarm sistem yang ada Melakukan Drive test Analisa terhadap trafik jaringan

Selain menggunakan cara diatas, untuk mengamati kualitas layanan suatu jaringan juga dapat diukur dengan membandingkan Statistik jaringan yang di peroleh dari OMC. Cara tersebut merupakan cara yang paling efektif untuk mengamati performansi. 2. Faktor buruknya performansi suatu sistem seluler saling terkait satu dengan lainnya. Untuk itu dalam menganalisis performansi GSM tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. 3. Permasalahan yang sering terjadi pada sistem ini yaitu keterbatasan kanal, gangguan pada RF, dan masalah area cakupan. 4. Dalam analisa ini tingkat drop call tinggi hal ini diakibatkan karena masalah area cakupan, dan bila semua BTS bekerja secara maksimal maka akan terjadi overlap yang sangat besar antara sitenya sehingga diperlukan perhitungan daya pancar yang akurat untuk menentukan luas cakupan masing masing SRB supaya dapat meminimalisasi terjadinya overlap.

5. Dalam perencanaan luas daerah cakupan pelayanan suatu SRB / BTS harus mempertimbangkan link budget atau berarti : Sinyal dari BTS masih dapat diterima oleh MS pada level daya terima minimum. Sinyal dari MS dengan daya maksimum masih dapat diterima oleh BTS.

6. Untuk mengurangi suatu kawasan yang tidak tercakup oleh gelombang radio (blankspot) yang masih dalam wilayah cakupan SRB maka dapat diatasi dengan manambah daya pancar tetapi dengan memperhitungkan SRB SRB lainnya agar tidak terjadi overlap, begitu pula sebaliknya.

5.2 SARAN 1. Untuk menjaga kinerja suatu jaringan maka diperlukan proses pengamatan secara berkala dan periodik, sehingga bila terjadi permasalahan dapat segera diatasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. ...................., Dasar GSM 900/1800, Divisi Pelatihan Telkom. 2. ...................., GSM Network Planning Switching, Erikson. 3. ...................., GSM Trafik Planning Overview, CommServ Network Indonesia. 4. Gauzaly Saydom, Sistem Telekomunikasi, Djambatan, 1993. 5. Jhon D. Kraus, Antennas, McGraw Hill International Edition. 6. Malcolm W. Oliphant, Mattias K.Webber, Segmund M. Redl, An Introduction to GSM, Artech House Publishers, Boston London. 7. Mertin J. Keverstein, theodore s. Rappapart, Wireless Personal

Communication, Boston Kluever Academic Publishers, 1993. 8. Sunomo, Pengantar Sistem telekomunikasi Nirkabel, Program penulisan Buku teks DP3M Dirjen Dikti, 2003. 9. Warsito S, Kamus Elektronika, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Anda mungkin juga menyukai