RS BUNDA MULIA
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan sehari-hari adalah hak setiap orang dan
merupakan kewajiban yang harus di miliki oleh semua orang. Pemerintah dan segenap
masyarakat bertanggungjawab dalam memelihara dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Untuk menunjang sistim yang baik di perlukan sumberr daya manusia yang
trampil dan terlatih dalam menangani penderita dengan gawat darurat.
Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di transfer.
Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan dan keamanan
pasien saat menjalani transfer.
Pelaksanaan transfer pasien dapat dilakukan intra rumah sakit atau antar rumah sakit.
Transfer pasien dimulai dengan melakukankoordinasi dan komunikasi pra transportasi
pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien, menyiapkan peralatan yang
disertakan saat transfer dan monitoring pasien selama transfer. Transfer pasien hanya boleh
dilakukan oleh staf medis dan staf keperawatan yang kompeten serta petugas profesional
lainnya yang sudah terlatih.
B. TUJUAN
1. Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah:
a. Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara profesional dan
berdedikasi tinggi.
b. Agar proses transfer/ pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan lancar
serta
pelaksanaannya sangat memperhatikan keselamatan pasien serta sesuai
dengan prosedur
yang telah ditetapkan
2
BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN
A. DEFINISI
Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan keruang perawatan/ ruang
tindakan lain didalam rumah sakit (intra rumah sakit) atau memindahkan pasien dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit).
3
BAB III
TATA LAKSANA
C. CARA TRANSFER
Dokter yang mengirim bertanggung jawab untuk memulai rujukan, pemilihan cara
transfer serta serta tingkat perawatan sepanjang perjalanan. Dokter yang merujuk harus
berkomunikasi dahulu dengan dokter penerima transfer, mengetahui cara transportasi yang
dipilih dan mengatur pelayanan pasien selama transportasi.
Dokter yang menstransfer bertanggung jawab bahwa pasien dalam keadaan stabil saat
berangkat. Proses merujuknya sendiri mungkin sudah dimulai saat resusitasi masih
berlangsung.
Persetujuan untuk rujukan harus disiapkan karena akan memperlancar proses rujukan.
Dokter penerima rujukan harus meyakini bahwa rumah sakitnyya mampu menerima
pasien dan memang bersedia menerima. Bila dokter penerima rujukan menyatakan menolak
rujukan, maka tetap harus membantu mencari alternatif rujukan. Kualitas pelayanan selama
transportasi juga sangat penting. Hanya dengan komunikasi yang baik antara dokter yang
merujuk dengan dokter penerima rujukan, cara-cara transportasi dan cara pelayanan selama
transportasi dapat dilakukan dengan aman.
D. CARA TRANSPORTASI
Transportasi intra hospital adalah kegiatan pendukung untuk pelayanan gawat darurat
yang perlu mendapat perhatian untuk memberikan pelayanan antar unit pelayanan (UGD,
ICU, kamar bedah) di perlukan prosedur, peralatan dan SDM yang memiliki pengetahuan
4
cukup. Perjalanan antar rumah sakit dapat berbahaya kecuali apabila terhadap pasien telah di
lakukan stabilisasi, tenaga yang mendampingi cukup terlatih dan telah
di perhitungkan kemungkinan Terjadi selama transportasi.
E. PENGATURAN TRANSFER
1. Rumah sakit memiliki suatu tim transfer yang terdiri dari dokter senior (dr ICU), DPJP, dr
IGD/ dr ruangan, PPJP, perawat yang kompeten dalam merawat pasien kritis (perawat
ICU), petugas medis, dan petugas ambulans. Tim ini yang berwenang untuk memutuskan
metod transfer mana yang akan dipilih.
3. Rumah sakit mempunyai sistem resusitasi, stabilisasi, dan transfer untuk pasien-pasien
dengan sakit berat / kritis; tanpa terkecuali.
4. Dokter senior / spesialis (DPJP/ dr ICU) yang bertanggung jawab dalam tim transfer
pasien harus siap sedia 24 jam untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan transfer
pasien sakit berat / kritis antar-rumah sakit.
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman: edukasi dan
persiapan.
5
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan dengan
matang karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personel rumah sakit akan
risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan keluarga dan kerabat pasien.
7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten, peralatan dan
kendaraan khusus.
10. Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien keluar Rumah Sakit, yaitu:
b. Transfer antar rumah sakit untuk alasan non-medis (misalnya karena ruangan
penuh, fasilitas kurang mendukung, jumlah petugas rumah sakit tidak
adekuat)
6
3) Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika,
apakah akan mentransfer pasien stabil yang telah berada / dirawat di
unit intensif rumah sakit atau mentransfer pasien baru yang
membutuhkan perawatan intensif tetapi kondisinya tidak stabil.
1. Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan kondisinya dinilai cukup
baik untuk menjalani transfer oleh DPJP/ dokter senior / konsultan yang
merawatnya.
b. Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer pasien ini haruslah
menjadi prioritas di rumah sakit penerima dan biasanya lebih diutamakan
dibandingkan penerimaan pasien elektif ke unit ruang rawat. Hal ini juga
membantu menjaga hubungan baik antar-rumah sakit.
d. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertanggung jawab/ dokter
ruangan akan menghubungi unit / rumah sakit yang dituju.
e. Dalam mentransfer pasien antar rumah sakit, tim transfer rumah sakit (DPJP/
PPJP/ dr. ruangan) akan menghubungi rumah sakit yang dituju dan
melakukan negosiasi dengan unit yang dituju. Jika unit tersebut setuju untuk
menerima pasien rujukan, tim transfer rumah sakit harus memastikan
tersedianya peralatan medis yang memadai di rumah sakit yang dituju.
h. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat dalam status rekam medis pasien
yang
7
meliputi: nama, jabatan, dan detail kontak personel yang membuat
kesepakatan baik di rumah sakit yang merujuk dan rumah sakit penerima;
tanggal dan waktu dilakukannya komunikasi antar-rumah sakit; serta saran
saran / hasil negosiasi kedua belah pihak.
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil (pasien kalau
kondisi sudah stabil)
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia harus
sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
4. Unit/ rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada prosedur /
pengaturan transfer pasien yang memadai.
5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan dibuat
hingga pasien ditransfer ke unit/ rumah sakit lain.
b. Analisis gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator
portable selama minimal 15 menit.
8
c. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau
sentral)
7. Unit/ rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan segera /
resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi khusus, namun
tanggung jawab tetap pada tim transfer.
8. Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara independen menilai
kondisi pasien.
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer.
10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk memastikan bahwa
semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang terlewat.
1. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga
medis.
3. Dokter senior (dr ICU/ dr Anesthesi), bertugas untuk membuat keputusan dalam
menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer berlangsung.
4. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan mengerti
akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan proses transfer.
9
a. Pasien yang dapat mempertahankan potensi jalan napasnya dengan baik dan
tidak membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi
6. Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan tingkat /
level kebutuhan perawatan pasien kritis. (keputusan harus dibuat oleh dokter ICU/
DPJP)
a. Level 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/
rumah sakit yang dituju; biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter,
perawat, atau paramedic (selama transfer).
b. Level 1:
c. Level 2
d. Level 3:
8. Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan sakit berat /
kritis harus kompeten, terlatih, dan berpengalaman.
3. Sediakan kapasitas cadangan oksigen dan daya baterai yang cukup untuk
mengantisipasi kejadian emergensi.
4. Peralatan listrik harus tepasang ke sumber daya (stop kontak) dan oksigen sentral
digunakan selama perawatan di unit tujuan.
5. Petugas yang mentransfer pasien ke ruang pemeriksaaan radiologi harus paham akan
bahaya potensial yang ada.
6. Semua peralatan yang digunakan pada pasien tidak boleh melebihi level pasien
11
BAB IV
DOKUMENTASI
A. KEBIJAKAN
1. Kebijakan Transfer Pasien
2. Kebijakan Pengambilan Keputusan
D. FORMULIR
1. Formulir Transfer Pasien
12
13