Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST LAPARATOMY EKSPLORASI ATAS INDIKASI TUMOR
ILLEUM DI RUANGAN ICU-GREEN INSTALANSI RAWAT INTENSIF (IRI)
RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

Di Susun Oleh:
Adella Oktafia Arista
(2114901002)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Revi Neini Iklab, M.Kep)


( NIPNs..19409111995031001
Hendra , S . Kep
)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. TUMOR ILLEUM

a) Definisi

Usus halus adalah tempat terminal untuk pencernaan makanan, absorbs nutrisi

dan sekresi endokrin. Usus halus merupakan bagian terpanjang dari traktur

gastrointestinalis dan terbentang dari ostium pyloricum sampai plica ileocaecale.

Struktur berupa tabung ini panjangnya sekitar 6-7 meter dengan diameter yang

menyempit dari permulaan sampai ujung akhir, akhir yang terdiri dari duodenum,

jejunum dan ileum (Black & Hawk 2016).

b) Anatomi Fisiologi

Bagian abdomen (perut) sering dibagi menjadi 9 area berdasarkan posisi dari

2 garis horizontal dan 2 garis vertikal yang membagi-bagi abdomen.

Pembagian berdasarkan region:

1. Regio hipokondriak kanan


2. Regio epigastrika

3. Regio hipokondriak kiri

4. Regio lumbal kanan

5. Regio umbilicus

6. Regio lumbal kiri

7. Regio iliak kanan

8. Regio hipogastrika

9. Regio iliak kiri

Bagian abdomen juga dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan posisi dari

satu garis horizontal dan 1 garis vertikal yang membagi daerah abdomen.

1. Kuadran kanan atas

2. Kuadran kiri atas

3. Kuadran kanan bawah

4. Kuadran kiri bawah

c) Etiologi

Penyebab neoplasi umumnya bersifat multifaktorial. Beberapa faktor yang

dianggap sebagai penyebab neoplasi antara lain meliputi bahan kimiawi, fisik, virus,

parasit, inflamasi kronik, genetik, hormon, gaya hidup, serta penurunan imunitas.

Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel yang abnormal.

Perbedaan sifat sel tumor tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan

fungsi autonominya dalam pertumbuhan, kemampuannya mengadakan infiltrasi dan

menyebabkan metastasis (Oswari, 2009).

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor antara lain:
1) Karsinogen

a. Kimiawi

Bahan kimia dapat berpengrauh langsung (karsinogen) atau memerlukan

aktivasi terlebih dahulu (ko-karsinogen) untuk menimbulkan neoplasi. Bahan

kimia ini dapat merupakan bahan alami atau bahan sintetik/semisintetik.

Benzopire suatu pencemar lingkungan yang terdapat di mana saja, berasal

dari pembakaran tak sempurna pada mesin mobil dan atau mesin lain Dan

terkenal sebagai suatu karsinogen bagi hewan maupun manusia. Berbagai

karsinogen lain antara lain nikel arsen, aflatoksin, vinilklorida. Salah satu

jenis benzo (a) piren, yakni, hidrokarbon aromatic polisiklik (PAH), yang

banyak ditemukan di dalam makanana yang dibakar menggunakan

arang menimbulkan kerusakan DNA sehingga menyebabkan neoplasia usus,

payudara atau prostat.

b. Fisik

Radiasi gelombang radioaktif seirng menyebabkan keganasan. Sumber

radiasi lain adalah pajanan ultraviolet yang diperkirakan bertambah besar

dengan hilangnya lapisan ozon pada muka bumi bagian selatan. Iritasi kronis

pada mukosa yang disebabkan oleh bahan korosif atau penyakit tertentu juga

bisa menyebabkan terjadinya neoplasia.

c. Virus

Dapat dibagi menjadi dua berdasarkan jenis asam ribonukleatnya; virus

DNA serta RNA. Virus DNA yang sering dihubungkan dengan tumor antara

human papiloma virus (HPV), Epstein-Barr virus (EPV), hepatiti B virus


(HBV), dan hepatitis C virus (HCV). Virus RNA yang karsonogenik adalah

human T-cell leukemia virus I (HTLV-I) .

2) Hormon

Hormon dapat merupakan promoter keganasan.

3) Faktor gaya hidup

Kelebihan nutrisi khususnya lemak dan kebiasaan makan-makanan

yang kurang berserat. Asupan kalori berlebihan, terutama yang berasal dari

lemak binatang, dan kebiasaan makan makanan kurang serat meningkatkan risiko

berbagai keganasan, seperti karsinoma payudara dan karsinoma kolon

(Abdomen).

4) Parasit

Parasit schistosoma hematobin yang mengakibatkan karsinoma

planoseluler. Genetik, infeksi, trauma, hipersensivitas terhadap obat

d) Patofisiologi

Tumor adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal di ubah oleh

mutasi genetik dari DNA selular. Sel abnormal ini membentuk kolon dan

berpoliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal pengatur pertumbuhan dalam

lingkungan sekitar sel tersebut. Sel- sel neoplasma mendapatkan energi terutama dari

anaerob. Karena kemampuan sel untuk oksidasi berkurang meskipun mempunyai

enzim yang lengkap untuk oksidasi.

Susunan enzim sel uniform sehingga lebih mengutamakan berkembang biak

yang membutuhkan energi unruk anabolisme daripada untuk berfungsi yang

menghasilkan energi dengan jalan katabolisme. Jaringan yang tumbuh memerlukan


bahan-bahan untuk membentuk protioplasma dan energi, antara lain asam amino.

sel-sel neoplasma dapat mengalahkan sel-sel normal dalm mendapatkan bahan-

bahan tersebut (Budi,2010). Ketika dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan

ciri-ciri invasi, dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut

menginfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-

pembuluh darah, melalui pembuluh darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke

area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase penyebaran tumor pada

bagian tubuh yang lain. Meskipun penyakit ini dapat diuraikan secara umum

seperti yang telah digunakan, namun tumor bukan suatu penyakit tunggal

dengan penyebab tunggal, tetapi lebih kepada suatu kelompok penyakit yang jelas

dengan penyebab, metastase, pengobatan dan prognosa yang berbeda (Smelszet &

Suzanne, 2010)

e) Manifestasi Klinik

Tumor abdomen merupakan salah satu tumor yang sangat sulituntuk dideteksi.

Berbeda dengan jenis tumor lainnya yang mudah diraba ketika mulai mendesak

jaringan di sekitarnya.Hal ini disebabkan karena sifat rongga tumor intra abdomen

yang longgar dan sangat fleksibel. Tumor intra abdomen bila telah terdeteksi harus

mendapat penanganan khusus. Bahkan, bila perlu dilakukan pemantauan disertai

dukungan pemeriksaan secara intensif. Bila demikian, pengangkatan dapat dilakukan

sedini mungkin.

Biasanya adanya tumor dalam abdomen dapat diketahui setelah perut tampak

membuncit dan mengeras. Jika positif, harus dilakukan pemeriksaan fisik dengan

hati-hati dan lembut untuk menghindari trauma berlebihan yang dapat mempermudah
terjadinya tumor pecah ataupun metastasis. Dengan demikian mudah ditentukan pula

apakah letak tumornya intraperitoneal atau retroperitoneal. Tumor yang terlalu besar

sulit menentukan letak tumor secara pasti. Demikian pula bila tumor yang berasal

dari rongga pelvis yang telah mendesak ke rongga abdomen.

Berbagai pemeriksaan penunjang perlu pula dilakukan, seperti pemeriksaan

darah tepi, laju endap darah untuk menentukan tumor ganas atau tidak. Kemudian

mengecek apakah tumor telah mengganggu sistem hematopoiesis, seperti pendarahan

intra tumor atau metastasis ke sumsum tulang dan melakukan pemeriksaan USG atau

pemeriksaan lainnya

Tanda dan Gejala Tumor Intra Abdomen :

1. Hiperplasia.

2. Konsistensi tumor umumnyapadat atau keras.

3. Tumor epitel biasanya mengandung sedikit jaringan ikat, dan apabila tumor

berasal dari masenkim yang banyak mengandung jaringan ikat elastis kenyal atau

lunak.

4. Kadang tampak Hipervaskulari di sekitar tumor.

5. Bisa terjadi pengerutan dan mengalami retraksi.

6. Edema sekitar tumor disebabkan infiltrasi ke pembuluh limfa.

7. Konstipasi.

8. Nyeri.

9. Anoreksia, mual, lesu.

10. Penurunan berat badan.

11. Pendarahan.
f) Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinik di sini adalah pemeriksaan rutin yang bisa dilakukan

dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik, yaitu:

1. Inspeksi

2. Palpasi

3. Perkusi

4. Auskultasi

Pemeriksaan ini sangat penting, karena dari hasil pemeriksaan klinik yang

dilakukan secara teliti, menyeluruh, dan sebaik-baiknya dapat ditegakkan diagnosis

klinik yang baik pula. Pemeriksaan klinik yang dilakukan harus secara holistik,

meliputi bio-psiko-sosio-kulturo- spiritual.Anamnesis seorang pasien, dapat

bermacam-macam mulai dari tidak ada keluhan sampai banyak sekali keluhan, bisa

ringan sampai dengan berat. Semakin lanjut stadium tumor, maka akan semakin

banyak timbul keluhan gejala akibat tumor ganas itu sendiri atau akibat penyulit yang

ditimbulkannya.

Apabila ditemukan tumor ganas di dalam atau di permukaan tubuh yang

jumlahnya banyak (multiple), maka perlu ditanyakan tumor mana yang timbul lebih

dahulu. Tujuannya adalah untuk memperkirakan asal dari tumor tersebut.

Pemeriksaan fisik ini sangat penting sebagai data dasar keadaan umum pasien dan

keadaan awal tumor ganas tersebut saat didiagnosa. Selain pemeriksaan umum,

pemeriksaan khusus terhadap tumor ganas tersebut perlu dideskripsikan secara teliti

dan rinci. Untuk tumor ganas yang letaknya berada di atau dekat dengan permukaan
tubuh, jika perlu dapat digambar topografinya pada organ tubuh supaya mudah

mendeskripsikannya. Selain itu juga perlu dicatat :

1. Ukuran tumor ganas, dalam 2 atau 3 dimensi,

2. Konsistensinya

3. Ada perlekatan atau tidak dengan organ di bawahnya atau kulit di atasnya.

g) Pemeriksaan Radiologi

Endoskopi (sebuah penelitian dimana sebuah pipa elastis digunakan untuk

melihat bagian dalam pada saluran pencernaan) adalah prosedu diagnosa

terbaik. Hal yang memudahkan seorang dokter untuk melihat langsung dalam

perut, untuk memeriksa helicobacter pylori, dan untuk mengambil contoh

jaringan untuk diteliti di bawah sebuah mikroskop (biopsi). Sinar X barium jarang

digunakan karena hal tersebut jarang mengungkapkan tumor tahap awal dan tidak

dianjurkan untuk biopsi. Jika tumor ditemukan, orang biasanya menggunakan

computer tomography (CT) scan pada dada dan perut untuk memastikan

penyebarannya yang mana tumor tersebut telah menyebar ke organ-organ lainnya.

Jika CT scan tidak bisa menunjukkan penyebaran tumor. Dokter biasanya melakukan

endoskopi ultrasonic (yang memperlihatkan lapisan saluran pencernaan lebih jelas

karena pemeriksaan diletakkan pada ujung endoskopi) untuk memastikan kedalaman

tumor tersebut dan pengaruh pada sekitar getah bening.

Pemeriksaan imaging yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis

tumor ganas banyak jenisnya mulai dari yang konvensional sampai dengan yang

canggih dan untuk efisiensi harus dipilih sesuai dengan kasu yang dihadapi. Pada

tumor ganas yang letaknya profunda dari bagian tubuh atau organ, pemeriksaan
imaging diperlukan untuk tuntunan (guiding) pengambilan sample patologi

anatomi, baik itu dengan cara fine needle aspiration biopsi (FNAB) atau

biopsy lainnya. Selain untuk membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan

imaging juga berperan dalam menentukan staging dari tumor ganas.

Beberapa pemeriksaan imaging tersebut antara lain:

1. Radiografi polos atau radiografi tanpa kontras, contoh: X-foto tengkorak,

leher, toraks, abdomen, tulang, mammografi, dll. Radiografi dengan kontras,

contoh: Foto Upper Gr, bronkografi, Colon in loop, kistografi, dll. USG

2. (Ultrasonografi), yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara.

Contoh: USG abdomen, USG urologi, mammosografi, dll

3. CT-scan (Computerized Tomography Scanning), contoh: Scan kepala,

thoraks, abdomen, whole body scan, dll.

4. MRI (Magnetic Resonance Imaging). Merupakan alat scanning yang masih

tergolong baru dan pada umumnya hanya berada di rumah sakit besar.

Hasilnya dikatakan lebih baik dari

5. Scinfigrafi atau sidikan Radioisotop. Alat ini merupakan salah satu alat

scanning dengan menggunakan isotop radioaktif, seperti: Iodium, Technetium,

dll. Contoh: scinfigrafitiroid, tulang, otak, dll.

6. RIA (Radio Immuno Assay), untuk mengetahui petanda tumor (tumor

marker).
h) Penatalaksanaan

Laparatomy

Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan

caramelakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ

dalam abdomen yang mengalami masalah, misalnya tumor, pendarahan, obstruksi,

dan perforasi (Sjamsuhidajat, et al2010).Laparotomi merupakan salah satu tindakan

bedah abdomenyang berisiko 4,46 kali terjadinya komplikasi infeksi pascaoperasi

dibanding tindakan bedah lainnya(Haryanti, et al, 2013).

Menurut Potter & Perry, (2010) penjelasan pembedahan laparatomy :

1. Indikasi

Tindakan laparatomy bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan

apendiksitis, pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker

ovarium, kangker tuba falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon,

kangker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma

abdomen, pendarahan abdomen, massa abdomen, dll.

2. Persiapan

Sebelum dilakukan pembedahan, pasien membutuhkanpemeriksaan fisik lengkap,

pemeriksaan darah lengkap, EKG, uji urine danpemeriksaan waktu pembekuan

darah. Aspirin obat arthritis harusdihentikan 7-10 hari sebelum pembedahan

karena mempengaruhi waktupembekuan darah. Laksatif diberikan sebelum

pembedahan untukmengurangi resiko konstipasi selama pasca bedah. Pasien

dianjurkanminum hanya larutan yang sifatnya jernih selama 24 jam, disertai

puasapada tengah malam sebelum pembedahan.


3. Perawatan pasca pembedahan

Pasien umumnya akan dirawat selama satu minggu setelahpembedahan

dilakukan dan memerlukan waktu enam minggu untukpemulihan di rumah. Nyeri

merupakan masalah dominan pada kasus- kasus post operasi.

4. Peran perawat

 Mengajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri

 Menjelaskan tentang penyakit tumor intra abdomen

 Berikan lingkungan yang tenang

 Mempertahankan intake nutrisi

Fokus tindakan perawat pada masa ini adalah persiapan klien untuk menjalani

pembedahan, meliputi: memastikan pemeriksaan penunjang sebagai indikator status

kesehatan klien (Foto thorak, EKG, kadar gula darah, pemeriksaan darah rutin dan waktu

pembekuan darah, dll),informed consent pembedahan, memastikan klien puasa sejak

tengah malam, melakukan enema, dan mencukur area pembedahan. Perawat juga harus

mencatat golongan darah dan melakukan antisipasi tranfusi darah. Pasien dan keluarga

juga perlu diberi penjelasan mengenai teknik pembedahan yang dilakukan, indikasi, efek

samping dan perawatan pasca bedah, untuk mengurangi kecemasan. Teknik relaksasi dan

napas dalam juga mulai diajarkan pada klien.

B. LAPARATOMY

a) Definisi
Laparatomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya

perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif mansjoer, 2010)

Laparatomi merupakan operasi yang dilakukan untukk membuka bagian abdomen,

laparatomi merupakan suatu bentuk pembedahan mayor dengan, dengan melakukan

pengayatan pada lapisan lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ

yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, tumor dan obstruksi).

Laparatomi dilakukan pada kasus seperti apendicitis hernia inguinalis, tumor

lambung, tumor kolon dan rectum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis

dan peritonitis. Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka perut dengan

operasi. (Lakaman, 2011) Pelayanan. post operasi laparatomi adalah pelayanan yang

diberikan kepada pasien- pasien yang telah menjalani operasi perut.

b) Etiologi

Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa

hal yaitu:

1. Trauma abdomen

2. Peritonitis

3. Perdarahan saluran cerna

4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar

5. Masa pada abdomen

c) Klasifikasi

1. Mid-line incision

Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,

eksplorasi dapat sedikit lebih luas, cepat dibuka dan ditutup, serta tidak
memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insisi ini adalah

terjadi hernia cikatrialis, indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan

klien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, restosigmoid dan

organ dalam pelvis.

2. Paramedian

Yaitu; sedikit ke tepi dari garis tengah (2,5cm), panjang (12,5cm), terbagi

menjadi dua yaitu paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi jenis operasi

lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bawah serta plenoktomi.

3. Transverse upper abdomen incision

Yaitu; insisi bagian atas misalnya pembedahan colesistotomy dam

splenektomy.

4. Transverse lower abdomen incision

Yaitu; insisi melintang dibagian bawah4cm diatas anterior spinailiaka,

misalnya pada operasi apendictomy. Latihan-latihan fisik seperti latihan napas

dalam, batuk efektif, menggerakan otot kaki, menggerakan otot bokong, latihan

alih baring dan turun dari tempat tidur. semuanya dilakukan hari ke-2 post

operasi.

d) Manifestasi klinis

1. Nyeri tekan pada area insisi pembedahan

2. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan

3. Kelemahan

4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan

5. Konstipasi
6. Mual dan muntah, anoreksia

e) Komplikasi

1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya

besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh

darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis

yaitu latihan kaki, ambulasi dini post operasi. b. Infeksi, infeksi luka sering

muncul pada 36-46 jam pasca operasi, organisme yang paling sering

menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens, organisme gram positif.

Stapilococus mengakibatkan pernanahan .untuk menghindari infeksi luka

yang palaing penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik

dan antiseptik.

2. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau epiverasi.

3. Ventilasi paru tidak adekuat.

4. Gangguan kardiovaskuler, hipertensi, aritmia jantung

5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

6. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

f) Patofisiologi

Trauma adalah cedera / rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosiaonal.

(Dorland 2011.) Trauma adalah luka atau cedera fisik lainya atau cedera fisiologis

akibat gangguan emosional yang hebat.


Trauma adalaha penyebab kematian paling utama pada anak dan orang dewasa

kurang dari 44 tahun. Penyalagunaan alkohol adalah obat yang telah menjadi faktor

komplikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak

disengaja. trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul

dan tembus serta gtrauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen

merupakan luka pada isi rongga perut bisa terjadi dengan atau tanpa tembusnya

dinding perut dimana pada penanganan /penatalaksanaan dapat bersifat kedaruratan

dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. tusukan / tembakan, pukulan, benturan,

ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman dapat mengakibatkan terjadinya

trauma abdomen sehingga harus dilakukan laparatomi.

Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu kehilangan darahmemar /

jejas pada dinding perut, kerusakan oragan organ nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan

trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi

organ, respon stres simpatis, perdarahan atau pembekuan darah, kontaminasi bakteri,

kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stres dari

saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan

perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.

g) Penatalaksanaan

1. Pemerikasaan rektum :

Adanya darah menunjukan kelaina pada usus besar; kuldosentesi, kemungkinan

adanya darah dalam lambung; dan katerisasi, adanya darah menunjukan adanya

lesi pada saluran kencing.


2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit, analisis urine. Radiologik:

bila diindikasikan untuk dilakukan laparatomi

3. IVP / sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan pada trauma saluran

kencing.

4. Parasentesis perut:

tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya

kelainan pada rongga perut yang disertai denga trauma kepala yang berat,

dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukan

melalui dinding perut di daerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat

dengan menggosokan buli-buli terlebih dahulu.

5. Lavase peritoneal:

fungsi dan aspirasi atau bilasan rongga perut dengan memasukan cairan

garam fisiologis melului kanula yang dimasukan kedalam rongga peritoneum.

Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomi adalah :

a. Respiratory: bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi

pernapasan.

b. Sirkulasi: tensi, nadi, respirasi, dan suhu waran kulit, refil kapiler.

c. Persyarafan: tingkat kesadaran.

d. Balutan: apakan ada drainase? apakah ada tanda-tanda infeksi, bagaimana

proses penyembuhanya?

e. Peralatan: monitor yang terpasang, cairan infus dan transfusi.

f. Rasa nyaman:rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien dan status ventilasi.

g. Psikologis : kecemasan, suasana hati setelah operasi


Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

a. Pengkajian Primer

Airway (jalan nafas)

 Bersihkan jalan nafas

 Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas

 Distress pernafasan

 Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring.

Breathing dan ventilasi

 Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada

 Suara pernafasan melalui hidung atau mulut

 Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.

Circulation

 Denyut nadi karotis

 Tekanan darah

 Warna kulit, kelembaban kulit

 Tanda- tanda perdarahan eksternal dan internal

Disability

 A (alert) Kewaspadaan

 V V (voice responsive) Respon Suara

 P (pain responsive) Respon Rasa Nyeri


 U (unresponsive) Tidak Responsif

 Reflex pupil terhadap cahaya

 Kadar gula darah

 Gerakan (movement)

Exposure

 Eksposur kulit

 Keadaan suhu tubuh

b. Pengkajian Sekunder

1. Pengkajian

 Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor register

dan diagnosa medis.

 Keluhan utama.

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri

abdomen.

 Riwayat kesehatan

Riwayat penyakit sekarang

Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil sebelum

akhirnya klien dibawah ke rumahsakit untuk mendapatkan penanganan secara medis.

 Riwayat kesehatan dahulu

Ada riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah sakit.


 Riwayat kesehatan keluarg

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus , atau

riwayat stroke dari generasi terdahulu.

 Riwayat psikososial dan spiritual

Peran pasien dalam keluarga, status emosional meningkat, interaksi sosial terganggu,

adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tida harmonis , status

dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin melakukan ibadah sehari-hari.

 Aktifitas sehari-hari

a.Pola nutrisi

b.Pola eliminasi

c.Pola personal hygiene d.Pola istirahat dan tidur

e. Pola aktivitas dan latihan

 Seksualitas / reproduksi

 Peran

 Persepsi diri / konsep diri

 Kognitif diri / konsep diri

 Kognitif perseptual

 Pemeriksaan fisik

a. Kepala

Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemotoma atau riwayat operasi.

b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus

II), gangguan dalam menganggkat bola mata (nervus III), gangguan dalam

memutar bola mata (Nervus IV) dan gangguan dalam menggerakan bola mata

kelateral (nervus VI)

c. Hidung

Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfactorius

(nervus I).

d. Mulut

Adanya gangguan pengecapan atau lidah akibat kerusakan nervus vagus , adanya

kesulitan dalam menelan.

e. Dada

Inspeksi:kesimetrisan bentuk, kembang dan kempih dada. Palpasi: ada tidaknya

nyeri tekan dan masa

Perkusi:mendengar bunyi hasil perkusi, untuk mengetahui suara napas.

f. Abdomen

Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran. Auskultasi: mendengar bising usus

Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi Palpasi : ada tidanya nyeri tekan pasca

operasi.

g. Ekstremitas

Pengukuran kekuatan otot

Nilai 0 : bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.

Nilai 1 : bila terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan sendi

Nilai 2 : bila ada gerakan pada sendi tetatpi tidak bisa melawan gravitasi
Nilai 3 : bila dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat melawan tekenan

pemeriksaan

Nilai 4 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tapi kekuatanya berkurang.

Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukanya tindakan insisi bedah

b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan atau luka operasi laparatomi.

c. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

3. Intervensi

NO SDKI SLKI SIKI

1 Nyeri akut    Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri


berhubungan keperawatan selama 3 x 24
Observasi
dengan dilakukanya jam diharapkan nyeri pada
tindakan insisi pasien berkurang dengan - Identifikasi lokasi,
bedah kriteria hasil : karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
Tingkat Nyeri
intensitas nyeri
1. Nyeri berkurang dengan
- Identifikasi skala nyeri
skala 2
- Identifikasi respon nyeri
2. Pasien tidak mengeluh
nonverbal
nyeri
- Identifikasi factor yang
3. Pasien tampak tenang
memperingan dan
4. Pasien dapat tidur
memperberat nyeri
dengan tenang
- Identifikasi pengetahuan
5. Frekuensi nadi dalam
dan keyakinan tentang nyeri
batas normal (60-100
- Identifikasi budaya terhadap
x/menit)
respon nyeri
6. Tekanan darah dalam
- Identifikasi pengaruh nyeri
batas normal (90/60
terhadap kualitas hidup
mmHg – 120/80 mmHg)
pasien
7. RR dalam batas normal
- Monitor efek samping
(16-20 x/menit)
penggunaan analgetik
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan

Terapeutik
- Fasilitasi istirahat tidur
- Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri (missal:
suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan).
- Beri teknik non
farmakologis untuk
meredakan nyeri

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi


berhubungan keperawatan selama 3 x 24 - Monitor tanda dan gejala
dengan adanya jam diharapkan klien infeksi
sayatan atau luka terhindar dari resiko infeksi - Cuci tangan sebelum dan
operasi laparatomi dengan kriteria hasil: sesudah kontak dengan
Tingkat Infeksi pasien dan lingkungan
1. Integritas Kulit Baik pasien
- Lakukan perawatan tali
pusat
- Ajarkan ibu cara cuci
tangan dengan benar
- Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
24 Resiko perdarahan Setelah diberikan asuhan Pencegahan perdarahan
berhubungan keperawatan selama 3 x 24
Observasi
dengan tindakan jam diharapkan Tingkat
pembedahan perdarahan menurun - Monitor tanda dan gejala
dengan perdarahan
- Monitor nilai
kriteria hasil : hematokrit/hrmoglobin
1. Kelembapan membarane sebelum dan setelah
mukosa meningkat kehilangan darah
2. Kelembapan kulit - Monitor tanda-tanda vital
meningkat ortostatik
3. Kognitif meningkat - Monitor koagulasi (mis.
4. Hemoptisis menurun Prothrombin time,
5. Hematemesis menurun fibrinogen, degradasi fibrin)
6. Hematuri menurun Terapeutik
7. Perdarahan anus
menurun - Pertahankan bed rest selama
8. Distensi abdomen perdarahan
menurun - Batasi tindakan invasif, jika
perlu
- Gunkan kasur pencegah
dekubitus
- Hindari pengukuran suhu
rektal

Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
- Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan
makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera lapor
segera jika terjadi
perdarahan
- Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

Perawatan area insisi


Observasi
- Perisa lokasi insisi
adanyakemerahan bengkak
atau tanda-tanda dehisen
atau eviserasi
- Monitor penyembuhan area
insisi
- Monitor tanda dan gejaka-
gejala infeksi

Terapeutik
- Bersihkan area insisi
dengan pembersihan yang
tepat
- Usap area insisi dari area
yang bersih menuju area
yang kurang bersih.
- Berikan salep asepti, jika
perlu

Edukasi
- Ajarkan meminimalkan
penekanan pada area insisi
- Ajarkan cara merawat area
insisi.

3. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status

kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &

Perry, 2011)

4. Evaluasi keperawatan

Menurut (Craven & Hirlne, 2011) evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari

efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah

ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil.

Tujuan dari evaluasi antara lain:

a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.

b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang

telah diberikan.

c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.

d. Mendapatkan umpan balik.

e. Sebagai tangguang jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Bulechek, G. M., & et.al. (2016). Nursing Intervention Classification (6 ed.). Yogyakarta: Moco

Media.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Panduan Nasional Penanganan Tumor Rahim Jakarta.

Moorhead,dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore: Elsevier.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (6

ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (8 ed.). Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & G.Bare, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth (8 ed.). Jakarta: EGC.


LEMBAR BIMBINGAN

No Hari/ Tanggal Kegiatan Nama Pembimbing Tanda Tangan

Anda mungkin juga menyukai