Anda di halaman 1dari 157

EKSISTENSI PEREMPUAN SEBAGAI JURNALIS MEDIA MASSA

DI KOTA PADANG
(Studi Fenomenologi pada Jurnalis Perempuan
yang Bekerja di Harian Haluan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna


Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Andalas

Oleh:
Winda Nelfira
1610861012

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
HALAMAN PERSEMBAHAN

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari


keridhaan Kami, maka akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh Allah beserta orang-
orang yang berbuat baik.”
-Q. S (Al – Ankabut: 69)-

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, buah karya berupa skripsi ini saya persembahkan sepenuhnya untuk,

Kedua orang tua terkasih, Papa Jamaril, Mama Inel, Nenek Alidar, dan
kedua adik saya Jimmy Nelson dan Jusuf Hardian Putra yang telah mengisi
kehidupan saya dengan banyak kebahagiaan sebagai tanda terima kasih untuk doa
yang tak pernah putus terpanjatkan kepada Allah SWT serta cinta, dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada saya. Terima kasih untuk tetap membuka
hati, memahami, dan selalu ada untuk saya disaat tersulit perjuangan sekalipun.
Skripsi ini juga saya persembahkan untuk diri saya sendiri yang bisa tenang, kuat
dan pantang menyerah hingga sampai pada tahap ini.

Kepada semua orang yang telah mendukung dan membantu saya yang
tidak bisa disebutkan satu persatu. Hanya doa yang bisa saya panjatkan untuk
semua kebaikan yang telah kalian berikan. Terima kasih.
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis skripsi ini belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor, baik di Universitas Andalas
maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini adalah karya tulis saya sendiri, kecuali bantuan dan arahan dari
pihak-pihak yang telah disebutkan dalam kata pengantar.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.

Padang, 3 Agustus 2021

Yang membuat pernyataan,

Winda Nelfira
1610861012
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah diuji di depan Sidang Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi pada
tanggal 10 Agustus 2021 secara virtual melalui aplikasi zoom dengan tim penguji:

TIM PENGUJI STATUS TANDA TANGAN

Dr. Sarmiati, M.Si Ketua

Dr. Elva Ronaning Roem, M.Si

Sekretaris
Rinaldi, M.I.Kom

Alna Hanana, M.Sc Anggota

Dr. Rahmi Surya Dewi, M. Si Anggota

Ilham Havifi, M.I.Kom Anggota

Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Andalas

Dr. Azwar, M.Si


NIP.196712261993031001
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Winda Nelfira

BP 1610861012

Judul : Eksistensi Perempuan Sebagai Jurnalis Media Massa di Kota

Padang (Studi Fenomenologi Pada Jurnalis Perempuan yang

Bekerja di Harian Haluan)

Naskah skripsi ini disetujui Dosen Pembimbing Skripsi untuk selanjutnya

diperkenankan diajukan ke Sidang Ujian Skripsi.

Pembimbing I
3 Agustus 2021
Pembimbing II
3 Agustus 2021

Dr. Elva Ronaning Roem, M.Si


NIP. 198003302008012008
Rinaldi, M.I.Kom
NIP. 19821208201404001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas kesempatan
indah yang diberikan-Nya untuk merasakan berbagai pengalaman dan menikmati
ilmu pengetahuan dalam khasanah Ilmu Komunikasi, hingga penulis sampai pada
tahapan untuk menyelesaikan pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Andalas. Allah SWT senantiasa membukakan pintu hati dan pikiran
penulis dalam setiap hal yang penulis alami untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Eksistensi Perempuan Sebagai Jurnalis Media Massa di Kota Padang
(Studi Fenomenologi Pada Jurnalis Perempuan yang Bekerja di Harian Haluan)”,
sehingga semuanya berjalan lancar. Shalawat beriring salam tidak lupa dikirimkan
kepada Rasulullah SAW, suri tauladan sepanjang masa. Allahumma shalli ‘ala
Muhammad wa’ala ali Muhammad.
Dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak memperoleh
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa penghargaan dan ucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua, nenek dan saudara penulis, Papa, Mama, Mak Uning, Jimmy,
dan Jusuf yang tidak pernah putus mengirimkan doa hingga penulis
mampu melewati seluruh proses dalam perkuliahan dan akhirnya sampai
pada tahapan ini. Terima kasih untuk seluruh dukungan yang tak pernah
habis untuk menguatkan penulis menghadapi lika-liku selama
menyelesaikan perkuliahan di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Andalas.
2. Bapak/Ibu Dekan, Wakil Dekan I, II, III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, serta seluruh Civitas Akademika Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Andalas, terima kasih untuk semua bantuan yang telah
diberikan selama proses perkulihan ini.
3. Bapak Dr. Emeraldy Chatra, M.I.Kom, selaku Ketua Jurusan Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Andalas.
4. Ibu Dr. Elva Ronaning Roem, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang
telah meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih Ibu Ona telah menjadi inspirasi
untuk penulis berani mengangkat judul ini, hingga pada akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini berbekal masukan yang ibu berikan.
5. Bapak Rinaldi, M.I.Kom selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk semua saran serta masukan
yang bapak sampaikan sehingga mampu memberikan ketenangan hati dan
keyakinan kepada penulis disaat sedang panik. Terima kasih untuk semua

i
semangat positif yang selalu bapak berikan dalam membimbing penulis
selama menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Ibu Dr. Sarmiati, M.Si selaku ketua penguji pada saat seminar proposal
dan skripsi, Bapak Diego, M.I.Kom, ibu Alna Hanana, M.Sc, ibu Dr.
Rahmi Surya Dewi, M.Si, dan bapak Ilham Havifi, M.I.Kom selaku dosen
penguji seminar proposal dan skripsi yang telah bersedia meluangkan
waktunya, dan memberikan kritikan, saran yang membangun kepada
peneliti untuk menyempurnakan penelitian ini.
7. Bapak/Ibu dosen dan staff di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas
Andalas, terima kasih telah memberikan dedikasi terbaiknya dan
membantu peneliti selama menyelesaikan perkuliahan di Jurusan Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Andalas.
8. Media Harian Haluan yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian. Terima kasih atas segala informasi
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Wartawan Harian Singgalang kak Lenggo, kak Yuni dan wartawan Padang
Ekspres bang Eka, bang Fajril, dan bang Indra. Terima kasih telah bersedia
untuk peneliti wawancarai dan memberikan informasi sebagai data awal
bagi peneliti sehingga dapat melakukan peneltian ini.
10. Kak Silvi sekretaris redaksi Harian Haluan. Terima kasih atas segala
bantuan dan keramahannya selama peneliti melakukan penelitian di kantor
Harian Haluan sehingga informasi dalam penelitian ini dapat terselesaikan
dengan lengkap.
11. Seluruh informan penulis yang baik hatinya yang sudah bersedia untuk
berbagi pengalamannya selama menjadi jurnalis kepada penulis. Terima
kasih karena dengan senang hati sudah mau menerima kehadiran penulis
di tengah-tengah kesibukan pekerjaannya.
12. Sahabat-sahabat penulis, Atik Risalah, Cindy Tri Putri, Suci Wahyuni, Tri
Suci Rahmadhani, Nia Siska Wahyuni, yang tak pernah bosan untuk
menguatkan dan selalu mendampingi penulis dalam situasi dan kondisi
apapun. Terima kasih untuk selalu ada, mendengarkan, dan menguatkan
dengan cara kalian masing-masing. Terima kasih untuk warna yang telah
kalian berikan selama perkuliahan ini. Sampai jumpa di lain hari, semoga
kita terus menjaga persahabatan ini hingga dipertemukan di Surga kelak.
13. Febri Susanti, Sonia Loliza, Juliya, Putri Indah Wulandari terima kasih
telah menjadi partner dan sahabat yang baik dalam penelitian ini. Terima
kasih untuk semua doa, perhatian dan semangat yang selalu dicurahkan
untuk penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk waktu
dan tenaganya karena sudah mau mendengarkan cerita dan keluh kesah
penulis.
14. Okti Nurafiani sahabat magang penulis nun jauh di sana. Terima kasih atas
waktu dan tenaganya, selalu siap menjadi tempat penulis berbagi cerita di

ii
waktu yang seringkali acak dan tak menentu selama perjuangan
menyelesaikan skripsi ini.
15. Kepada Annisa Anggraini, Nurlaini, Jumita Rahmi, Nurul Fatma, Miftahul
Husni Nasution, Fitra Rahmatu Nisa. Terima kasih karena pernah ada dan
telah mewarnai hitam putih perjalanan panjang penulis selama menempuh
pendidikan di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
baik demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga
skripsi ini bisa bermanfaat kedepannya.

Padang, 3 Agustus 2021

Winda Nelfira
1610861012

iii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul
Halaman Judul
Halaman Persembahan
Surat Pernyataan
Lembar Pengesahan
Lembar Persetujuan

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................ix
ABSTRAK.......................................................................................................x
ABSTRACT......................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian...........................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian.........................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Penelitian Relevan.........................................................................9
2.2. Kerangka Konseptual.....................................................................12
2.2.1. Komunikasi..........................................................................12
2.2.2. Komunikasi dan Interaksi Sosial..........................................12
2.2.3. Fungsi Komunikasi...............................................................13
2.2.3.1. Fungsi Universal Komunikasi.................................13
2.2.3.2. Fungsi Pribadi dan Sosial Komunikasi...................14
2.2.4. Eksistensi..............................................................................15
2.2.5. Jurnalis Perempuan...............................................................16
2.2.6. Jurnalistik.............................................................................18
2.3. Kerangka Teoritis..........................................................................19
2.3.1. Teori Konstruksi Sosial Atas Realitas..................................19
2.3.2. Teori Fenomenologi Alfred Schutz......................................21
2.4. Kerangka Pemikiran......................................................................23

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Pendekatan Penelitian....................................................................26

iv
3.2. Paradigma Penelitian.....................................................................27
3.3. Informan Penelitian........................................................................28
3.4. Sumber Data..................................................................................31
3.4.1. Data Primer...........................................................................32
3.4.2. Data Sekunder......................................................................32
3.5. Teknik Pengumpulan Data.............................................................33
3.5.1. Wawancara...........................................................................33
3.5.2. Observasi..............................................................................35
3.5.3. Dokumentasi.........................................................................36
3.6. Teknik Analisis Data.....................................................................37
3.7. Validitas Data.................................................................................
3.8. Lokasi Penelitian............................................................................40
3.9. Jadwal Penelitian...........................................................................40
3.10. Kendala Penelitian.......................................................................41

BAB IV HASIL DAN PEMAHASAN


4.1. Gambaran Umum Harian Haluan....................................................43
4.2. Profil Informan................................................................................46
4.2.1. Informan 1..............................................................................47
4.2.2. Informan 2..............................................................................48
4.2.3. Informan 3..............................................................................50
4.3. Hasil Penelitian...............................................................................51
4.3.1. Pengalaman Eksistensi Jurnalis Perempuan yang Bekerja di
Harian Haluan.........................................................................51
4.3.1.1 Motif Jurnalis Perempuan Memilih Profesi Jurnalis............52
4.3.1.1.1 Sebab Memilih Profesi Jurnalis...............................52
4.3.1.1.1.1 Hobi Menulis........................................................52
4.3.1.1.1.2 Tidak Ada Pilihan Pekerjaan Lain........................53
4.3.1.1.1.3 Kebetulan Saja......................................................55
4.3.1.2 Motif Tujuan Memilih Profesi Jurnalis................................56
4.3.1.2.1 Kemampuan Diri.....................................................56
4.3.1.2.2 Membantu Perekonomian Keluarga........................58
4.3.1.2.3 Naik Jabatan.............................................................61
4.3.1.2 Dukungan Sosial tehadap Perempuan yang
Bekerja Sebagai Jurnalis......................................................62
4.3.1.2.1 Dukungan yang Diberikan Orang Tua.....................62
4.3.1.2.1 Dukungan yang Diberikan Suami............................63
4.3.1.3 Kemampuan Diri Jurnalis Perempuan.................................65
4.3.1.3.1 Mampu Menulis Berita yang Berkualitas................65
4.3.1.3.2 Kemampuan Melakukan Indepth Report.................72
4.3.1.3.3 Kemampuan Komunikasi dan Menjalin Relasi.......74
4.3.2 Pemaknaan Profesi Jurnalis bagi Jurnalis Perempuan
yang Bekerja di Harian Haluan Kota Padang.........................76
4.3.2.1 Identifikasi Proses Eksternalisasi...............................76
4.3.2.1.1 Bekerja di Depan Kamera........................................76

v
4.3.2.1.2 Pekerjaan Lapangan dan Panas-Panasan.................77
4.3.2.1.3 Profesi Penuh Keanehan..........................................78
4.3.2.2 Identifikasi Proses Objektivasi...................................78
4.3.2.2.1 Pekerjaan yang Tidak Kenal Waktu........................79
4.3.2.2.2 Pekerjaan Penuh Tantangan dan Butuh
Kemampuan Menulis...............................................80
4.3.2.3 Identifikasi Proses Internalisasi..................................81
4.3.2.3.1 Profesi Tinggi dan Disegani....................................82
4.3.2.3.2 Pekerjaan dengan Waktu yang Fleksibel.................83
4.2.2.3.3 Pekerjaan Bermanfaat..............................................84
4.4 Pembahasan......................................................................................85
4.4.1 Pengalaman Eksistensi Jurnalis Perempuan yang
Bekerja di Harian Haluan.......................................................85
4.4.1.1 Motif Memilih Profesi Jurnalis............................................93
4.4.1.2 Dukungan Sosial tehadap Perempuan yang Bekerja
Sebagai Jurnalis....................................................................95
4.4.1.3 Kemampuan Diri Jurnalis Perempuan.................................96
4.4.2 Pemaknaan Profesi Jurnalis bagi Jurnalis Perempuan
yang Bekerja di Harian Haluan Kota Padang.........................102
4.4.2.1 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Eksternalisasi......103
4.4.2.2 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Objektivasi..........105
4.4.2.3 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Internalisasi.........106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan......................................................................................110
5.2. Saran.................................................................................................111

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................113
LAMPIRAN....................................................................................................117

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Relevan............................................................................11


Tabel 3.1 Profil Informan.................................................................................30
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian..............................................................................40
Tabel 4.1 Pengalaman Eksistensi Jurnalis Perempuan yang
Bekerja di Harian Haluan.................................................................................75
Tabel 4.2 Pengelompokkan Tema untuk Informan Pertama............................86
Tabel 4.3 Pengelompokkan Tema untuk Informan Kedua...............................89
Tabel 4.4 Pengelompokkan Tema untuk Informan Ketiga...............................91

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran.....................................................................22


Gambar 4.1 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Eksternalisasi...............103
Gambar 4.2 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Objektivasi...................105
Gambar 4.3 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Internalisasi.................106

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara...................................................................116


Lampiran 2. Transkrip Wawancara..................................................................118
Lampiran 3. Dokumentasi................................................................................140

ix
ABSTRAK

EKSISTENSI PEREMPUAN SEBAGAI JURNALIS MEDIA MASSA


DI KOTA PADANG
(Studi Fenomenologi pada Jurnalis Perempuan yang Bekerja di Harian
Haluan)

Oleh:
Winda Nelfira
1610861012

Pembimbing:
Dr. Elva Ronaning Roem, M.Si
Rinaldi, M.I.Kom

Fenomena perempuan bekerja sebagai jurnalis secara kuantitas masih belum


setara dibandingkan dengan laki-laki bekerja sebagai jurnalis. Namun,
ketimpangan jumlah ini tidak menjadi masalah bagi jurnalis perempuan yang
bekerja di Harian Haluan Kota Padang. Sebab berdasarkan profesionalitas kerja,
jurnalis perempuan mampu menunjukkan kompetensi yang sama. Penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan pengalaman dari eksistensi jurnalis perempuan yang
bekerja di Harian Haluan Kota Padang. Penelitian ini menggunakan teori
Fenomenologi oleh Alfred Schutz dan teori Konstruksi Sosial atas Realitas untuk
menjelaskan pemaknaan profesi jurnalis bagi jurnalis perempuan yang bekerja di
Harian Haluan Kota Padang melalui pengalaman komunikasi dengan
menggunakan konsep dialektika eksternalisasi, internalisasi, dan objektivasi. Pada
penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan Pendekatan
Fenomenologi Alfred Schutz. Adapun paradigma yang digunakan dalam
penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara wawancara semiterstruktur dan observasi nonpartisipan kepada tiga
orang jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengalaman eksistensi jurnalis perempuan yang
bekerja di Harian Haluan kota Padang dilatarbelakangi karena adanya motif sebab
dan motif tujuan, dukungan sosial dari keluarga, dan kemampuan diri. Sedangkan
pemaknaan profesi jurnalis bagi jurnalis perempuan juga melalui proses yang
panjang. Pada proses eksternalisasi, jurnalis perempuan yang bekerja di Harian
Haluan memaknai profesi jurnalis sebagai profesi bekerja di depan kamera,
pekerjaan lapangan yang berpanas-panasan, serta profesi penuh keanehan. Pada
proses objektivasi jurnalis perempuan memaknai profesi jurnalis sebagai
pekerjaan yang tidak kenal waktu, pekerjaan penuh tantangan dan pekerjaan yang
membutuhkan keahlian dalam menulis. Lebih lanjut, pada proses internalisasi
jurnalis perempuan memaknai profesi jurnalis sebagai pekerjaan tinggi dan
disegani, pekerjaan dengan waktu yang fleksibel, dan pekerjaan bermanfaat.

Kata Kunci: Jurnalis Perempuan, Eksistensi, Pengalaman, dan Pemaknaan


Profesi.

x
ABSTRACT

THE EXISTENCE OF WOMAN AS MASS MEDIA JOURNALIST


IN PADANG CITY
(Phenomenological Studies on Woman Journalists who Work at Harian
Haluan)

By:
Winda Nelfira
1610861012

Supervisor:
Dr. Elva Ronaning Roem, M.Si
Rinaldi, M.I.Kom

Woman working as journalists phenomenon in quantity is still not equal


compared to man working as journalists. However, this disparity in numbers is
not a problem for woman journalists who work at Harian Haluan in Padang City.
Because according to work professionalism, woman journalists are able to show
the same competence. The purpose of this research is to explain the experiences of
existence of woman journalists who works at Harian Haluan in Padang City. This
research use the Phenomenological and Social Construction of Reality Theory to
explain the meaning of journalist profession for woman journalists who work at
Harian Haluan in Padang City through communication experiences by using the
concept of externalization, internalization, and objectivation. In this research,
researcher use qualitative methods with Alfred Schutz’s Phenomenological
Approach. As for the paradigm, this research use the constructivism paradigm.
Data accumulation was done by semi-structured interview and non-participant
observation to three of woman journalists who work at Harian Haluan in Padang
City. The result of this research shows that the existence of woman journalists
who work at Harian Haluan in Padang City was backgrounded by because motive
and in order to motive, social support from family, and their self abilities.
Meanwhile, meaning of journalist profession for woman journalists goes through
a long process. In externalization process, woman journalists who work at Harian
Haluan interpret journalist profession as a profession that working in front of the
camera, a field job that working under heat, and a profession that full of oddities.
In objectivation process, woman journalists interpret journalist profession as a
job without a sense of time, a fully challenging job, and a job that need writing
skills. Furthermore, in internalization process woman journalists interpret
journalist profession as a high and respected job, a flexible time job, and a
valuable job.

Keywords: Woman Journalists, Existence, Experience, and Proffesion


Meaning.

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesetaraan gender masih menjadi isu penting dalam dunia kerja, salah

satunya ialah tentang keterlibatan perempuan sebagai jurnalis dalam dunia media

massa khususnya media cetak. Padahal jurnalis sendiri merupakan profesi yang

terbuka bagi siapa saja baik untuk laki-laki maupun perempuan dan dengan latar

belakang apa saja. 1Sebab mereka yang berprofesi sebagai jurnalis berada dalam

lembaga pers yang telah dilindungi oleh undang-undang, salah satunya seperti

yang terangkum dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 yang berbunyi:

“Bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahwa

terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau

pelanggaran penyiaran, untuk menjamin kebebasan pers, pers nasional

mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan

informasi”.

2
Dari segi jumlah, jurnalis perempuan memang masih belum setara

dibanding jumlah jurnalis laki-laki, seperti yang dijelaskan oleh divisi Gender,

Anak, dan Kelompok Marjinal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada peringatan

Hari Perempuan Internasional dalam diskusi bertajuk “Mengevaluasi Kesetaraan

Gender di Dunia Kerja, Apakah Sudah Setara” bahwa hingga 2020, hanya

terdapat 30 hingga 35 persen perempuan yang bekerja sebagai jurnalis secara

1
Dewan Pers. Indeks Kemerdekaan Pers 2020 (Diakses Pada Sabtu, 20 Maret 2021)
2
Risna Halidi, ”Bentuk Diskriminasi Kerja Pada Jurnalis Perempuan Versi AJI, Apa Saja?” 8 Maret
2020 19: 50 WIB, Sindonews.com, https://www.suara.com/lifestyle/2020/03/08/195000/bentuk-
diskriminasi-kerja-pada-jurnalis-perempuan-versi-aji-apa-saja?page=all, (Diakses pada Kamis, 12
Maret 2020 pukul 15.02)

1
profesional di Indonesia. Akan tetapi secara kualitas, kiprah mereka di dunia

jurnalistik tidak bisa dianggap remeh. Dalam catatan sejarah kehadiran perempuan

sebagai jurnalis atau wartawan di Indonesia sebenarnya bukanlah perkara baru.

Beberapa jurnalis perempuan telah menunjukkan kontribusinya dan dapat

berdedikasi dalam pekerjaanya hingga menduduki posisi-posisi penting di redaksi.

Eksistensi Rohana Kudus di era prakemerdekaan misalnya menjadi sejarah

serta tonggak awal yang memperlihatkan bagaimana perempuan hadir dalam

praktik jurnalistik di Indonesia. Sebagai salah satu tokoh pers lokal asli

minangkabau namanya eksis hingga kini sebagai wartawati pertama yang menjadi

salah satu pelopor pers di Indonesia. Pada 1991 dibawah pimpinan Rohana Kudus

terbit koran perempuan pertama di Kota Padang yang bernama ‘Soenting Melajo’

atau Sunting Melayu. Sunting Melayu bahkan tercatat sebagai surat kabar pertama

di Indonesia yang dipimpin, dijalankan, dan diperuntukkan untuk kaum wanita.

Dikutip dari FJPIndonesia.com, surat kabar Sunting Melayu sendiri mengusung

cita-cita memajukan dan memposisikan perempuan pada kedudukan yang

terhormat seperti ajakan pada perempuan untuk memiliki pengetahuan lebih baik

semisal belajar sastra selain belajar membaca dan menulis. 4Selain itu berdasarkan

data dari womenlead.magdalene menyatakan bahwa keseluruhan redaksi Sunting

Melayu dipegang oleh perempuan. Sementara itu, Ani Idrus, Rasuna Said, Elly

Kasim, Zakiah Daradjat, Asyiah Amini, Nuriah Adam, Rahmah Yunusiah,

Gusmiati Said, dan Siti Maimonah adalah sederet nama jurnalis perempuan

3
Media Center, 9 Februari 2018, Melihat Jejak Pers Perempuan di Sumbar, fjpindonesia.com
https://fjpindonesia.com/melihat-jejak-pers-perempuan-di-sumbar, (Diakses pada Rabu, 12
Maret 2020 pukul 15.20)
4
Radhiyya Indra, 12 Maret 2021, Rekam Jejak Jurnalis Perempuan Indonesia dan Tantangan yang
Harus Mereka Hadapi, Magdalene.co, https://womenlead.magdalene.co/2021/03/12/tantangan-
jurnalis-perempuan-indonesia, (Diakses pada Jumat, 4 Juni 2021 pukul 10.15)

2
lainnya yang juga mempunyai keterkaitan dengan media di Sumatera Barat kala

itu.

Banyaknya regulasi serta payung hukum yang menaungi profesi jurnalis

menjadikan emansipasi perempuan yang dicita-citakan Rohana Kudus lambat laun

mulai menemui titik terang. Kini, perempuan mulai tertarik untuk terjun dan

berkiprah dalam ranah pekerjaan jurnalistik diberbagai platform media yang ada

tak terkecuali di media cetak. Di Indonesia sendiri media cetak dibagi menjadi

dua yakni media cetak nasional dan media cetak daerah. 5Indonews.com pada

2018 juga menyebut bahwa karya jurnalistik berbentuk cetak adalah yang tertua di

dunia. Berdasarkan data verifikasi terhadap perusahaan pers di 34 provinsi pada

2018 di Indonesia yang dilakukan oleh Dewan Pers yang mengacu pada empat

peraturan Dewan Pers, Sumatera Barat diketahui mempunyai 14 media cetak yang

telah terverifikasi oleh Dewan Pers. Adapun keempat peraturan tersebut adalah

kode etik jurnalistik, standar perusahaan pers, standar kompetensi wartawan, dan

standar perlindungan profesi wartawan. Diantara 14 media cetak tersebut terdapat

media cetak Harian Haluan, Harian Singgalang, dan media cetak Padang Ekspres

yang merupakan media cetak tertua dan masih eksis hingga sekarang di Kota

Padang.

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari ketiga media cetak tersebut

didapati jumlah jurnalis pada 2019 hingga 2020 dengan rincian yaitu, di Harian

Haluan terdapat 44 orang jurnalis, yang terdiri dari 7 orang jurnalis perempuan

dan 30 jurnalis laki-laki. Di Harian Singgalang terdapat 70 orang jurnalis, yang

5
Ave Rosa A. Djalil, 4 Januari 2018, Ketika Media Cetak Lebih Unggul Dibanding Online,
nasional.sindonews.com,https://nasional.sindonews.com/berita/1270823/18/ketika-media-
cetak-lebih-unggul-dibanding-online (Diakses pada Rabu, 12 Maret 2020 pukul 15.15)

3
terdiri dari 5 orang jurnalis perempuan dan 65 jurnalis laki-laki. Di Padang

Ekspres total terdapat 22 orang jurnalis, yang terdiri dari 3 orang jurnalis

perempuan dan 19 orang jurnalis laki-laki. Dengan demikian persentase tertinggi

jurnalis perempuan berada pada Harian Haluan. Meskipun pada kenyataannya

jumlah ini juga masih jauh lebih kecil disbanding dengan jumlah jurnalis laki-laki

yang ada.

Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan di surat kabar Harian

Haluan Kota Padang diketahui bahwa pada data karyawan 2018 hingga 2020

keberadaan perempuan di jajaran redaksi juga masih minim. Pada 2020, terdapat

48 orang karyawan yang berada di jajaran redaksi Harian Haluan Kota Padang.

Dari jumlah 48 orang karyawan tersebut, 36 orang diantaranya adalah jurnalis.

Dengan rincian, delapan orang merupakan jurnalis yang bertugas di Kota Padang

yang terdiri dari empat orang jurnalis perempuan dan empat orang jurnalis laki-

laki. Sementara 27 orang jurnalis lainnya tersebar di berbagai daerah di Sumatera

Barat dan satu orang bertugas di Jakarta. Dengan rincian, 26 orang merupakan

jurnalis laki-laki dan satu orang jurnalis perempuan.

Melalui wawancara yang peneliti lakukan dengan Sekretaris Redaksi

Harian Haluan Kota Padang pada 9 Juni 2020 diketahui bahwa faktor sedikitnya

jumlah jurnalis perempuan di Harian Haluan Kota Padang dikarenakan oleh

banyaknya jurnalis perempuan yang berhenti bekerja setelah menikah dan

mempunyai keturunan. Alasan perempuan pekerja media berhenti pada saat

mereka menikah adalah karena mereka harus bertanggung jawab pada ranah

domestik atau mengalami kesulitan untuk menyeimbangkan perannya di ranah

4
domestik sebagai ibu rumah tangga dan perannya di ranah publik sebagai

perempuan pekerja (Herawati, 2016: 85).

Jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan juga diizinkan pulang

lebih dulu dan melanjutkan pekerjaan di rumah. Sementara jurnalis laki-laki dapat

bertahan dan bekerja di kantor hingga waktu tengah malam. Sementara dari segi

upah atau gaji tidak ada perbedaan antara jurnalis perempuan dengan jurnalis laki-

laki. Dan untuk ketersediaan transportasi antar jemput hanya diberlakukan untuk

kondisi-kondisi tertentu seperti liputan berita bencana atau peristiwa besar dengan

jarak tempuh yang jauh. Padahal berdasarkan undang-undang nomor 13 tahun

2003 sudah terdapat peraturan tentang perempuan dan ketenagakerjaan. Pasal 76

ayat 3 undang-undang tersebut mengatakan bahwasanya pekerja wanita yang

bekerja antara pukul 23.00-07.00 WIB berhak mendapatkan makanan dan

minuman bergizi, terjaga keamanan dan kesusilaaan di tempat kerja dan wajib

disediakan angkutan antar jemput bagi yang berangkat dan pulang antara pukul

23.00-05.00 WIB.

Sedangkan secara kualitas bekerja, informan menyatakan jurnalis

perempuan tidak ketinggalan sama sekali dengan jurnalis laki-laki. Meskipun

kalah jumlah, produktivitas kerja jurnalis perempuan di Harian Haluan tidak

menjadi lebih berat ataupun terganggu sama sekali. Bahkan jurnalis perempuan di

Harian Haluan menyatakan juga dapat bekerja dengan baik pada sektor-sektor

atau desk liputan yang terkenal maskulin seperti desk politik, hukum, dan

kriminal. Berdasarkan pengalaman bekerjanya sebagai jurnalis di Harian Haluan

informan menyebut keterlibatan perempuan sebagai jurnalis sangatlah penting dan

diperlukan, salah satunya adalah karena jurnalis perempuan lebih mampu

5
melakukan depth reporting dan dapat melakukan pendekatan lebih baik dibanding

rekan kerja mereka yang jurnalis laki-laki terutama untuk isu tertentu seperti

kasus liputan mengenai perempuan semisal korban pelecehan, pemerkosaan, dan

sebagainya.

Maka dari itu, berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas,

peneliti tertarik untuk mengulas berbagai fenomena serta pengalaman yang

dihadapi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang.

Beberapa contoh fenomena yang diamati dalam penelitian ini adalah tantangan

dalam pekerjaan yang didominasi laki-laki serta pandangan terkait keterlibatan

perempuan sebagai seorang jurnalis melalui pengalaman komunikasi yang dialami

jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang. Peneliti

menggunakan teori konstruksi sosial atas realitas oleh Peter L. Berger dan

Thomas Luckmann untuk mengkaji keberadaan yang melatarbelakangi jurnalis

perempuan yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang memilih profesi jurnalis

sebagai sebuah profesi yang dimaknai bagi diri jurnalis perempuan melalui

pengalaman komunikasi dengan lingkungannya dengan menggunakan konsep

dialektika eksternalisasi, internalisasi, dan objektivikasi. Berdasarkan uraian di

atas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana eksistensi atau keberadaan,

keterlibatan, dan kehadiran jurnalis perempuan di era ini sehingga dapat bertahan

dalam praktik jurnalistik dengan judul “Eksistensi Jurnalis Perempuan Pada

Media Massa di Kota Padang (Studi Fenomenologi Pada Jurnalis

Perempuan di Kota Padang)”.

6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan

masalah yang peneliti ambil yaitu: Bagaimana Eksistensi Jurnalis Perempuan

Pada Media Massa Di Kota Padang?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan pengalaman eksistensi perempuan sebagai jurnalis

yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang.

2. Untuk menjelaskan pemaknaan profesi jurnalis bagi jurnalis perempuan

yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang melalui pengalaman

komunikasi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian pada bidang ilmu

komunikasi khususnya jurnalistik mengenai jurnalis perempuan sebagai

suatu profesi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan

bagaimana jurnalis perempuan dalam praktik jurnalistik di media massa,

pengalaman menjalankan fungsi-fungsi jurnalistik di tengah dominasi

jurnalis laki-laki, dan pandangan jurnalis perempuan terhadap peran dan

keterlibatan perempuan di ruang redaksi dan peliputan berita lapangan di

media cetak.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan masyarakat, khususnya pembaca terhadap kajian tentang jurnalis

perempuan mengenai eksistensi jurnalis perempuan dalam praktik

7
jurnalistik pada media massa di Kota Padang. Selain itu, dengan adanya

penelitian ini, peneliti juga berharap agar pengelola media massa di

Sumatera Barat dapat lebih membuka ruang bagi perempuan untuk

berpartisipasi mengembangkan karier sebagai seorang jurnalis baik di

ruang redaksi sebagai jajaran pengambil keputusan maupun jurnalis

liputan berita lapangan.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Relevan

Sebuah penelitian tentunya memerlukan penelitian terdahulu dengan

pembahasan serupa yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian. Dalam

penelitian terdahulu diuraikan hasil-hasil penelitian yang diperoleh peneliti

terdahulu dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian

terdahulu ini nantinya akan menjadi pembanding dan acuan dalam melaksanakan

penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti merujuk pada tiga penelitian yang membahas

mengenai jurnalis perempuan. Penelitian pertama adalah penelitian yang

dilakukan oleh Putra Randy Tirtoatmodjo (2017) dengan judul “Jurnalis

Perempuan Pada Desk Olahraga: Sebuah Studi Fenomenologi.” Penelitian ini

merupakan sebuah skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Multimedia Journalism Universitas Multimedia Nusantara (UMN)

Tangerang. Penelitian ini membahas mengenai jurnalis perempuan pada desk

olahraga dengan menggunakan pendekatan fenomenologi Husserl serta konsep

eksternalisasi dan internalisasi dari teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan

Thomas Luckmann. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jurnalis perempuan

pada desk olahraga mengeksternalisasikan kepandaian berkomunikasi untuk

menjalin relasi dengan narasumber yang mayoritas laki-laki. Jurnalis perempuan

kemudian mempunyai internalisasi bahwa kepandaian berkomunikasi untuk

menjalin relasi merupakan kelebihan seorang jurnalis perempuan dibanding

jurnalis laki-laki.

9
Peneliti kedua adalah Satriani (2017) dengan judul “Eksistensi Jurnalis

Perempuan dalam Kesetaraan Gender di Harian Amanah Kota Makassar”.

Penelitian ini merupakan sebuah skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa

Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN)

Alauddin Makassar. Penelitian ini meneliti mengenai peran jurnalis perempuan

dalam ruang redaksi Harian Amanah kota Makassar dan kinerja jurnalis

perempuan dalam menjalankan fungsi-fungsi jurnalistik. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kebijakan untuk jurnalis perempuan di Harian Amanah kota

Makassar disetarakan dengan jurnalis laki-laki. Jurnalis perempuan melakoni

tugasnya dan mampu menunjukkan eksistensi dari berbagai sektor yang selama ini

di pegang jurnalis laki-laki.

Peneliti selanjutnya adalah Yolanda Stellarosa dan Martha Warta Silaban

(2019) dengan judul “Perempuan, Media, dan Profesi Jurnalis”. Penelitian ini

merupakan sebuah jurnal yang dilakukan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu

Komunikasi (STIKOM) LSPR Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai

perbedaan perlakuan perusahaan media terhadap jurnalis perempuan di dunia

kerja dan upaya jurnalis perempuan untuk mempertahankan profesi sebagai

jurnalis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jurnalis laki-laki masih dominan

serta masih sedikitnya jurnalis perempuan yang berada pada jajaran puncak

manajemen media. Selain itu perbedaan perlakuaan dalam hal fasilitas pekerjaan

yang diberikan kepada jurnalis perempuan juga ditemukan seperti pada fasilitas

kesehatan, tunjangan keluarga, dan penyediaan ruang laktasi.

10
Persamaan dan
Judul
Nama Peneliti Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Penelitian

1. Putra Randy Jurnalis Junalis perempuan Relevansi penelitian


Tirtoatmodjo Perempuan mengeksternalisasikan ini dengan penelitian
(Skripsi, Pada Desk kepandaian yang dilakukan
Ilmu Komunikasi Olahraga: berkomunikasi untuk adalah sama-sama
Konsentrasi Sebuah Studi menjalin relasi dengan membahas tentang
Multimedia Fenomenologi narasumber yang jurnalis perempuan
Journalism mayoritas laki-laki. dengan menggunakan
Universitas Kemudian mempunyai i pendekatan
Multimedia nternalisasi bahwa fenomenologi.
Nusantara kepandaian
(UMN)Tangerang, berkomunikasi untuk Perbedaannya
2017). menjalin relasi terletak pada subjek
merupakan kelebihan penelitian. Peneliti
yang dimiliki dibanding tidak mengkhusukan
jurnalis laki-laki. pada jurnalis
perempuan di desk
olahraga saja.

2. Satriani (Skripsi, Eksistensi Tidak ada perbedaan Relevansi penelitian


Jurnalistik Jurnalis kebijakan terhadap ini adalah sama-sama
Fakultas Dakwah Perempuan jurnalis perempuan. membahas eksistensi
dan Komunikasi dalam Jurnalis perempuan jurnalis perempuan.
Universitas Islam Kesetaraan mampu melakoni tugas
Negeri (UIN) Gender di pada sektor pekerjaan Perbedaannya adalah
Alauddin Harian yang selama ini penelitian ini
Makassar, 2017) Amanah Kota dilakukan oleh jurnalis menggunakan
Makassar laki-laki. pendekatan
fenomenologi

3. Yolanda Stellarosa Perempuan, Dalam penelitian ini, Relevansi penelitian


dan Martha Warta Media, dan ditemukan bahwa jumlah ini adalah sama-sama
Silaban (Jurnal Profesi jurnalis laki-laki masih membahas mengenai
Kajian Jurnalis dominan serta hanya jurnalis perempuan.
Komunikasi, Vol. sedikit jurnalis
7 No. 2, Sekolah perempuan yang Perbedaannya ada
Tinggi Ilmu menempati posisi pada pendekatan
Komunikasi puncak manajemen yang digunakan.
(STIKOM) LSPR perusahaan. Selain itu, penelitian ini
Jakarta, 2019). perbedaan perlakuan menggunakan studi
pada pemberian fasilitas fenomenologi.
pekerjaan masih terjadi.
11
Tabel 2.1 Penelitian Relevan
(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

12
2.2. Kerangka Konseptual
2.2.1 Komunikasi

Komunikasi adalah produksi dan pertukaran informasi dan makna

(meaning) tertentu dengan menggunakan tanda-tanda atau simbol. Proses

komunikasi meliputi encoding pesan yang akan dikirimkan, dan proses decoding

terhadap pesan yang diterima, serta melakukan sintesis terhadap informasi dan

makna. Komunikasi juga dapat terjadi pada semua level pengalaman manusia dan

merupakan cara terbaik untuk memahami perilaku manusia dalam perubahan

perilaku antara individu, komunitas, organisasi, dan penduduk umumnya. Oleh

karena itu, komunikasi dapat dipelajari secara empiris dan kritis pada berbagai

derajat interaksi (Liliweri, 2011: 38).

2.2.2 Komunikasi dan Interaksi Sosial

Menurut Liliweri (2011: 124) komunikasi manusia adalah proses dimana

individu berhubungan dengan orang-orang lain di dalam suatu kelompok,

organisasi, dan masyarakat. Adapun hubungan ini mempunyai tujuan untuk

menciptakan dan menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya demi

memahami kemanusiaan secara bersama dan karena itu ada beberapa hal yang

perlu dipahami, yaitu:

1. Komunikasi sebagai sebuah proses merupakan elemen fundamental

pertama dan yang terutama untuk memahami manusia dan

kemanusiaannya. Adapun yang dimaksudkan dengan proses adalah suatu

kegiatan dari beberapa bagian atau unsur komunikasi yang saling

berkaitan dan terjadi dari waktu ke waktu. Bahkan dalam percakapan

13
sederhana sekalipun selalu ada langkah-langkah yang memperlihatkan

aktivitas menciptakan, mengirim, menerima, dan menafsirkan pesan.

2. Komunikasi sangat berpengaruh bagi interaksi individu, kelompok,

organisasi, dan masyarakat. Komunikasi merupakan bangunan link ke

dunia sekitar yang berarti setiap orang seolah menayangkan diri dan

pribadinya untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi dapat

membentuk dan menciptakan interaksi. Komunikasi menjembatani untuk

mengoordinasikan semua kebutuhan dan tujuan hidup.

3. Komunikasi melibatkan respons terhadap stimulus pesan dari luar lalu

menciptakan pesan. Manusia berinteraksi dengan orang lain melalui proses

untuk menciptakan dan menafsirkan pesan. Pesan itu sendiri didefinisikan

sebagai sekumpulan simbol yang memiliki makna atau kegunaan, dan

penerima pesan ditentukan oleh bagaimana seseorang merespons dan

menafsirkan pesan tersebut.

4. Komunikasi juga membuat kita beradaptasi dengan masyarakat dan

lingkungan. Melalui proses menciptakan dan menafsirkan pesan. Maka,

tidak hanya sebagai individu, tetapi kelompok, organisasi dapat

beradaptasi dengan kepentingan lingkungan.

2.2.3 Fungsi Komunikasi

2.2.3.1 Fungsi Universal Komunikasi

Menurut Adler dan Rodman dalam Liliweri (2011: 135-136) terdapat

empat fungsi universal komunikasi, yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan fisik

14
Adler dan Rodman menjelaskan bahwa orang yang kurang atau jarang

membangun relasi dengan sesamanya memiliki tiga atau empat kali

risiko kematian yang lebih tinggi. Sebaliknya, orang yang selalu

membangun relasi dengan sesama mempunyai peluang hidup empat

kali lebih besar.

2. Memenuhi kebutuhan identitas

Seseorang berkomunikasi dengan orang lain untuk menunjukkan

bahwa dia ada bersama dengan manusia lain disekitarnya.

Bersosialisasi dengan sesama sebenarnya menguntungkan karena dari

pergaulan itu identitas diri jadi dapat diketahui.

3. Memenuhi kebutuhan sosial

Beberapa kebutuhan sosial yang dapat dipenuhi dari lingkungan adalah

mengisi waktu luang, kebutuhan untuk disayangi, kebutuhan untuk

dilibatkan, kebutuhan untuk keluar dari suatu masalah yang rumit,

kebutuhan untuk santai, kebutuhan untuk dapat mengontrol diri sendiri

atau orang lain.

4. Memenuhi kebutuhan praktis

Ini merupakan salah satu fungsi utama dalam komunikasi yaitu dapat

memenuhi kebutuhan praktis manusia sehari-hari. Komunikasi

menjadi kunci penting supaya kebutuhan praktis manusia dapat

terpenuhi karena berinteraksi dengan orang lain.

2.2.3.2 Fungsi Pribadi dan Sosial Komunikasi

Secara umum ada empat kategori yang menjadi fungsi utama komunikasi,

yakni fungsi informasi, instruksi, persuasif, dan menghibur. Namun, apabila

15
fungsi-fungsi ini diperluas, maka akan ditemukan dua fungsi lainnya dari

komunikasi, yakni fungsi pribadi dan fungsi sosial. Adapun fungsi pribadi

komunikasi adalah menyatakan identitas sosial, integrasi sosial, kognitif, dan

fungsi melepaskan diri atau menjadi jalan keluar. Sedangkan fungsi sosial

komunikasi terdiri atas pengawasan, menjembatani, sosialisasi, dan juga

menghibur (Liliweri, 2012: 138).

2.2.4 Eksistensi

Kata eksistensi berasal dari bahasa latin exsistere yang mempunyai arti

muncul, ada, timbul, dan memiliki keberadaan yang aktual. Selain itu, terdapat

beberapa pengertian lainnya tentang eksistensi. Pertama, eksistensi adalah apa

yang ada. Kedua, eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga,

eksistensi adalah segala sesuatu (apa saja) yang dialami dan menekankan bahwa

segala sesuatu itu ada. Namun berbeda dengan esensi, yang menekankan pada apa

sebenarnya sesuatu itu sesuai dengan kodrat inherennya (melekat). Keempat,

eksistensi dinyatakan sebagai kesempurnaan. Dan dengan kesempurnaan tersebut

sesuatu dapat dikatakan menjadi suatu hal yang eksisten (Lorens Bagus, 1996:

183).

Secara umum kata eksistensi mempunyai arti keberadaan, akan tetapi

dalam filsafat eksistensialisme, kata eksistensi mempunyai arti yang lebih khusus.

Eksistensi adalah cara manusia berada di dunia. Cara manusia berada di dalam

dunia berbeda dengan cara benda-benda lainnya berada di dunia. Benda-benda

tidak sadar akan keberadaannya, karena tidak adanya hubungan antara benda yang

satu dengan benda yang lainnya meski benda-benda tersebut berdekatan atau

berdampingan. Di dunia ini, manusia pun menggunakan benda-benda yang ada di

16
sekelilingnya. Maka dengan kesibukannya itu manusia dapat menemukan dirinya

sendiri (Shofa, 2012: 19-20).

Selain itu, menurut Heidegger dalam Shofa (2012: 21) manusia itu terbuka

bagi dunianya dan juga bagi sesamanya. Seseorang dapat bereksistensi dengan

hal-hal yang berada di luar dirinya dikarenakan memiliki kemampuan seperti

kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan, dan pembicaraan. Maka untuk

mencapai manusia yang utuh, manusia itu harus dapat mewujudkan segala potensi

yang mereka punya. Walaupun pada kenyataannya seseorang mungkin tidak akan

mampu mewujudkan semua itu, namun ia tetap dapat berusaha untuk

mempertanggungjawabkan potensi yang belum teraktualisasikan.

Eksistensi menurut Heidegger adalah menjelaskan makna “berada” dan

keberadaan manusia disebut Heidegger dengan Dasein. Bagi Heidegger manusia

adalah sebagai desain, manusia bukan hanya ada, tetapi ada yang berada atau ada

yang memiliki makna. Heidegger menyatakan bahwa manusia membentuk dirinya

ada secara sadar. Adapun kunci dari manusia untuk mengadakan dirinya yakni

kesadaran dan diri sendiri. Selain itu, Heidegger melihat bahwa makna beradanya

manusia tidak terlepas dari waktu. Waktu yang dimaksud Heidegger adalah waktu

yang bermakna yang telah terjadi di masa lalu, masa kini, dan di masa yang akan

datang atau masa depan (2019: 3).

2.2.5 Jurnalis Perempuan

Jurnalis atau wartawan menunjuk pada orang yang menjalankan tugas atau

yang bertugas mencari berita. Selain istilah jurnalis dan wartawan, di Indonesia

sendiri juga muncul istilah reporter. Di masa lalu, istilah reporter ini erat dengan

17
orang yang berprofesi sebagai pencari dan pembuat berita, khususnya untuk

media elektronik terutama televisi (Hikmat, 2018: 94).

Menurut Tahrun, dkk dalam Satriani (2017: 18) keterlibatan perempuan

dalam dunia jurnalistik dan media berarti mereka juga mempunyai kontribusi

yang besar dalam menentukan isu yang harus diangkat dengan sudut pandang

perempuan. Feminisme meyakini bahwa media harus berperan dalam

menciptakan kesetaraan dan keadilan gender, karenanya jurnalisme yang

mempunyai sudut pandang perempuan atau yang dikenal dengan jurnalisme

berspektif gender sangat diperlukan. Selain itu, Naomi dalam Anistiyati (2012:

51) menyatakan bahwa profesi jurnalis memungkinkan wanita untuk memperluas

wawasan, tanpa harus terkait pada aturan tertentu semisal jam kerja, penampilan

dan sebagainya.

Studi memperlihatkan jika ruang pemberitaan lebih banyak didominasi

oleh laki-laki, maka dampaknya tidak hanya pada tuntutan kinerja yang berbeda

terhadap laki-laki dan perempuan, tetapi dampaknya juga akan tampak pada isi

pemberitaan. Para editor surat kabar laki-laki cenderung membuat isi berita yang

negatif daripada editor surat kabar perempuan (Sulaeman, 2017: 44).

Menurut Luviana dalam Saragih (2017: 27) ada beberapa hal yang menjadi

penyebab minimnya jumlah jurnalis dari tingkat reporter maupun redaksi, yakni:

1. Pekerjaan jurnalis yang tidak pernah mengenal waktu.

2. Jurnalis perempuan yang masih mempunyai problem ganda.

Seperti peran gandanya selain sebagai jurnalis, ia juga harus

mengatur urusan domestiknya.

18
3. Ketika jurnalis perempuan mengalami persoalan kesehatan

reproduksi seperti hamil, melahirkan, dan menyusui.

2.2.6 Jurnalistik

Jurnalistik atau journalisme berasal dari perkataan journal, artinya catatan

harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga diartikan

sebagai surat kabar. Selain itu, kata journal berasal dari perkataan latin diurnalis,

yang artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata jurnalis, yaitu

orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik (Kusumaningrat dan Kusumaningrat,

2012: 15).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga tahun 2005,

terdapat kata jurnalisme dan jurnalisik. Jurnalisme adalah pekerjaan

mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita dalam surat kabar dan

lainnya. Sementara kata jurnalistik diartikan sebagai sesuatu yang menyangkut

kewartawanan dan persuratkabaran. Selain itu, kata wartawan pun juga

disepadankan dengan kata jurnalis, yaitu orang yang pekerjaannya mengumpulkan

dan menulis berita dalam surat kabar dan lainnya (Azwar, 2018: 1-2).

Menurut Kovach dan Rosentiel dalam Sulaeman (2017: 51) ada prinsip-

prinsip penting yang terdapat dalam jurnalisme sebagai media massa dan jurnalis

sebagai pekerja jurnalisme, antara lain sebagai berikut:

1. Jurnalisme menyampaikan kebenaran.

2. Jurnalisme memiliki loyalitas kepada masyarakat.

3. Jurnalisme memiliki kedisiplinan dalam verifikasi.

4. Jurnalis menjaga independensi terhadap sumber berita.

19
5. Jurnalis harus bertindak sebagai pemantau kekuasaan.

6. Jurnalisme menyediakan forum publik untuk mengkritik maupun

berkomentar masyarakat.

7. Jurnalis membuat hal yang penting menjadi menarik dan relevan.

8. Jurnalis menjaga agar berita yang disajikan komprehensif dan proposional.

9. Jurnalis diperbolehkan mengikuti hati nurani mereka.

Selain itu kata lain yang tidak dapat dipisahkan dari jurnalistik adalah

pers. Effendy dalam Azwar (2018: 3) menyatakan bahwa pers dan jurnalistik

adalah dwitunggal yang tidak dapat dipisahkan dikarenakan dua kata tersebut

merujuk pada aktivitas yang sama. Pers mempunyai dua pengertian, dalam arti

sempit pers adalah media massa seperti surat kabar, majalah, mingguan, televisi,

dan radio. Sementara dalam arti luas, pers adalah lembaga atau badan organisasi

yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan

jurnalistik dapat diibaratkan sebagai jiwa dan raga. Pers adalah aspek raga karena

berwujud, konkret dan nyata yang oleh sebab itu ia dapat diberi nama. Sedangkan

jurnalistik adalah aspek jiwa karena abstrak, merupakan kegiatan, dan daya hidup

yang menghidupi aspek pers.

2.3. Kerangka Teoritis


2.3.1. Teori Konstruksi Sosial Atas Realitas (Social Construction of Reality)

Teori konstruksi sosial atas realitas oleh Peter Ludwiq Berger dan Thomas

Luckmann merupakan salah satu teori yang masih berada dalam fenomenologi.

Berger dan Luckman mempunyai orientasi ide-ide Schutz dan mencampurkannya

dengan sosiologi sosial dari Mead dan melengkapinya dengan Marx dan

Durkheim. Berger dan Luckman memulai pemikirannya melalui pembagian

20
secara jelas organisme dan aktivitasnya. Manusia sebagai makhluk hidup

menempati kedudukan yang khas dan berbeda bila dibandingkan dengan binatang,

antara lain yaitu manusia tidak memiliki lingkungan spesifik bagi jenisnya serta

tidak memiliki lingkungan yang dibangun dengan kokoh organisasi nalurinya

sendiri (Sulaeman, 2017: 68).

Berger dan Luckmann (1996: 33) menyatakan bahwa kehidupan sehari-

hari memperlihatkan diri sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia dan

mempunyai makna subjektif bagi mereka sebagai suatu dunia yang koheren

(logis). Dunia kehidupan sehari-hari tidak hanya diterima begitu saja sebagai

kenyataan oleh anggota masyarakat dalam perilaku hidup yang bagi mereka

memiliki makna subjektif dalam kehidupan. Dunia kehidupan sehari-hari itu

adalah dunia yang berasal dari pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan mereka, dan

dipelihara sebagai sesuatu yang dianggap nyata.

Menurut Eriyanto (2002: 16) tesis penting Berger dan Luckmann adalah

manusia dan masyarakat sebagai produk dialektis, dinamis, dan plural secara

terus-menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-

menerus mempunyai aksi kembali terhadap pengahasilnya. Sebaliknya, manusia

adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang dikatakan baru menjadi

seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya.

Dalam kerangka teoritik yang dibangun Berger dan Luckmann, proses konstruksi

realitas ini dibagi menjadi tiga momen yang berlansung secara berkesinambungan,

yaitu:

21
1. Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia

ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini

sudah menjadi sifat dasar manusia. Manusia akan selalu

mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia berusaha

menangkap dirinya, maka dalam proses inilah dihasilkan suatu

dunia dengan kata lain manusia menemukan dirinya sendiri dalam

suatu dunia.

2. Objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun

fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu

menghasilkan suatu realitas objektif yang bisa jadi akan

menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang

berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya.

3. Internalisasi, yaitu proses penyerapan kembali dunia objektif ke

dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu

dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai unsur dari dunia

yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala

realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi

kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari

masyarakat.

2.3.2 Teori Fenomenologi Alfred Schutz

Menurut Scott (2012: 181) konsep pokok Schutz adalah tentang sebuah

“kehidupan” sosial budaya yang ia dapatkan dari konsep Husserl tentang

Lebenswelt. Dunia kehidupan tersebut mencakup representasi simbolik yang

membentuk dan mengorganisasi realitas kehidupan yang dialami secara langsung

22
oleh manusia. Sebuah realitas atau tradisi kebudayaan yang sifatnya kolektif dan

intersubjektif, yang juga tersusun atas beragam keyakinan tentang agama dan

pengetahuan teknis, ide-ide sastra dan seni, khayalan dan impian, yakni

pengalaman sehari-hari diinternalisasi sebagai representasi mental. Dunia

kehidupan dibangun dari unsur-unsur simbolis yang mendahului tiap-tiap

individu, yang kemudian dimodifikasi oleh tindakan dari individu yang

berkelompok, dan diteruskan pada generasi berikutnya.

Schutz juga memberikan perhatian khusus pada dunia kehidupan sehari-

hari, yang disebutnya sebagai sebuah ‘sub-alam semesta’ berkaitan dengan

pemaknaan yang berkenaan dengan tindakan-tindakan praktis untuk menghadapi

kehidupan sehari-hari. Schutz menyebutnya sebagai ‘realitas’ atau fondasi dari

seluruh kehidupan sosial dan menyediakan kerangka ‘familier’ dari pengetahuan

akal sehat atau keniscayaan yang membangun harapan-harapan dari kehidupan

sehari-hari. Realitas ini mencakup kumpulan pengetahuan yang didapatkan dari

memori-memori tentang solusi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

yang dihadapi di masa lampau (Scott, 2012: 182).

Schutz dalam Aulya (2016: 3) juga berpendapat bahwa penafsiran

merupakan cara untuk memahami tindakan sosial. Proses penafsiran dapat

digunakan untuk menjelaskan atau memeriksa makna yang sebenarnya, sehingga

dapat memberikan konsep kepekaan yang implisit atau tersirat. Schutz

mengelompokkan dua fase untuk menggambarkan keseluruhan tindakan

seseorang. Pertama, because-motives (well motiv) yaitu tindakan yang merujuk

pada masa lalu. Di mana, tindakan yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki

alasan dari masa lalu ketika ia melakukannnya. Kedua, in-order-to-motive (um-zu-

23
motiv) yaitu motif yang merujuk pada tindakan di masa yang akan datang. Karena

tindakan yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki tujuan yang telah

ditetapkan.

2.4 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menggunakan penelitian yang relevan yaitu penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Putra Randy Tirtoatmodjo (2017) dengan judul

“Jurnalis Perempuan Pada Desk Olahraga: Sebuah Studi Fenomenologi”, Satriani

(2017) dengan judul “Eksistensi Jurnalis Perempuan dalam Kesetaraan Gender di

Harian Amanah Kota Makassar”, dan penelitian yang dilakukan oleh Yolanda

Stellarosa dan Martha Warta Silaban (2019) dengan judul “Perempuan, Media,

dan Profesi Jurnalis” sebagai dasar dan acuan peneliti dalam melakukan penelitian

ini.

Dalam konseptual, peneliti menggunakan definisi komunikasi oleh

Liliweri yang menjelaskan bahwa komunikasi terjadi karena suatu proses

produksi dan pertukaran informasi serta makna tertentu, antara individu atau

kelompok yang bertujuan untuk menciptakan, memahami, dan

mengkoordinasikan suatu aktivitas. Peneliti juga menggunakan konsptual

komunikasi dan interaksi sosial oleh Liliweri dan fungsi komunikasi berupa

fungsi komunikasi secara universal dimana komunikasi juga memiliki fungsi

pribadi dan fungsi sosial. Dalam konseptual peneliti juga menjelaskan tentang

eksistensi, khususnya eksistensi oleh Martin Heidegger yang menjelaskan makna

keberadaan manusia karena memiliki kemampuan seperti perkataan dan

pembicaraan. Peneliti juga menggunakan definisi jurnalistik, jurnalis perempuan,

dan fenomenologi.

24
Peneliti menggunakan teori konstruksi sosial atas realitas oleh Peter

Ludwiq Berger dan Thomas Luckmann dengan menggunakan konsep dialektika

eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi. Selain itu, peneliti juga

menggunakan teori fenomenologi oleh Alfred Schutz untuk mengetahui

bagaimana keberadaan yang melatarbelakangi jurnalis perempuan yang bekerja di

Harian Haluan Kota Padang memilih profesi jurnalis sebagai sebuah profesi yang

dimaknai bagi diri jurnalis perempuan melalui pengalaman komunikasi dengan

lingkungannya.

Berdasarkan penelitian terdahulu, dasar-dasar konseptual, dan teori yang

digunakan dalam penelitian ini, mendorong peneliti untuk merumuskan tujuan

untuk mengetahui motif, makna profesi, serta pengalaman komunikasi jurnalis

perempuan dengan lingkungannya sebagai jurnalis liputan berita lapangan dengan

pendekatan fenomenologi Alfred Schutz. Penelitian tentang jurnalis perempuan

sebenarnya sudah banyak dilakukan. Namun, penelitian tentang jurnalis

perempuan dengan menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi belum

banyak ditemukan di Kota Padang. Maka untuk lebih jelasnya peneliti

menciptakan alur pemikiran sebagai berikut.

25
Jurnalis Perempuan yang
Bekerja di Harian Haluan Kota
Padang

Pengalaman Eksistensi Teori Fenomenologi


Jurnalis Perempuan (Alfred Schutz)
Eksternalisasi

Pemaknaan Profesi Jurnalis Objektivasi Teori Konstruksi Sosial atas


Bagi Jurnalis Perempuan c Realitas
(Berger dan Luckmann)

Internalisasi

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran


Sumber : Data Olahan Peneliti (2020)

26
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian tentang eksistensi jurnalis perempuan dalam

praktik jurnalistik di Kota Padang ini, peneliti menggunakan jenis penelitian

kualitatif. Menurut Kriyantono (2008: 56-57) penelitian kualitatif bertujuan untuk

menjelaskan fenomena dengan mengumpulkan data sedalam-dalamnya. Dalam

riset kualitatif, besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau sampling-

nya sangat terbatas. Dalam penelitian kualitatif, jika data yang terkumpul sudah

mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka peneliti tidak perlu

lagi mencari sampling yang lain. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada

kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data. Peneliti

menggunakan metode penelitian kualitatif guna menggali sedalam-dalamnya

perihal pengalaman bekerja jurnalis perempuan dengan lingkungan pekerjaan atau

profesinya sebagai jurnalis.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi

Alfred Schutz. Alfred Schutz adalah tokoh terpenting dalam kemunculan sosiologi

fenomenologis yang merupakan murid Husserl. Menurut Schutz, semua fakta

sejak awalnya adalah fakta-fakta yang dipilih dari suatu konteks universal melalui

aktivitas-aktivitas pemikiran manusia. Pemikiran Schutz ini juga sangat erat

dengan Weber tentang makna dan motif (Farid dan Adib, 2018: 32-33).

Menurut Mulyana dan Solatun (2007: 91) studi dengan pendekatan

fenomenologi berupaya menjelaskan makna pengalaman hidup sejumlah orang

27
tentang suatu konsep atau gejala, termasuk didalamnya konsep diri atau

pandangan hidup orang itu sendiri. Dengan demikian, maka penelitian ini

mencoba untuk menggali lebih dalam bagaimana fenomena keberadaan bekerja

yang dialami dalam kesadaran, pikiran dan dalam tindakan jurnalis perempuan

yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang serta mencoba menafsirkan motif,

pemaknaan, dan pengalaman komunikasi mereka.

3.2 Paradigma Penelitian

Menurut Mulyana dalam Baehaki (2009: 21) paradigma adalah suatu cara

pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat

dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada

mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat

normatif, yang menunjukkan pada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa

perlu pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan

itu bukan hanya hasil dari pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil

dari konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap

realitas sosial berpusat pada subjek bukan pada objek. Hal ini berarti bahwa ilmu

pengetahuan bukan hasil dari pengalaman semata, tetapi juga merupakan hasil

konstruksi pemikiran (Arifin, 2012: 140).

Menurut Patton, para peneliti konstruktivisme mempelajari beragam

realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi

kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruktivisme, setiap individu

28
memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, peneliti dengan strategi

seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam

memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan

tersebut (Baehaki, 2009: 21).

Pada penelitian ini, melalui paradigma konstruktivisme peneliti berusaha

untuk mengetahui bagaimana pengalaman komunikasi para jurnalis perempuan

yang bekerja di Harian Haluan serta bagaimana motif, dan pemaknaan profesi

jurnalis bagi para jurnalis perempuan. Peneliti menggali lebih dalam fenomena

mengenai realitas-realitas kehidupan yang dialami jurnalis perempuan dengan

lingkungan kerjanya sebagai jurnalis dan berangkat dari teori yang kemudian

akan dibandingkan dengan realitas yang tampak dari hasil temuan di lapangan.

3.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian sosial, seseorang peneliti tidak harus meneliti seluruh

objek yang dijadikan pengamatan. Hal ini disebabkan keterbatasan yang dimiliki

oleh peneliti, baik berupa biaya, waktu, maupun tenaga. Peneliti dapat

mempelajari, memprediksi, dan menjelaskan sifat-sifat suatu objek atau fenomena

hanya dengan mempelajari dan mengamati sebagian dari objek atau fenomena

tersebut. Sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati inilah

yang disebut sebagai sampel. Sedangkan keseluruhan objek atau fenomena yang

diteliti disebut dengan populasi (Kriyantono, 2006: 152).

Informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik

purposive (purposif). Teknik purposif sendiri merupakan teknik pengumpulan

sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini mencakup orang-

29
orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang peneliti buat

berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang-orang dalam populasi yang tidak

sesuai dengan kriteria yang dibuat tersebut tidak dijadikan sampel. Persoalan

utama dalam teknik purposif adalah menentukan kriteria, karena kriteria yang

ditentukan harus mendukung tujuan penelitian (Kriyantono, 2006: 156-157).

Adapun dalam penelitian ini, peneliti memaparkan beberapa kriteria

informan antara lain sebagai berikut:

1. Jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang.

2. Telah menjalani profesi jurnalis di Harian Haluan dengan masa kerja

minimal tiga tahun dan bertugas di Kota Padang.

3. Reporter aktif yang melakukan liputan berita lapangan.

Dukes dalam Burkholder (2009) menyatakan bahwa dalam penelitian

fenomenologi tidak ada jumlah informan yang pasti. Dukes menyarankan jumlah

informan dalam penelitian fenomenologi berkisar antara 3 hingga 10 orang. Total

terdapat 7 orang jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan saat penelitian

ini dilakukan, namun berdasarkan kriteria yang telah ditentukan tersebut, peneliti

menetapkan tiga orang jurnalis perempuan sebagai informan dalam penelitian ini.

Peneliti berhenti pada tiga orang informan ini dikarenakan tiga informan yang

peneliti tentukan telah memenuhi dan sesuai dengan kriteria informan yang telah

peneliti tetapkan. Sementara empat orang lainnya tidak memenuhi kriteria yang

peneliti buat karena dua orang diantaranya menduduki jabatan sebagai redaktur

pelaksana dan redaktur yang tugasnya tidak lagi aktif melakukan liputan berita

lapangan layaknya reporter. Sedangkan satu orang lainnya merupakan reporter

yang bertugas di Pasaman Barat. Dan satu orang jurnalis terakhir tidak bersedia

30
untuk berpartisipasi dalam penelitian. Selain itu ketiga orang informan jurnalis

perempuan yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang ini telah mampu

menjawab pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang peneliti lakukan.

Untuk menjaga privasi informan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

inisial pada seluruh nama informan. Selain itu peneliti juga mencantumkan

informasi lain berupa usia beserta posisi jabatan yang diemban oleh ketiga orang

informan seperti yang dapat dilihat pada tabel profil informan penelitian berikut.

Tabel 3.1 Profil Informan Penelitian


No Nama Usia Jabatan

1 YD 26 Reporter

2 LM 32 Reporter dan asisten redaktur

3 RW 34 Reporter dan koordinator liputan

(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

Adapun proses perkenalan dengan informan peneliti lakukan selama lima

bulan yaitu dari Oktober 2020 hingga Februari 2021. Informasi awal tentang

informan peneliti peroleh dari SO yang merupakan Sekretaris Redaksi Harian

Haluan berupa profil singkat data karyawan yang berada di jajaran redaksi Harian

Haluan. Setelah berdiskusi dengan SO dan mengecek data awal dari SO peneliti

menemukan informan yang sesuai dan memenuhi kriteria informan yang telah

peneliti buat. Akibat pandemi Covid-19, peneliti belum dapat bertemu dan

berkenalan langsung dengan informan saat itu juga karena Harian Haluan

menerapkan Work From Home (WFH). Berbekal nomor ponsel yang peneliti

dapatkan dari SO peneliti kemudian mencoba untuk menghubungi keseluruhan

informan pada 28 Oktober 2020 melalui WhatsApp.

31
Pada saat itu hanya LM dan YD yang memberikan feedback atas pesan yang

peneliti kirimkan dan menyatakan bersedia untuk melakukan wawancara

penelitian. Setelah saling bertukar pesan, peneliti akhirnya memutuskan untuk

mengatur jadwal pertemuan dengan LM dan YD yang seringkali harus tertunda

dikarenakan jadwal kerja LM dan YD yang begitu padat. Setelah berdiskusi dan

menyesuaikan jadwal yang cukup menyita waktu, akhirnya untuk pertama kalinya

peneliti dapat bertemu LM di kantor surat kabar Harian Haluan yang terletak di

Komplek Bandara Tabing, Jl. Prof. Dr. Hamka, Parupuk Tabing, Kecamatan Koto

Tangah, Kota Padang pada 26 November 2020. Sementara dengan YD peneliti

pertama kalinya bertemu di rumahnya yang beralamatkan di Gunung Pangilun

pada 2 Desember 2020.

Peneliti sempat kesulitan untuk menghubungi informan RW karena tidak

adanya feedback dari RW saat peneliti hubungi di media sosial WhatsApp. Semua

pesan peneliti hanya dibaca saja oleh RW. Begitupun saat peneliti coba hubungi

melalui panggilan telepon juga tidak pernah diangkat. Akhirnya setelah berkali-

kali mencoba menghubungi lewat media sosial selama empat bulan dan tidak

membuahkan hasil, peneliti datang kembali ke kantor Harian Haluan dan

memutuskan untuk menunggu di kantor Harian Haluan sampai peneliti melihat

RW secara langsung dan kemudian menemuinya.

3.4 Sumber Data

Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua yaitu data primer

dan data sekunder. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua sumber data

baik sumber data primer dan sumber data sekunder. Menurut Kriyantono (2006:

42) data primer termasuk ke dalam data mentah yang harus perlu diproses kembali

32
sehingga menjadi informasi yang mempunyai makna. Sedangkan data sekunder

melengkapi data primer ketika data primer sulit untuk diperoleh peneliti.

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau

tangan pertama di lapangan. Sumber data primer bisa berasal dari responden atau

subjek penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara maupun observasi

(Kriyantono, 2006: 42). Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai data primer

adalah hasil wawancara semiterstruktur yang peneliti lakukan dengan informan

penelitian yang telah ditentukan berdasarkan teknik purposif. Yang dalam

penelitian ini terdiri dari tiga orang informan jurnalis perempuan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber

sekunder. Data sekunder juga dapat diperoleh dari data primer penelitian

terdahulu yang telah diolah lebih lanjut ke dalam bentuk-bentuk berupa tabel,

grafik, diagram, gambar, dan lain sebagainya sehingga menjadi informatif bagi

pihak lain. Dikarenakan data sekunder bersifat melengkapi data primer, maka

peneliti dituntut untuk berhati-hati dalam menyeleksi data sekunder. Jangan

sampai data tersebut tidak sesuai dengan tujuan penelitian atau telalu banyak

(overload). Selain bersifat melengkapi, data sekunder juga sangat membantu

peneliti bila data primer terbatas atau sulit untuk diperoleh (Kriyantono, 2006:

43). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data sekunder yang diperoleh

dari internet berupa penelitian terdahulu, jurnal, beberapa literatur, beberapa

dokumentasi, dan buku-buku yang berkaitan serta relevan dengan penelitian ini.

33
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, dikarenakan tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Jadi, tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan. Dalam

penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi

yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak

pada observasi berperanserta, wawancara mendalam, dan dokumentasi (Sugiyono,

2015: 309). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan beberapa teknik

penggumpulan data sebagai berikut:

3.5.1 Wawancara

Menurut Sugiyono (2015: 317) wawancara adalah pertemuan dua orang

untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai

teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan

untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti atau apabila peneliti juga

ingin mengetahui hal-hal yang lebih mendalam.

Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang peneliti gunakan adalah

wawancara semiterstruktur. Esterberg (2002) mengemukakan bahwa wawancara

semiterstruktur termasuk dalam kategori in-depth interview, pelaksanaannya lebih

bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Wawancara

semiterstruktur bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka.

Informan diajak wawancara untuk dimintai pendapat dan ide-idenya. Dalam

34
melakukan wawancara semiterstruktur peneliti harus mendengarkan secara teliti

dan mencatat apa saja yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2015: 320).

Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara semiterstruktur dengan

informan yang telah diperoleh dan ditentukan berdasarkan teknik purposif.

Wawancara pada penelitian ini dilakukan menggunakan pedoman wawancara.

Peneliti melakukan tanya jawab dengan informan secara lebih bebas, tidak kaku

dan mengalir apa adanya membiarkan informan menyatakan pendapat dan ide-

idenya. Pada saat wawancara, selain menggunakan pedoman wawancara sebagai

panduan agar tidak keluar dari fenomena yang diteliti, peneliti juga menggunakan

alat pendukung lain berupa ponsel untuk merekam suara saat wawancara

berlangsung. Selain itu peneliti juga menggunakan buku catatan. Adapun proses

wawancara yang peneliti lakukan dengan informan telah berdasarkan kesepakatan

dan persetujuan antara peneliti dengan informan. Selain itu, tidak lupa pula

peneliti meminta kesediaan informan untuk melakukan wawancara tambahan jika

diperlukan.

Wawancara pertama pada penelitian ini peneliti lakukan dengan YD dan

LM melalui aplikasi WhatsApp. Dikarenakan susahnya menemukan jadwal yang

pas dengan YD maupun LM dikarenakan padatnya jadwal YD dan LM. Sehingga

wawancara dengan YD dan LM melalui WhatsApp berlangsung cukup lama.

Wawancara melalui WhatsApp dengan YD peneliti lakukan pada 28 Oktober

2020, 31 Oktober 2020, 30 November 2020. Sementara dengan LM wawancara

melalui WhatsApp peneliti lakukan pada 28 Oktober 2020 dan 24 November

2020. Setelah berdiskusi dengan LM dan menemukan waktu yang tepat, peneliti

akhirnya dapat bertemu LM secara tatap muka pada 26 November 2020 di kantor

35
surat kabar Harian Haluan. Pertemuan ketiga peneliti lakukan pada 24 Desember

2020 di DPRD Sumbar yang menjadi posko liputan LM dan pertemuan ketiga

dengan LM peneliti lakukan pada 8 Februari 2021. Sementara pertemuan dengan

YD baru bisa peneliti lakukan pada 2 Desember 2020 di rumahnya. Kemudian

peneliti kembali bertemu dengan YD di rumahnya pada 12 Februari 2021.

Sementara dengan RW, pertemuan tatap muka peneliti lakukan pada 5 Februari

2021 dan pada 8 Februari 2021 di kantor surat kabar Harian Haluan.

3.5.2 Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pada

penelitian kualitatif. Observasi difokuskan untuk mendeskripsikan dan

menjelaskan fenomena penelitian. Fenomena ini mencakup interaksi (perilaku)

dan percakapan yang terjadi diantara subjek yang diteliti. Sehingga, data yang

dikumpulkan terdiri dalam dua bentuk yaitu interaksi dan percakapan. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan observasi nonpartisipan. Observasi

nonpartisipan merupakan metode observasi dimana peneliti hanya bertindak

mengobservasi tanpa ikut terjun melakukan aktivitas seperti yang dilakukan oleh

kelompok yang diteliti, baik kehadirannya diketahui atau tidak (Kriyantono, 2006:

109-110).

Sebagai nonpartisipan, dalam penelitian ini peneliti tidak berlaku menjadi

jurnalis melainkan hanya menemani jurnalis perempuan melakukan aktivitasnya.

Sehingga memungkinkan peneliti untuk dapat melihat secara langsung aktivitas

komunikasi seperti apa yang dilakukan informan. Peneliti mengunjungi lokasi

utama penelitian yaitu kantor surat kabar Harian Haluan. Selain itu, peneliti juga

mendatangi beberapa tempat lainnya yang menjadi lokasi bagi jurnalis perempuan

36
saat ditugaskan untuk melakukan liputan berita lapangan seperti kantor DPRD

Sumbar yang menjadi posko liputan salah satu jurnalis perempuan. Observasi pra

penelitian peneliti lakukan selama empat bulan, terhitung dari Juni 2020 sampai

September 2020. Sedangkan observasi penelitian dilakukan selama Oktober 2020

sampai Februari 2021. Peneliti berusaha mendekatkan diri dengan jurnalis

perempuan agar mereka mau terbuka dan merasa nyaman dan tidak terganggu

dengan kehadiran peneliti seperti berusaha menjalin komunikasi yang baik setiap

kali bertemu dengan jurnalis perempuan serta bersedia menunggu jurnalis

perempuan jika tiba-tiba mendapatkan tugas yang harus segera diselesaikan.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan saat berada di kantor surat

kabar Harian Haluan, kebanyakan jurnalis perempuan baru berada di kantor

sekitar pukul 15.00 – 18.00 WIB untuk ikut rapat redaktur, rapat reporter, dan

melanjutkan pekerjaan untuk mengolah berita. Sementara di waktu pagi hingga

menjelang pukul 15.00 WIB, jurnalis perempuan akan melakukan liputan berita

ke lapangan. Ada beberapa dari jurnalis perempuan yang hanya datang ke kantor

untuk rapat reporter dan bersegera pulang setelah rapat berakhir, seperti salah satu

informan dalam penelitian ini yaitu YD. Selama melakukan penelitian, peneliti

dan YD tidak pernah bertemu di kantor. Selain itu, jurnalis perempuan juga

pulang lebih cepat dari jurnalis laki-laki yang biasanya pulang lebih larut malam.

Rata-rata jurnalis perempuan pulang pukul 18.00 – 20.00 WIB.

3.5.3 Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2015: 329) dokumen merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Sehingga dokumentasi adalah suatu cara yang digunakan

untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-

37
karya monumental dari seseorang. Dokumentasi merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil

penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel atau dapat dipercaya

jika didukung oleh sejarah pribadi kehidupan, foto-foto, atau karya tulis

akademik, dan seni yang telah ada. Dalam penelitian ini, yang menjadi

dokumentasi adalah transkrip wawancara dengan informan, rekaman wawancara,

dan foto saat wawancara berlangsung serta beberapa foto yang sesuai dengan

temuan peneliti saat penelitian berlangsung.

3.6 Teknik Analisis Data

Tahap analisis data memegang peran penting dalam riset kualitatif, yaitu

sebagai faktor utama penilaian kualitas dari penelitian. Analisis data kualitatif

dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan peneliti di

lapangan, baik data yang terkumpul melalui observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Data tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori

tertentu. Setelah diklasifikasikan, peneliti kemudian melakukan pemaknaan

terhadap data. Pemaknaan ini merupakan prinsip dasar penelitian kualitatif, bahwa

realitas ada pada pikiran manusia dan realitas adalah hasil konstruksi sosial

manusia itu sendiri (Kriyantono, 2006: 194-195).

Menurut Farid dan Adib (2018: 48-50) dalam penelitian fenomenologi,

terdapat beberapa varian dalam tahap analisis data. Creswell mengidentifikasi dua

diantaranya, yaitu metode yang digunakan Polkinghorne (1989) dan Moustakas

(1994). Adapun dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode analisis

data oleh Moustakas yang dijelaskan sebagai berikut:

38
a. Data yang sudah terkumpul dikelompokkan sesuai dengan sub-sub tema

penelitian atau sesuai permasalahan yang telah dirumuskan. Pada tahap ini

peneliti membuat daftar pertanyaan berikut jawaban yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti.

b. Reduksi dan eliminasi data. Pada tahap ini peneliti menguji data dengan

cara epoche, yaitu mengosongkan tendensi untuk tidak “asal” memperoleh

data sebanyak-banyaknya. Peneliti berusaha selektif memilih data yang

benar-benar sesuai dengan fenomena yang dibidik. Sehingga data yang

tidak penting akan dikurung terlebih dahulu (bracketing).

c. Memberi tema-tema data yang sudah mulai nampak eidos-nya, yaitu

invariant constitute yang tersisa dari proses eliminasi data untuk

selanjutnya ditematisasi (dinamai) sesuai dengan pokok permasalahan

penelitian.

d. Identifikasi data. Peneliti memilah data yang telah memiliki eidos-eidos

untuk divalidasi. Ini bertujuan untuk menentukan apakah data yang dipilih

cocok dengan tema penelitian. Data yang tumpang tindih dan tidak cocok

dengan permasalahan penelitian, peneliti mengurung data tersebut terlebih

dahulu masuk bracketing. Sedangkan data yang cocok peneliti proses lebih

lanjut.

e. Mengonstruk deskripsi tekstural dari masing-masing informan, yaitu

membahasakan ulang tanpa mengurangi esensi dari apa yang telah

dinyatakan oleh subjek. Data hasil deskripsi tekstural tersebut kemudian

dipilah lagi, apakah berguna bagi penelitian selanjutnya. Adapun data

39
yang tidak berguna di einklamerung masuk bracketing. Sedangkan data

yang berguna diproses lebih lanjut.

f. Membuat deskripisi struktural, yaitu menggabungkan deskripsi struktural

dengan data-data yang diperoleh dari mengintuisi fenomena melalui

reduksi transedental. Maka sampailah peneliti kepada kesadaran

transedental. Dan telah nampak terang data dari fenomena dan cocok

dengan permasalahan penelitian.

g. Membuat sintesa data dan menjawab semua permasalahan penelitian, yaitu

merekonstruksi makna-makna dan esensi-esensi fenomena yang

merepresentasikan semua permasalahan penelitian.

3.7 Validitas Data

Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek

penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang valid adalah

data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data

yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Kebenaran realitas data menurut

penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada

kemampuan peneliti untuk mengonstruksi fenomena yang diamati serta dibentuk

dalam diri sebagai hasil dari proses mental individu dengan latar belakangnya

(Sugiyono, 2015: 365).

Pada penelitian ini, proses validitas data dilakukan melalui refleksivitas.

Menurut Cresswell (249: 2016) dilakukannya validitas data dengan refleksivitas

bertujuan agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan sehingga bersifat

objektif dari interpretasi peneliti. Melalui refleksivitas, peneliti merefleksikan

bagaimana peran peneliti, latar belakang pribadi, budaya, serta pengalaman

40
peneliti dalam penelitian yang berpotensi membentuk interpretasi, seperti tema-

tema yang peneliti kembangkan dan makna-makna yang peneliti anggap sebagai

sumber data. Dengan demikian Adriany dalam Novianti (2014: 27) menyatakan

bahwa semakin kuat peneliti dapat merefleksikan diri dalam proses penelitian

yang dilakukan, maka semakin tinggi pula nilai validitas dan reabilitas data yang

dimiliki.

3.8 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di surat kabar Harian Haluan yang terletak di

Komplek Bandara Tabing, Jl. Prof. Dr. Hamka, Parupuk Tabing, Kecamatan Koto

Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat dan beberapa tempat lain yang menjadi

lokasi jurnalis perempuan ditugaskan untuk liputan berita lapangan seperti DPRD

Sumbar yang menjadi pos liputan informan pertama.

3.9 Jadwal Penelitian

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian


Tahun
2020 2021
Jenis Kegiatan
Mar Apr-Sep Okt Nov-Des Jan-Feb Mar-Jun Ags

Pengumuman SK
Pembimbing
Penulisan Proposal
Penelitian
Seminar Proposal

Pengumpulan Data

Penulisan Skripsi

Sidang Skripsi
(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

41
3.10 Kendala Penelitian

Selama proses penelitian, peneliti memiliki beberapa kendala. Kendala ini

peneliti rasakan pada proses observasi dan wawancara yang peneliti lakukan

dengan informan dan dapat peneliti jelaskan sebagai berikut:

1. Pada saat peneliti ingin memperoleh data jumlah jurnalis yang ada di Kota

Padang secara keseluruhan tidak peneliti temukan organisasi

kewartawanan seperti Aliansi Jurnalis Independen Kota Padang atau

lembaga survey yang mempunyai data dan informasi terkait jumlah

jurnalis yang ada di Kota Padang. Sehingga peneliti menghabiskan banyak

waktu untuk memperoleh data jumlah jurnalis dengan melakukan

observasi mandiri ke masing-masing media cetak untuk mendapatkan

keterangan jumlah jurnalis sebagai perbandingan antara satu media dengan

media yang lain.

2. Kendala kedua terjadi saat peneliti melakukan observasi ke berbagai

media cetak untuk studi pendahuluan mendapatkan data dan informasi

awal penelitian. Peneliti cukup terkendala karena pandemi Covid-19,

beberapa media cetak bahkan belum membolehkan mahasiswa untuk

melakukan penelitian dengan alasan data atau informasi yang peneliti

butuhkan tidak dapat diberikan karena kebanyakkan karyawan dan jurnalis

masih melakukan pekerjaan dari rumah atau work from home (WFH).

3. Kendala terakhir yang peneliti hadapi adalah sulitnya mengatur jadwal

untuk melakukan wawancara dengan informan penelitian karena padatnya

pekerjaan yang dimiliki informan. Terlebih sebagai jurnalis, informan

selalu punya kegiatan dan penugasan dadakan. Sehingga jadwal

42
wawancara dengan peneliti seringkali harus diundur dan dibatalkan secara

tiba-tiba. Dan membuat peneliti harus mengatur ulang kembali jadwal

untuk melakukan wawancara dengan informan.

43
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Harian Haluan

Harian Haluan merupakan koran harian pertama di Sumatera Barat yang

lahir tiga tahun pasca proklamasi kemerdekaan yakni pada 1 Oktober 1948 di

Bukittinggi berkat usaha H. Kasuma seorang wartawan senior yang saat itu

menjabat sebagai Wakil Kepala Pusat Peredaran Film Indonesia Provinsi

Sumatera Barat. Di penghujung tahun 1948, Haluan hanya sempat beberapa kali

terbit karena adanya Agresi Militer Belanda II pada 19-20 Desember 1948 yang

menyebabkan Haluan terpaksa berhenti terbit. Hingga pada 1949, setelah Belanda

mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, kantor redaksi dan

percetakan Harian Haluan dipindahkan dari Bukittinggi ke Padang. Pada mulanya

Haluan tidak terbit secara teratur, namun secara lambat laun dapat rutin terbit

setiap harinya. Sejak itu Haluan menjadi koran referensi turun-temurun di ranah

minang dan berhasil mengukuhkan diri sebagai salah satu surat kabar paling

bergengsi di Sumatera Bagian Tengah.

Pada tahun 1958 menjelang pergolakan Pemerintahan Revolusioner

Republik Indonesia (PRRI) Harian Haluan kembali mati suri hingga 11 tahun

kemudian. Hal ini dikarenakan Haluan semakin gencar menyuarakan kritikan

terhadap pemerintah pusat kala itu, hingga mau tak mau pemerintah pusat

mengambil tindakan. Mulanya pemerintah pusat melarang peredaran Harian

Haluan di Jakarta dengan menyita dan memusnahkan seluruh koran Haluan di

Jakarta. Selain itu, suplai kertas dan tinta untuk penerbitan Haluan pun juga mulai

dibatasi. Puncaknya Harian Haluan ditutup, percetakan dan seluruh kekayaan

44
Haluan turut disita. Bahkan pendiri Haluan H. Kasuma beserta salah satu

wartawan muda ditangkap dan dipenjara. Setelah dibebaskan pada 1962, H.

Kasuma bertekad ingin membangun kembali Haluan. Barulah pada 1969 setelah

11 tahun mati suri Harian Haluan dapat kembali terbit.

Sejak 2010 Haluan kemudian diakuisisi atau diambil alih oleh Basrizal

Koto dari pemilik lama. Dibawah kepemilikan Basrizal Koto atau Basko

Group didirikanlah group media “Haluan Media Group” atau disingkat HMG.

HMG sendiri terdiri dari Harian Haluan yang berada di provinsi Sumatera Barat,

Haluan Kepri yang berada di provinsi Kepulauan Riau, Haluan Riau di provinsi

Riau dan Radio Haluan FM di Pekanbaru, Riau. Keempat media ini bersinergi

baik dalam hal pemberitaan maupun periklanan dan menjadikan HMG sebagai

salah satu grup media terbesar yang ada di wilayah Sumatera Barat, Riau, dan

Kepulauan Riau. Pembaca Haluan sendiri berasal dari berbagai latar belakang

pendidikan, ekonomi, pekerjaan atau profesi. Adapun muatan berita Haluan antara

lain adalah seputar sosial kemasyarakatan, ekonomi bisnis, olahraga, pendidikan,

politik, pemerintahan, hiburan, pariwisata, nasional, internasional, komunitas,

properti, otomotif, lingkungan, mitigasi dan kebencanaan dengan nilai Integritas,

Inovasi, Sinergi, dan Peduli. Memasuki era digital Harian Haluan juga

bertransformasi menjadi Haluan.com, dan hantaran.co portal berita dan Haluan

TV dengan susunan keredaksian terpisah yang juga mewarisi semangat Harian

Haluan dengan kemasan digital.

Visi Harian Haluan

Menjadi perusahaa media informasi atau multimedia yang kredibel

bertujuan untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa.

45
Misi Harian Haluan

1. Melakukan diversifikasi usaha multimedia, terutama di bidang digital

media dengan memberdayakan SDM, mempertahankan kredibilitas dan

melakukan kolaborasi strategis dengan upaya untuk perusahaan terbaik di

bidangnya.

2. Membangun kerjasama yang positif dengan segenap mitra dan relasi untuk

meraih nilai manfaat bersama. Mengembangkan tata kelola perusahaan

yang baik dan profesional untuk menghasilkan nilai manfaat bagi

pengelola media dan masyarakat sekitar.

Struktur Organisasi Harian Haluan

CEO : Basrizal Koto

Pemimpin Umum/Penanggung Jawab : Zul Effendi

Manager SDM & Pengawasan : Ismet Fanany MD

Redaktur Pelaksana I : Afrianita

Redaktur Pelaksana II : Juli Ishaq Putra

Kabag Produksi : Meihendri

Kabag Keuangan : Andri Yusran

Dewan Redaksi : Basrizal Koto, Hasril Chaniago, Zul

Effendi, Ismet Fanany MD,

Afrianita, Juli Ishaq Putra.

Sekretaris Redaksi : Silvia Oktarice, David Revalon.

Redaktur : Nasrizal, Atviarni, Arda Sani, Juli

Ishaq Putra, Isra Hermanto.

46
Reporter Padang : Ade Budi Kurniati, Rahma Winda,

Leni Marlina, Yesi Deswita,

Hamdani Syafri, Riga Firdaus H.

Fotografer : Irham Kurniawan, Tio Furqon.

Perwakilan Bukittinggi : Yusril Masri, Ridwan, Rudi Gatot.

Pariaman/Padang Pariaman : Yuhendra, Khairuddin.

Payakumbuh/Lima Puluh Kota : Zukifli, Dadang.

Pasaman : Nuzul Ramadana.

Agam : Rahmat Hidayat.

Padang Panjang : Nafizatul Hardi.

Tanah Datar : Emrizal, Ferry Maulana.

Pasaman Barat : Osniwati.

Pesisir Selatan : M. Joni, Okis, Mardiansyah.

Kabupaten Solok/Kota Solok : Yutiswandi, Alfian, Rivo Septi A.

Solok Selatan : Jefli.

Sawah Lunto : Fadilla Jusman.

Sijunjung : Ogi.

Dharmasraya : Maryadi, Badri Alaina.

4.2 Profil Informan

Informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive

(purposif). Pada penelitian ini diperoleh tiga orang informan akhir yang telah

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan menyatakan bersedia

berpartisipasi dalam proses penelitian.

47
4.2.1 Informan 1

Nama : YD

Usia 26

Jabatan : Reporter

Informan pertama dalam penelitian ini berinisial YD, reporter surat kabar

Harian Haluan yang telah menjadi jurnalis sejak 2018. YD merupakan alumni S1

Psikologi Unand yang sempat menjalankan bisnis kafe lalu memilih menjadi

jurnalis dikarenakan kecintaannya pada dunia tulis-menulis sejak masih SMP

(Sekolah Menengah Pertama) dan terus aktif menulis hingga di bangku

perkuliahan. Berkat hobi menulisnya perempuan kelahiran Solok, 6 Desember

1995 ini bahkan sudah menerbitkan sebuah novel islami dengan judul “Terpanah

Tepat di Hati” sebelum dirinya menjadi seorang jurnalis. Di surat kabar Harian

Haluan, YD bertugas untuk menulis liputan di kanal Ekonomi dan Bisnis.

Berbagai lomba menulis untuk jurnalis juga pernah diikuti YD dan yang terbaru

adalah kompetisi menulis untuk jurnalis yang diadakan oleh Gojek.

Peneliti mengenal YD setelah mendapatkan informasi dan data jurnalis

perempuan yang bersumber dari SO yang merupakan Sekretaris Redaksi Harian

Haluan. Kemudian untuk pertama kalinya peneliti berkenalan dengan YD melalui

aplikasi WhatsApp. Perkenalan awal peneliti dengan YD melalui chat WhatsApp

berlangsung pada 28 Oktober 2020. Setelah saling bertukar pesan, YD bersedia

untuk berbagi pengalaman pekerjaan yang baru ditekuninya selama tiga tahun

sebagai jurnalis. Dari 28 Oktober hingga 30 November proses pengenalan dan

mengakrabkan diri dengan YD masih berlangsung melalui aplikasi WhatsApp

48
atas permintaan YD. Ini karena YD baru melahirkan anak pertama dan masih

berusia tiga bulan.

Setelah menemukan waktu yang pas, peneliti dan YD akhirnya sepakat

untuk bertemu secara tatap muka dikontrakkan YD pada 2 Desember 2020 yang

beralamatkan di Gunung Pangilun Jalan Gang Mela. Dari pertemuan ini peneliti

mengetahui bahwa YD adalah pribadi yang sederhana dan ramah, terlihat dari

cara YD menyambut kedatangan peneliti di depan gang di luar kontrakkannya

sambil mengendong anaknya karena takut peneliti akan tersesat. Selain itu, YD

dengan ramah juga mempersilahkan peneliti untuk masuk dan duduk di dalam

rumahnya segera setelah peneliti sampai serta sudah disediakannya juga berbagai

camilan kepada peneliti. Selanjutnya pertemuan peneliti dengan YD juga terjadi

pada tanggal 15 Februari 2021.

4.2.2 Informan 2

Nama : LM

Usia 32

Jabatan : Reporter dan Asisten Redaktur

Informan kedua dalam penelitian ini berinisial LM kelahiran Pariaman, 10

Oktober 1989. LM saat ini dipercayai untuk meliput di kanal ekonomi dan seputar

Padang. Alumni SI Sastra Daerah Universitas Andalas ini telah menjadi jurnalis di

surat kabar Harian Haluan sejak 2014. Sempat melamar pekerjaan di berbagai

perusahaan di kota Padang, akhirnya LM berlabuh di Harian Haluan berkat saran

dari saudara iparnya yang juga seorang jurnalis. Awalnya ibu dari tiga orang anak

yang masih balita ini sama sekali tidak punya gambaran apapun tentang dunia

49
kewartawanan. Sehingga cukup berat bagi LM saat pertama kali bergelut dalam

pekerjaan jurnalis. Namun karena keseriusannya, selain merupakan reporter LM

saat ini juga menjabat sebagai asisten redaktur di Harian Haluan.

Awal perkenalan dengan LM juga diawali melalui chat di aplikasi

WhatsApp pada 28 Oktober 2020. LM merespon pesan peneliti dengan cepat

sehingga tidak ada kesulitan saat berkomunikasi via media sosial yang peneliti

lakukan dengan LM. Setelah berdiskusi untuk bertemu, LM mengatakan bahwa

dirinya ada di kantor setiap hari kecuali Sabtu dan Minggu. LM juga memberitahu

bahwa pada hari-hari itu peneliti dapat datang menemui LM pada pukul 15.00-

18.00 WIB. Peneliti akhirnya dapat bertemu dengan LM secara tatap muka di

kantor surat kabar Harian Haluan pada Kamis, 26 November 2020. Dari

pertemuan pertama peneliti mengetahui bahwa LM memiliki kepribadian yang

cukup terbuka dan ramah. LM berbicara secara spontanitas menggunakan bahasa

Indonesia dengan dialek Padang yang masih kental saat bercakap-cakap dengan

peneliti.

Awalnya, LM sempat ingin mengurungkan niatnya untuk jadi informan

penelitian dan mengatakan agar peneliti menggantikannya dengan jurnalis

perempuan yang lain sebab merasa tidak enak dengan peneliti karena sempat

susah untuk ditemui dikarenakan padatnya jadwal LM. Namun setelah berdiskusi

dan meyakinkan LM, peneliti akhirnya dapat bertemu kembali dengan LM di

DPRD Sumbar pada Senin, 28 Desember 2020. Seterusnya untuk pertemuan

ketiga peneliti kembali bertemu dengan LM di kantor surat kabar Harian Haluan

pada Senin, 8 Februari 2021. Selanjutnya pertemuan terakhir peneliti dengan LM

berlangsung pada 16 Februari 2021 di kantor Harian Haluan.

50
2.2.3 Informan 3

Nama : RW

Usia 34

Jabatan : Reporter dan Koordinator Liputan

Informan ketiga dalam penelitian ini berinisial RW, reporter sekaligus

menjabat sebagai koordinator liputan di surat kabar Harian Haluan. Perempuan

kelahiran Padang, 4 Mei 1987 ini sudah menjadi jurnalis sejak 2013. Berbagai

bidang pekerjaan sempat dilakoni RW sebelum akhirnya menjadi jurnalis di

Harian Haluan. RW sempat bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMPN di

kota Padang namun akhirnya mengundurkan diri. Sempat juga bekerja sebagai

seorang developer di salah satu perusahaan swasta di kota Padang, namun juga

mengundurkan diri dan memutuskan untuk mencoba-coba menjadi jurnalis di

surat kabar Harian Haluan.

Bagi lulusan SI Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri Imam

Bonjol ini, menjadi seorang jurnalis awalnya sangat penuh dengan keanehan.

Selain itu RW merupakan penyuka tantangan sehingga menganggap bahwa

profesinya yang sekarang sangat cocok dengan dirinya. RW juga menyadari

bahwa dirinya lebih cocok bekerja di lapangan atau pekerjaan luar ruangan seperti

saat bertugas melakukan liputan berita lapangan. RW saat ini dipercayai untuk

meliput berita seputar hukum kriminal dan pemerintahan kota.

Perkenalan dengan RW juga peneliti awali melalui aplikasi WhatsApp pada

6 November 2020 namun tidak ada feedback dari RW. Setelah tiga bulan

mencoba mencari cara agar dapat terhubung dengan RW, peneliti akhirnya dapat

bertemu RW untuk pertama kalinya secara tatap muka pada 5 Februari 2021

51
setelah menunggu RW selesai melaksanakan rapat reporter di kantor surat kabar

Harian Haluan. Dari pertemuan ini dapat peneliti ketahui bahwa RW merupakan

orang yang cukup terbuka, humoris dan suka menggunakan bahasa gaul atau

kekinian saat bercakap-cakap. RW lebih memilih bahasa minang saat berbicara

sehingga terkesan lebih santai. Setelah menyatakan bersedia untuk membagikan

pengalamannya selama menjadi seorang jurnalis, peneliti dan RW sepakat untuk

bertemu kembali pada 8 Februari 2021. Selanjutnya pertemuan ketiga peneliti

dengan RW dilakukan pada 16 Februari 2021 di tempat yang sama yaitu di kantor

Haluan.

4.3 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini merupakan penjelasan dari pengalaman yang peneliti

peroleh dari ketiga informan atau jurnalis perempuan saat menjalankan profesinya

sebagai jurnalis di surat kabar Harian Haluan. Penelitian ini dilakukan melalui

proses wawancara semiterstruktur dengan informan serta pengamatan

nonpartisipan terkait pengalaman eksistensi jurnalis perempuan yang bekerja di

Harian Haluan.

4.3.1 Pengalaman Eksistensi Jurnalis Perempuan yang Bekerja di Harian

Haluan

Berdasarkan hasil wawancara semiterstruktur yang peneliti lakukan dengan

keseluruhan informan, peneliti mendapatkan beberapa tema untuk menjelaskan

pengalaman eksistensi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan yang

meliputi motif jurnalis perempuan memilih profesi jurnalis, dukungan sosial

terhadap perempuan yang bekerja sebagai jurnalis, serta kemampuan diri jurnalis

perempuan.

52
4.3.1.1 Motif Jurnalis Perempuan Memilih Profesi Jurnalis

4.3.1.1.1 Motif Sebab Memilih Profesi Jurnalis

Adapun motif sebab yang mendorong subjek atau informan penelitian

untuk mengambil keputusan menjadi jurnalis cukup beragam. Keberagaman motif

sebab yang dimiliki oleh informan dilatarbelakangi oleh berbagai aspek

sebagaimana yang peneliti temukan dalam penelitian. Berdasarkan hasil

wawancara, motif sebab dalam penelitian ini dapat peneliti kategorikan sebagai

hobi menulis, tidak ada pilihan pekerjaan lain, dan kebetulan saja.

4.3.1.1.1.1 Hobi Menulis

Hobi menulis bagi beberapa informan dianggap menjadi motif sebab

memilih profesi jurnalis sebagai bagian dari aktivitas keseharian mereka.

Keseluruhan informan dalam penelitian ini menariknya bukan sarjana Ilmu

Komunikasi atau tidak memiliki latar belakang pendidikan yang berkaitan dengan

jurnalistik. Namun, informan memilih profesi jurnalis karena dipengaruhi oleh

motif sebab hobi atau kegemaran menulis yang dimiliki di masa lalu berupa

menullis cerpen untuk majalah dinding (mading) sewaktu masih duduk di bangku

sekolah. Informan yang menyatakan hobi menulis sebagai faktor pendorong

memilih profesi jurnalis di antaranya adalah YD. Perempuan asal Solok ini

sebelumnya menempuh pendidikan S1 jurusan Psikologi di Universitas Andalas.

Ketertarikan YD dengan jurnalistik diawali dari hobi menulis yang sudah

digemarinya semenjak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama dan berlanjut

hingga kuliah. YD menunjukkan ketertarikan lebih pada dunia jurnalistik dengan

mengikuti pers mahasiswa yang berada di tingkat universitas maupun yang berada

di tingkat fakultas sekaligus.

53
“Awalnya memang karena suka nulis, dulu di kampus pernah nerbitin buku
sendiri. Terus awal bisa kerja di Haluan itu pas tamat 2017, awal-awal 2018
ada lowongan di Haluan kakak daftar. Iseng aja sih waktu itu dan karena
ijazah belum diterima pake SKL. Padahal waktu itu sudah punya usaha kafe
juga di Jamsek.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).
Ketika ditanyai lebih lanjut mengenai sebab yang melatarbelakangi YD

akhirnya memilih menekuni bekerja sebagai seorang jurnalis di media cetak, YD

menjelaskan bahwa dulu ia tidak begitu mempercayai kebenaran informasi berita

yang ada di portal berita online. Selain itu bagi YD adanya bukti fisik berupa

koran saat menulis berita di media cetak juga memberikan kebanggaan tersendiri

bagi YD. Selanjutnya juga dipengaruhi oleh pengalaman YD saat mengikuti pers

mahasiswa sewaktu kuliah, YD menemukan kebanggaann saat tulisannya dicetak

dalam bentuk majalah. Tak hanya itu, eksistensi Harian Haluan sebagai media

cetak tertua di Sumbar juga mempengaruhi pilihan YD bekerja sebagai jurnalis di

media cetak.

“Heem kalau dulu pas jadi orang awam kakak nggak percaya sama berita
online. Tapi semenjak kenal media baru, ya baru lah percaya berita-berita di
portal online. Terus kenapa kakak milihnya di media cetak itu karena koran
itu kalau kita nulis ada bukti fisiknya, jadi setiap ada tulisan kita yang
dimuat itu bangga banget rasanya. Terus Haluan ini juga media yang paling
tua di Sumbar, jadi kayak ada kebanggaan sendiri.” (Informan YD, Padang
2 Desember 2020).

4.3.1.1.1.2 Tidak Ada Pilihan Pekerjaan Lain

Motif sebab “tidak ada pilihan pekerjaan lain” melatarbelakangi LM yang

merupakan informan kedua penelitian ini memilih jurnalis sebagai profesi. Setelah

lulus dari Universitas Andalas pada 2012 karena membutuhkan pekerjaan, LM

berusaha melamar pekerjaan di berbagai perusahaan yang ada di kota Padang.

Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi untuk dapat menjalani kehidupan

sehari-hari sebagai tulang punggung keluarga.

54
“Pengalaman jadi wartawan dimulai karena waktu itu ditawari sama kakak
ipar. Kebetulan kakak iparnya kakak memang sudah duluan jadi wartawan,
dari 2006-an. Jadi kakak wisuda di Unand 2012 karena belum dapat
pekerjaan padahal kakak sudah banyak mengirim lamaran ke berbagai
perusahaan di Padang.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).
Sayangnya dari berbagai lamaran yang sudah dikirim LM, dirinya selalu

gagal pada tes tahap satu dan dua. Hingga akhirnya tawaran untuk menjadi

jurnalis datang dari kakak ipar LM yang merupakan seorang wartawan. Setelah

pergulatan batin yang cukup panjang dan sedang membutuhkan pekerjaan

akhirnya LM memilih mengikuti saran dari kakak iparnya tersebut. Sehingga

tawaran untuk melamar pekerjaan sebagai jurnalis di Harian Haluan dicoba LM.

“Dapat pekerjaan waktu itu susah, meskipun sudah banyak mengirim


lamaran ke perusahaan-perusahaan memang waktu itu kakak sempat
dipanggil cuma pas tes tahap satu, tahap dua ada diterima tapi pas tahap
akhirnya kakak bukan orang yang beruntung. Akhirnya dapat tawaran dari
kakak ipar yang sudah duluan masuk dunia wartawan kan, kata dia coba lah
jadi wartawan karena jurusan kakak kan Sastra juga. Di Sastra juga
diajarkan Ilmu Komunikasi, jadi sedikit banyaknya arah-arah ke situ ada
lah.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).
“Tidak ada pilihan pekerjaan lain” inilah yang akhirnya mengantarkan atau

yang menjadi motif sebab utama bagi LM memilih profesi jurnalis. Meskipun

memakan waktu yang cukup lama bagi LM meyakinkan dirinya sendiri untuk

memilih profesi jurnalis. Keberanian LM diakuinya juga tidak terlepas dari

motivasi dan semangat dari keluarga khususnya kedua orang tua.

“Karena walaupun kakak mencari pekerjaan yang lain belum tentu kakak
bisa dapat karena pekerjaan itu dapatnya susah kan apalagi di Padang ini.
Bisa dikatakan seperti yang diberitakan Haluan kalau misalkan ada sekitar
ratusan ribu masyarakat Sumbar ini yang menganggur dan rata-rata mereka
merupakan kalangan terdidik yang umumnya tamatan sarjana. Jadi kakak
tidak punya pilihan” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).

LM menuturkan keinginannya untuk dapat bekerja di perkantoran seperti

pegawai bank bila ada pilihan pekerjaan lain saat itu. Dalam bayangan LM,

bekerja di kantor akan lebih santai dan nyaman untuk seorang perempuan seperti

55
dirinya. Berbeda dengan gambaran akan pekerjaan seorang wartawan yang lebih

keras dan penuh tantangan.

“Iya kalau pilihan kakak keinginan kakak itu ya kerja di kantoran, duduk
pagi datang sore pulang itu keinginan kakak. Keinginan pada umumnya
cewek-cewek lah mungkin ya.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).

4.3.1.1.1.3 Kebetulan Saja

Tidak seperti informan LM yang memilih profesi jurnalis karena sudah

tidak ada pilihan pekerjaan lain yang bisa didapatkan, di lain situasi “kebetulan

saja” menjadi motif sebab yang melatarbelakangi pilihan RW memilih profesi

jurnalis. Padahal pada 2013 itu, RW sudah bekerja sebagai seorang developer di

salah satu perusahaan swasta di kota Padang. Saat membaca koran Haluan yang

setiap harinya selalu diterima kantornya itu, “kebetulan saja” RW tertarik pada

posisi reporter yang ditawarkan Haluan pada laman lowongan pekerjaan yang

dibacanya kala itu.

“Oh, awal mulanya itu dari melihat iklan di koran Haluan waktu itu. Pas
banget lagi baca-baca koran, padahal biasanya ngga ada baca-baca koran
jadi kebetulan juga. Kebetulan waktu itu lagi kerja juga di developer jadi
memang ada koran masuk setiap hari. Biasanya memang tidak pernah baca
koran juga sih. Jadi waktu itu sudah merasa tidak memungkinkan untuk
kerja di situ. Akhirnya coba-coba untuk memasukkan lamaran ke Haluan
dan jabatannya memang reporter.” (Informan RW, Padang 8 Februari
2021).
Tak butuh waktu lama RW langsung mengundurkan diri dari pekerjaannya

dan memutuskan mengirim lamaran untuk posisi reporter yang sedang dibutuhkan

Haluan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan RW serta mendengar

keputusan yang dibuat RW, peneliti melihat RW sebagai pribadi yang berani

mengambil resiko. Mengingat RW tanpa ragu meninggalkan pekerjaan yang

sudah ada dan optimis memilih menjadi jurnalis.

56
“Iya, langsung masukkan lamaran, setelah itu jarak seminggu dapat
telepon lagi dan diwawancarai langsung sama HRD. Habis itu, jarak
seminggu lagi baru dipanggil untuk melakukan wawancara tulis, beberapa
hari setelah itu baru dinyatakan kalau kakak masuk kategori habis itu ikut
pelatihan” (Informan RW, Padang 8 Februari 2021).
Pada saat dinyatakan lulus dan ada pelatihan seputar jurnalistik yang

diberikan oleh Haluan untuk semua reporter baru, RW merasa lega dan sangat

terbantu. Setiap hari dalam seminggu, RW mendapatkan pelatihan jurnalistik dari

Haluan diantaranya berupa pelatihan menembus narasumber dan menulis berita

yang baik.

“Pokoknya lengkap lah pelatihannya yang diberikan selama seminggu itu


dan pas dapat pelatihan itu mampu kakak rasanya, kakak mikir kayaknya
tidak susah-susah amat lah gitu.” (Informan RW, Padang 8 Februari 2021).

4.3.1.2 Motif Tujuan Memilih Profesi Jurnalis

Motif tujuan berupa tindakan memilih menjadi jurnalis yang dilakukan

oleh informan untuk mendapatkan manfaat tertentu juga beragam. Motif tujuan ini

juga merujuk pada tindakan di masa yang akan datang. Karena tindakan yang

dilakukan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan informan, maka motif tujuan

dalam penelitian ini dapat peneliti kelompokkan menjadi kemampuan diri,

membantu perekonomian keluarga dan naik jabatan.

4.3.1.2.1 Kemampuan Diri

Berdasarkan hasil wawancara dengan keseluruhan informan, tidak ada

satupun dari informan penelitian yang memungkiri beratnya pekerjaan sebagai

seorang jurnalis. Bagi jurnalis perempuan, tantangan pekerjaan sebagai jurnalis

dirasakan dua kali lebih berat setelah mereka menikah dan punya anak. Selain itu,

adanya motif tujuan yang kuat dari diri informan juga menjadi salah satu sebab

57
yang melatarbelakangi keberadaan mereka sebagai seorang jurnalis. Motif tujuan

“kemampuan diri” peneliti temukan pada informan YD. Menulis diakui YD sudah

menjadi passion yang melekat pada dirinya sejak lama. Sehingga bekerja sebagai

seorang jurnalis memberikan kepuasan tersendiri bagi YD karena kemampuan

yang dimilikinya dapat terealisasikan.

“Kalau kakak kan suka nulis dan selama kakak masih enjoy disitu ya nggak
apa-apa, jalani aja itu gitu. Padahal kakak tahu kalau gaji di media nggak
seberapa, beban kerja wartawan juga berat. Tapi buat kakak profesi jurnalis
itu profesi yang tinggi disegani kalau kita punya etika, ya udah kakak
bertahan sampai sekarang.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).
Fenomena perempuan bekerja mungkin masih menjadi perbincangan yang

menarik hingga kini. Bagaimanapun, anggapan yang memandang bahwa keluarga

yang ideal adalah kaum laki-laki yang bekerja dan perempuan yang mengurus

pekerjaan rumah tangga masih saja ada. Namun, seiring perkembagan zaman

peran-peran yang demkian tidak lagi dibakukan. Seperti YD, setelah menikah

dukungan dari keluarga dan orang terdekat akan profesi jurnalis yang dijalaninya

masih sama seperti sebelum dirinya menikah. Sehingga juga menjadi

penyemangat tersendiri bagi YD untuk terus berkarier sebagai jurnalis. Pengertian

dan dukungan dari keluarga dan suami diperoleh karena YD mampu menunjukkan

dirinya dapat membagi peran sebagai seorang jurnalis dan sebagai seorang ibu

yang mengurus urusan rumah tangga dengan baik.

“Soalnya kakak masih bisa ngurus anak sama rumah terus bisa menyalurkan
hobi nulis juga. Kalau yang kerja pertimbangannya gaji pasti langsung
keluar haha. Kerja di media itu berat, ngajinya nggak seberapa jadi harus
pandai-pandai di lapangan. Kalau pandai cari iklan, banyak relasi lumayan
juga bahkan lebih dari PNS kadang hehe.” (Informan YD, Padang 2
Desember 2020).
Informan YD bahkan menyatakan sudah merasa nyaman bekerja sebagai

seorang jurnalis meski baru menjalani profesi jurnalis di Haluan selama tiga

58
tahun. Hal ini juga didorong oleh tersalurkannya hobi menulis YD selama bekerja

sebagai jurnalis. Selain itu, berdasarkan pengalamannya menurut YD kemampuan

menulis menjadi salah satu hal paling penting yang harus dimiliki oleh seorang

jurnalis. Sehingga berkat hobi menulisnya tersebut, tidak ada hambatan berarti

bagi YD dalam hal menulis berita.

“Iya masih akan lanjut jadi jurnalis, apalagi sudah mulai nyaman kan
sekarang. Nyamannya itu karena kakak hobi nulis itu, jadi kayak nulis satu
berita itu misalnya wawancara narasumber, direkam, dan ditulis, pas
ngeditnya itu tidak bakalan menghabiskan waktu yang lama karena kakak
senang melakukannya.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).
Berdasarkan hasil wawancara, dibandingkan dengan informan lainnya,

pengalaman YD sebagai jurnalis perempuan di Harian Haluan terhitung masih

cukup baru yaitu selama tiga tahun. Namun, hobi menulis yang dianggap YD

sudah menjadi passion dirinya inilah yang peneliti temukan membedakan YD

dengan informan lain dalam penelitian ini. Sehingga bekerja sebagai seorang

jurnalis di Harian Haluan sangat disenangi YD.

4.3.1.2.2 Membantu Perekonomian Keluarga

Semua informan dalam penelitian ini tidak pernah membayangkan atau

bercita-cita menjadi seorang jurnalis sama sekali. YD, LM, dan RW awalnya

hanya mencari pekerjaan yang bisa menjadikan mereka pribadi yang mandiri agar

tidak lagi bergantung pada keluarga terutama orang tua serta untuk kehidupan

mereka sendiri di masa depan. Tapi tidak semua informan menjadikan “membantu

perekonomian keluarga” sebagai motif tujuan memilih pekerjaan jurnalis.

Informan LM dan RW mencari pekerjaan apa saja karena tidak adanya pekerjaan

lain dan masalah ekonomi yang akhirnya menjadi motif tujuan utama keduanya

menjadi jurnalis. Seperti diutarakan oleh informan LM berikut ini.

59
“Dengan kondisi anak kakak yang sekarang itu masih balita-balita kalau
untuk membagi waktu dibilang repot pasti repot. Cuma karena ini
kebutuhan kakak pandai-pandai saja. Soalnya ibu-ibu zaman sekarang kalau
tidak pandai-pandai mencari uang, susah. Jadi harus bisa menyeimbangkan,
tuntutan ekonomi zaman kini tinggi apalagi kalau anaknya mau
disekolahkan, mau membangun rumah, dan segala macamnya.” (Informan
LM, Padang 28 Desember 2020).
Apalagi setelah menikah dan punya anak kebutuhan akan keperluan rumah

tangga dirasa lebih meningkat oleh LM. Sehingga dengan bekerja sebagai jurnalis

selain dapat menjadikannya mandiri juga dapat membantu menambah pendapatan

untuk keperluan rumah tangga. Jika hanya mengandalkan pendapatan dari

suaminya saja menurut LM tidak akan cukup untuk keperluan jangka panjang

keluarganya yang sudah direncanakan terutama untuk memenuhi kebutuhan anak-

anaknya di masa yang akan datang seperti kebutuhan untuk pendidikan.

“Karena kalau cuma untuk kebutuhan sehari-hari dari yang diberikan suami
kakak, uang bulanan dari suami kakak mungkin cukup ya. Cuma sekarang
kan anak kakak banyak, anak ada tiga. Mau tidak mau kakak harus
menabung untuk nanti keperluan sekolah anak atau untuk membeli rumah
karena sekarang kondisinya rumah kakak masih mengontrak. Kalau
misalkan kakak tidak ikut kerja juga seperti suami kakak otomatis tidak
cukup.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).
Selain itu, LM juga mengungkapkan bahwa berpendidikan tinggi adalah

sebuah kebanggaan dan tanggung jawab tersendiri bagi dirinya. LM tidak ingin

perjuangannya untuk mendapatkan gelar sarjana saat kuliah selesai begitu saja dan

berakhir dengan sia-sia. Sehingga sebagai perempuan berpendidikan LM lebih

memilih untuk bekerja sebagai jurnalis daripada menjadi seorang pengangguran.

“Iya, itu faktor yang pertamanya ya, terus yang kedua kan ibaratnya kakak
ini S1, keinginannya untuk kuliah dulu kalau bisa tamat kuliah bisa kerja
mendukung perekonomian keluarga dan ini salah satu cara kakak
memanfaatkan ijazah kakak itu.” (Informan LM, Padang 28 Desember
2020).
Begitu pula dengan RW yang tidak pernah menyangka dirinya akan menjadi

seorang jurnalis. RW menekuni profesinya sebagai jurnalis juga untuk memenuhi

60
kebutuhannya sehari-hari. Sebelum menjadi jurnalis di Harian Haluan, RW

sempat mencoba berbagai macam pekerjaan. Mulai dari pekerjaan sebagai guru

honorer yang paling sesuai dengan latar pendidikannya saat kuliah, developer,

hingga guru bimbel. Namun sayangnya RW tidak dapat bertahan lama dengan

pekerjaannya tersebut.

“Cita-cita tidak wartawan sih. Pengennya malah jadi guru dulu sebenarnya
makanya waktu kuliah itu ambil pendidikan. Kakak pun sudah menjalani
profesi sebagai guru ya selama setahun sampai dua tahun di SMPN Koto
Tangah di tempat kakak PKL dulu jadi sempat jadi guru honorer selama
hampir dua tahun dengan gaji yang tidak jelas waktu itu dihitungnya selama
per jam. Ditambah dengan ‘awak nan gadang lanjo ko’ kan tidak cukup
ternyata. Terus sudah pernah coba juga jadi guru bimbel, guru sempoa tapi
tetap saja tidak bertahan.” (Informan RW, Padang 8 Februari 2021).

Setelah berlabuh dan memutuskan bekerja sebagai jurnalis di Harian Haluan

lewat iklan lowongan pekerjaan yang dilihatnya saat membaca koran Haluan, RW

dapat bertahan dan menjadikan jurnalis sebagai pekerjaan utamanya hingga kini.

Bahkan setelah berkeluarga, RW masih tetap aktif sebagai jurnalis yang

melakukan liputan berita lapangan. RW juga memegang posisi dobel di Harian

Haluan yaitu sebagai seorang reporter dan menjabat satu posisi strategis yang baru

diamanahkan padanya 2020 lalu yaitu sebagai koordinator liputan. Sama halnya

dengan LM, dengan bekerja RW juga menyatakan dapat membantu dan

menambah pemasukkan untuk keperluan rumah tangga.

“Kakak mikir kayaknya ekonomi tidak cukup kalau misalkan hanya satu
roda yang berputar zaman kini gitu. Jadi ya udah kerja saja lah ditambah
kakak juga memang masih nyaman kerja model begini bisa mengatur
waktu tanpa ada jadwal pergi pagi pulang malam tetap masih bisa lah
diatur waktu kita sendiri kalau wartawan ini.” (Informan RW, Padang 8
Februari 2021).
Berdasarkan hasil wawancara dengan LM dan RW terlihat adanya

kesamaan motif tujuan yang dimiliki keduanya untuk bekerja yaitu berupa materi

untuk dapat membantu perekonomian keluarga. Setelah berkeluarga dan

61
mempunyai anak, LM dan RW lebih matang dalam berpikir karena keputusan

yang dibuat untuk tetap bekerja sebagai jurnalis bukan lagi untuk memenuhi

kebutuhan pribadi tapi didasarkan atas pertimbangan untuk membantu

perekonomian keluarga terutama kebutuhan anak-anak di masa yang akan datang.

4.3.1.2.3 Naik Jabatan

Motif tujuan lain yang hendak dicapai oleh informan, peneliti kategorikan

sebagai “naik jabatan”. Seperti LM yang kedepannya ingin memperoleh posisi

redaktur. Bagi LM berdasarkan pengalamannya selama menjadi jurnalis di Harian

Haluan bertugas sebagai juralis liputan berita lapangan menghadapkannya pada

banyak tantangan. Tantangan inilah yang dirasakan berat oleh LM saat baru

menjadi jurnalis. Namun tetap dapat dilalui dengan baik dan membuahkan hasil.

Kualitas tulisan LM membaik dari waktu ke waktu dan diakui oleh pimpinannya.

LM lalu diposkokan di DPRD Sumbar dan tugasnya sebagai jurnalis juga jadi

lebih santai. Situasi ini memacu semangat LM untuk terus meningkatkan

kemampuannya agar dapat naik ke posisi yang lebih tinggi.

“Kakak ingin jabatan atau posisi kakak kedepannya bisa lebih naik gitu,
ada peningkatan biar kerjaan kakak juga bisa lebih ringan juga. Jadi bisa
mengontrol saja lagi kerjaannya, mungkin jadi Redpel (Redaktur
Pelaksana) nanti karena Redpel itu pekerjaannya paling cuma pegang satu
atau dua halaman habis itu selesai.” (Informan LM, Padang 28 Desember
2020).
Motif tujuan “naik jabatan” yang dimiliki LM diakuinya juga dipengaruhi

oleh faktor usia yang sudah tidak lagi muda. Sebagai jurnalis yang sudah bekerja

selama tujuh tahun, secara fisik LM merasa tubuhnya sudah tidak segesit dulu jika

harus bertugas untuk melakukan peliputan berita lapangan. Sementara keinginan

LM untuk bekerja sebagai jurnalis masih tinggi. Sehingga “naik jabatan” menjadi

motif tujuan LM agar dapat bekerja lebih nyaman.

62
“Jadi yang bekerja sudah otak menentukan apa keputusan atau kebijakan
perusahaan dan segala macamnya. Sekarang kedepannya level itu yang
ingin kakak capai sebagai jurnalis.” (Informan LM, Padang 28 Desember
2020).

4.3.1.2 Dukungan Sosial tehadap Perempuan yang Bekerja Sebagai Jurnalis

4.3.1.2.1 Dukungan yang Diberikan Orang Tua

Semua jurnalis perempuan yang menjadi informan dalam penelitian ini

menyatakan bahwa dukungan keluarga menjadi sistem pendukung utama bagi

mereka sehingga dapat terus bekerja sebagai jurnalis. Seperti yang dinyatakan

informan pertama dalam penelitian ini. YD merasa beruntung karena dididik

secara lebih mandiri dan bebas menentukan pilihan sendiri oleh keluarganya.

Karena dibesarkan dan dididik di dalam keluarga yang demokratis, YD

mendapatkan dukungan penuh saat memutuskan untuk berkarier sebagai seorang

jurnalis di Harian Haluan. Diakui YD orang tua tidak pernah mempermasalahkan

pilihannya tersebut.

“Kayak perempuan harus di rumah aja kayak gitu-gitu ya? Heem nggak sih,
kalau kakak sendiri lebih diajarin mandiri malah sebenarnya sama orang tua.
Kayak waktu masih kuliah gitu kan, kakak diajarin agar tahu batasan-
batasan berinteraksi di luar gitu. Terus kakak sendiri kan jurusannya
Psikologi kan, misalkan diharuskan jadi Psikolog nggak sih, nggak harus
kayak gitu sama orang tua yang penting sesuai sama passion kakak aja.
Kalau kakak kan suka nulis dan selama kakak masih enjoy disitu ya nggak
apa-apa, jalani aja itu gitu. Jadi orang tua bebasin pilihan sendiri gitu.”
(Informan YD, Padang 2 Desember 2020).

Hal yang sama juga dinyatakan oleh informan kedua dalam penelitian ini

yaitu LM yang juga didukung penuh kedua orang tuanya ketika memberanikan

diri memilih karier sebagai seorang jurnalis media cetak. Kedua orang tua LM

tidak pernah melarang atau meminta LM untuk memilih profesi tertentu.

Dukungan tersebut diakui LM menjadi penyemangat yang membuatnya yakin

63
untuk memilih profesi jurnalis, walaupun kedua orang tuanya diakui tidak

memiliki pengetahuan khusus tentang pekerjaan jurnalis.

“Kalau orang tua kakak karena kakak kan tinggalnya di kampung di


Pariaman ibaratnya mereka itu tidak memahami dunia jurnalis itu dunia
yang seperti apa dan segala macamnya. Jadi keluarga paling bilang
semangat ya mudah-mudahan bisa, mudah-mudahan tetap menjadikan
wartawan ini sebagai pilihan pekerjaan dan tidak diganti lagi sama
pekerjaan yang lain.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).
Sebagaimana informan YD dan LM, informan ketiga yaitu RW juga

mengungkapkan hal yang senada terkait dukungan yang didapat dari keluarga.

RW menjelaskan bahwa kedua orang tuanya menyerahkan segala keputusan

terkait pekerjaan kepada dirinya. Walaupun kadang-kadang orang tua RW

mempunyai keinginan tersendiri agar RW menjadi PNS saja. Namun, keinginan

tersebut sepenuhnya dikembalikan lagi kepada RW dan tidak pernah memaksakan

harus dipenuhi oleh RW.

“Kalau orang tua pada dasarnya terserah ke anaknya saja sih mau kerja apa
tapi tetap mengarahkan kalau misalkan ada lowongan PNS disuruh harus
ikut. Tapi kalau untuk kerjaan sekarang ya jalani saja cuma kalau ada
lowongan PNS tetap didorong harus ikut. Tapi intinya keputusannya itu
sepenuhnya diserahkan ke anaknya.” (Informan RW, Padang 8 Februari
2021).

4.3.1.2.1 Dukungan yang Diberikan Suami

Sebagai wanita karier yang sudah merangkap menjadi ibu rumah tangga,

dukungan untuk ketiga informan YD, LM, dan RW juga datang dari suami

mereka. Seperti yang dijelaskan YD bahwa setelah menikah dan punya anak yang

masih berusia tiga bulan ia masih dapat menjalankan kedua peran tersebut dengan

baik. Hal tersebut diakui YD tidak terlepas dari dukungan suaminya yang

merupakan pewarta foto di Harian Haluan. Bahkan YD dan suami yang

64
merupakan orang tua baru yang juga seprofesi ini saling berbagi tugas satu sama

lain.

“Karena suami kakak juga sekantor dan seprofesi jadi sudah paham. Kadang
kita shif-shif-an, pagi kakak dulu yang keluar untuk liputan sampai jam
12.00 WIB, nanti jam 12.00 WIB ke atas itu suami kakak lagi yang ke
lapangan kalau misalnya tugas ke lapangan gitu.” (Informan YD, Padang 2
Desember 2020).

Dalam hal ini ada kemiripan antara YD dan LM, suami keduanya sama-

sama bekerja di media. Walaupun suami LM bukan seorang jurnalis, LM

mengungkapkan adanya saling pengertian antara ia dan suami karena sama-sama

bekerja di media. Sehingga tidak ada masalah bagi LM memutuskan untuk tetap

bekerja sebagai seorang jurnalis meskipun sudah berkeluarga.

“Suami kakak kerja IT di media online, jadi sudah sama-sama mengerti lah.
Jadi itu lah suka duka kakak jadi wartawan, membagi waktu jadi wartawan
dan juga sebagai ibu rumah tangga.” (Informan LM, Padang 28 Desember
2020).

Pernyataan serupa juga peneliti peroleh dari informan ketiga. RW yang telah

menikah enam tahun lalu ini juga mendapatkan dukungan dari suami. Seperti YD

dan LM, informan RW dan suami juga sama-sama bekerja. RW dapat

melanjutkan bekerja sebagai jurnalis karena dukungan dari suami yang mau saling

berbagi tugas terkait urusan rumah tangga seperti menjaga anak yang usianya

masih kecil.

“Kakak menikah itu 2015 dan suami kakak pekerja swasta jadi kami
memang berbagi waktu karena dulu pas kami menikah suami kakak
terpaksa harus tukar shif kerjanya karena kakak perginya pagi sampai sore
nanti suami kakak perginya sore sampai malam jadi ya begitu terus. Sampai
masuk usia pernikahan tiga tahun waktu kakak punya anak pertama umur
tiga tahun dan tidak memungkinkan untuk kerja malam lagi, suami kakak
kembali shif-nya ke pagi tapi anak disekolahkan akhirnya dititipkan ke
sekolah.” (Informan RW, Padang 8 Februari 2021).

65
4.3.1.3 Kemampuan Diri Jurnalis Perempuan

4.3.1.3.1 Mampu Menulis Berita yang Berkualitas

Berdasarkan pengalamannya YD mengungkapkan bahwa sebagai seorang

jurnalis, ia dituntut untuk mampu menulis berita yang berkualitas. Dalam sehari

setiap reporter Harian Haluan wajib menulis tiga sampai lima berita. YD

menceritakan pengalaman liputan yang tak terlupakan selama menjadi jurnalis di

Harian Haluan. Pengalaman tersebut adalah ketika YD membuat berita dengan isu

yang bagi YD cukup berat dan harus ditulis secara hati-hati.

Berita yang ditulis YD pada 2018 itu menjadi spesial karena merupakan ide

atau inisiatif YD sendiri sebagai seorang jurnalis tentang anak berkebutuhan

khusus yang diikat oleh orang tuanya di taman Imam Bonjol, Pasar Raya, Padang.

YD mengambil video dan foto yang kemudian di unggah Haluan pada akun

Instagram resmi Haluan. YD juga membuat berita tentang peristiwa tersebut

dengan jenis berita feature atau berita kisah yang kemudian dicetak di laman

koran Harian Haluan. Selain itu, berita yang ditulis YD juga dimuat pada laman

portal berita Harian Haluan.com hingga akhirnya viral dan menjadi perhatian

banyak pihak terkait.

“Ibunya jualan rokok keliling di dalam pasar, jadi anaknya diikat biar tidak
ganggu. Tapi kasihan banget, terus kakak ambil videonya sama foto sama
bikin beritanya terus langsung di upload di Instagram Haluan saat itu dan
langsung viral. Terus besoknya Dinsos sama Pemkot Padang langsung
mengamankan anak itu beserta orang tuanya. Apalagi saat itu prediket kota
Padang kota ramah anak, ya kocar kacir lah jadinya. Apalagi faktanya si
anak udah bertahun-tahun diikat disitu, dalam artian diikat pagi, sorenya
baru dibuka lagi pas ibunya selesai jualan. Terus di Dinsos dikasih
penyuluhan, bantuan, dan lain-lain. Sampai sekarang sudah tidak diikat lagi
karena nggak sesuai sama norma.” (Informan YD, Padang 2 Desember
2020).

66
Masih pada tahun yang sama berita yang ditulis YD kembali viral dan

memberikan dampak positif bagi narasumber yang diberitakannya. YD bercerita

bahwa ia ditugaskan untuk meliput relawan pengelola penangkaran penyu di

Pantai Pasir Jambak yang secara sukarela mengelola konservasi penyu selama

lebih kurang lima tahun. Lagi-lagi YD menyajikan beritanya dengan gaya

penulisan feature yang lebih human interest dan dapat menyentuh perasaan.

Dalam beritanya YD memaparkan perjuangan seorang relawan Jambak sea turtle

sebuah konservasi penyu yang telah menjual tujuh unit vespa pribadinya sejak

2016 demi melestarikan konservasi penyu. Dalam beritanya YD juga

menyinggung tidak adanya dukungan pemerintah untuk menyelamatkan penyu-

penyu demi menghidupkan ekowisata di kawasan Pasir Jambak tersebut.

“Kalau yang penugasan ngeliput pengelola penangkaran penyu jambak sea


turtle di Pasia Jambak. Untuk mempertahankan penangkaran tersebut dia
sudah jual tujuh vespa pribadi dan mau jual mobilnya juga. Eh ternyata viral
juga, akhirnya penangkarannya langsung dapat perhatian Dinas Kelautan,
terus CSR banyak yang ngasih bantuan pengelolaan juga, sama komunitas-
komunitas vespa juga ngasih bantuan, kan mereka pada solid-solid.”
(Informan YD, Padang 2 Desember 2020).
YD mengakui bahwa ia mulai dikenal lewat berita jenis feature yang sering

ditulisnya ini. Lewat berita jenis feature-nya ini juga YD gemar mengikuti

berbagai lomba menulis yang diperuntukkan untuk jurnalis. Dan beberapa kali

pula YD berhasil meraih penghargaan. Ada kebanggaan tersendiri yang dirasakan

YD karena bisa dikenal sebagai wartawan berprestasi lewat berita jenis feature

yang ditulisnya.

“Dari feature itu sih agak mulai dikenal kakak dulu gitu, kayak dari lomba
juga kakak bisa dapat juara. Kayak yang kemarin ini di kompetisi Gojek ada
yang untuk jurnalis kan, Alhamdulillah kakak bisa dapat satu gitu, lumayan
lah.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).

67
Kemampuan untuk dapat menulis berita yang berkualitas pada awalnya

menjadi tantangan tersendiri bagi semua informan. Terlebih bagi informan kedua

LM yang sempat khawatir berlebihan karena dirinya tidak mempunyai

kemampuan dasar untuk menulis berita sama sekali. Sementara seorang jurnalis

media cetak identik dengan berita yang ditulis panjang dan memuat banyak

informasi yang dibahas secara lebih rinci dan mendalam. Sehingga hal tersebut

menjadi tantangan tersendiri bagi LM saat mengawali karier sebagai jurnalis.

“Kakak Sastra, tapi istilahnya kita itu menganalisis tulisan ya waktu di


Sastra itu. Kalau ditanya suka menulis nggak, kakak hanya penikmat tulisan
bukan penulis. Jadi nggak ada sama sekali basic kakak. Di Unand pun
kakak memang anak Sastra, tapi kan tidak mutlak kalau anak Sastra itu bisa
menulis. Palingan anak Sastra itu harus bisa memahami tulisan yang baik itu
seperti apa. Bukan berarti dia itu harus bisa melahirkan produk-produk
tulisan atau tulisan jurnalistik gitu nggak selalu.” (Informan LM, Padang 28
Desember 2020).
LM menjelaskan bahwa sebagai seorang jurnalis ia harus mampu menulis

berita dengan baik, melek isu 24 jam, dan harus mampu melakukan pendekatan

yang baik dengan narasumber. Lebih lanjut LM menceritakan pengalamannya

mengatasi tantangan tersebut. Cara LM mengatasinya adalah dengan banyak

belajar dan bertanya pada jurnalis senior baik saat berada di kantor maupun saat

dirinya ditugaskan untuk melakukan liputan berita lapangan. LM menjadikan

pengalaman jurnalis senior sebagai motivasi agar bisa sampai ke posisi yang lebih

tinggi sebagai seorang jurnalis.

“Tantangannya baru-baru itu memang cukup berat bagi kakak. Cuma kakak
mikirnya kalau kakak serius dan melihat senior-senior yang sudah duluan
jadi wartawan dan akhirnya mereka dapat posko liputan yang membuat
mereka tidak perlu lagi turun ke lapangan kakak yakin kakak juga bisa
sampai ke titik itu. Meskipun berat di awal-awal tahun pertama itu kakak
menjalaninya sekaligus mengasah kemampuan kakak dalam menulis berita.
Karena kakak sama sekali nggak ada basic atau kepandaian menulis berita.
Jadi sambil jalan liputan kakak juga belajar sama senior-senior di kantor
tentang cara nulis berita yang baik, cara mengambil isu berita yang baik,

68
dan cara berhubungan dengan narasumber agar bisa diterima dengan baik.”
(Informan LM, Padang 28 Desember 2020).

Setelah mendapatkan motivasi dari redaktur-redaktur dan editor yang

memberikan LM pelatihan jurnalistik di Harian Haluan, LM akhirnya ditugaskan

untuk melakukan liputan berita lapangan. Sebagai reporter baru LM harus siap

ditugaskan dimana saja dan kapan saja oleh pimpinan. Pada 2014 sebagai jurnalis

liputan berita lapangan LM banyak ditugaskan untuk melakukan liputan ekonomi

dan seputar Padang sehingga LM lebih sering berhubungan langsung dengan

masyarakat lapisan menengah ke bawah sebagai narasumber liputannya.

“Kakak jadi wartawan yang liputannya tentang ekonomi sama liputan berita
seputar Padang seperti di kelurahan, keluhan masyarakat, jalan rusak dan
liputan harga sembako. Liputan harga sembako ini juga bukan langsung ke
Dinas Perdagangannya, tapi liputannya itu lagi-lagi langsung berhubungan
sama masyarakat kelas bawah. Akhirnya karena kakak banyak liputan
tentang ekonomi ya kakak banyak berhubungan sama pedagang emas dan
pedagang sembako.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).
Satu tahun perjalanan kariernya sebagai jurnalis liputan berita lapangan, LM

menyatakan bahwa kualitas berita yang dtulisnya barulah diakui mengalami

peningkatan oleh para redaktur Harian Haluan. Dianggap mengalami peningkatan

LM akhirnya mendapatkan desk liputan berita lapangan yang setingkat lebih

tinggi yaitu dari kelurahan dan pasar-pasar beralih ke area-area perkantoran atau

institusi pemerintahan seperti dinas peternakan, dinas provinsi, dan dinas

kehutanan. Hingga pada pertengahan tahun kedua sebagai jurnalis yang

ditempatkan di institusi pemerintahan, LM dianggap telah mampu menguasai isu-

isu seputar pemerintahan. LM lalu ditempatkan pada desk politik dan diposkokan

di DPRD Sumbar.

“Karena dianggap sudah mampu menguasai menulis suatu berita akhirnya


kakak diposkokan di DPRD Sumbar. Kakak merasa akhirnya perjuangan di
awal-awal jadi wartawan yang bisa dibilang sulit kayak menemui
narasumber kadang ada yang baik kadang ada yang pas nanya kakak

69
diabaikan saja gitu, ya sekarang kakak merasa senang akhirnya perjuangan
itu berbuah manis.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).

Lebih lanjut, LM menceritakan pengalaman yang tak terlupakan baginya

selama bertugas di desk politik. Pengalaman ini disebut LM sebagai pengalaman

paling berkesan selama perjalanan tujuh tahun menjadi jurnalis di Harian Haluan.

Pengalaman yang dimaksud LM adalah ketika ia menulis berita pada 2016 tentang

tidak adanya anggaran dana dari pemerintah dalam APBD induk Sumbar untuk

Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) selama kurun waktu

lima tahun. Peristiwa ini menjadi berkesan karena saat itu Harian Haluan menjadi

satu-satunya media yang memulai pemberitaan dan jurnalisnya adalah LM.

“Paling berkesan itu kalau negatifnya ditolak narasumber kalau mau


wawancara, berpanas-panas, sampai kaki bernanah karena liputan juga
pernah. Kalau yang positifnya yang punya dampak besar lah bagi
masyarakat ini dan membuat kakak bangga itu waktu kakak membuat berita
terkait anggaran LKAAM. LKAAM ini ibaratnya lembaga di luar
pemerintahan, dia berjalan dengan didanai dana hibah dari bantuan dana
APBD. Jadi ada sekitar beberapa tahun LKAAM ini tidak mendapatkan
anggaran dana artinya tidak dapat dukungan dari pemerintah dari segi
anggaran. Padahal fungsinya LKAAM ini di tengah masyarakat saat itu
dianggap cukup besar karena LKAAM ini lembaga yang di dalamnya diisi
kaum ninik mamak dan orang adat kita. Mereka itu intinya sangat berperan
dalam membimbing anak kamanakan harusnya mereka ini didukung juga
oleh pemerintah dalam bentuk menyalurkan anggaran tadi. Tapi nyatanya
selama dua tahun, dari 2014 sampai 2015 LKAAM ini tidak dapat anggaran
dan tidak ada media yang memberitakan.” (Informan LM, Padang 28
Desember 2020).
Berawal ketika LM secara kebetulan sedang membaca buku APBD

(Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Sumatera Barat. LM mendapati tidak

adanya anggaran yang disediakan untuk LKAAM sementara APBD telah

disahkan. Lantas LM menyadari hal tersebut sebagai sebuah persoalan penting

yang harus diangkat. Sebagai jurnalis LM berinisiatif untuk mengkonfirmasi hal

tersebut lebih lanjut. LM dengan sigap mengambil keputusan menghubungi ketua

DPRD Sumbar. Hingga berita seputar tidak adanya anggaran dana untuk LKAAM

70
dimuat, LM menceritakan bahwa jajaran anggota DPRD Sumbar sempat dibuat

kalang kabut. Beberapa anggota DPRD Sumbar diantaranya juga membantah

bahwa hal tersebut tidaklah benar adanya. Tak berhenti sampai di situ, setahun

berlalu Harian Haluan tetap konsisten memberitakan masalah anggaran dana

untuk LKAAM. Puncaknya pada 2018 berkat pemberitaan yang dilakukan secara

terus-menerus oleh Harian Haluan LKAAM akhirnya memperoleh anggaran dana

yang terlampir dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas

Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Sumbar 2018.

Dari sinilah kecintaan LM terhadap profesinya sebagai jurnalis semakin

bertambah. Sebagai pekerja jurnalistik LM merasa senang karena berkat

tulisannya ia dapat menjalankan prinsip-prinsip dari sembilan elemen jurnalistik

yang ada. Dari sinilah LM mengakui lebih dikenal dan relasi LM dengan berbagai

pihak terkait serta hubungan dengan narasumber juga terjalin dengan baik.

“Orang LKAAM nya menghubungi kakak mereka berterima kasih.


Alhamdulillah kakak bisa melihat dan merasakan manfaat dari sebuah
produk jurnalistik. Juga dapat pengalaman manisnya, pengalaman kakak
merasa berguna jadi wartawan karena ada banyak tulisan atau berita kakak
yang bermanfaat bagi masyarakat.” (Informan LM, Padang 28 Desember
2020).
Senada dengan informan YD dan LM, menurut informan RW agar dapat

menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas sangat penting bagi seorang

jurnalis memiliki kompetensi dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Selama

menjadi jurnalis, kode etik jurnalistik selalu dijadikan RW sebagai pedoman

dalam menjalankan tugasnya sebagai jurnalis.

“Penting sekali karena itu sebagai acuan bagi wartawan ya, dari mereka
turun ke lapangan sampai berita itu ditulis, dimuat dan diterbitkan.
Contohnya saja seperti penulisan nama orang tidak boleh sampai salah,
jangan sampai keseleo karena satu kata bermakna beda.” (Informan RW,
Padang 16 Februari 2021).

71
Tak hanya itu, bagi RW berita yang berkualitas adalah berita yang ditulis

berimbang dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Peneliti lalu

menyinggung apakah berita seperti itu pernah ditulis RW dan berita mana yang

paling berkesan bagi RW selama delapan tahun perjalanan kariernya sebagai

jurnalis di Harian Haluan.

“Banyak sih. Salah satunya itu tentang Pasar Raya yang dulu amburadul itu
ya dengan adanya berita yang setiap kali kakak buat tentang Pasar Raya itu
Kepala Dinasnya jadi ikut peduli karena Pasar Raya itu disorot. Waktu itu
Haluan memang membuat kalau Pasar Raya itu memang amburadul sekali
dan sejak beritanya keluar terus-menerus Kepala Dinasnya jadi sering turun
ke lapangan untuk membenahi. Selain itu masuk program dari Wali Kota
mungkin ya, tapi karena terus dijor-jorkan oleh wartawan oleh media,
mereka pun jadi lebih gesit. Jadi terasa ada manfaatnya berita kita untuk
perkembangan kota.” (Informan RW, Padang 16 Februari 2021).
RW menyatakan bahwa Harian Haluan setiap tahunnya melakukan

pergantian penempatan pos liputan atau rolling posko untuk setiap jurnalisnya.

Selama berprofesi sebagai jurnalis, RW sudah menempati tiga pos liputan yang

berbeda. Setiap pos liputan diakui RW mempunyai tingkat kesulitan dan

perbedaan tersendiri. Adapun pos liputan yang pernah ditempati RW adalah

ekonomi, pemerintahan, dan saat ini berada pada desk hukum kriminal dengan

melakukan peliputan di lingkup Kejati (Kejaksaan Tinggi) Sumbar. Berdasarkan

pengalamannya, RW merasa paling kerasan berada di pos liputan hukum kriminal.

“Sejauh ini sih memang serunya itu di hukum kriminal. Awalnya sih
memang sedikit kesulitan karena waktu bikin beritanya itu ternyata beda
sama berita-berita yang lain, harus lebih langsung to the point tidak
mengalun-alun seperti berita yang lain. Belajar sih waktu itu sampai
akhirnya terbiasa.”
Bagi RW berada pada desk hukum kriminal memberikan banyak

pengalaman baru yang selama ini tidak pernah terpikirkan akan dapat dilakukan

oleh dirinya. RW dengan antusias menceritakan salah satu liputan pada desk

hukum kriminal saat mengikuti proses penyelidikan, pengejaran, dan

72
penangkapan pelaku tindak pidana kejahatan oleh anggota Buru Sergap (Buser)

kepolisian kota Padang.

“Yang paling seru itu ikut pergi penangkapan DPO (Daftar Pencarian
Orang) narkoba, waktu itu ikut sama buser pas penangkapan tersangka
karena jarang-jarang bisa dapat liputan seperti itu. Apalagi sebelumnya
kakak tidak pernah menyangka kalau proses penangkapan itu seperti yang
kakak saksikan waktu itu. Dulu itu kakak juga ikut mengendap-endap,
menyaksikan transaksi rekayasa sebelum penangkapan oleh polisi sampai
akhirnya tersangka bisa diborgol. Jadi kayaknya itu sesuatu yang tidak
pernah terpikirkan buat kakak dalam kegiatan sehari-hari kalau sebagai
orang biasa sama sebagai wartawan yang kalau misalnya tidak berada di
kanal hukum kriminal. Asik juga gitu, ternyata begini loh penangkapan itu.”
(Informan RW, Padang 16 Februari 2021).
Selama berada pada desk hukum kriminal dan diposkokan di Kejati Sumbar,

beberapa penghargaan telah diperoleh RW. Diantaranya adalah pengahargaan

kemitraan pada momen peringatan Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-60 pada 2020

lalu dari Kejaksaan Tinggi Sumbar. Penghargaan diberikan sebagai bentuk

apresiasi kepada jurnalis yang aktif berkontribusi melakukan peliputan di lingkup

Kejati Sumbar. Penghargaan diberikan kepada lima jurnalis yang berposko liputan

di Kejati Sumbar. Dan RW menjadi satu-satunya jurnalis perempuan yang

menerima penghargaan tersebut.

Berdasarkan pengalaman ketiga informan, menurut pandangan peneliti

ketiga informan YD, LM, dan RW mampu menjalankan tugasnya sebagai seorang

jurnalis dengan sangat baik. Tidak hanya pada saat ditugaskan, namun informan

juga mampu menghasilkan karya jurnalistik yang berdampak positif berdasarkan

inisiatif dan idenya sendiri.

4.3.1.3.2 Kemampuan Melakukan Indepth Reporting

Berdasarkan pengalamannya sebagai seorang jurnalis liputan berita

lapangan, YD menuturkan bahwa secara profesional kerja tidak ada perbedaan

73
mendasar antara jurnalis perempuan dan jurnalis laki-laki. Lebih lanjut YD

menjelaskan tentang tidak terlalu berbedanya jurnalis perempuan dengan jurnalis

laki-laki saat bertugas melakukan liputan berita lapangan seperti saat melakukan

doorstop dengan narasumber.

“Sebenarnya jurnalis perempuan atau laki-laki itu tidak terlalu berbeda ya.
Misalkan kayak doorstop atau harus kejar narasumber, kalau yang cowok
lari yang cewek juga lari gitu. Jadi tidak ada perbedaan semisal jurnalis
perempuan harus nunggu dan jurnalis laki-laki aja yang harus lari-lari,
nggak ada sih yang kayak gitu.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).
Saat ditanyai apakah penting bagi perempuan terlibat dalam ranah pekerjaan

jurnalis, YD menjawab sangat penting. Bagi YD jurnalis perempuan mempunyai

beberapa keunggulan. YD menjelaskan bahwa jurnalis perempuan mampu

melakukan indepth report atau membuat laporan peristiwa secara lebih mendalam

dibandingkan dengan jurnalis laki-laki dalam beberapa lini liputan. Mengisi

halaman wanita yang ada di Harian Haluan misalnya, berdasarkan pengalamannya

YD menyebut bahwa berita di halaman wanita tidak dikhususkan ditulis oleh

jurnalis perempuan saja. Walaupun isi halaman wanita membahas seputar wanita,

halaman ini boleh ditulis dan diisi oleh siapa saja baik jurnalis perempuan maupun

jurnalis laki-laki. Namun sejauh ini YD mengatakan kebanyakan isi halaman

wanita ditulis oleh jurnalis perempuan.

“Penting (perempuan terlibat dalam ranah pekerjaan jurnalis), karena ada


beberapa lini liputan yang mungkin lebih cocok dilakukan oleh perempuan.
Misalnya acara-acara yang mayoritas isinya perempuan atau untuk ngisi
halaman wanita, tentu jurnalis perempuan yang lebih paham dan bisa depth
report. Misalnya juga kalau liputan ke pasar-pasar, harga sembako, jurnalis
perempuan juga lebih paham.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).
Kemampuan melakukan depth report inilah yang menurut YD menjadi

salah satu keunggulan yang dimiliki oleh jurnalis perempuan. Terlebih untuk

74
liputan berita yang kemudian disajikan dengan penulisan feature yang lebih

menyentuh perasaan ketika tulisan tersebut dibaca.

Pentingnya jurnalis perempuan agar dapat terlibat dalam ranah pekerjaan

jurnalis juga diungkapkan oleh RW. Menurut RW peran perempuan di masa kini

tidak lagi hanya berada pada ranah domestik. Sama halnya dengan YD, RW juga

mengungkapkan pentingnya keterlibatan perempuan dalam ranah pekerjaan

jurnalistik. Berdasarkan pengalamannya sebagai jurnalis, RW menjelaskan bahwa

ada hal-hal dalam pekerjaan ini yang hanya dapat dikerjakan oleh jurnalis

perempuan.

“Oh penting sekali ya kalau menurut kakak karena di masa kini perempuan
itu tidak harus di rumah-rumah saja ya. Selain itu ada beberapa lini liputan
itu yang disitu laki-laki tidak bisa masuk. Salah satu contohnya saja kayak
liputan istrinya kajati (Kepala Kejaksaan Tinggi) itu karena dia maunya
kalau diliput itu oleh jurnalis perempuan gitu.” (Informan RW, Padang 8
Februari 2021).

4.3.1.3.3 Kemampuan Komunikasi dan Menjalin Relasi

Keunggulan lainnya yang dimiliki oleh jurnalis perempuan menurut RW

adalah dapat menjaga atau memelihara hubungan dengan narasumber. Kelebihan

menjaga atau memelihara hubungan yang dimaksud RW tersebut sesuai dengan

bahasa yang biasa digunakan oleh perempuan ketika berkomunikasi. Menurut RW

jurnalis perempuan mempunyai kecenderungan untuk mampu menjalin relasi

yang lebih baik dengan narasumber karena lebih pandai berbicara. Berbeda

dengan jurnalis laki-laki yang memiliki kecenderungan lebih to the point baik

dalam hal wawancara saat mengajukan pertanyaan maupun dalam hal penulisan

berita.

“Kebanyakkan kalau yang kakak lihat jurnalis laki-laki itu wawancara sama
narasumber main daram saja kadang, mulai dari wawancara sampai ke

75
penulisan beritanya ya main daram. Nah, jadi enaknya itu banyak dari
narasumber yang jurnalis perempuan itu lebih didahulukannya. Soalnya
pernah waktu itu kami sama-sama mencoba menghubungi narasumber yang
sama. Pas kakak nanya itu langsung diokekan, sedangkan sama teman kakak
yang jurnalis laki-laki ini narasumber itu bilangnya dia lagi di luar kota,
pokoknya banyak alasan.” (Informan RW, Padang 16 Februari 2021)
Diakui RW beberapa narasumber bisa menjadi akrab layaknya teman karena

kemampuan menjalin relasi tersebut. Dan ketika relasi sudah terjalin dengan baik,

menurut RW narasumber akan lebih mudah jika dihubungi kembali untuk

dimintai informasi dan keterangan yang dibutuhkan. Selain itu, RW yang juga

merupakan seorang koordinator liputan ini juga menyatakan bahwa perbedaan

pendekatan yang dilakukan oleh jurnalis perempuan dan laki-laki tersebut juga

berpengaruh pada gaya menulis antara jurnalis perempuan dan laki-laki.

“Tentu hubungan baik pun terjalin dan dalam membuat beritanya pun
kitanya juga jadi lebih hati-hati karena untuk menjalin hubungan baik juga
lah gitu. Jadi tidak mungkin main daram seperti kawan-kawan jurnalis laki-
laki yang lain gitu.” (Informan RW, Padang 16 Februari 2021).

Tabel 4.1
Pengalaman Eksistensi Jurnalis Perempuan yang Bekerja di Harian Haluan
Tema Hasil Penelitiaan
1. Hobi menulis
Motif Memilih Motif Sebab 2. Tidak ada pilihan pekerjaan
Profesi Jurnalis (because-motives) lain
3. Kebetulan saja
1. Kemampuan diri
Motif Tujuan 2. Membantu perekonomian
(in-order-to-motive) keluarga
3. Naik jabatan
1. Dukungan yang diberikan
Dukungan Sosial yang Diperoleh orang tua
2. Dukungan yang diberikan
suami
1. Mampu menulis berita yang
berkualitas
Kemampuan Diri Jurnalis Perempuan 2. Kemampuan melakukan
indepth reporting
3. Kemampuan komunikasi dan
menjalin relasi
(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

76
4.3.2 Pemaknaan Profesi Jurnalis bagi Jurnalis Perempuan yang Bekerja di

Harian Haluan Kota Padang

Pemaknaan yang diberikan informan terhadap profesinya sebagai jurnalis

bertolak pada pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh sebelum dan saat

informan menjalankan profesi sebagai jurnalis. Sehingga pemahaman dan

pemaknaan informan terhadap profesi jurnalis yang dijalani menujukkan

perspektif tersendiri yang berbeda antara satu sama lain. Pemaknaan informan

terhadap profesi jurnalis pada saat sebelum dan setelah mengeluti profesi ini juga

ditemukan perbedaan. Peneliti lalu mengidentifikasi pemaknaan profesi jurnalis

bagi informan berdasarkan tiga momen atau proses simultan yang disebut Berger

dan Luckmann dengan eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

4.3.2.1 Identifikasi Proses Eksternalisasi

Pada proses ini pengetahuan informan tentang profesi jurnalis berbeda-

beda setiap individu, hal itu didasari dari informasi dan pengalaman tentang

profesi jurnalis yang diperoleh setiap informan juga berbeda. Adapun pemaknaan

profesi jurnalis bagi informan pada proses ekternalisasi dapat peneliti jelaskan

sebagai berikut:

4.3.2.1.1 Bekerja di Depan Kamera

Pengetahuan awal YD tentang profesi jurnalis dapat dikatakan cukup

minim waktu itu. Berada di depan kamera, itulah yang dipikirkan YD pertama

kalinya saat mendengar kata jurnalis atau wartawan. Gambaran tentang profesi

jurnalis atau wartawan hanya diperoleh YD saat melihat berita di televisi yang

dibawakan oleh reporter atau pekerja jurnalistik yang bekerja di media elektronik.

77
“Dari dulu sih, memang tertarik sama tulis-menulis. Kayak dari SMP pun
sudah aktif-aktif menulis gitu kan, cuman dulu bayangan tentang reporter
ini ya kayak reporter-reporter yang ada di TV itu kan, ada di depan kamera
aja kerjanya.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).
YD akhirnya lebih mengenal profesi jurnalis saat kuliah. Meskipun

jurusan yang diambil YD saat kuliah adalah Psikologi, YD memberikan perhatian

lebih pada organisasi-organisasi yang berkaitan dengan jurnalistik yang ada di

universitas maupun di jurusan Psikologi. YD akhirnya mengikuti dua organisasi

pers mahasiswa sekaligus yaitu Insight dan Genta Andalas.

“Terus yang paling mulai mengenal tentang jurnalis itu dari kuliah. Ada
organisasi yang mengarah ke situ. Kalau di Psikologi itu namanya Insight,
terus kalau di universitas ada Genta. Kalau di Genta dulu pernah aktif juga
sebentar, kenapa sebentar karena dulu organisasi di fakultas sama yang di
jurusan yang banyak kakak ikuti.” (Informan YD, Padang 2 Desember
2020).

4.3.2.1.2 Pekerjaan Lapangan dan Berpanas-panas

Berbeda dengan YD yang tertarik dengan profesi jurnalis karena hobi

menulis, tidak demikian dengan LM. Informan LM awalnya sama sekali tidak

punya pemahaman apapun tentang profesi jurnalis. LM mengenal profesi jurnalis

setelah ditawarkan lowongan bekerja sebagai seorang jurnalis oleh kakak iparnya

yang merupakan seorang jurnalis atau wartawan.

“Dunia wartawan itu seperti apa kakak juga tidak tahu, memang tidak
pernah tahu sama sekali. Tapi karena dorongan dari keluarga dan kakak
ipar tadi yang sudah duluan jadi wartawan dan menyelami bidang
jurnalistik ini, akhirnya kakak mikir ya udah lah nekat aja.” (Informan
LM, Padang 28 Desember 2020).
Setelah mengenal profesi jurnalis dari kakak iparnya, banyak hal yang

cukup membebani pikiran LM pada 2012 tentang profesi jurnalis sebelum

akhirnya memutuskan untuk berkarier di dunia kewartawanan di Harian Haluan.

78
Berbagai keraguan terhadap diri sendiri pun juga dirasakan LM karena

pengetahuan dan pemahamannya yang masih kurang akan profesi jurnalis.

“Semenjak itu kepikirannya kalau jadi wartawan harus ke lapangan, jadi


itu yang terbayang awalnya, pasti panas, wawancara sama narasumber.
Kita sebagai yang belum berpengalaman kan pasti rasanya tidak bakal
sanggup lah ya. Awalnya kakak sempat ragu, jadi wartawan kira-kira bisa
nggak ya karena kakak waktu itu memikirkan wawancara sama
narasumber, mencari berita ke lapangan itu rasanya akan jadi tantangan ya
berat bagi kakak yang belum jadi wartawan.” (Informan LM, Padang 28
Desember 2020).

4.3.2.1.3 Profesi Penuh Keanehan

Pandangan awal yang unik tentang profesi jurnalis dituturkan RW. Pada

proses eksternalisasi, perkenalan RW dengan profesi jurnalis tidak cukup baik.

Pada masa awal menjadi jurnalis, banyak hal negatif yang ditemui dan didengar

RW dari berbagai narasumber yang hendak diwawancarainya tentang pekerjaan

seorang jurnalis. Dari pengalamannya tersebut RW berkesimpulan bahwa menjadi

seorang jurnalis itu penuh dengan keanehan. RW merasa heran dengan anggapan

orang-orang yang masih menyepelekan dan memandang sebelah mata profesi

jurnalis.

“Awalnya kakak mikirnya malah ini tuh pekerjaan yag aneh gitu, penuh
dengan keanehan. Apalagi waktu awal-awal itu banyak narasumber yang
kakak temui itu masih menganggap sebelah mata pekerjaan wartawan.
Misalnya kalau janjian ketemuan, kita dibuat harus nunggu lama. Tapi itu
sebagian ya, jadi masih ada yang memang masih menyepelekan seorang
wartawan.” (Informan RW, Padang 8 Februari 2021).

4.3.2.2 Identifikasi Proses Objektivasi

Pada penelitian ini dalam proses objektivasi pandangan jurnalis perempuan

terhadap profesi jurnalis mulai berbeda dengan pandangan awal pada proses

eksternalisasi. Pandangan informan pada tahap objektivasi didasari oleh

pengalaman dan pengetahuan yang sudah mereka dapatkan. Pengalaman dan

79
pengetahuan yang didapatkan sebelumnya juga berbeda antara satu dengan

lainnya.

4.3.2.2.1 Pekerjaan yang Tidak Kenal Waktu

Pada proses objektivasi, YD mulai menyesuaikan diri dengan segala

sesuatu tentang profesi jurnalis dari dua pers mahasiswa yang diikuti. Melalui

proses eksternalisasi, YD menyerap pengetahuan dari lingkungan sekitarnya

mengenai profesi jurnalis. Profesi jurnalis yang pada awalnya hanya dianggap

YD sebagai pekerjaan di depan layar mulai dimaknai berbeda pada proses

objektivasi ini. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang didapat YD

melalui proses eksternalisasi, YD mempunyai pemahaman baru bahwa profesi

jurnalis bukan hanya bekerja di depan layar tapi juga pekerjaan yang dilakukan di

belakang layar.

Setelah memutuskan untuk fokus menekuni satu organisasi atau unit

kegiatan mahasiswa yang ada di jurusan Psikologi yaitu Insight dan mengambil

bidang jurnalistik, barulah YD mulai tahu banyak hal tentang profesi jurnalis. YD

menyadari bahwa menjadi jurnalis tidak hanya tentang bekerja di depan layar atau

di depan kamera saja.

“Jadi dari situ sudah kenal kalau dunia jurnalistik itu kerjanya juga di
belakang layar kayak gini, melakukan wawancara-wawancara sama
kaprodi, dosen-dosen, duta-duta mahasiswa gitu sama orang-orang penting
kayak gitulah.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).

Pada proses ini YD merasakan bahwa menulis bukan lagi hanya sekedar

hobi dan kegemaran saja bagi dirinya tapi sudah menjadi passion. YD juga

merasakan kepuasan tersendiri saat sudah menyelesaikan tulisan yang dibuatnya,

terlebih tulisan-tulisan yang dibuat juga dicetak dalam bentuk majalah.

80
“Jadwal kuliah padahal sempat sibuk, cuma kembali lagi misalnya kayak
orang yang suka nari, sesibuk apapun tugasnya pasti tetap disediakan
waktu untuk apa yang dia suka. Terus di Psikologi itu dulu ada kayak
majalah gitu juga, jadi passion kita itu ada buktinya gitu dan pas ngelihat
itu aja puas gitu langsung, terbayar lah gitu rasanya.” (Informan YD,
Padang 2 Desember 2020).
Setelah menyelesaikan pendidikan strata 1 Psikologinya di Universitas

Andalas pada 2017. Didorong oleh hobi menulis yang kuat, berbekal SKL (Surat

Keterangan Lulus), pada awal 2018 YD menyebut bahwa ia hanya iseng saja

mengirimkan lamaran ke Haluan setelah melihat ada lowongan pekerjaan.

Namun, pada tahun awal bekerja, YD merasakan perbedaan yang cukup

signifikan setelah berkecimpung di pekerjaan jurnalis yang sesungguhya di Harian

Haluan.

“Pas di dunia kerja ini baru kaget. Kagetnya itu karena ternyata kerjanya
itu tidak kenal waktu, terus harus standby misalnya kalau ada peristiwa
kayak ada gempa misalnya kakak dijadikan PJ (penanggung jawab)
tentang isu gempa, saat itu juga kakak harus konfirmasi ke pakar gempa
atau BMKG kayak gitu. Kalau dulu bayangannya kayak jurnalis itu lebih
menarik atau apa gitu. Pas di dunia kerja ini sih baru paham ternyata kayak
gitu jurnalis itu.” (Informan YD, Padang 2 Desember 2020).

4.3.2.2.2 Pekerjaan Penuh Tantangan dan Butuh Kemampuan Menulis

Susahnya mendapatkan pekerjaan yang diinginkan dan berkat dukungan

serta dorongan dari keluarga, pada 2014 LM akhirnya memutuskan untuk

melamar pekerjaan di Harian Haluan sebagai reporter dan diterima. Bagi LM,

pada proses ini memulai profesi sebagai jurnalis adalah hal yang sangat baru dan

pekerjaan yang penuh tantangan.

“Tantangannya baru-baru itu memang cukup berat bagi kakak. Cuma kakak
mikirnya kalau kakak serius dan melihat senior-senior yang sudah duluan
jadi wartawan dan akhirnya mereka dapat posko liputan yang membuat
mereka tidak perlu lagi turun ke lapangan kakak yakin kakak juga bisa
sampai ke titik itu.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).

81
Meskipun sedikit banyaknya LM pernah belajar Ilmu Komunikasi tentang

menganalisis tulisan yang baik dari pendidikan Sastra Daerah yang diambilnya

selama berkuliah di Unand dulu, rupanya tidak langsung menjadikan LM mudah

dalam menulis, apalagi menulis sebuah berita. LM mengaku tidak memiliki

kepandaian dalam hal menulis. Pada proses ini, LM lebih suka dirinya disebut

sebagai penikmat tulisan bukan seorang penulis.

“Jadi sambil jalan liputan kakak juga belajar sama senior-senior di kantor
tentang cara nulis berita yang baik, cara mengambil isu berita yang baik,
dan cara berhubungan dengan narasumber agar bisa diterima dengan baik.”
(Informan LM, Padang 28 Desember 2020).

Pada tahap objektivasi ini, informan RW juga merasakan hal sama dengan

LM. Setelah menjadi seorang jurnalis dan melalui berbagai tugas seperti

melakukan liputan berita ke lapangan dan menemui narasumber dengan berbagai

kepribadian, RW menyadari kalau pekerjaan itu cocok dengan dirinya yang

menyukai tantangan. Sehingga pada tahap objektivasi, informan RW memaknai

profesi jurnalis sebagai pekerjaan yang seru dan penuh tantangan.

“Iya benar awalnya bisa dibilang coba-coba ternyata seru gitu dan selain itu
kakak memang penyuka tantangan jadi tidak suka kerja di balik-balik
komputer atau di balik-balik meja lebih sukanya ternyata di lapangan.”
(Informan RW, Padang 8 Februari 2021).

4.3.2.3 Identifikasi Proses Internalisasi

Pada proses internalisasi profesi jurnalis sudah ditafsirkan secara berbeda

oleh para informan yang pada akhirnya juga mempengaruhi realitas subjektif

mereka. Dalam penelitian ini realitas subjektif yang berubah dari informan

penelitian ini adalah berupa tindakan. Secara fisik maupun mental informan

merasa lebih kuat dan percaya diri dari sebelumnya. Adapun pemaknaan profesi

82
jurnalis bagi informan pada proses ekternalisasi dapat peneliti jelaskan sebagai

berikut:

4.3.2.3.1 Profesi Tinggi dan Disegani

Pada tahap internalisasi, informan sudah dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan pekerjaan jurnalis. Setelah melalui proses objektivasi, informan mulai

dapat menunjukkan jati dirinya sebagai seorang jurnalis. Hal itu dibuktikan dari

berbagai cara yang ditempuh oleh informan dan hasil yang dibuktikan, seperti

informan YD yang aktif mengikuti lomba menulis karya jurnalistik, hingga

berhasil memperoleh penghargaan dan apresiasi. Dari pengalamannya menjadi

jurnalis YD memaknai jika profesi jurnalis dapat dijalani dengan baik dan benar

akan disegani oleh berbagai pihak.

“Kalau awal-awal kan karena hobi, terus awal-awal tamat kuliah tujuannya
pengen dapat kerja. Kalau sekarang tidak terlalu begitu sih. Apalagi
sekarang apresiasi yang kakak dapat sudah banyak kayak menang ini
menang itu. Terus anggapan orang juga sudah beda sama profesi jurnalis
itu, jadi lebih tinggi juga lah penghargaannya.” (Informan YD, Padang 2
Desember 2020).
Informan LM juga memaknai bahwa profesi jurnalis yang dijalani saat ini

sebagai profesi yang tinggi dan disegani. Selain aktif sebagai reporter yang masih

melakukan liputan di lapangan, LM juga menjabat sebagai asisten redaktur.

Apresiasi yang diperoleh dari orang-orang terdekat seperti anggota keluarga dan

teman-teman membuat LM juga menjadi lebih percaya diri akan pekerjaannya

sebagai jurnalis. Apresiasi yang didapat dan didengarnya dari orang-orang

terdekat dijadikan LM sebagai bukti untuk dirinya sendiri karena dapat menjalani

pekerjaannya dengan baik.

“Orang tua itu tahunya kakak sudah kerja di Padang dan pekerjaannya itu
bagus sudah bisa mencukupi kebutuhannya dari bulan ke bulan, ya udah.
Kalau tanggapan teman-teman ya sekarang sudah jadi wartawan oh bagus

83
katanya, bisa membagi waktu antara anak dan keluarga sama pekerjaanya
juga bagus, hebat ya sekarang gitu.” (Informan LM, Padang 28 Desember
2020).

4.3.2.3.2 Pekerjaan dengan Waktu yang Fleksibel

Pemaknaan informan tentang profesi jurnalis pada tahap internalisasi

mengalami banyak perubahan. Hal ini dipengaruhi dari berbagai pengalaman dan

pengetahuan yang telah dilalui dari tahap eksternalisasi dan objektivasi. Selain itu,

status informan yang merupakan ibu rumah tangga sedikit banyak juga

mempengaruhi pemaknaan informan terhadap profesi jurnalis. Seperti yang

diutarakan informan YD, ibu dengan satu anak yang baru berusia tujuh bulan ini

harus sudah mulai kembali bekerja saat anaknya berusia tiga bulan. Meskipun

demikian, YD masih dapat mengatur waktunya dengan baik untuk menyelesaikan

pekerjaan sebagai seorang jurnalis dan tugasnya sebagai ibu rumah tangga karena

tidak harus berada di kantor seharian. Sehingga pada tahap ini, informan YD

memaknai profesi jurnalis sebagai profesi yang waktunya fleksibel dan bisa bebas

mengatur diri sendiri.

“Kalau dulu memang karena hobi, passion lah gitu. Kalau sekarang sudah
beda ya, apalagi karena kakak sudah punya anak tapi masih bisa juga lah
di rumah nggak perlu ninggalin anak seharian terus rumah masih bisa juga
diurus walaupun dikit-dikit gitu. Nyuci masih bisa, nyapu sama masak-
masak gitu juga masih bisa lah. Pokoknya nggak kayak kerja di kantoran
yang bisa ngehabisin waktu seharian di luar. Karena kalau jadi wartawan
ini kalau kerjaan kita itu cepat, cepat juga kita selesainya.” (Informan YD,
Padang 2 Desember 2020).
Informan LM juga memaknai profesi jurnalis pada proses eksternalisasi

dengan “Pekerjaan dengan waktu yang fleksibel”. Pekerjaan dengan waktu yang

fleksibel dimaknai LM berdasarkan pengalaman bekerjanya. Segala urusan

pribadi sebagai ibu rumah tangga dan pekerjaannya sebagai jurnalis bisa

84
dikomunikasikan dan dinegosiasikan secara baik dengan pihak kantor sesuai

dengan keperluannya saat itu.

“Setelah kakak menjalani profesi ini selama lima tahun belakangan kakak
merasa beruntung menjadi wartawan karena kakak bisa mengatur waktu
sendiri. Bisa menyesuaikan dengan kebutuhan. Kalau memang tidak bisa
keluar untuk liputan kakak bisa menyampaikan ke kantor. Kalau misalkan
kerja kantoran kayak orang kerja di bank, Sabtu masuk ya harus masuk
tidak bisa libur kan.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).

Bila pada proses sebelumnya, LM merasa tidak percaya diri dan

menginginkan pekerjaan lain jika ada, maka pada proses ini setelah melalui

pengalaman menjadi jurnalis selama lima tahun LM justru merasa beruntung. LM

mensyukuri keputusannya di masa lampau telah memilih untuk menjadi seorang

jurnalis dan tidak menyesalinya sama sekali.

“Bekerja jadi wartawan ini lebih fleksibel waktunya, bisa disesuaikan


dengan situasi yang kita alami. Jadi kakak merasa beruntung, kakak tidak
merasa rugi kenapa dulu kakak memilih jadi wartawan, tidak ada kakak
merasa menyesal. Senang lah gitu rasanya jadi wartawan.” (Informan LM,
Padang 28 Desember 2020).

4.2.2.3.3 Pekerjaan Bermanfaat

Pada proses internalisasi setelah menekuni profesi jurnalis selama bertahun-

tahun, peneliti melihat semakin dalam pula pemaknaan yang diberikan informan

atas profesinya sebagai jurnalis. LM memaknai profesi jurnalis sebagai pekerjaan

yang bermanfaat. Informasi dari berita-berita yang ditulis LM beberapa kali

memberi dampak positif bagi masyarakat yang juga menjadi kebanggaan

tersendiri untuk LM. LM merasa perjuangannya untuk terus memperbaiki

kemampuan jurnalistiknya dari senior dan rekan kerjanya selama ini tidak sia-sia.

“Juga dapat pengalaman manisnya, pengalaman kakak merasa berguna jadi


wartawan karena ada banyak tulisan atau berita kakak yang bermanfaat bagi
masyarakat. Setelah lebih kurang lima tahun jadi wartawan, kakak pun
sekarang posisinya sudah nyaman karena sudah diposkokan, tidak perlu

85
turun ke lapangan, kakak pun jadi asisten redaktur cuma sore ke kantor jadi
tidak perlu rapat pagi.” (Informan LM, Padang 28 Desember 2020).
Senada dengan LM, informan RW juga memaknai profesi jurnalis sebagai

pekerjaan yang bermanfaat. Bukan hanya dapat memberikan manfaat untuk

dirinya sendiri melainkan bisa memberikan manfaat juga untuk orang-orang

terdekatnya seperti keluarga dan teman-teman yang membutuhkan informasi dan

bantuan dari berita yang ia tulis.

“Pekerjaan yang bisa memberikan manfaat bagi semua pihak. Apalagi pihak
yang ingin diberitakan maupun pihak yang membacanya yang butuh
informasi. Sebagai orang yang menuliskan berita itu sendiri sangat
bermakna sekali rasanya kalau berita itu ada keberimbangan atau manfaat
bagi orang yang membaca.” (Informan RW, Padang 8 Februari 2021).

4.4 Pembahasan

4.4.1 Pengalaman Eksistensi Jurnalis Perempuan yang Bekerja di Harian

Haluan

Berdasarkan analisis data dari hasil wawancara pada pengalaman eksistensi

jurnalis perempuan mengenai profesi jurnalis yang telah dijalaninya selama

bekerja di Harian Haluan, peneliti memperoleh pengalaman eksistensi yang

mereka rasakan dengan menjelaskannya ke dalam bentuk tema-tema yang

meliputi motif memilih profesi jurnalis, dukungan sosial terhadap perempuan

yang bekerja sebagai jurnalis, dan kemampuan diri jurnalis perempuan. Dan untuk

menelisik bagaimana pengalaman eksistensi atau keberadaan bekerja yang dialami

oleh jurnalis perempuan, peneliti dipandu dengan teori fenomenologi oleh Alfred

Schutz serta teori konstruksi sosial atas realitas oleh Peter L. Berger dan Thomas

Lukmann untuk meneliti tema-tema tersebut.

86
Peneliti memasukkan tema-tema tersebut ke dalam tiga pokok tema

penelitian dan menjelaskan eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi

pengalaman yang dialami oleh informan yang disebut oleh Berger dan Luckman

sebagai tiga momen simultan. Menurut Berger dan Luckmann dalam Tirtoatmodjo

(2017: 86) eksternalisasi adalah bentuk ekspresi kedirian manusia ke dalam dunia.

Dan objektivasi adalah hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari dari

kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Sedangkan internalisasi adalah

interpretasi langsung dari suatu kejadian sebagai sebuah ekspresi makna yang

berarti secara subjektif bagi diri seseorang.

Tabel 4.2
Pengelompokkan Tema untuk Informan Pertama
Tema Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi
Pengalaman Pengalaman Pengalaman
Gemar menulis menulis akhirnya Ingin terus
Motif cerpen sejak melekat sebagai menyalurkan
Sebab SMP. passion hobi menulis.
Motif
Ingin mengasah Peran sebagai ibu Memperoleh
Motif kemampuan diri dan jurnalis dapat kepuasan diri.
tujuan dalam menulis. dibagi dengan
baik.
Dididik mandiri Percaya diri, Bertanggung
dan bebas menikmati jawab dengan
menentukan pekerjaan sebagai kepercayaan
Orang pilihan yang jurnalis dan dapat yang diberikan
tua disenangi. menjalaninya oleh keluarga.
Dukungan tanpa beban.
sosial Memahami Saling berbagi Pekerjaan dapat
karena satu shif pekerjaan dijalani tanpa
Suami profesi. ada masalah
dengan urusan
rumah tangga.
Senang dapat Dikenal karena Lebih mampu
Kemampuan diri diingat karena menyajikan berita melakukan
jurnalis perempuan menulis berita dengan penulisan indepth report.
bermanfaat feature.
(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

87
Pada tema motif ini, proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi

pengalaman informan pertama sesuai dengan pernyataan Berger dan Luckmann

dalam Eriyanto (2002:16) bahwa manusia akan selalu mencurahkan diri ke tempat

dimana ia berada. Manusia berusaha menangkap dirinya, maka dalam proses

inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain manusia menemukan dirinya sendiri

dalam suatu dunia. Berdasarkan tabel yang telah diuraikan di atas, dalam tema

motif memilih profesi jurnalis, informan pertama mengeksternalisasikan motif

sebab memilih profesi jurnalis karena kegemaran menulis cerita pendek sejak

masih remaja. Objektivasi yang muncul dalam diri informan pertama terkait hal

tersebut adalah menggangap menulis sebagai passion diri. Muncul internalisasi

untuk terus menyalurkan hobi menulis dengan cara bekerja sebagai jurnalis.

Kemudian pada motif tujuan, informan pertama mengeksternalisasikan motif

tujuan memilih profesi jurnalis karena keinginan untuk terus mengasah

kemampuan menulis. Objektivasi yang muncul dalam diri informan adalah

membagi peran sebagai ibu rumah tangga dan pekerjaan dengan baik. Lalu motif

tujuan memilih profesi jurnalis, diinternalisasikan oleh informan pertama untuk

memperoleh kepuasan diri.

Pada tema kedua informan pertama dididik secara lebih mandiri dan bebas

oleh kedua orang tua untuk menentukan pilihan sendiri selama informan

menyenangi pekerjaan yang dipilih. Terkait dukungan yang diperoleh dari orang

tua yaitu bertambahnya kepercayaan diri informan sehingga dapat menikmati

pekerjaan sebagai jurnalis dengan nyaman dan tanpa beban yang diperoleh

melalui objektivasi atau dasar-dasar pengetahuan Internalisasi yang muncul

adalah informan pertama bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan

88
oleh keluarga dan mengetahui batasan-batasan berinteraksi di luar. Setelah

berkeluarga informan pertama juga mendapatkan dukungan dari suami karena

satu profesi. Informan pertama dan suami berbagi shif pekerjaan agar dapat

mengurus anak. Muncul internalisasi dari informan pertama bahwa selama suami

memberikan dukungan, pekerjaan sebagai jurnalis dapat terus dijalani tanpa ada

masalah yang berkaitan dengan urusan rumah tangga.

Menurut Berger dan Luckmann dalam Sulaiman (2016: 18) kenyataan

sosial yang dipahami individu adalah hasil eksternalisasi dari internalisasi dan

objektivasi manusia terhadap pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupannya

sehari-hari. Ini juga menjelaskan bahwa dunia manusia itu ditandai dengan

keterbukaan dan proses konstruksi yang cukup panjang. Adapun pada tema ini,

eksternalisasi kemampuan diri jurnalis perempuan bagi informan pertama adalah

merasa senang dapat diingat karena menulis berita bermanfaat bagi narasumber.

Objektivasi yang muncul dalam diri informan pertama adalah mengekspresikan

kemampuannya menyajikan berita dengan penulisan feature yang berkualitas.

Dari proses tersebut muncul internalisasi bagi informan pertama bahwa

kemampuan diri jurnalis perempuan adalah kemampuan melakukan indepth

report.

89
Tabel 4.3
Pengelompokkan Tema untuk Informan Kedua
Tema Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi
Pengalaman Pengalaman Pengalaman
Susahnya mencari Memperoleh saran Menjadi jurnalis
Motif pekerjaan yang agar mencoba karena tidak ada
Sebab sesuai dengan bekerja sebagai pilihan
keinginan. seorang jurnalis pekerjaan lain.
Motif
Mempergunakan Ingin mandiri dan Menambah
gelar sarjana membantu pendapatan
Motif dengan cara perekonomian untuk memenuhi
tujuan bekerja. keluarga. kebutuhan
jangka panjang.
Memberikan Memberikan Motivasi
kepercayaan semangat dan terbesar yang
Orang penuh untuk dukungan karena pendorong LM
Dukungan tua menentukan berani memutuskan yakin menjalani
sosial pekerjaan yang menjadi jurnalis. profesi jurnalis.
diinginkan.
Memahami Tidak banyak Tidak
karena juga menuntut. mempersoalkan
Suami bekerja di media. keinginan untuk
tetap bekerja.
Bekerja secara Pandai membagi Dapat
Kemampuan diri profesional waktu antara memegang
jurnalis perempuan pekerjaan rumah jabatan dobel.
dan kantor.
(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

Berger dan Luckmann (1966: 33) menyatakan bahwa kehidupan sehari-

hari memperlihatkan diri sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia dan

mempunyai makna subjektif bagi mereka sebagai suatu dunia yang koheren

(logis). Pada tema motif memilih profesi jurnalis, informan kedua

mengeksternalisasikan motif sebab memilih profesi jurnalis karena susahnya

mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginan. Muncul objektivasi dalam diri

informan untuk mencoba bekerja sebagai seorang jurnalis setelah disarankan oleh

kakak ipar yang juga seorang jurnalis. Informan kedua menginternalisasikan

menjadi jurnalis karena tidak adanya pilihan pekerjaan lain sebagai motif

90
sebabnya memilih profesi jurnalis. Kemudian eksternalisasi dari motif tujuan

memilih profesi jurnalis bagi informan kedua adalah keinginan mempergunakan

gelar yang didapatkan dari bangku perkuliahan agar bermanfaat dengan cara

bekerja. Objektivasi yang muncul dalam diri informan adalah keinginan untuk

mandiri dan membantu perekonomian keluarga. Informan kedua

menginternalisasikan motif tujuan memilih profesi jurnalis sebagai menambah

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang.

Pada tema dukungan sosial terhadap perempuan yang bekerja sebagai

jurnalis ini menjelaskan bahwa manusia secara biologis terus tumbuh dan

berkembang yang oleh karenanya mereka terus belajar dan berkarya untuk

membangun kelangsungan hidupnya. Upaya untuk menjaga eksistensi inilah yang

kemudian mengharuskan manusia untuk terus dapat menciptakan tatanan sosial

(Sulaiman, 2016: 19). Informan kedua mendapatkan dukungan penuh dari kedua

orang tua dengan diberikan kepercayaan menentukan pekerjaan yang diinginkan.

Objektivasi yang muncul adalah keberanian dan kepercayaan diri pada informan

kedua. Informan kedua menginternalisasikan dukungan dari kedua orang tua

sebagai motivasi terbesar yakin bekerja sebagai jurnalis. Kemudian dukungan dari

suami juga diperoleh informan kedua. Suami informan kedua juga bekerja di

media sehingga memahami pekerjaan informan kedua sebagai jurnalis. Muncul

objektivasi saling menyesuaikan shif pekerjaan agar dapat berbagi tugas. Informan

kedua menginternalisasikan tindakan dari suami sebagai dukungan untuk terus

bekerja.

Informan kedua mengeksternalisasikan kemampuan diri jurnalis

perempuan dengan kepandaian bekerja secara profesional sebagai jurnalis

91
walaupun harus membagi peran sebagai ibu rumah tangga. Muncul objektivasi

bahwa jurnalis perempuan mempunyai kemampuan membagi waktu antara

pekerjaan rumah dan pekerjaan di kantor. Setelah melalui proses konstruksi

realitas yang panjang melalui tiga momen yang terus berlangung secara

berkesinambungan dari eksternalisasi, objektivasi dan internalisai barulah pada

proses atau momen terakhir yakni internalisasi manusia menjadi hasil dari

mayarakat (Eriyanto, 2002: 16). Pada tema dalam penelitian ini, informan kedua

mempunyai internalisasi dengan kemampuan diri yang dimiliki ia dapat menulis

berita yang berkualitas hingga memegang posisi dobel.

Tabel 4.4
Pengelompokkan Tema untuk Informan Ketiga
Tema Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi
Pengalaman Pengalaman Pengalaman
Tidak pernah dapat Tidak Kebetulan
bertahan lama memungkinkan membaca
Motif diberbagai jenis untuk lowongan
Sebab pekerjaan yang melanjutkan pekerjaan di
Motif pernah dicoba. pekerjaan sebagai laman koran
developer. Harian Haluan.
Ingin hidup Menyukai bekerja Ingin membantu
Motif mandiri dan sebagai jurnalis perekonomian
tujuan memenuhi karena menyukai keluarga
kebutuhan pribadi. tantangan. terutama
kebutuhan anak.
Berkeinginan agar Keputusan tetap Tetap
Orang ikut tes PNS. dikembalikan mendukung
Dukungan tua pada informan. pilihan
sosial pekerjaan
sebagai jurnalis
Berdiskusi sebelum Saling Berbagi peran
Suami menikah dan menyesuaikan menjaga dan
menyetujui bekerja. shif pekerjaan mengurus anak.
Ada beberapa lini Pendekatan pada Kemampuan
Kemampuan diri liputan yang hanya narasumber komunikasi dan
jurnalis perempuan bisa dimasuki oleh perempuan menjalin relasi.
jurnalis jurnalis
perempuan.
(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

92
Scott (2012: 182) menjelaskan bahwa realitas mencakup kumpulan

pengetahuan yang didapatkan dari memori-memori tentang solusi yang digunakan

individu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi di masa lampau. Dalam

penelitian ini Informan ketiga mengeksternalisasikan motif sebab memilih profesi

jurnalis karena susah bertahan diberbagai jenis pekerjaan yang dulu ditekuninya,

kemudian muncul objektivasi untuk berhenti bekerja saat kebetulan melihat

lowongan pekerjaan reporter di laman koran Harian Haluan. Informan ketiga

mempunyai internalisasi mengambil tindakan melamar pekerjaan sebagai reporter

di Harian Haluan dan meninggalkan pekerjaan yang lama. Pada tema motif tujuan

memilih profesi jurnalis, informan mempunyai eksternalisasi ingin hidup mandiri

untuk memenuhi kebutuhan pribadi sehari-hari. Muncul objektivasi menyukai

bekerja sebagai jurnalis karena menyukai tantangan. Lalu motif tujuan memilih

profesi jurnalis diinternalisasikan oleh informan ketiga untuk membantu

perekonomian keluarga terutama kebutuhan anak-anak.

Pada tema dukungan sosial terhadap perempuan yang bekerja sebagai

jurnalis, orang tua disebut juga sebagai institusi pertama bagi individu. Berger

dalam Ngangi (2011: 2) berpendapat bahwa keluarga termasuk ke dalam contoh

sebuah institusi yang nyata adanya dan dapat memaksakan suatu pola-pola

tertentu kepada individu yang hidup di dalamnya. Peranan keluarga ini

memberikan pedoman pertama yang membentuk perilaku individu. informan

ketiga mempunyai keinginan agar informan ketiga ikut tes CPNS. Objektivasi

yang muncul adalah orang tua tetap mengembalikan semua keputusan kepada

informan ketiga. Sehingga informan ketiga menginternalisasikan dukungan dari

93
orang tua dengan tetap bekerja sebagai jurnalis. Selain itu, setelah berkeluarga

informan ketiga juga memperoleh dukungan dari suami. Informan ketiga

mengeksternalisasikan dukungan dari suami dengan berdiskusi dan membuat

kesepakatan bersama. Objektivasi yang muncul dari dukungan tersebut adalah

saling menyesuaikan shif pekerjaan masing-masing yang diinternalisasikan

dengan berbagi peran menjaga dan mengurus anak.

Pada tema ketiga memperlihatkan bahwa kenyataan dan pengetahuan yang

lahir dari konstruksi sosial atas realitas sehari-hari sangatlah dipengaruhi oleh

bagaimana individu memahami sesuatu berdasarkan kebiasaan dan pengetahuan

yang dimilikinya. Sehingga sesuatu dianggap berarti berdasarkan definisi diri

mereka sendiri atas suatu objek (Sulaiman, 2016:17). Informan ketiga

mengeksternalisasikan kemampuan diri jurnalis perempuan karena menemukan

ada beberapa lini liputan yang hanya bisa dimasuki oleh jurnalis perempuan. Lalu

muncul objektivasi dalam diri informan ketiga bahwa jurnalis perempuan

mempunyai kemampuan melakukan pendekatan yang lebih baik pada narasumber

perempuan. Muncul internalisasi kemampuan diri jurnalis perempuan adalah lebih

pandai melakukan pendekatan kepada narasumber dengan memanfaatkan

kemampuan komunikasi.

4.4.1.1 Motif Memilih Profesi Jurnalis

Berdasarkan pengalaman informan menunjukkan bahwa terdapat motif yang

membuat informan memutuskan untuk menjadi seorang jurnalis. Merujuk pada

fenomenologi Alfred Schutz, motif tersebut peneliti rumuskan ke dalam because-

motive (motif sebab) berupa alasan dan sebab yang melatarbelakangi informan

untuk menjadi seorang jurnalis dan in-order-to-motive (motif tujuan) berupa

94
harapan-harapan yang ingin dicapai informan sebagai seorang jurnalis. Adapun

pengkategorikan motif ini juga merujuk pada identitas khusus yang disebut oleh

Berger dan Luckmann (1966: 70) sebagai typification untuk menjelaskan

konstruksi sosial dari sebuah tindakan yang dilakukan oleh manusia.

Berkaitan dengan komunikasi, menurut Adler dan Rodman dalam Liliweri

(2011: 135-136) bahwa salah satu fungsi universal dari komunikasi adalah untuk

memenuhi kebutuhan sosial, beberapa kebutuhan sosial yang dapat dipenuhi dari

lingkungan adalah mengisi waktu luang, kebutuhan untuk disayangi, kebutuhan

untuk dilibatkan, kebutuhan untuk keluar dari masalah yang rumit, kebutuhan

untuk rileks, dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri atau orang lain. Semua

informan dalam penelitian ini menyatakan melakukan aktivitas kerja sebagai

jurnalis untuk memenuhi kebutuhan juga sangat beragam mulai dari kebutuhan

yang sifatnya dasar hingga kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Adapun motif sebab (because motive) yang mendorong subjek atau

informan penelitian untuk mengambil keputusan menjadi jurnalis adalah hobi

menulis, tidak ada pilihan pekerjaan lain, dan kebetulan saja. Dua informan LM

dan RW menyatakan bahwa dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang

ini tidak bisa jika hanya mengandalkan satu sumber pendapatan yang berasal dari

suami, sementara banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Sehingga bekerja

dianggap sebagai suatu keharusan untuk memperoleh pendapatan ganda agar

dapat memenuhi kebutuhan jangka panjang dan menghindari kesulitan ekonomi.

Motif lain bagi informan bekerja sebagai jurnalis adalah untuk memenuhi

kebutuhan aktualisasi diri seperti menyalurkan hobi, meningkatkan kemampuan,

dan mengamalkan ilmu atau gelar yang dimiliki. Sedangkan motif tujuan (in-

95
order-to-motive) berupa tindakan memilih menjadi jurnalis yang dilakukan oleh

informan untuk mendapatkan manfaat tertentu meliputi kemampuan diri,

membantu perekonomian keluarga dan naik jabatan.

4.4.1.2 Dukungan Sosial tehadap Perempuan yang Bekerja Sebagai Jurnalis

Berdasarkan kaitannya dengan teori konstruksi sosial atas realitas dukungan

sosial dari orang tua dapat dikategorikan ke dalam sosialisasi primer yang disebut

Berger dan Luckmann (1990: 130) sebagai sosialisasi awal yang dialami individu.

Informan dapat tetap eksis menjalani profesi sebagai jurnalis karena adanya

dukungan sosial yang didapat dari keluarga (orang tua dan suami) berupa

dukungan emosional seperti pemberian empati, kepedulian dan kepercayaan serta

dukungan instrumental berupa tenaga dan waktu. Informan mendapatkan

dukungan penuh dari orang tua ketika memutuskan bekerja sebagai jurnalis.

Informan dididik secara demokratis oleh orang tua. Meskipun ada keinginan

tersendiri yang dimiliki orang tua, informan tetap dibebaskan untuk menentukan

pilihan pekerjaan yang diinginkan. Sehingga informan dapat menikmati pekerjaan

mereka sebagai jurnalis dengan nyaman dan tanpa beban.

Dukungan yang sama juga diberikan oleh suami informan. Jones dan Jones

dalam Utami dan Wijaya (2018: 5) menyatakan bahwa sikap suami yang

mendukung karier istrinya dan ikut bekerja sama dalam urusan rumah tangga

dapat mempengaruhi kepuasan dan kebahagiaan istrinya dalam keluarga dan

kariernya. Semua suami informan dalam penelitian ini mempunyai kesadaran

untuk membagi urusan rumah tangga seperti urusan mengasuh anak di saat salah

satunya harus bekerja dengan cara berbagi shif antara satu sama lain. Sehingga

96
peneliti melihat ada hubungan yang positif antara dukungan sosial yang diperoleh

informan dengan eksisnya informan tetap bekerja sebagai jurnalis.

4.4.1.3 Kemampuan Diri Jurnalis Perempuan

Tahrun, dkk (2019: 112) menyatakan bahwa profesi wartawan adalah

profesi yang tidak memperlakukan pembedaan berdasarkan jenis kelamin. Artinya

pria dan wanita punya kesempatan yang sama untuk menjalani profesi jurnalis

baik sebagai jurnalis foto, kameramen maupun reporter. Dimanapun ditempatkan

dan sebagai posisi apapun, kesempatan yang diberikan bukanlah mengacu kepada

unsur gender. Tetapi lebih kepada penilaian profesional. Pernyataan Tahrun

sejalan dengan temuan peneliti. Sebagai jurnalis, informan lebih menyenangi

penilaian terhadap mereka saat bekerja sebagai jurnalis didasarkan secara

profesional kerja seperti kemampuan menulis berita, pemahaman etika, aturan

kerja, serta pemahaman akan tanggung jawab sebagai seorang jurnalis itu sendiri.

Informan menyatakan bahwa secara profesional kerja jurnalis perempuan tidak

ketinggalan sama sekali dari jurnalis laki-laki.

Berdasarkan pengalamannya, informan menjelaskan bahkan ada keunggulan

tersendiri yang dimiliki oleh jurnalis perempuan. Informan sepakat dalam dunia

jurnalistik ada lini-lini liputan tertentu yang hanya bisa diakses oleh jurnalis

perempuan khususnya mengenai isu atau peristiwa yang berkaitan dengan

pemberitaan tentang perempuan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Tahrun, dkk dalam Satriani (2017: 18) yang menyebut bahwa keterlibatan

perempuan dalam dunia jurnalistik dan media berarti mereka juga mempunyai

kontribusi yang besar dalam menentukan isu yang harus diangkat dengan sudut

pandang perempuan.

97
Kelebihan lain yang dimiliki oleh jurnalis perempuan berdasarkan

pengalaman informan adalah dalam hal melakukan indepth reporting. Indepth

reporting (laporan mendalam) atau sering juga disebut dengan liputan khusus

adalah jenis berita yang menyajikan informasi selengkap mungkin dengan

menjelaskan kaitan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya, latar

belakang kejadian dijelaskan secara rinci, narasumber dihubungi sebanyak

mungkin sehingga laporannya benar-benar komprehensif, dan penyajiannya

benar-benar diupayakan cover both side (dari berbagai sisi) sehingga pembaca

mendapatkan hasil yang utuh (Tahrun, dkk, 2019: 71).

Eksistensi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan juga terlihat

dari peran dan kemampuan diri yang ditunjukkan oleh jurnalis perempuan dalam

melakukan tugasnya sebagai jurnalis. Ketiga informan mengetahui betul jika

secara kuantitas, jumlah jurnalis perempuan di kota Padang memang masih sedikit

dibandingkan dengan jurnalis laki-laki. Namun, adanya dominasi jumlah dari

jurnalis laki-laki ini tidak membuat informan merasa terbebani ataupun merasa

produktivitas kerjanya sebagai jurnalis secara profesional terhambat ataupun

terganggu.

Berdasarkan pengalaman RW yang juga merupakan koordinator liputan, ia

melihat bahwa rekan-rekannya yang jurnalis perempuan cenderung lebih dapat

menjalin komunikasi dan relasi yang lebih cepat dan baik dengan narasumber. Hal

ini menunjukkan komunikasi sangat penting bagi interaksi individu, kelompok,

organisasi, dan masyarakat. Apalagi bagi seorang jurnalis yang menjalankan

fungsi-fungsi jurnalistik, yang sudah pasti bertemu banyak orang dengan beragam

sifat dan latar belakang yang hendak digali informasi darinya. Komunikasi

98
merupakan bangunan link ke dunia sekitar yang berarti setiap orang seolah

menayangkan diri dan pribadinya untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi

dapat membentuk dan menciptakan interaksi. Komunikasi menjembatani untuk

mengoordinasikan semua kebutuhan dan tujuan hidup (Liliweri 2011: 124).

Hal ini selaras dengan pernyataan Heidegger dalam Shofa (2012: 21) bahwa

seseorang dapat bereksistensi dengan hal-hal di luar dirinya dikarenakan memiliki

kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan, dan

pembicaraan. Maka untuk mencapai manusia yang utuh, manusia itu harus dapat

merealisasikan segala potensi yang mereka punya. Walaupun pada kenyataannya

seseorang mungkin tidak mampu merealisasikan semua itu tetapi ia tetap dapat

berusaha untuk mempertanggungjawabkan potensi yang belum teraktualisasikan.

Kemampuan pembicaraan inilah yang peneliti lihat dapat ditempatkan

dengan baik oleh informan untuk menunjukkan eksistensi diri mereka karena

adanya pandangan dari informan bahwa mereka dapat menjalin komunikasi dan

relasi yang lebih baik dengan narasumber laki-laki. Hal ini juga dibuktikan

penelitian yang dilakukan oleh Putra Randy Tirtoatmodjo (2017) dengan

judul “Jurnalis Perempuan Pada Desk Olahraga: Sebuah Studi Fenomenologi.”

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jurnalis perempuan

mengeksternalisasikan kepandaian berkomunikasi untuk menjalin relasi dengan

narasumber yang mayoritas laki-laki. Kemudian mempunyai internalisasi bahwa

kepandaian berkomunikasi untuk menjalin relasi merupakan kelebihan yang

dimiliki oleh jurnalis perempuan dibanding jurnalis laki-laki.

99
Berdasarkan pengalaman informan dalam hal beban kerja menulis berita

tidak ditemukan adanya perbedaan kebijakan atau perlakuan oleh Harian Haluan.

Setiap jurnalis diwajibkan untuk menulis tiga sampai lima berita setiap harinya

tergantung pada bidang tugasnya masing-masing. Sementara untuk beban kerja

pembagian posko liputan, ketiga informan menyatakan bahwa redaktur dan

pimpinan Harian Haluan cenderung menempatkan jurnalis perempuan di

lingkungan perkantoran atau di dinas-dinas pemerintahan.

Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa bagi jurnalis perempuan

ditiadakan liputan hingga malam hari. Seperti yang dijelaskan oleh LM bahwa

jurnalis perempuan pulang lebih awal dibandingkan dengan jurnalis laki-laki.

Begitu pula halnya dalam penugasan pada kejadian yang sifatnya beresiko,

isidentil, dan rawan konflik seperti kebakaran dan demonstrasi, jurnalis

perempuan sering tidak dilibatkan. Menurut informan LM dan RW kebijakan ini

bukan ketetapan resmi perusahaan, tapi lebih kepada pertimbangan para redaktur

dan pimpinan Harian Haluan terhadap jurnalis perempuan yang dianggap

memililki keterbatasan secara kodrati. Namun, bila dilihat dari gaji yang diterima,

ketiga informan menyatakan tidak ada perbedaan gaji yang diterima antara

jurnalis perempuan dan laki-laki karena adanya perbedaan tersebut.

Peneliti juga memperoleh temuan menarik di mana terdapat interpretasi

yang berbeda dari informan terkait adanya perbedaan beban dan jam kerja untuk

jurnalis perempuan. YD dan LM menganggap perbedaan tersebut sebagai bentuk

dispensasi dan keringanan bagi perempuan yang bekerja sebagai jurnalis.

Keduanya beranggapan bahwa jurnalis laki-laki lebih dapat mendedikasikan

waktu dan tenaga secara total untuk keperluan pekerjaan seperti melakukan

100
liputan tengah malam dan liputan yang lebih beresiko lainnya. Informan YD

setuju jika beban kerja untuk jurnalis laki-laki memang lebih berat dibandingkan

dengan dirinya yang jurnalis perempuan.

Pandangan lain peneliti peroleh dari RW yang menganggap perbedaan

tersebut sebagai salah satu kelemahan yang dimiliki perempuan yang bekerja

sebagai jurnalis. Sehingga peneliti memiliki pandangan bahwa RW cukup sensitif

dengan masalah gender. Meskipun demikian, perbedaan tersebut tidak

menimbulkan sistem kerja yang bias gender karena pada kenyataannya

berdasarkan pengalaman bekerja ketiga informan menunjukkan bahwa secara

profesional jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan kota Padang sangat

bisa diandalkan untuk meliput berita-berita yang dianggap “keras” seperti

penugasan di bidang-bidang politik, ekonomi, serta hukum kriminal, seperti

informan LM berada dikanal politik dan RW dikanal hukum kriminal.

Sementara dari segi jabatan berdasarkan pengalaman ketiga informan,

jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan dapat saja berkembang sampai

ke jajaran puncak pengambil keputusan seperti posisi redaktur dan pimpinan

redaksi. Dalam hal ini Harian Haluan sebagai perusahaan tidak bias gender dalam

mengambil keputusan. Penempatan jurnalis pada jajaran puncak diakui informan

dilakukan perusahaan atas dasar kompetensi dan kualitas yang dimiliki oleh setiap

jurnalis dalam menjalankan tugas. Sampai saat ini, tingkat tertinggi yang dijabat

oleh jurnalis perempuan di Harian Haluan adalah sebagai redaktur. Posisi inilah

yang sedang ditargetkan oleh LM yang saat ini baru sampai pada posisi asisten

redaktur. Begitu juga dengan RW yang dapat menempati posisi sebagai

101
koordinator liputan yang bertugas untuk mengoordinasi jurnalis lain baik laki-laki

maupun perempuan.

Hal ini menunjukkan bahwa akses bagi jurnalis perempuan yang bekerja di

Harian Haluan untuk berperan lebih jauh dalam pengambilan keputusan baik yang

berkaitan dengan manajemen redaksional maupun dalam menetapkan tema

pemberitaan di Harian Haluan tidak terbatas sama sekali. Dengan kata lain,

jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan dapat menunjukkan eksistensi

mereka dalam ritme pekerjaan jurnalis di Harian Haluan. Hal ini juga dibuktikan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Satriani (2017) tentang Eksistensi Jurnalis

Perempuan dalam Kesetaraan Gender di Harian Amanah Kota Makassar. Hasil

penelitian menyebutkan bahwa jurnalis perempuan bisa menunjukkan eksistensi

dalam berbagai sektor yang sama dipegang oleh laki-laki. Seperti halnya jurnalis

laki-laki, jurnalis perempuan juga menempati posisi yang bertanggung jawab

secara keseluruhan terhadap produk jurnalistik yang akan diproduksi.

Eksistensi menurut Abidin Zaenal dalam Amarullah (2019: 63) adalah

sesuatu yang dinamis, jadi eksistensi itu sendiri tidak bersifat kaku dan terhenti.

Sebaliknya, eksistensi bersifat lentur dan mengalami perkembangan atau

sebaliknya kemunduran tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasi

potensi-potensinya. Hal ini juga peneliti temukan pada informan penelitian,

berdasarkan pengalaman informan eksistensi jurnalis perempuan yang bekerja di

Harian Haluan juga mengalami pasang surut. Pada masa awal bekerja sebagai

jurnalis informan menemui beberapa kesulitan untuk beradaptasi dengan

lingkungan pekerjaan jurnalis. Informan membutuhkan lama waktu yang berbeda-

beda saat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan sebagai jurnalis seperti

102
dalam hal menulis berita, menentukan tema pemberitaan, dan menghadapi

narasumber. Ada yang dapat menyesuaikan diri dalam jangka waktu yang pendek

dan ada pula yang memerlukan waktu yang terbilang cukup lama.

Eksistensi juga dikenal dengan satu kata lainnya yaitu keberadaan. Dagun

menyatakan bahwa konsep eksistensi dalam kehidupan sosial manusia yang

terpenting adalah keadaan dirinya sendiri atau eksistensi dirinya sendiri.

Eksistensi dapat diartikan sebagai sesuatu yang menganggap keberadaan manusia

tidaklah statis yang artinya manusia senantiasa bergerak dari kemungkinan ke

kenyataan (Hamnal, 2017: 114). Berdasarkan eksistensi menurut konsep Dagun

ini peneliti melihat eksistensi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan

masih akan terus mengalami perubahan sebagaimana yang ditunjukkan dari

pengalaman masing-masing informan. Selain itu juga bergantung pada bagaimana

jurnalis perempuan dapat meyesuaikan diri dengan dunia pekerjaan jurnalis di

Harian Haluan itu sendiri. Jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan

harus terus berbenah dan mempertahankan kualitas serta kompetensi yang mereka

miliki sebagai seorang jurnalis.

4.4.2 Pemaknaan Profesi Jurnalis bagi Jurnalis Perempuan yang Bekerja di

Harian Haluan Kota Padang

Berdasarkan pengalaman eksistensi jurnalis perempuan yang bekerja di

Harian Haluan kota Padang yang telah diuraikan di atas dan berdasarkan hasil

observasi yang telah peneliti lakukan terhadap tiga informan, berkaitan dengan

teori konstruksi sosial atas realitas oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann,

Peter L. Berger menyatakan bahwa konstruksi sosial atas realitas tidak dibentuk

secara ilmiah atau diturunkan oleh Tuhan tetapi dibentuk dan dikonstruksi

103
(Eriyanto, 2002: 15). Hasilnya adalah wajah plural dari realitas itu sendiri. Hal ini

disebabkan oleh adanya perbedaan tiap individu dalam mengonstruksi realitas.

Tiap individu mempunyai frame of reference dan field of experience yang

berbeda-beda, sehingga mereka secara bebas memberikan makna pada suatu hal

dan mengonstruksi realitas yang mereka inginkan berdasarkan kerangka

berpikirnya masing-masing.

Konstruksi realitas yang dihasilkan juga mempunyai dasar tertentu yang

menyebabkan mereka meyakini kebenaran dari konstruksi tersebut. Berdasarkan

gagasan Peter L. Berger ini, mengenai pemaknaan profesi jurnalis bagi jurnalis

perempuan dapat dipandang sebagai konstruksi sosial atas realitas, sebab sangat

potensial saat terjadi peristiwa yang sama namun dapat dikonstruksi secara

berbeda. Dalam kerangka teoritik yang dibangun Berger dan Luckmann, proses

konstruksi realitas dibagi menjadi tiga momen yang berlangsung secara

berkesinambungan.

4.4.2.1 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Eksternalisasi

Pemaknaan Profesi Jurnalis

Proses Eksternalisasi

Informan 1 Informan 2 Informan 3

Bekerja di Depan Pekerjaan Lapangan Profesi Penuh


Kamera dan Panas-Panasan Keanehan

Gambar 4.1 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Eksternalisasi


(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

104
Proses pertama yaitu eksternalisasi yang merupakan usaha pencurahan atau

ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik.

Ini sudah menjadi sifat dasar manusia (Eriyanto, 2002: 16). Proses eksternalisasi

dalam penelitian ini adalah awal mula kostruksi sosial dapat dipahami individu.

Adapun pada tahap eksternalisasi dalam penelitian ini ditunjukkan oleh

pandangan atau informasi awal yang diketahui informan tentang profesi jurnalis

sebelum menekuni profesi ini. Pada tahap eksternalisasi, pandangan awal yang

diketahui oleh informan tentang profesi jurnalis berbeda satu sama lain. Informan

mulai mengenal tentang profesi jurnalis melalui interaksi dengan lingkungan

sekitar dan terdekatnya, seperti lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan,

sekolah, pekerjaan, serta lingkungan dimana informan tinggal dan menjalani

aktivitas kehidupan sehari-harinya.

Informan YD memiliki pandangan atau informasi awal bahwa profesi

jurnalis hanya bekerja di depan kamera. Informasi ini diperoleh informan saat

menonton berita di televisi yang dibawakan oleh news anchor atau repoter TV.

Sementara informan LM mempunyai pandangan awal bahwa profesi jurnalis

merupakan profesi lapangan, sering melakukan liputan dan berpanas-panas.

Sedangkan informan RW mempunyai pandangan awal bahwa profesi jurnalis

penuh dengan keanehan karena menemui masih banyak orang yang memandang

sebelah mata seseorang yang bekerja sebagai jurnalis.

105
4.4.2.2 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Objektivasi

Pemaknaan Profesi Jurnalis

Proses Objektivasi

Informan 1 Informan 2 dan 3

Pekerjaan yang Tidak Pekerjaan Penuh


Kenal Waktu Tantangan dan Butuh
Kemampuan Menulis

Gambar 4.2 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Objektivasi


(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

Selanjutnya proses kedua yaitu objektivasi merupakan hasil yang telah

dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia (Eriyanto,

2002: 16). Kenyataan hidup sehari-hari itu kemudian diobjektivasi oleh manusia

sebagai suatu realitas objektif. Adapun proses objektivasi dalam penelitian ini

para informan memiliki pemaknaan yang berbeda dari proses sebelumnya

mengenai profesi jurnalis. Ini terjadi karena informan sudah terlibat langsung

dalam ranah pekerjaan jurnalis seperti melakukan liputan berita lapangan,

menghubungi narasumber, menulis hingga mengedit berita.

Daulay (2016: 65) menjelaskan bahwa dari aspek pekerjaan sendiri, bidang

kewartawanan memang terkesan pekerjaan yang berat dan membutuhkan banyak

waktu. Wartawan harus siap 24 jam untuk melaksanakan tugas kewartawanan.

Begitu beratnya tugas kewartawanan, sehingga mereka disebut juga sebagai kuli

tinta. Karena memerlukan waktu yang banyak itulah barangkali yang membuat

106
kaum wanita kurang tertarik untuk menekuni profesi jurnalis. Dari

pengalamannya informan YD memaknai profesi jurnalis pada tahap ini sebagai

profesi yang tidak kenal waktu karena seringkali berhadapan dengan penugasan

yang bersifat dadakan seperti bencana alam yang bisa terjadi kapan saja dan tidak

dapat diprediksi waktu terjadinya dan jika peristiwa semacam itu terjadi, maka

wartwan harus siap jika terpilih untuk ditugaskan. Sementara LM dan RW

memaknai profesi jurnalis pada proses objektivasi sebagai profesi yang penuh

tantangan dan membutuhkan kemampuan menulis. Pada proses objektivasi

informan mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan jurnalis seperti

yang ditunjukkan LM yang memperdalam pengetahuan dan kemampuan

jurnalistiknya salah satunya dengan banyak belajar dan berdiskusi dengan jurnalis

senior. Pemaknaan yang diberikan informan tentang profesi jurnalis pada proses

eksternalisasi dan objektivasi cukup beragam dan menjadi realitas yang baru bagi

ketiga informan.

4.4.2.3 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Internalisasi

Pemaknaan Profesi Jurnalis

Proses Internalisasi

Informan 1 Informan 2 Informan 3

Profesi Tinggi dan Pekerjaan dengan Pekerjaan


Disegani Waktu Fleksibel Bermanfaat

Gambar 4.3 Pemaknaan Profesi Jurnalis Pada Proses Internalisasi


(Sumber: Olahan Peneliti, 2021)

107
Pada tahap akhir yaitu proses internalisasi realias subjektif yang dipahami

oleh informan pada proses sebelumnya menjadi lebih berbeda lagi. Internalisasi

merupakan proses penyerapan kembali dunia objektif kedalam kesadaran dengan

sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia

sosial. Hal ini akhirnya membuat realitas akhirnya ditafsiri atau diberi makna

secara subjektif oleh individu. Berger dan Luckmann (1996: 23-24) menyatakan

bahwa realitas sosial itu berada di dalam diri manusia itu sendiri dan dengan cara

itu maka diri manusia akan teridentifikasi di dalam dunia sosiokultural.

Berger dan Luckmann (1996: 178) menyatakan setelah mencapai taraf

internalisasi, barulah individu menjadi anggota masyarakat. Pemaknaan yang

diberikan informan terhadap profesi jurnalis yang dijalaninya pada proses

internalisasi sudah lebih mendalam. Informan yang peneliti wawancarai

menemukan banyak sisi positif bekerja sebagai seorang jurnalis. Pandangan

informan ini dipengaruhi juga oleh tahapan objektivasi yang telah mereka lalui.

Pada tahap objektivasi informan berusaha keras menyesuaikan diri dengan

lingkungan pekerjaan jurnalis. Hingga kemampuan dan usaha mereka sebagai

jurnalis diakui dan mendapatkan apresiasi. Setelah mendapatkan berbagai

informasi dan pengetahuan dari proses objektivasi inilah pada akhirnya juga

didapatkan pemaknaan berbeda tentang profesi jurnalis pada proses internalisasi.

Berdasarkan temuan peneliti muncul konstuksi sosial yang baru tentang

makna profesi jurnalis bagi informan pada proses internalisasi. Adapun konstruksi

baru yang dibangun oleh informan terhadap profesi jurnalis ini peneliti

kategorikan menjadi tiga pemaknaan atau konstruksi yang berbeda yaitu pertama,

profesi tinggi dan disegani. Informan memaknai profesi jurnalis sebagai profesi

108
tinggi dan disegani karena karya-karya jurnalistik yang dihasilkan mendapatkan

apresiasi dari berbagai pihak. Informan merasakan ada kepuasan dan kebanggan

tersendiri saat kemampuan yang dihasilkan lewat produk jurnalistik yang mereka

buat diapresiasi. Kedua, profesi jurnalis dimaknai sebagai pekerjaan dengan

waktu yang fleksibel. Informan memaknai profesi jurnalis sebagai pekerjaan

dengan waktu yang fleksibel didasari pengalaman setelah status mereka berubah

dari lajang menjadi ibu rumah tangga, informan masih dapat mengatur waktu

dengan baik antara bekerja dan mengerjakan urusan rumah tangga. Bagi informan

bekerja sebagai jurnalis tidak mengahabiskan banyak waktu karena dapat dengan

bebas mengatur diri sendiri saat bekerja tergantung kemampuan dan kecepatan

masing-masing jurnalis dalam menyelesaikan tugasnya. Ketiga, pekerjaan

bermanfaat. Informan memaknai profesi jurnalis pada tahap internalisasi sebagai

pekerjaan bermanfaat berdasarkan pada dampak positif dari berita-berita yang

ditulis oleh informan untuk kepentingan masyarakat. Pada proses ini informan

merasa berguna dan bangga dengan pekerjaannya sebagai jurnalis. Informan tidak

lagi merasa tertekan dan terbebani saat melakukan tugas sebagai jurnalis.

Informan sudah pada tahap merasa nyaman dan dapat menikmati pekerjaannya

sebagai seorang jurnalis.

Berdasarkan hasil pemaknaan profesi jurnalis yang ditunjukkan oleh jurnalis

perempuan yang bekerja di Harian Haluan kota Padang ini, terlihat bahwa

informan sebagai individu telah memilih, menimbang dan telah menentukan hal-

hal mana yang dapat memuaskan kebutuhannya yang diwujudkan dengan terus

eksis bekerja sebagai jurnalis. Selain untuk menyalurkan hobi, memperoleh

prestasi, juga untuk memenuhi kebutuhan finansial. Dalam kaitannya dengan teori

109
konstruksi sosial yang peneliti gunakan menunjukkan bahwa konstruksi sosial

juga bersifat dinamis. Peneliti menemukan bahwa pemaknaan yang diberikan

informan mengenai profesi jurnalis terbentuk melalui proses konstruksi yang

cukup panjang mulai dari proses dialektis eksternalisasi, objektivasi, dan

internalisasi yang berlangsung secara terus-menerus dan diperoleh informan

melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga ketiga informan

memperoleh pengetahuan dan informasi seputar profesi jurnalis. Pengetahuan

yang diperoleh informan inilah yang akhirnya melandasi kesadaran yang

menghasilkan interpretasi dan pemaknaan yang diberikan informan terhadap

profesi jurnalis yang mereka jalani.

110
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan dengan judul Eksistensi

Jurnalis Perempuan pada Media Massa di Kota Padang (Studi Fenomenologi pada

Jurnalis Perempuan yang Bekerja di Harian Haluan), maka peneliti memperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengalaman eksistensi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan

ditunjukkan dari pengalaman yang dialami oleh jurnalis perempuan itu

sendiri meliputi adanya motif sebab (because-motive) dan motif tujuan (in-

order-to-motive) yang melatarbelakangi keberadaannya sebagai seorang

jurnalis, adanya dukungan sosial yang didapatkan dari keluarga saat

memutuskan untuk bekerja sebagai jurnalis dan kemampuan diri yang

dimiliki seperti kemampuan melakukan indepth report, kemampuan

komunikasi dan relasi dengan narasumber hingga dapat menempati posisi

pengambil keputusan dan menunjukkan prestasi dalam bekerja.

2. Pemaknaan profesi jurnalis bagi jurnalis perempuan yang bekerja di

Harian Haluan dilihat pada masa sebelum mereka bekerja sebagai jurnalis,

masa pada awal bekerja sebagai jurnalis dan masa saat sudah

berpengalaman bekerja sebagai jurnalis yang diidentifikasi dengan tiga

momen atau proses simultan eksternalisasi, objektivasi, dan, internalisasi.

Pada proses eksternalisasi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian

Haluan memaknai profesi jurnalis sebagai profesi yang bekerja di depan

kamera, pekerjaan yang butuh ke lapangan dan panas-panasan, dan

111
dimaknai juga sebagai profesi yang penuh dengan keanehan. Lalu pada

proses objektivasi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan

memaknai profesi jurnalis sebagai pekerjaan yang tidak kenal waktu serta

pekerjaan penuh tantangan dan butuh kemampuan menulis. Selanjutnya

pada proses terakhir yaitu proses internalisasi jurnalis perempuan yang

bekerja di Harian Haluan memaknai profesi jurnalis sebagai profesi tinggi

dan disegani, pekerjaan dengan waktu yang fleksibel, dan pekerjaan

bermanfaat.

5.2 Saran

1. Bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi yang ingin melakukan penelitian

mengenai jurnalis perempuan, dapat dilanjutkan dengan mengkaji lebih

dalam terkait dengan peran perempuan dalam ranah jurnalisme ini dengan

metode yang berbeda seperti etnografi komunikasi dan studi gender.

Selain itu dapat juga dilakukan penelitian mengenai mutu jurnalisme

media di Sumatera Barat dalam memberitakan isu inklusivitas atau

kelompok marginal/kelompok terpinggirkan seperti perempuan dan

penyandang disabilitas.

2. Bagi kemajuan studi Ilmu Komunikasi Universitas Andalas, perlu

diperbanyak lagi kajian mengenai pekerja media dan manajemen media

karena banyak hal yang bisa dikaji secara lebih mendalam dan tentunya

akan bermanfaat bagi banyak orang khususnya dalam melihat bagaimana

kondisi bekerja yang dihadapi para pekerja media seperti jurnalis

perempuan serta melihat kualitas konten atau produk jurnalistik yang

dihasilkan.

112
3. Bagi perempuan yang mempunyai ketertarikan untuk menjadi jurnalis

media cetak tidak perlu takut karena dapat membekali diri dengan mental,

fisik, dan informasi yang kuat seputar profesi jurnalist agar siap

menghadapi berbagai tantangan di dunia jurnalistik.

Bagi perusahaan atau industri media di Sumatera Barat hendaknya dapat

mengakomodir dan menimbang kembali kebutuhan gender jurnalis

perempuan, termasuk menciptakan budaya dan ruang kerja yang sensitif

gender, salah satunya seperti penyediaan ruang laktasi dan fasilitas

kesehatan bagi jurnalis perempuan.

113
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Bagus, Lorens. (1996). Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Berger, Peter L. & Luckmann, T. (1966). The Social Construction of Reality: A
Treatise in the Sociology of Knowledge. England: Penguin Group.
Cresswell, John W. (2016). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan campuran. Diterjemahkan oleh Achmad Fawaid dan Rianayati
Kusmini Pancasari. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daulay, Hamdan. (2016). Jurnalistik dan Kebebasan Pers. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Eriyanto. (2002). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media.
Farid, Muhammad & Adib M. (2018). Fenomenologi dalam Penelitian Ilmu
Sosial. Jakarta: Kencana.
Hikmat, Mahi M. 2018. Jurnalistik: Literary Journalism. Jakarta: Prenada Media
Group.
Kovach, B. & Rosentiel, T. (2006). Sembilan Elemen Jurnalisme. Jakarta:
Yayasan Pantau.
Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh
Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi
Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana.
Kusumaningrat, H & Kusumaningrat, P. (2012). Jurnalistik Teori dan Praktik.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Kuswarno, Engkus. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi: Fenomenologi
Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiaan. Bandung: Widya
Padjadjaran.
Liliweri, Alo. (2011). Komunikasi: Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Luviana. (2012). Jejak Jurnalis Perempuan: Pemetaan Kondisi Kerja Jurnalis
Perempuan di Indonesia. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen.
Mulyana, Deddy. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy & Solatun. (2007). Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-
contoh Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Tahrun, dkk. (2019). Keterampilan Pers dan Jurnalistik Berwawasan Gender.
Yogyakarta: Deepublish.
Scott, John. (2012) Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.

114
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatidan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sulaeman. (2017). Jurnalis Perempuan. Ambon: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Agama Islam Negeri Ambon.

Disertasi
Burkholder, D.U. (2009). Returning Counselor Education Doctoral Student:
Issues of Retetion and Perceived Experiences, Disertasi PhD, Kent State
University College and Graduate School of Education, Health and Human
Services, USA.

Jurnal
Aulya, Suci. (2016). Konstruksi Makna Profesi Jurnalis Bagi Jurnalis Perempuan
Di Kota Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiwa FISIP Vol. 3 No. 1 (p. 3).
Pekanbaru
Herawati, Maimon. (2016). Pemaknaan Gender Perempuan Pekerja Media di
Jawa Barat. Jurnal Kajian Komunikasi Vol. 4 No. 1 (p. 85), Program Studi
Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran.
Kasali, Rhenald. (2006). Transformasi Usaha Industri Media Massa. Jurnal
Komunikasi Vol. 9 No. 2 (p. 16).
Ngangi, Charles. (2011). Konstruksi Sosial Dalam Realitas Sosial. Jurnal ASE
Vol. 7 No. 2 (p. 2), Universitas Sam Ratulangi Manado.
Stellarosa, Y & Silaban, M. W. (2019). Perempuan, Media, dan Profesi Jurnalis.
Jurnal Kajian Komunikasi Vol. 7 No. 1 (p. 98), Sekolah Tinggi Ilmu
Komunikasi LSPR Jakarta.
Sulaiman, Aimie. (2016). Memahami Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Jurnal
Society Vol. 6 No 1 (p. 16-17). Program Studi Sosiologi Universitas
Bangka Belitung.
Utami, K. P. & Wijaya, Y. D. (2018). Hubungan Dukungan Sosial Pasangan
Dengan Konflik Pekerjaan-Keluarga Pada Ibu Bekerja. Jurnal Psikologi
Vol. 16 No. 1 (p. 5), Fakultas Psikologi Universitas Desa Unggul Jakarta.

Skripsi
Anistiyati, Franciska. (2012). Perempuan dan Profesi Jurnalis (Studi Kasus
Mengenai Persepsi Perempuan terhadap Profesi Jurnalis di Kalangan
Mahasiswi S-1 Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS). Skripsi.
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sebelas Maret.
Amarullah, Nahlia. (2019). Eksistensi RRI PRO 2 Padang di Era New Media.
Skripsi. Ilmu Komuikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Andalas.
Baehaki, Achmad. (2009). Pemenuhan Kebutuhan Chatters. Skripsi. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

115
Hanmal, Dian M. (2017). Eksistensi Jurnalisme di Era Media Sosial. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Haryanthi, Rizka. (2016). Fenomena Kebutuhan Pengguna iPhone di Universitas
Katolik Parahyangan Bandung (Studi Fenomenologi Kebutuhan
Pengguna iPhone pada Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan
Bandung). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pasundan.
Shofa, Muhammad. (2012). Manusia dalam Perspektif Eksistensialisme (Studi
Komparasi Soren Kierkegard dan Ali Syari’ati). Skripsi. Institut Agama
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Ushuluddin Jurusan
Theologi dan Filsafat.
Satriani. (2017). Eksistensi Jurnalis Perempuan dalam Kesetaraan Gender di
Harian Amanah Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Jurnalistik Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin.
Saragih, Hileri, M. (2017). Konsep Diri Jurnalis Perempuan (Studi Deskriptif
Kualitatif, Konsep Diri Jurnalis Perempuan pada Forum Jurnalis
Indonesia di Kota Medan). Skripsi. Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Tirtoatmodjo, P. R. (2017). Jurnalis Perempuan Pada Desk Olahraga: Sebuah
Studi Fenomenologi. Skripsi. Ilmu Komunikasi Konsentrasi
Multimedia Journalism Fakultas Ilmu Komunikasi Multimedia
Nusantara.
Novianti, Gina (2014). Persepsi Orang tua Terhadap Aktivitas Bermain Anak
Usia Dini: Studi Fenomenologi pada Orangtua Anak Usia Dini. Skripsi.
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Website
Dewanpers.or.id. ( Agustus 2020). Indeks Kemerdekaan Pers 2020 Retrieved
from Sabtu, 20 Maret 2021 pukul 11.08
https://dewanpers.or.id/assets/ebook/buku/2010130519_2020
Buku_Hasil_Survei_Indeks_Kemerdekaan_Pers_tahun_2020_1.pdf
FJPIndonesia.com. (9 Februari 2018). Melihat Jejak Pers Perempuan di Sumbar.
Retrieved from Kamis, 12 Maret 2020 pukul 15.20
https://fjpindonesia.com/melihat-jejak-pers-perempuan-di-sumbar
Sindonews.com. (4 Januari 2018). Ketika Media Cetak Lebih Unggul Dibanding
Online. Retrieved from 24 Februari 2021 pukul 14.18
https://www.google.com/amp/s/nasional.sindonews.com./beritaamp/12708
23/188/ketika-media-cetak-lebih-unggul-dibanding-online
Suara.com. (8 Maret 2020). Bentuk Diskriminasi Kerja Pada Jurnalis Perempuan
Versi AJI, Apa Saja? Retrieved from Rabu, 12 Maret 2020 pukul 15.02
https://www.suara.com/lifestyle/2020/03/08/195000/bentuk-diskriminasi-
kerja-pada-jurnalis-perempuan-versi-aji-apa-saja?page=all

116
Womenlead.magdalene.co. (12 Maret 2021). Rekam Jejak Jurnalis Perempuan
Indonesia dan Tantangan yang Harus Mereka Hadapi. Retrieved from
Jumat, 4 Juni 2021 pukul 10.15
https://womenlead.magdalene.co/2021/03/12/tantangan-jurnalis-
perempuan-indonesia

117
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Berikut daftar pertanyaan yang ditanyakan untuk mengetahui pengalaman

eksistensi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan Kota Padang

memilih jurnalis sebagai profesi

1. Menanyakan profil informan (nama lengkap, nama panggilan, tempat dan

tanggal lahir, asal, anak ke-, jumlah bersaudara, jabatan, tahun jadi

jurnalis)

2. Darimana anda tahu tentang profesi jurnalis?

3. Apakah yang anda ketahui tentang profesi jurnalis sebelum menjadi

jurnalis?

4. Hal-hal apa saja yang menjadi sebab hingga melatarbelakangi anda

memilih profesi jurnalis?

5. Bagaimana perasaan anda saat menjalani profesi sebagai seorang jurnalis?

6. Bagaimana tanggapan orang-orang terdekat anda, seperti keluarga atau

tetangga terhadap profesi anda sebagai seorang jurnalis perempuan?

7. Bagaimana anda menghadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan


pekerjaan sebagai jurnalis?
8. Apakah ada hal-hal tertentu yang ingin anda capai atau anda targetkan

sebagai seorang jurnalis perempuan?

9. Bagaimana pandangan anda terhadap perempuan yang menekuni profesi

sebagai jurnalis liputan berita di lapangan?

118
Berikut daftar pertanyaan yang ditanyakan untuk mengetahui pemaknaan

profesi jurnalis bagi jurnalis perempuan yang bekerja di Harian Haluan Kota

Padang.

1. Setelah menekuni profesi jurnalis, bagaimana makna profesi jurnalis bagi

anda berdasarkan pengalaman dan pengetahuan anda selama menekuni

profesi jurnalis?

2. Seperti apa tantangan atau tuntutan pekerjaan sebagai seorang jurnalis di

media cetak?

3. Bagaimana perasaan anda melihat fakta bahwa hanya ada sedikit jurnalis

perempuan yang bekerja di Harian Haluan?

4. Bagaimana anda menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan sebagai

seorang jurnalis perempuan di tengah dominasi jurnalis laki-laki?

5. Menurut anda apakah kelebihan atau keunggulan yang dimiliki oleh

jurnalis perempuan dibandingkan dengan jurnalis laki-laki?

6. Apakah anda pernah mengalami diskriminasi atau kesulitan selama

melakukan liputan berita lapangan semisal ketidakadilan gender sebagai

seorang jurnalis perempuan?

7. Sebagai seorang jurnalis perempuan bagaimana anda menyelesaikan

kendala atau permasalahan yang anda alami saat melakukan liputan berita

lapangan?

8. Berdasarkan pengalaman anda selama ini, apakah beban kerja dan jam

kerja seorang jurnalis itu memang berat?

9. Perubahan apa yang anda rasakan baik secara fisik maupun mental setelah

berkarier sebagai wartawan?

119
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 1 : YD
Waktu dan tempat : 28, 31 Oktober, 30 November 2020 melalui WhatsApp &
2 Desember 2020, 15 Februari 2021 di rumah YD Gunung Pangilun Jl. Gang
Mela.
Peneliti Winda rekam ya kak?
YD Iya
Peneliti Winda mulai dari budaya di keluarga ya kak, kalau budaya di
keluarga kakak seperti apa kak, kira-kira orang tua kakak itu
memegang paham kayak anak perempuan itu harus jadi ini atau
harus jadi itu nggak kak?
YD Oh, misalnya kayak dikekang kayak perempuan harus di rumah
kayak gitu-gitu ya? Heem nggak sih, kalau kakak sendiri lebih
diajarin mandiri malah sebenarnya sama orang tua. Kayak waktu
masih kuliah gitu kan, kakak diajarin agar tahu batasan-batasan
berinteraksi di luar gitu. Terus kakak sendiri kan jurusannya
Psikologi kan, misalkan diharuskan jadi Psikolog nggak sih,
nggak harus kayak gitu sama orang tua yang penting sesuai sama
passion kakak aja. Kalau kakak kan suka nulis dan selama kakak
masih enjoy disitu ya nggak apa-apa, jalani aja itu gitu. Jadi
nggak diharuskan sama orang tua, misalnya kan kalau orang lain
itu orang tuanya dokter dia kan pengen anaknya juga jadi dokter
atau dia punya keinginan anaknya harus jadi dokter, terus
anaknya harus jadi dokter kan gitu. Tapi kalau kakak nggak sih,
nggak harus gitu, orang tua bebasin pilihan sendiri gitu.

Peneliti Tapi untuk latar belakang pendidikan kakak sendiri kan


Psikologi, itu memang pilihan kakak sendiri gitu dulunya kak?
YD Untuk Psikologi itu sebenarnya lebih kayak apa ya, kakak
(saudara perempuan) kak konseling, dilihat dari dia kayaknya
menarik gitu, terus kayak ilmunya itu bisa dipakai sehari-hari
misalnya kita paham sama diri kita sendiri, sama gimana kita
berinteraksi sama orang kayak gitu. Kalau Psikologi itu kan tidak
harus jadi Psikolog. Banyak sih teman-teman seangkatan itu
yang nggak semuanya di Psikolog, ada yang jadi ini, jadi itu
pokoknya kan Psikologi itu dimana ada orang disitu adalah
lapangan pekerjaan, istilahnya gitu kan. Terus kenapa awalnya
kakak pilih Psikologi itu karena ketertarikan sama itu sih,
ngelihatnya itu nggak monoton dan sampai kapanpun masih
dipakai orang kayak gitu.
Peneliti Terus kalau ketertarikan kakak sama dunia tulis menulis ini,
dunia jurnalistik gimana awalnya sampai kakak bisa suka?
YD Dari dulu sih, memang tertarik. Kayak dari SMP pun sudah aktif-
aktif menulis gitu kan, cuman dulu bayangan kakak tentang
reporter ini ya kayak reporter-reporter yang ada di TV itu kan,
ada di depan kamera. Malahan nggak kebayang sama wartawan
yang sekarang ternyata ada juga yang di belakang layar, kayak

120
melakukan wawancara juga gitu-gitu. Terus yang paling mulai
mengenal tentang jurnalis itu dari kuliah. Ada organisasi yang
mengarah ke situ. Kalau di Psikologi itu namanya Insight, terus
kalau di universitas ada Genta. Kalau di Genta dulu kakak
pernah aktif juga sebentar, kenapa sebentar karena dulu
organisasi di fakultas sama yang di jurusan yang banyak kakak
ikuti. Soalnya kalau di Genta kan full time kita harus aktif karena
kalau nggak nanti bisa dinonaktifkan dari keanggotaan, jadi
susah juga gitu. Habis itu ya udah kakak fokus aja sama
organisasi yang ada di jurusan, terus ada bidang jurnalisnya,
kebetulan kakak waktu itu jadi supervisor. Jadi dari situ sudah
kenal kalau dunia jurnalistik itu kerjanya juga di belakang layar
kayak gini, melakukan wawancara-wawancara sama kaprodi,
dosen-dosen, duta-duta mahasiswa gitu sama orang-orang
penting kayak gitu
Peneliti Terus boleh diceritakan awal mula kakak bisa kerja di Harian
Haluan?
YD Awalnya memang karena suka nulis, dulu di kampus pernah
nerbitin buku sendiri. Terus awal bisa kerja di Haluan itu pas
tamat 2017, awal-awal 2018 ada lowongan di Haluan kakak
daftar. Iseng aja sih waktu itu dan karena ijazah belum diterima
pake SKL. Padahal waktu itu punya usaha kafe juga di Jamsek.
Peneliti Berarti sudah berapa lama kakak kerja di Harian Haluan?
YD Dari 2018 April lah kalau tidak salah, mulai dari status magang
dulu.
Peneliti Kakak sendiri kenapa memilih jadi jurnalis di media cetak?
YD Heem kalau dulu pas jadi orang awam kakak nggak percaya
sama berita online. Tapi semenjak kenal media baru kan baru lah
percaya berita-berita di portal online. Terus kenapa kakak
milihnya di media cetak itu karena koran itu kalau kita nulis ada
bukti fisiknya, jadi setiap ada tulisan kita yang dimuat itu bangga
banget. Terus Haluan ini juga media yang paling tua di Sumbar,
jadi kayak ada kebanggaan sendiri.
Peneliti Nah, setelah kakak menekuni profesi ini gimana pengalamannya
kak, apa perbedaan yang kakak temukan?
YD Pas di dunia kerja ini baru kaget. Kagetnya itu karena ternyata
kerjanya itu nggak kenal waktu kayak gitu, terus harus standby
misalnya kalau ada peristiwa walaupun kalau jurnalis cewek
lebih agak dikasih dispensasi gitu kan tapi sebenarnya harus
tetap standby kayak ada gempa misalnya terus kakak jadi PJ
(penanggung jawab) tentang isu gempa, saat itu juga kakak harus
konfirmasi ke pakar gempa atau BMKG kayak gitu. Kalau dulu
bayangannya kayak jurnalis itu lebih menarik atau apa gitu. Pas
di dunia kerja ini sih baru paham ternyata kayak gitu jurnalis itu.
Peneliti Kalau yang kakak maksud dengan adanya dispensasi ke jurnalis
perempuan tadi itu yang kayak gimana ya kak?

121
YD Maksudnya kayak yang berat-berat kayak demo itu jarang ada
yang perempuan, jarang banget. Terus kalau ada peristiwa
malam misalnya kebakaran, penangkapan, yang turun ke
lapangan pasti jurnalis yang cowok.
Peneliti Kak kalau di Sumbar sendiri kan bisa dibilang secara jumlah
jurnalis/wartawan perempuan masih sedikit begitu pun dengan di
Harian Haluan. Karena kondisi ini apa perusahaan memberikan
perbedaan perlakuaan antara jurnalis perempuan dan laki-laki
kak?
YD Iya, alhamdulillah lumayan ada perbedaannya. Kalau peristiwa
yang berat kayak demo biasanya laki-laki. Cuma
mengimbanginya yang kakak sendiri rasakan tugas memang jadi
lebih ringan tapi lebih banyak gitu.
Peneliti Kakak liputan tentang apa saja biasanya?
YD Biasanya kakak liputannya di Dinas Kesehatan karena masih ada
hubungannya sama basic pendidikan kakak juga kan. Terus
kakak biasanya nulis tentang ekonomi juga, BPJS, BMKG, terus
dinas-dinas di Kota Padang, ke pemerintahan kota sama feature
yang sering juga.
Peneliti Oh feature juga sering ya kak?
YD Iya, dari feature itu sih agak mulai dikenal kakak dulu gitu,
kayak dari lomba juga kakak bisa dapat juara. Kayak yang
kemarin ini di kompetisi Gojek ada yang untuk jurnalis kan,
Alhamdulillah kakak bisa dapat satu gitu, lumayan lah.
Peneliti Berarti kakak ditugaskannya itu untuk menulis atau meliput di
kanal/rubrik berita apa?
YD Ekonomi dan bisnis, feature, bidang-bidang kesehatan (Dinas
Kesehatan, IDI, RS, dan isu-isu terkait). Biasanya juga ke LSM
seperti nurani perempuan, psikolog, ahli, dan lain-lain.
Peneliti Jadi menulis ini bisa dibilang sudah jadi hobi gitu ya kak buat
kakak ya?
YD Iya, sebenarnya dulu waktu awal kakak belum jadi wartawan,
kakak sudah punya kafe, terus sadar juga kalau gaji wartawan ini
nggak besar. Bahkan dari penghasilan kafe itu bisa kakak bilang
nggak ngapa-ngapain lah gaji wartawan ini. Soalnya kafe itu
misalnya sehari aja sudah bisa menghasilkan Rp500.000-
800.000,-.
Peneliti Wah gitu ya kak. Oh iya kak, kalau dalam pekerjaan kakak
sendiri gimana cara kakak ngerjain deadline tulisan sembari
ngurus anak juga kayak sekarang kak?
YD Pas anak kakak tidur biasanya langsung kak kerjain, misalnya
kayak wawancara narasumber, nah satu jam atau setengah jam
itu bisa kakak manfaatkan buat nelpon narsum. Selain itu karena
suami kakak juga sekantor dan seprofesi jadi sudah paham.
Kadang kita shif-shif-an, pagi kakak dulu yang keluar sampai
jam 12.00 WIB, nanti jam 12.00 WIB ke itu suami kakak lagi
yang ke lapangan kalau misalnya tugas ke lapangan gitu. Ini

122
untungnya lahirnya pas bulan Juni ini jadi nggak harus ke
lapangan gitu, banyak yang via WA gitu wawancaranya, jadi
nggak harus ke kantor. Tapi rata-rata wartawan perempuan di
Haluan itu punya anak-anak kecil semuanya.
Peneliti Berarti kalau berangkat ke kantor anak kakak juga kakak bawa
ya?
YD Iya kakak bawa. Rata-rata wartawan perempuan yang lain itu
bawa anaknya juga. Ada yang anaknya empat kecil-kecil dibawa
semua ikut rapat juga hahaa. Terus karena suami kakak
fotografer di Haluan juga, jadi nggak ada yang jaga di rumah ya
dibawa aja, walaupun sebenarnya tiga bulan masih terlalu kecil
untuk dibawa-bawa.
Peneliti Tapi kalau dari kantor untuk jurnalis perempuan yang bawa anak
itu nggak jadi masalah kan kak? Atau malah disediakan fasilitas
khusus anak kayak ruang laktasi gitu kak?
YD Sejauh ini nggak apa-apa sih, pimpinan umum juga sudah tahu
yang jelas perkerjaan tidak terbengkalai. Kalau untuk ruang
laktasi nggak ada, paling nanti sebelum ke kantor di pompa dulu
ASI nya nanti dibotolin. Dan ini juga sih salah satu yang bikin
kakak masih bertahan, soalnya kakak masih bisa ngurus anak
sama rumah terus bisa menyalurkan hobi nulis juga. Kalau yang
kerja pertimbangannya gaji pasti langsung keluar haha.
Peneliti Apa perbedaan yang kakak rasakan dari awal kakak jadi
wartawan, sebelum nikah sampai sekarang kakak sudah nikah
dan punya anak?
YD Waktunya sih kalau untuk sekarang itu lebih harus apa, seberapa
pun waktunya sekarang itu berharga. Misalnya bangun pagi-pagi,
nah itu harus sudah ada rincian apa yang mau dikerjain terlebih
dahulu sampai nanti misalkan deadline-nya itu sampai jam tiga
atau jam empat kan kalau berita yang halamannya di dalam.
Kalau berita yang halamannya di luar itu sampai jam delapan
malam deadline-nya itu.
Peneliti Kakak biasanya nulis berapa berita dalam satu hari?
YD Tiga sampai empat berita, tapi kalau nggak bisa biasanya dua
berita.
Peneliti Oh iya kak, rata-rata kan ibaratnya tugas liputan yang lebih
berisiko itu diliput sama wartawan yang laki-laki. Tapi kakak
pernah penasaran nggak sih kayak mau nyoba juga gitu liputan
yang menantang semacam itu?
YD Oh pernah, yang pas demo. Jadi waktu itu masih awal-awal sih
tapi waktu itu demonya di DPRD tapi nggak anarkis, terus waktu
itu kakak ikut aja sama wartawan yang laki-laki wartawan SCTV
waktu itu, Yesi ikut sama mas ajalah katanya gitu. Terus kakak
ikut aja di belakangnya bantu pegang mic-nya, kakak dapat juga
hasil rekamannya. Soalnya kalau demo-demo gitu biasanya
posisi harus di dekat polisi atau cari tempat yang aman lah
pokoknya demi keselamatan kita pas di lapangan.
Peneliti Oh gitu ya kak. Terus ada pengalaman apa lagi kak?

123
YD Iya, terus yang kayak isu yang dibahas itu berat kakak juga
pernah bikin yang lumayan bikin pemerintah kocar kacir waktu
itu. Padahal yang satu beritanya penugasan dan yang satunya lagi
inisiatif sendiri.
Peneliti Wah, berita tentang apa itu kak?
YD Pertama tentang anak dengan kebutuhan khusus yang diikat sama
orang tuanya di batang pohon dekat taman Imam Bonjol yang
dekat Pasar Raya. Ibunya jualan rokok keliling di dalam pasar,
jadi anaknya diikat biar tidak ganggu. Tapi kasihan banget, terus
kakak ambil videonya sama foto sama bikin beritanya terus
langsung di upload di Instagram Haluan saat itu dan langsung
viral. Terus besoknya Dinsos sama Pemkot Padang langsung
mengamankan anak itu beserta orang tuanya. Apalagi saat itu
prediket kota Padang kota ramah anak, ya kocar kacir lah
jadinya. Apalagi faktanya si anak udah bertahun-tahun diikat
disitu, dalam artian diikat pagi, sorenya baru dibuka lagi pas
ibunya selesai jualan. Terus di Dinsos dikasih penyuluhan,
bantuan, dan lain-lain. Sampai sekarang sudah tidak diikat lagi
karena nggak sesuai sama norma. Ini yang inisiatif sendiri.
Peneliti Wah keren kak. Terus kalau yang penugasan gimana kak?
YD Kalau yang penugasan ngeliput pengelola penangkaran penyu
jambak sea turtle di Pasia Jambak. Untuk mempertahankan
penangkaran tersebut dia sudah jual tujuh vespa pribadi dan mau
jual mobilnya juga. Eh ternyata viral juga, akhirnya
penangkarannya langsung dapat perhatian Dinas Kelautan, terus
CSR banyak yang ngasih bantuan pengelolaan juga, sama
komunitas-komunitas vespa juga ngasih bantuan, kan mereka
pada solid-solid.
Peneliti Tapi kakak sendiri pernah merasa canggung gitu nggak sih kak
dalam kondisi seperti itu karena jurnalis perempuannya lebih
sedikit? Gimana interaksi kakak sama jurnalis yang laki-laki?
YD Sekarang sih sudah tidak jadi masalah, tapi dulu sih pernah
karena kakak masih baru kan pas awal-awal jadi jurnalis.
Sedangkan kakak di kesehariannya akhwat jilbabnya lebar juga
gitu. Jadi awal-awal itu kayak mereka pun (jurnalis laki-laki)
agak lebih menghormati jadinya. Terus kakak pun jadi lebih
jaga-jaga, kalau agak dempet kakak agak mundur atau gimana
gitu.
Peneliti Pas awal-awal itu penyesuaian kakak dengan lingkungan kerja
yang seperti itu lama kak?
YD Heem nggak juga sih. Paling penyesuaiannya itu pas di dua
bulan sama di tiga bulan awal lah ngerasa canggung-canggung
gitu. Tapi kalau sekarang kendalanya paling kayak ngurus anak,
ngurus rumah, dan selebihnya sudah nggak ada masalah sih.
Peneliti Kalau sekarang gimana kak perlakuan dari rekan wartawan laki-
laki ada yang berubah kak?
YD Sudah jadi teman bicara yang baik ya, terus kalau ada info
liputan yang menarik sering dibagi-bagi juga. Malah juga sering

124
saling bantu kalau di lapangan mau laki-laki maupun perempuan.
Perempuan juga kalau di lapangan dijaga banget. Jadi kalau
kakak pribadi aman-aman aja. Lumayan tahan banting sih, anak
Psikologi nggak boleh menye-menye hahaa.
Peneliti Di Haluan ada kanal khusus yang bahasannya tentang perempuan
nggak kak?
YD Ada, di halaman Minggu. Halaman wanita namanya, isinya
tentang sosok wanita yang menginspirasi. Kebanyakan yang
nulis jurnalis perempuan kalau yang nulisnya jurnalis laki-laki
pernah sesekali kakak lihat.
Peneliti Ketentuan untuk nulis berita di Haluan gimana sih kak?
YD Kalau nulis biasanya dikasih batas-batas gitu ya. Minimalnya itu
5-6 paragraf, narasumber harus lebih dari satu, berita kita harus
berimbang, nggak boleh menyudutkan salah satu pihak, kalau di
koran harus kayak gitu dan biar lah berita itu telat naik tapi
semua narasumber bisa dikonfirmasi. Beda kan kalau di online
nanti bisa dibikin dari satu pihak dulu setelah panas nanti baru
dibikin konfirmasi dari pihak yang satunya lagi. Kebanyakan di
online sih gitu ya karena mereka butuh naik beritanya cepat juga
terus biar banyak yang klik.
Peneliti Itu jadi salah satu keunggulan jurnalis yang bekerja di media
cetak juga ya kak?
YD Iya karena mereka nulis itu harus panjang dan proses
pemeriksaannya pun jenjangnya banyak dari reporter ke redaktur
dari redaktur ke redaktur pelaksana habis itu ke pimpinan redaksi
terus lanjut ke pimpinan umum baru bisa di layout beritanya.
Peneliti Kalau bicara tentang motivasi nih kak, apa yang memotivasi
kakak buat jadi jurnalis?
YD Kalau dulu memang karena hobi, passion lah gitu. Kalau
sekarang karena kakak sudah punya anak tapi masih bisa juga lah
di rumah nggak perlu ninggalin anak seharian terus rumah masih
bisa juga ku urus walaupun dikit-dikit gitu. Nyuci masih bisa,
nyapu, sama masak-masak gitu masih bisa lah. Pokoknya nggak
kayak kerja di kantoran yang bisa ngehabisin waktu seharian di
luar. Karena kalau jadi wartawan ini kalau kerjaan kita cepat itu
cepat juga kita selesainya. Terus kalau narasumber bagus
responnya cepat juga selesainya. Soalnya kendala itu ke
narasumber aja biasanya.
Peneliti Berdasarkan pengalaman kakak selama menekuni profesi
jurnalis, apa manfaat yang sudah kakak peroleh?
YD Banyak manfaatnya misalnya relasi sama link sih yang sudah
banyak. Misalnya, ada itu kepala dinas yang dulu, saking
dekatnya sama kakak waktu awal-awal kakak jadi jurnalis
disuruhnya kakak ikut CPNS sampai dikirimnya link tengah
malam. Maksudnya peduli apa ibu itu sama seorang wartawan ini
gitu kalau orang pikir kan gitu. Padahal awalnya kakak emang
nggak ada minat buat ikut tes CPNS kan. Tapi karena digituin
sama ibuk tu kayak ada perhatiannya lah gitu. Jadi sudah banyak

125
relasi lah. Misalnya lagi kayak waktu kakak nikah yang jadi
saksi nikahnya bupati di Solok. Jadi orang-orang di kampung
itu kayak wah bupati gitu-gitu. Soalnya kalau ke wartawan ini
kan agak ada segan-segannya gitu pejabat-pejabat itu kan.
Peneliti Kalau pandangan orang sekitar kakak kayak teman, keluarga,
sama masyarakat terhadap profesi kakak sebagai jurnalis
gimana kak?
YD Kalau tentang itu kakak kurang tahu juga sih. Tapi kebanyakan
kalau pandangan orang agak takut gitu orang jadinya. Terus
kayak mereka itu agak was-was juga sih kalau nampak sama
kakak. Terus kalau teman-teman kakak biasanya nanya kok bisa
sih tulisannya dimuat di koran kayak gitu, padahal kan memang
sudah tugas kita ada juga yang nggak naik. Cuma kayak mereka
itu lebih mengapresiasi. Kayak mereka bilang wah tulisannya
sudah ada yang terbit di koran gitu-gitu. Terus kalau di online-
nya Haluan itu pernah yang baca tulisan kakak itu sampai
puluhan ribu. Jadi kayak kebanggan sendiri juga terus kemarin
juga menang lomba penulisan jurnalistik gitu jadi ada prestasi
sama kebanggan gitu lah.
Peneliti Tapi ada yang pernah memandang remeh juga nggak kak?
YD Pernah, dari om kakak sendiri waktu itu. Soalnya kan ada juga
wartawan itu yang muat berita tapi nanti mereka tagih pula
uangnya kalau istilahnya itu wartawan bodrek gitu, yang
dicarinya itu memang duit bukan berita. Jadi om kakak ini
kayak mewanti-wanti sih waktu itu karena dia kerjanya di
Dinas Pendidikan dia bilang jangan sampai nanti orang itu
memandang kita sama seperti wartawan yang kayak gitu.
Jangan sampai minta-minta uang gitu ke penyelenggara, ke
dinas-dinas atau ke
siapapun gitu.
Peneliti Terus kalau sekarang nih kak, makna profesi jurnalis itu untuk
kakak apa kak?
YD Kalau awal-awal kan karena hobi gitu kan, terus awal-awal
tamat kuliah tujuannya pengen dapat kerja. Kalau sekarang
nggak terlalu begitu sih. Apalagi sekarang apresiasi yang kakak
dapat sudah banyak kayak menang ini menang itu. Terus
anggapan orang juga sudah beda sama profesi jurnalis itu dan
lebih tinggi juga lah penghargaannya. Terus juga lebih nyaman
juga ya menurut kakak sekarang dan lebih santai. Cuma
kerjanya itu
harus pandai-pandai gitu.
Peneliti Emangnya yang bikin nyaman itu apa sih kak?
YD Karena kakak hobi nulis itu, jadi kayak nulis satu berita itu
misalnya wawancara narasumber, direkam, dan ditulis, pas
ngeditnya itu nggak bakalan menghabiskan waktu yang lama
kayak gitu karena kakak senang melakukannya. Terus
sebenarnya kalau nggak ada ngurus anak atau ngurus rumah,
sebentar bisa kakak selesaikan pekerjaan itu kayak dua jam bisa
kakak selesaikan kalau semua narasumbernya responsif juga sih
bisa selesai. Tapi karena sekarang harus bagi waktu untuk
126
nyapu

127
dulu, nyuci dulu kayak gitu-gitu baru bisa ulang nelpon
narasumber satu lagi, terus habis itu mandiin anak segala macam
nanti baru ulang lagi nelpon narasumber satu lagi. Nah, itu yang
bikin lama sebenarnya, tapi kalau fokus dipekerjaan aja sebentar
bisa selesai semuanya. Makanya dulu itu kakak bisa buka kafe
sama usaha-usaha yang lain.
Peneliti Kalau untuk kakak sendiri penting tidak perempuan terlibat
dalam ranah pekerjaan jurnalis?
YD Penting. Karena ada beberapa lini liputan yang mungkin lebih
cocok dilakukan oleh perempuan. Misalnya acara-acara yang
mayoritas isinya perempuan atau untuk ngisi halaman wanita,
tentu jurnalis perempuan yang lebih paham dan bisa deep report.

TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 2 : LM
Waktu dan tempat : 26 November 2020 di kantor surat kabar Harian Haluan &
28 Desember 2020 di DPRD Sumbar & 16 Februari 2021 di kantor Harian
Haluan.
Peneliti Kita langsung mulai aja ya kak, ini winda izin rekam juga ya
kak?
LM Iya boleh, silakan.
Peneliti Pertama-tama boleh cerita awal mula gimana kakak jadi jurnalis?
LM Pengalaman jadi wartawan dimulai karena waktu itu ditawari
sama kakak ipar. Kebetulan kakak iparnya kakak memang sudah
duluan jadi wartawan, dari 2006-an. Jadi kakak wisuda di Unand
2012 karena belum dapat pekerjaan padahal kakak sudah banyak
mengirim lamaran ke berbagai perusahaan di Padang.
Peneliti Jurusan kakak waktu di Unand apa kak?
LM Sastra
Peneliti Hoo Sastra ya kak.
LM Iya. Tapi karena mungkin dapat pekerjaan waktu itu susah,
meskipun sudah banyak mengirim lamaran ke perusahaan-
perusahaan memang waktu itu kakak sempat dipanggil cuma pas
tes tahap satu, tahap dua ada diterima tapi pas tahap akhirnya
kakak bukan orang yang beruntung.
Peneliti Terus datanglah tawaran kakak ipar kakak tadi ya?
LM Iya, Akhirnya dapat tawaran dari kakak ipar yang sudah duluan
masuk dunia wartawan kan, kata dia coba lah jadi wartawan
karena jurusan kakak kan Sastra juga. Di Sastra juga diajarkan
Ilmu Komunikasi, jadi sedikit banyaknya arah-arah ke situ ada
lah kan. Awalnya kakak sempat ragu, jadi wartawan kira-kira
bisa nggak ya karena kakak waktu itu memikirkan wawancara
sama narasumber, mencari berita ke lapangan itu rasanya
tantangan ya bagi kakak yang belum jadi wartawan saat itu
cukup berat.
Peneliti Memangnya pengetahuan kakak tentang wartawan saat itu apa

128
kak?
LM Juga nggak pernah tahu sama sekali. Dunia wartawan itu seperti
apa kakak juga nggak tahu. Tapi karena dorongan dari keluarga
dan kakak ipar tadi yang sudah duluan jadi wartawan dan
menyelami bidang jurnalistik ini, akhirnya kakak mikir ya udah
lah nekat aja.
Peneliti Terus itu gimana caranya akhirnya mereka bisa memotivasi
kakak biar jadi wartawan?
LM Kalau keluarga paling bilang semangat ya mudah-mudahan bisa,
mudah-mudahan tetap menjadikan wartawan ini sebagai pilihan
pekerjaan dan tidak diganti lagi sama pekerjaan yang lain.
Karena walaupun kakak mencari pekerjaan yang lain belum tentu
kakak bisa dapat karena pekerjaan itu dapatnya susah kan apalagi
di Padang ini. Bisa dikatakan seperti yang diberitakan Haluan
kalau misalkan ada sekitar ratusan ribu masyarakat Sumbar ini
yang menganggur dan rata-rata mereka merupakan kalangan
terdidik yang umumnya tamatan sarjana. Jadi kakak tidak punya
pilihan.
Peneliti Kalau ada pilihan lain? Memangnya kakak punya keinginan
seperti apa?
LM Iya, mungkin kakak kalau pilihan kakak keinginan kakak itu ya
kerja di kantoran duduk, pagi datang sore pulang itu keinginan
kakak. Keinginan pada umumnya cewek-cewek lah mungkin ya.
Peneliti Beda banget sama profesi jurnalis ya kak?
LM Kalau jadi wartawan kan ke lapangan yang terbayang awalnya
kan itu, pasti panas-panasan, wawancara sama narasumber. Kita
sebagai yang belum berpengalaman kan pasti rasanya nggak
sanggup lah ya. Tapi akhirnya setelah seminggu diberi pelatihan
di Haluan selain diberi motivasi tadi sama keluarga. Di Haluan
kakak juga diberi motivasi sama redaktur-redaktur dan editor
yang memberikan kakak pelatihan. Ya udah disuruh terjun ke
lapangan.
Peneliti Awal-awal jadi wartawan itu berarti kakak sudah langsung ke
lapangan?
LM Iya, langsung disuruh terjun ke lapangan sendiri. Kalau dulu itu
kakak nggak pakai posko-posko beda sama sekarang kakak
setiap hari di DPRD Sumbar kan. Liputan kalau ada kegiatan
rapat-rapat Paripurna, pokoknya kegiatan yang sudah
diperkantoran lah kakak sekarang liputannya. Kalau dulu itu, pas
baru-baru jadi wartawan bukan di tempat yang seperti ini. Kakak
dulu liputannya di masyarakat bawah dimulai dari kelurahan,
habis itu liputan harga sembako ini juga bukan langsung ke
Dinas Perdagangannya. Liputan harga sembako ini kakak lagi-
lagi langsung berhubungan sama masyarakat kelas bawah ke
Pasar Raya.
Peneliti Itu termasuk liputan ekonomi ya kak?
LM Ekonomi iya, kakak jadi wartawan yang liputannya tentang
ekonomi sama liputan berita seputar Padang seperti di kelurahan,

129
keluhan masyarakat, jalan rusak dan lain sebagainya. Akhirnya
karena kakak banyak liputan tentang ekonomi ya kakak banyak
berhubungan sama pedagang emas dan pedagang sembako.
Peneliti Terus apa yang menjadi tantangan terberat buat kakak saat itu?
LM Tantangannya baru-baru itu memang cukup berat bagi kakak.
Cuma kakak mikirnya kalau kakak serius dan melihat senior-
senior yang sudah duluan jadi wartawan dan akhirnya mereka
bangun menyiapkan
dapat posko kebutuhan
liputan yang membuat anakmereka
sekolah.tidakAnak kakak
perlu lagibaru
turun
umur 1 tahun,kakak
ke lapangan 2 tahunyakinsamakakak
4 tahun. juga bisa sampai ke titik itu.
Peneliti Kakak
Meskipun nikahnya berattahun berapa?
diawal-awal tahun pertama itu kakak
LM Tahun 2015, sekaligus
menjalaninya waktu itumengasah sudah jadi wartawan. kakak
kemampuan Kakakdalam jadi
wartawan 2014 dan menikah pada 2015.
menulis berita. Karena kakak sama sekali nggak ada basic atau Dalam lima tahun itu
kakak sudahmenulis
kepandaian punya anakberita. tiga.
JadiDengan
sambil kondisi anak kakak
jalan liputan kakak yangjuga
sekarang
belajar sama senior-senior di kantor tentang cara gimanawaktu
itu masih balita-balita kalau untuk membagi nulis
dibilang
berita yang repot
baik,pasti
cara repot.
mengambil Cumaisukarena ini kebutuhan
berita yang baik, daankakakcara
pandai-pandai saja. Soalnya ibu-ibu zaman
berhubungan dengan narasumber agar bisa diterima dengan sekarang kalau baik.
tidak
Peneliti pandai-pandai
Kemampuan kakak mencari
dianggapuang, susah. Jadi
ada peningkatan gitu yaharus
kak? bisa
LM menyeimbangkan, apalagi tuntutan ekonomi
Iya, akhirnya satu tahun berjalan kakak dianggap mampu zaman kini tinggi
sama
apalagi kalau anaknya mau disekolahkan, mau
redaktur untuk meningkatkan berita kakak. Jadi bukan seputaran menbangun
rumah,
masyarakatdan segala
bawah macamnya.
lagi tapi sudah boleh liputan yang
Peneliti Terus kalau kakak liputan
berhubungan dengan pemerintahan. seperti sekarang Kakak ini anak kakak untuk
ditugaskan
gimana?
membuat berita di dinas-dinas kayak di Dinas Kehutanan, Dinas
LM Anak kakak di
Peternakan, TPA, di Tempat
pokoknya dinas-dinasPenitipan Anak.wawancara
Provinsi, Jadi kakak kalau sama
pagi jam lima subuh itu menyiapkan bekal
kepala dinas. Akhirnya di pertengahan tahun kedua kakak di anak sekolah soalnya
anak kakakdi tiga-tiganya
poskokan DPRD Sumbar di TPA itu, karena
karena dianggapmasih sudah anak-anak
mampu
bekalnya disiapkan
menguasai isu-isu pemerintahan.dari rumah. Jadi kalau pagi itu kakak
Peneliti menyiapkan bekal, mandikan anak,
Waktu itu gimana perasaan kakak setelah dianggap mampu?sama menyiapkan segala
LM kebutuhannya
Karena dianggap di sekolah.
sudah mampu Habis itu sekitar jam
menguasai 08.00 suatu
menulis WIB kakakberita
antar
akhirnya kakak diposkokan di sini kakak merasa ke
anak ke sekolah. Setelah itu kakak kembali lagi rumah
akhirnya
karena
perjuanganrumah masih berantakkan
di awal-awal jadi wartawan mulaiyang dulubisadari cuci baju,
dibilang sulit
nyapu rumah, dan lainnya sampai
kayak menemui narasumber kadang ada yang baik kadang jam 10.00 WIB itu kakak ada
merapikan rumah. Setelah itu baru siap-siap
yang pas nanya kakak diabaikan saja. Ya sekarang kakak merasa pergi liputan ke
DPRD
senang sampai
akhirnyajam 13.00 WIB.
perjuangan Terus baru
itu berbuah manis. pulang makan siang,
Peneliti jam 14.00 WIB kakak sudah harus
Tapi kakak memang suka nulis apa gimana dulunya balik ke kantorkak? untuk rapat
LM sore
Kakaksama pimpinan
Sastra, tapi umum,
istilahnya evaluasi
kita berita. Karena selain
itu menganalisis tulisan ya
reporter kakak juga asisten redaktur.
waktu di Sastra itu. Kalau ditanya suka menulis nggak, kakak
Peneliti Wah iya kak? Apa saja tugasnya itu kak?
hanya penikmat tulisan bukan penulis. Jadi nggak ada sama
LM Kakak juga megang
sekali basic kakak. Di halaman,
Unand liputan
pun kakak sekaligus
memang ngedit
anakhalaman
Sastra,
dari berita-berita punya wartawan-wartawan
tapi kan tidak mutlak kalau anak Sastra itu bisa menulis. daerah. Jadi jam
14.00 WIB
Palingan itu kakak
anak Sastra evaluasi
itu harusberita wartawan daerah
bisa memahami tulisanyangyangsudah
baik
di edit, kira-kira kesalahannya apa sampai
itu seperti apa. Bukan berarti dia itu harus bisa melahirkan jam 16.00 WIB.
Setelah itu kakak
produk-produk ngeditatau
tulisan halaman
tulisansampai jam gitu
jurnalistik 19.30nggakWIB.selalu.
Setelah
Peneliti itu baru lah kakak pulang re rumah.
Hoo iya ya kak. Jadi wartawan ini jadi pekerjaan utama kakak
Peneliti Kalau suami kakak gimana?
saat ini?
LM
LM Suami kakak
Iya, selain jadikerja IT di media
ibu rumah tangga online,
dengan jadi sudah
tiga anak.sama-sama
Peneliti mengerti lah. Jadijadi
Nah, iya setelah ituibu
lah rumah
suka dukatanggakakak
danjadi wartawan,
punya anak jadi
membagi waktu jadi wartawan
tambah repot apa gimana pengalamannya kak? dan juga sebagai ibu rumah
LM tangga.
Kalau repot pasti repot. Pagi jam 05.00 WIB kakak sudah harus
Peneliti Alasan kakak bertahan menjalani pekerjaan kakak yang sekarang
jadi wartawan ini kenapa kak?
LM Karena kalau cuma untuk kebutuhan sehari-hari dari yang
130
diberikan suami kakak, uang bulanan dari suami kakak mungkin
cukup ya itu untuk kebutuhan sehari-hari dari bulan ke bulan.
Cuma sekarang kan anak kakak banyak, anak ada tiga. Mau tidak
mau kakak harus menabung untuk nanti keperluan sekolah anak
atau untuk membeli rumah mungkin karena sekarang kondisinya
kakak masih mengontrak. Kalau misalkan kakak tidak ikut kerja
juga seperti suami kakak otomatis tidak cukup.
Peneliti Hmm iya kak betul juga
LM Iya, itu yang pertamanya. Yang kedua kan ibaratnya kakak ini
S1, keinginannya untuk kuliah dulu kalau bisa tamat kuliah bisa
kerja mendukung perekonomian keluarga ya udah lah dan ini
salah satu cara kakak memanfaatkan ijazah kakak itu.
Peneliti Nah, sekarang ini setelah bekerja jadi wartawan gimana
tanggapan keluarga atau orang terdekat kakak?
LM Kalau orang tua kakak karena kakak kan tinggalnya di kampung
di Pariaman ibaratnya mereka itu tidak memahami dunia jurnalis
itu dunia yang seperti apa dan segala macamnya. Jadi ya orang
tua itu tahunya kakak sudah kerja di Padang dan pekerjaannya itu
bagus sudah bisa mencukupi kebutuhannya dari bulan ke bulan,
ya udah. Kalau tanggapan teman-teman ya sekarang Leni sudah
jadi wartawan oh bagus katanya, bisa membagi waktu antara
anak dan keluarga sama pekerjaanya juga bagus, hebat ya
sekarang gitu.
Peneliti Oya ya kak. Selain itu ada pengalaman paling berkesan tidak kak
selama kakak jadi wartawan ini?
LM Paling berkesan itu kalau negatifnya ditolak narasumber kalau
mau wawancara, panas-panasan, sampai kaki bernanah karena
liputan. Kalau yang positifnya yang punya dampak besar lah bagi
masyarakat ini dan membuat kakak bangga itu waktu kakak
membuat berita terkait anggaran LKAM (Lembaga Kerapatan
Adat Minangkabau). LKAM ini ibaratnya lembaga di luar
pemerintahan, dia berjalan dengan didanai dana hibah dari
bantuan dana APBD. Jadi ada sekitar beberapa tahun dimana
LKAM ini tidak mendapatkan anggaran dana artinya tidak dapat
dukungan dari pemerintah dari segi anggaran.
Peneliti Terus gimana kak?
LM Padahal fungsinya LKAM ini di tengah masyarakat saat itu
dianggap cukup besar karena LKAM ini lembaga yang
didalamnya di isi kaum ninik mamak dan orang ada kita. Mereka
itu intinya sangat berperan dalam membimbing anak kamanakan
harusnya mereka ini didukung juga oleh pemerintah dalam
bentuk menyalurkan anggaran tadi. Tapi nyatanya selama dua
tahun, dari 2014 sampai 2015 LKAM ini tidak dapat anggaran
dan tidak ada media yang memberitakan.
Peneliti Wah terus gimana kak?
LM Kebetulan waktu itu kakak buka buku APBD, kakak lihat lah
anggaran LKAM ini kosong padahal APBD sudah disahkan tapi
anggaran LKAM kosong atau tidak ada kan. Jadi, waktu itu
kakak inisiatif untuk menghubungi ketua DPRD untuk menanyai
gimana tanggapannya. Nah, waktu itu ketua DPRD ini sempat
tidak ngeh kalau LKAM dalam dua tahun belakangan tidak dapat
anggaran dana. Akhirnya pas kakak menghubungi dia tahu, pas

131
itu baru terbuka isu ini ributlah orang di DPRD. Akhirnya
banyak anggota dewan lain yang mengeluarkan statement tidak
setuju kalau LKAM tidak didukung oleh pemerintah. Selain itu,
pengamat-pengamat juga banyak berkomentar tentang hal itu.
Peneliti Hmm terus akhirnya gimana kak setelah pemberitaan itu?
LM Setelah satu tahun berjalan, perjuangan pemberitaannya di
Haluan karena Haluan itu yang mengawali pemberitaan itu dan
kakak wartawannya. Karena pemberitaan yang terus-menerus
akhirnya sekitar 2018 LKAM ini dianggarkan, dapat anggaran
berkat pemberitaan dari Haluan dan itu wartawannnya kakak.
Peneliti Gimana respon orang-orang di kantor saat itu kak?
LM Orang LKAM nya menghubungi kakak mereka berterima kasih.
Alhamdulillah kakak bisa melihat dan merasakan manfaat dari
sebuah produk jurnalistik. Juga dapat pengalaman manisnya,
pengalaman dimana kakak merasa berguna jadi wartawan karena
ada banyak tulisan atau berita kakak yang bermanfaat bagi
masyarakat. Kini setelah lebih kurang lima tahun jadi wartawan,
kakak pun sekarang posisinya sudah nyaman karena kakak
diposkokan, tidak perlu turun ke lapangan, kakak pun jadi asisten
redaktur cuma sore ke kantor jadi tidak perlu rapat pagi.
Peneliti Oh iya kak, karena jumlah wartawannya masih lebih sedikit
dibandingkan dengan wartawan yang laki-laki, itu menganggu
produktivitas kerja kakak tidak?
LM Kalau yang kakak rasakan sama sekali tidak menganggu
produktivitas kerja dan tidak tambah berat dalam menjalankan
pekerjaan kakak sebagai wartawan. Hanya saja disesuaikan
dengan kemampuan dan situasi masing-masing misalnya kakak
ibu-ibu dengan anak tiga kalau hari Sabtu otomatis kakak di
rumah, hari Sabtu libur. Misalkan kalau kakak mengasuh anak-
anak kakak tidak akan diberi tugas jadi dari kantor ibaratnya ada
keringanan-keringanan tersendiri bagi kakak kalau memang
situasinya tidak memungkinkan. Cuma apa ya, secara profesional
kerja seperti rapat pagi nah itu kakak memang harus wajib
datang. Tidak ada itu yang namanya dibedakan karena oh ini dia
cewek ngurus anak nggak bisa datang tidak ada cerita.
Peneliti Biasanya kakak nulis berapa berita untuk setiap hari?
LM Kalau dulu waktu kakak masih jadi wartawan murni yang semua
liputannya di lapangan nulis beritanya minimal tiga dalam sehari.
Tapi karena sekarang megang halaman, ada dua halaman sehari
dan juga nulis berita, nulis beritanya cuma dua sehari.
Peneliti Kalau enaknya jadi wartawan itu apa kak setelah kakak
menekuni profesi ini menurut kakak wartawan itu profesi yang
seperti apa?
LM Setelah kakak menjalani selama lima tahun belakangan kakak
merasa beruntung menjadi wartawan karena kakak bisa mengatur
waktu, menyesuaikan dengan kebutuhan kan. Kalau memang
tidak bisa keluar untuk liputan kakak bisa menyampaikan ke
kantor. Kalau misalkan kerja kantoran kayak orang kerja di bank,

132
Sabtu masuk ya harus masuk tidak bisa libur kan. Jadi waktunya
bekerja jadi wartawan ini lebih fleksibel, bisa disesuaikan dengan
situasi yang kita alami. Jadi kakak merasa beruntung, kakak tidak
merasa rugi kenapa dulu kakak memilih jadi wartawan, tidak ada
kakak merasa menyesal. Senang lah gitu rasanya jadi wartawan.
Mungkin di awal-awal itu berat perjuangannya karena harus
turun ke lapangan, harus banyak belajar dan segala macamnya.
Tapi tahun kedua, tahun ketiga sudah nyaman plus bisa liputan di
tempat yang kayak kerja di kantoran juga sementara waktu kita
tidak harus dari Senin-Jumat dari pagi ke sore.
Peneliti Iya benar kak. Nah, kedepannya ada hal-hal tertentu tidak yang
ingin kakak capai atau kakak targetkan sebagai jurnalis?
LM Kakak ingin jabatan atau posisi kakak kedepannya bisa lebih
naik gitu, ada peningkatan biar kerjaan kakak juga bisa lebih
ringan juga. Jadi bisa mengontrol saja lagi kerjaannya, mungkin
jadi Redpel (Redaktur Pelaksana) nanti karena Redpel itu
pekerjaannya paling cuma pegang satu atau dua halaman habis
itu selesai. Jadi cuma mengontrol karena semakin lama tanggung
jawab secara teknisnya yang dijalankan secara langsung semakin
berkurang. Cuma kita sudah di level kebijakan ya untuk
mengambil keputusan jadi yang bekerja sudah otak menentukan
apa keputusan atau kebijakan perusahaan dan segala macamnya.
Jadi, sekarang kedepannya level itu yang ingin kakak capai.
Peneliti Oke kak, selain itu kalau secara fisik atau pun mental apa yang
berubah dari kakak setelah kakak menjalani profesi jurnalis ini?
LM Kalau secara fisik mungkin tidak ada perubahan masih sama
seperti dulu kakak tetap kurus hehe. Tapi kalau secara mental
kakak jadi lebih percaya diri karena kalau dulu kakak kalau
untuk berkomunikasi ini cuma terbatas saja sama orang-orang
sekitar atau orang-orang terdekat kayak keluarga dan sahabat.
Tapi kalau sekarang dituntut harus bisa berkomunikasi dengan
baik ke narasumber yang ada kalanya kakak belum kenal sama
sekali. Jadi, kalau secara mental lebih terasah, kakak juga banyak
mengenal orang-orang baru, dan berkomunikasi sama orang baru.

TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 3 : RW
Waktu dan tempat : 5, 8, 16 Februari 2021 di kantor Harian Haluan.
Peneliti Winda mulai ya kak. Kalau boleh tahu kakak udah berapa lama
kerja di Harian Haluan?
RW Sejak 2013 bulan delapan. Berarti udah masuk depalan tahun
sekarang.
Peneliti Delapan tahun ya kak, itu boleh diceritakan kak bagaimana awal
mulanya kakak bisa kerja di Haluan.
RW Oh, awal mulanya itu dari melihat iklan di koran Haluan waktu

133
itu. Pas banget lagi baca-baca koran, padahal biasanya ngga ada
baca-baca koran jadi kebetulan juga. Kebetulan waktu itu lagi
kerja juga di developer jadi memang ada koran masuk setiap hari.
Biasanya memang tidak pernah baca koran juga sih. Jadi waktu itu
sudah merasa tidak memungkinkan untuk kerja di situ. Akhirnya
coba-coba untuk memasukkan lamaran ke Haluan dan jabatannya
memang reporter.
Peneliti Gitu ya kak, tapi kakak memang hobi nulis atau gimana kak?
RW Awalnya iya memang suka nulis, tapi bukan nulis berita. Sukanya
itu nulis kayak cerpen gitu.
Peneliti Dan habis itu kakak memang langsung masukkan lamaran?
RW Iya, langsung masukkan lamaran setelah itu jarak seminggu dapat
telpon dan diwawancarai langsung sama HRD. Habis itu, jarak
seminggu lagi baru dipanggil untuk melakukan wawancara tulis,
beberapa hari setelah itu baru dinyatakan kalau kakak masuk
kategori habis itu ikut pelatihan.
Peneliti Oh berarti ada pelatihannya dulu ya kak. Tapi mengingat kakak
tidak punya latar belakang pendidikan yang berhubungan sama
profesi wartawan, gimana waktu itu kak?
RW Iya, tapi waktu itu dikasih pelatihan sekitar seminggu kalau tidak
salah termasuk pelatihan menembus narasumber, pelatihan
menulis berita, pokoknya lengkap lah pelatihannya yang diberikan
selama seminggu itu.
Peneliti Nah selama masa pelatihan itu kakak merasa kalau kakak bakal
mampu bergelut di dunia jurnalis?
RW Pas dapat pelatihan itu mampu kakak rasanya, kakak mikir
kayaknya tidak susah-susah amat lah gitu.
Peneliti Selain reporter, kakak posisinya sekarang di Haluan sebagai apa
kak?
RW Masih menjabat sebagai reporter sekaligus sebagai koordinator
liputan sekarang.
Peneliti Wah double ya kak. Biasanya kakak sehari itu harus bikin berapa
berita kak?
RW Kalau sejak awal masuk dulu selama sebulan sampai dua bulan itu
masih satu berita sehari. Terus masuk bulan ketiga sampai
seterusnya sudah nulis dua berita. Sampai lewat setahun nulisnya
tiga sampai empat berita sehari dan itu wajib.
Peneliti Naik-naik terus ya kak jumlah berita yang harus dibuat?
RW Iya, tapi memang kewajiban reporter itu harus nulis tiga berita
dalam sehari. Tapi kadang ada berita dadakan atau berita
tambahan yang harus dikonfirmasi makanya bisa jadi empat berita
gitu.
Peneliti Oh iya kak, tapi sebelum kakak dulu resmi jadi jurnalis seperti
sekarang ini. Apa sih yang kakak ketahui dan kakak pikirkan
tentang profesi jurnalis?
RW Awalnya kakak mikirnya malah ini tuh pekerjaan yag aneh gitu.
Penuh dengan keanehan.
Peneliti Wah kenapa itu kak?

134
RW Iya karena waktu awal-awal itu banyak narasumber yang kakak
temui itu masih menganggap kalau pekerjaan jadi wartawan itu
sebelah mata. Misalnya kalau janjian ketemuan, kita dibuat harus
nunggu lama. Tapi itu sebagian ya, jadi masih ada yang memang
masih menyepelekan seorang wartawan.
Peneliti Jadi kakak sendiri pernah dapat pengalaman yang seperti itu?
RW Pernah, memang pernah beberapa kali ditolak malahan karena
mereka tidak mau untuk diwawancarai sampai membuat kakak
menunggu lama dan tidak dijadikan prioritas.
Peneliti Oh jadi pernah ya kak, kalau boleh tau itu saat liputan apa dan
dimana ya kak?
RW Itu waktu awal-awal ya, kalau dibagian saat menghadapi
masyarakat biasa kayak pedagang cabe, di toko-toko nah kalau di
situ-situ udah biasa. Tapi kalau sudah masuk di sektor
pemerintahan seperti lurah nah itu lebih sulit lagi bahkan lebih
dipersulit daripada menghadapi dinas-dinas di kota Padang.
Padahal seharusnya karena lurah berada di pemerintahan pertama
untuk pemberitaan awal sebelum sampai ke dinas tapi malah rumit
urusannya.
Peneliti Kakak langsung dapat masalah yang rumit ya, terus gimana saat
itu kakak sempat patah semangat?
RW Sempat tidak semangat ya waktu itu karena dipandang sebelah
mata. Terus ada juga yang berpendapat kalau misalkan wartawan
itu cuman malak atau memeras aja bisanya dengan berita-berita
yang padahal tidak benar gitu menyelewengkan profesi
kewartawanannya demi uang. Jadi ada sebagian staf-staf di kantor
pemerintahan yang menyamaratakan semua wartawan padahal
tidak semua wartawan begitu.
Peneliti Terus gimana cara menghadapi kondisi yang seperti itu dulu?
RW Kakak jalani saja, cuma berita tetang kelurahan yang tadi itu
jadinya tidak disambung lagi dikemudian harinya jadi cukup sekali
itu saja. Sudah tidak mau lagi kakak ke sana, jadinya sudah malas
saja untuk berurusan sama narasumber yang sama karena sudah
menyepelekan wartawan tadi ya. Jadi mending cari narasumber
lain kecuali kalau narasumber yang sifatnya benar-benar penting
dan butuh dikonfirmasi kembali nah itu baru harus dikejar terus
sampai dapat.
Peneliti Tapi dulu kakak memang bercita-cita untuk jadi wartawan?
RW Cita-cita tidak wartawan sih. Pengennya malah jadi guru dulu
sebenarnya makanya waktu kuliah itu ambil pendidikan. Kakak
pun sudah menjalani profesi sebagai guru ya selama setahun
sampai dua tahun di SMPN Koto Tangah di tempat kakak PKL
dulu jadi sempat jadi guru honorer selama hampir dua tahun
dengan gaji yang tidak jelas waktu itu dihitungnya selama per jam.
Ditambah dengan awak nan gadang lanjo ko kan tidak cukup
ternyata. Terus sudah pernah coba juga jadi guru bimbel, guru
sempoa tapi tetap saja tidak bertahan.
Peneliti Iya juga ya kak hehe, kira-kira kenapa itu ya kak?

135
RW Kakak ngga tau juga ya, soalnya ada saja halangannya dan
akhirnya itu memang berhenti saja lagi akhirnya. Tapi pas kerja di
media ini ya ketika ada halangan bedanya kakak tidak berhenti
berarti ya udah ternyata memang suka gitu.
Peneliti Berarti awalnya bisa dibilang dari coba-coba tapi akhirnya suka
gitu ya kak?
RW Iya benar ternyata seru gitu dan selain itu kakak memang penyuka
tantangan jadi tidak suka kerja di balik-balik komputer atau di
balik-balik meja lebih sukanya ternyata di lapangan.
Peneliti Nah, terus kalau dipekerjaan sebelumnya kakak ada masalah
dengan gaji kan, kalau dengan pekerjaan yang sekarang sebagai
wartawan bagaimana kak?
RW Kalau jadi wartawan ini gajinya bisa dibilang di awang-awang
juga ya kalau orang bilang itu tidak jelas lah gitu kan. Cuma
karena perusahaan tempat kakak bekerja ini atau perusahaan kita
ini jelas jadi ada lah gajinya. Walaupun tidak menentu ya semisal
waktu dulu itu kadang terima Rp 900.000 kadang terima sejuta
lebih pernah juga dua juta kayak gitu.
Peneliti Gitu ya kak. Kalau pendapat orang sekitar kakak dengan pekerjaan
kakak sekarang ini gimana kak seperti orangtua kakak misalnya?
RW Kalau orang tua pada dasarnya terserah ke anaknya saja sih mau
kerja apa tapi tetap mengarahkan kalau misalkan ada lowongan
PNS disuruh harus ikut. Tapi kalau untuk kerjaan sekarang ya
jalani saja cuma kalau ada lowongan PNS tetap didorong harus
ikut. Tapi intinya keputusannya itu sepenuhnya diserahkan ke
anaknya.
Peneliti Oke kak, berkaitan dengan tugas kakak yang tidak hanya sebagai
reporter tapi juga koordinator liputan, nah itu tugasnya apa saja
kak?
RW Agak double tugas sekarang ya. Mulai dari pagi hari itu kakak
harus memberikan proyeksi ke reporter yang lain ada sekitar 10
reporter dan masing-masing reporter itu tiga sesuai dengan
poskonya masing-masing. Kalau siang karena sekarang kakak
poskonya di Pengadilan dan Kejaksaan jadi tetap harus mem-back
up kalau misalnya nanti ada jadwal sidang atau ada berita yang
harus diliput di Kejaksaan tetap harus ke lapangan. Habis itu siang
via what’s app ditanya perkembangan proyeksi para reporter, cek
email dan sebagainya. Terus sekitar jam 15.00 wib rapat redaktur
dan sorenya sekitar jam 17.00 wib lanjut rapat reporter. Begitulah
rutinitas setiap hari.
Peneliti Kalau boleh tau kakak sejak kapan megang posisi dobel gini kak?
RW Baru sejak 2020 kemaren ya jadi sekitar setahun.
Peneliti Memangnya tahapan-tahapan biar bisa naik jabatan itu gimana
kak?
RW Biasanya sih saat jadi reporter itu dilihat kualitas dan kuantitas
dari tulisan yang kita buat, nah nanti kalau bagus bisa jadi
redaktur, dari redaktur bisa jadi korlip atau redpel gitu.
Peneliti Oh gitu ya kak. Terus sekarang kan kakak sudah berkeluarga,

136
kalau boleh tahu kakak menikah itu tahun berapa dan bagaimana
cara kakak mengatur waktu sebagai ibu dan wartawan?
RW Oh iya, kakak menikah itu 2015 dan suami kakak pekerja swasta
jadi kami memang berbagi waktu karena di swasta dulu pas kami
menikah suami kakak terpaksa harus tukar shif kerjanya karena
kakak perginya pagi sampai sore nanti suami kakak perginya sore
sampai malam jadi ya begitu terus. Sampai masuk usia pernikahan
tiga tahun waktu kakak punya anak pertama umur tiga tahun dan
tidak memungkinkan untuk kerja malam lagi, suami kak kembali
shif-nya ke pagi tapi anak disekolahkan akhirnya dititipkan ke
sekolah.
Peneliti Tapi apa kakak pernah merasa keteteran?
RW Awal-awalnya sih iya merasa keteteran, hampir merasa mau
pasrah saja lagi. Sempat juga mikir aduh sudahlah capek gitu,
kayaknya kalau di rumah saja bakalan lebih senang gitu. Tapi
balik lagi kakak mikir kayaknya ekonomi tidak cukup kalau
misalkan hanya satu roda yang berputar zaman kini gitu. Jadi ya
udah kerja saja lah ditambah kakak juga memang masih nyaman
kerja model begini bisa mengatur waktu tanpa ada jadwal pergi
pagi pulang malam tetap masih bisa lah diatur waktu kita sendiri
kalau wartawan ini.
Peneliti Iya kak, berarti kanal liputan kakak sekarang tentang apa saja kak?
RW Kejaksaan, pengadilan negeri sama pemeritahan kota Padang. Jadi
masuknya itu Hukum Kriminal sama Pemerintahan Kota.
Peneliti Sebagai wartawan atau jurnalis perempuan yang masih minoritas
apakah kakak merasa terdominasi oleh jurnalis laki-laki saat
bekerja atau kakak pernah mengalami kesulitan tertentu karena
kakak seorang perempuan?
RW Cukup ada perbedaannya ya, kalau sebagai perempuan itu
lemahnya kita tidak bisa sampai malam kalau untuk mengejar
suatu peristiwa gitu, itu sih ketinggalan kita sebagai perempuan di
situ. Walaupun sebenarnya bisa-bisa saja, cuma karena kodratnya
kita tidak mungkin sampai malam misalnya orang razia kita ikut-
ikutan.
Peneliti Tapi kalau secara profesional dari segi tulisan dalam membuat
berita gimana kak?
RW Kalau dari tulisan kita sama sekali tidak ketinggalan.
Peneliti Enaknya jadi wartawan itu apa sih kak? Boleh ceritakan
pengalaman suka duka yang paling berkesan selama kakak jadi
wartawan?
RW Enaknya itu wawasan kita luas, bertemu dengan orang-orang baru
walaupun tidak setiap hari tapi pasti ada bertemu dengan orang-
orang baru terus menerus seperti kepala dinas baru nanti kalau
ganti kita ketemu orang baru lagi. Selain itu pengalaman kita juga
lebih banyak gitu dan bisa menghasilkan uang sendiri.
Peneliti Menurut kakak apa keunggulan yang dimiliki oleh jurnalis
perempuan dibandingkan dengan jurnalis laki-laki, misalnya dari
segi pendekatan dengan narasumber?

137
RW Ada sih karena kebanyakkan kalau yang kakak lihat jurnalis laki-
laki itu wawancara sama narasumber itu main daram saja kadang,
mulai dari wawancara sampai ke penulisan beritanya ya main
daram. Nah, jadi enaknya itu banyak dari narasumber yang
jurnalis perempuan itu lebih didahulukannya. Soalnya pernah
waktu itu kami sama-sama mencoba menghubungi narasumber
yang sama. Pas kakak nanya itu langsung di oke kan, sedangkan
sama teman kakak yang jurnalis laki-laki ini narasumber itu
bilangnya dia lagi di luar kota, pokoknya banyak alasan.
Peneliti Bisa gitu ya kak.
RW Tentu hubungan baik pun terjalin dan dalam membuat beritanya
pun kitanya juga jadi lebih hati-hati karena untuk menjalin
hubungan baik juga lah gitu. Jadi tidak mungkin main daram
seperti kawan-kawan yang lain gitu.
Peneliti Jadi itu menurut kakak jadi salah satu keunggulan yang dimiliki
sama jurnalis perempuan atau ada yang lain lagi kak?
RW Oh iya karena teristimewakan. Selain itu kalau di kantor sih,
wartawan cewek itu tidak harus sampai malam yang penting siap
pekerjaan yang ada itu sudah boleh pulang. Tapi kalau wartawan
cowok memang diprioritaskan untuk standby dulu karena nanti
kalau ada peristiwa atau apa segala macam mereka harus ada. Tapi
kalau perempuan boleh lah pulang asalkan kerajaannya selesai. Itu
sih ya keistimewaanya kalau di kantor.
Peneliti Perubahan apa yang kakak rasakan baik secara fisik maupun
mental setelah berkarier sebagai wartawan?
RW Berubah ya, yang pasti itu sekarang kakak sudah punya anak dua.
Terus tenaga kalau sekarang itu kurang cepat ya daripada dulu
soalnya kalau dulu itu lebih gesit. Misalnya untuk menembus
narasumber dalam sehari itu di banyak tempat masih kuat kakak.
Tapi kalau sekarang itu sudah agak penat dari segi pemikiran pun
untuk bikin berita harus sekian ditambah sekarang kakak korlip
harus memikirkan reporter lain juga kan. Tapi kalau dari segi
mental masih sama, malah lebih strong sekarang tambah percaya
diri juga.
Peneliti Terus menurut kakak penting tidak perempuan terlibat dalam
ranah pekerjaan jurnalis atau kewartawanan?
RW Oh penting sekali ya kalau menurut kakak karena di masa kini
perempuan itu tidak harus di rumah-rumah saja ya. Selain itu ada
beberapa lini liputan itu yang disitu laki-laki tidak bisa masuk.
Salah satu contohnya saja kayak liputan istrinya kajati (Kepala
Kejaksaan Tinggi) karena dia maunya kalau diliput itu oleh
jurnalis perempuan gitu.
Peneliti Kak boleh diceritakan pengalaman liputan yang paling berkesan
untuk kakak?
RW Ada, waktu kakak poskonya di kriminal sih. Narasumber kakak
waktu itu Katsalantas, dari awalnya kakak tidak pernah
berkomunikasi sama sekali jadi kenal dan akrab. Jadi ada
manfaatnnya tersendiri memudahkan kalau misalkan kakak ada

138
kepentingan pribadi misalnya untuk buat SIM (Surat Izin
Mengemudi). Jadi ada relasi narasumber pun bisa jadi teman.
Terus juga bisa menyelamatkan orang-orang terdekat seperti
teman dan keluarga juga saat ada razia yang tidak jelas. Bahkan
sekarang walaupun Kasatlantasnya sudah pindah tugas ke Solok
kakak masih berhubungan baik sampai sekarang masih terjaga.
Peneliti Tulisan kakak yang paling berkesan untuk kakak sampai sekarang
ada tidak kak?
RW Banyak sih. Salah satunya itu tetang Pasar Raya yang dulu
amburadul itu ya dengan adanya berita yang setiap kali kakak buat
tentang Pasar Raya itu Kepala Dinasnya jadi ikut peduli karena
Pasar Raya itu disorot. Waktu itu Haluan memang membuatnya
kalau Pasar Raya itu memang amburadul sekali dan sejak
beritanya keluar terus-menerus Kepala Dinasnya jadi sering turun
ke lapangan untuk membenahi selain itu masuk program dari Wali
Kota mungkin ya, tapi karena terus dijor-jorkan oleh wartawan
oleh media mereka pun jadi lebih gesit. Jadi terasa ada manfaatnya
berita kita untuk perkembangan kota.
Peneliti Liputan hukum kriminal yang paling berkesan untuk kakak itu
apa?
RW Yang paling seru itu ikut pergi penangkapan DPO narkoba, waktu
itu ikut sama buser pas penangkapan tersangka karena jarangarang
bisa dapat liputan seperti itu. Apalagi sebelumnya kakak tidak
pernah menyangka kalau proses penangkapan itu seperti yang
kakak saksikan waktu itu. Dulu itu kakak juga ikut mengendap-
endap, menyaksikan transaksi rekayasa sebelum penangkapan oleh
polisi sampai akhirnya tersangka bisa diborgol. Jadi kayaknya itu
sesuatu yang tidak pernah terpikirkan buat kakak dalam kegiatan
sehari-hari kalau sebagai orang biasa sama sebagai wartawan yang
kalau misalnya tidak berada di kanal hukum kriminal. Asik juga
gitu, ternyata begini loh penangkapan itu.
Peneliti Kalau untuk penentuan pembagian posko sendiri itu bagaimana
kak, dilihat dari segi apa?
RW Tidak ada sih, hanya saja dari kantor setiap tahunnya itu dilakukan
rolling posko namanya. Diputar poskonya, kakak dulu awalnya itu
dari ekonomi, habis itu digeser ke pemerintahan, terus digeser lagi
ke hukum kriminal. Reporter lain yang biasanya di kriminal nanti
bisa di rolling ke politik.
Peneliti Ada kesulitan tertentu tidak yang kakak hadapi saat selama berada
di kanal hukum kriminal?
RW Awalnya sih iya. Waktu bikin beritanya itu ternyata beda sama
berita-berita yang lain karena harus lebih langsung to the point
tidak mengalun-alun seperti berita yang lain. Belajar sih waktu itu
sampai akhirnya terbiasa.
Peneliti Berdasarkan pengalaman kakak selama ini, apakah beban kerja
dan jam kerja seorang jurnalis itu memang berat?
RW Memang betul sih sebenarnya. Memang berat, cuma selama kita di
pekerjaan ini bisa mengatur waktunya tidak akan terasa berat. Tapi

139
kalau memang ada saat-saat yang bisa dibilang tidak pas misalnya
kalau ada urusan yang sifatnya isidentil lumayan bisa bikin stres,
kayak anak misalkan lagi sakit atau karena kita punya relasi di luar
terus dimintai tolong untuk liputan itu agak bikin kesulitan.
Peneliti Kakak berada di kantor dari jam berapa sampai jam berapa?
RW Kalau sekarang-sekarang ini jam 15.00 WIB itu sudah harus wajib
berada di kantor. Kalau dulu kadang tidak perlu untuk datang ke
kantor, misalnya tiga hari pernah tidak ke kantor tapi yang penting
beritanya dikirim ke email. Atau nanti ke kantornya itu kalau
sudah selesai liputan. Beda lagi kalau pas enam atau tujuh tahun
yang lalu waktu belum ada WhatsApp atau teknologi yang
sekarang, setiap hari masih harus ke kantor buat ngetik berita.
Peneliti Makna profesi jurnalis ini bagi kakak apa sih kak?
RW Pekerjaan yang bisa memberikan manfaat bagi semua pihak.
Apalagi pihak yang ingin diberitakan maupun pihak yang
membacanya yang butuh informasi. Sebagai orang yang
menuliskan berita itu sendiri sangat bermakna sekali rasanya kalau
berita itu ada keberimbangan atau manfaat bagi orang yang
membaca.
Peneliti Berdasarkan pengalaman kakak, profesi jurnalis itu membutuhkan
kemampuan yang seperti apa sih kak?
RW Iya benar seperti kompetensi wartawan dari Dewan Pers.
Meskipun itu sebuah formalitas tapi kalau dipikir-pikir bukan
formalitas karena memang sebagai jurnalis itu kita harus punya
kompetensi atau berkompeten dalam pekerjaan kita.
Peneliti Kode etik jurnalistik juga penting ya kak?
RW Penting sekali karena itu sebagai acuan bagi wartawan dari mereka
turun ke lapangan sampai berita itu ditulis, dimuat dan diterbitkan.
Contohnya saja seperti penulisan nama orang tidak boleh sampai
salah, jangan sampai keseleo karena satu kata bermakna beda.

140
Lampiran 3. Dokumentasi

Wawancara dengan informan 1 Wawancara dengan informan 2


(Jumat, 13 Februari 2021 pukul (Kamis, 24 Desember 2020 pukul
17.34 wib di kediaman informan 1 Jl. 13. 25 wib di DPRD Sumbar).
Gunung Pangilun).

Wawancara dengan informan 3 Suasana kerja informan 2 dan 3 saat


(Senin, 8 Februari 2021 pukul 16.16 mengedit dan menulis berita (Kamis,
wib di kantor Harian Haluan). 16 Februari 2021 pukul 17.16 wib di
Haluan).

141

Anda mungkin juga menyukai