Anda di halaman 1dari 3

Menyelami Dunia Anak Usia Dini

Oleh: Widya Sofiyani

Masa muda itu masa yang paling berlian karena waktu yang tepat untuk berkarya,
meningkatkan skill, mencetak segudang prestasi, masa untuk mencari ilmu seluas-
luasnya, menggali potensi sedalam-dalamnya, dan memperluas jaringan pertemanan
yang dapat membawa pada hal-hal yang positif lainnya.

Masa muda itu masa anak remaja dan anak pra-dewasa untuk berkompetisi dan
berkreativitas dalam berbagai bidang sesuai kemampuannya. Masa muda pun masa
yang penuh tantangan karena akan banyak perubahan-perubahan yang akan terjadi
secara cepat dan saling berkaitan antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya.
Seperti pergaulan di kalangan kaum muda mudi yang akan membawa perubahan
dalam mengahadapi perkembangan zaman. Ya, seperti penggunaan internet yang
bila anak muda dapat memanfaatkan itu secara tepat dan baik, maka itu akan
berdampak pada kesehatan mentalnya dan juga dapat melahirkan sebuah karya
yang tentunya juga bermanfaat untuk orang lain.

Misalnya, kita mahir dalam bidang memasak. Kita bisa membuka jasa catering dan
memasarkan produk lewat media sosial atau online shop. Bukan hanya kita saja
yang mendapatkan keuntungannya, tentunya juga kita dapat membantu orang lain
karena membuka lapangan pekerjaan untuk mereka.

Saat aku berusia 18 tahun, aku mulai tertarik untuk terjun ke dunia pendidikan anak
usia dini. Dan alhamdulillah aku mengajar di sebuah sekolah yang selama ini aku
inginkan karena sangat mendukung dalam berhijab syar'i. Ya, salah satu TK yang
berada di Kabupaten Bekasi. Aku menjalankan usia mudaku di sana. Karena rumahku
di Kota Bekasi, maka aku memilih untuk tinggal di Mess dan pulangnya sepekan
sekali. Bagiku, di sana bukan hanya tempat aku mengajar, tetapi juga tempatku
untuk belajar. Belajar akan banyak hal yang belum pernah aku dapatkan. Salah
satunya benar-benar belajar mendidik dengan penuh cinta.

Ya, tentang anak usia dini. Dari awal aku yang masih kaku ketika bertemu anak TK,
hingga aku benar-benar menyelami dunianya itu membutuhkan waktu yang tidak
sebentar. Menyatukan hati, memandang matanya dengan tulus, dan menjadikan
mereka sebagai teman itu membutuhkan waktu beberapa pekan. Oleh karena itu,
tujuan adanya observasi sebelum mengajar untuk mengenal lebih jauh dunianya
mereka.

Tidak semua orang yang menjadi guru mencintai profesi nya dengan tulus sebab
adakala nya seseorang menjadi guru karena terpaksa dan dipaksa. Ketika menjadi
guru bukanlah sesuatu yang membanggakan apalagi panggilan jiwa, sehingga segala
sesuatu nya tidak di persiapkan secara matang untuk menjadi guru. Mendidik
dengan cinta, karena cinta menjadikan seorang guru mempunyai pasokan energi
yang berlimpah, sehingga tidak mudah menyerah apabila mengalami kesulitan
kesulitan dalam pelajaran. Tidak putus asa menghadapi anak anak dengan beragam
kepribadian dan keunikannya. Dengan cinta menjadikan guru mengajar dengan
tulus, tanpa mengukur materi semata. Mendidik dilandasi dengan cinta yang tulus
mampu menjalin hubungan batin, menembus batas batas ruang dan waktu dengan
anak didiknya. Karena mereka merupakan subjek bukan objek, bukan sebagai objek
yang di anggap benda kosong yang tidak mempunyai kemampuan, kemauan dan
perasaan pembelajaran menjadi proses memanusiakan manusia.

Ketertarikanku untuk terus menyelami dunia anak usia dini masih berlanjut sampai
saat ini di usiaku telah 26 tahun. Meskipun terbilang bukan remaja lagi dan bukan
gadis lagi statusnya alias sudah menikah, tetapi semangatku tetap membara untuk
terus menyelami dunia anak usia dini. Karena ilmunya kembali kepada diriku sendiri
yang akan kutuangkan kepada anak-anakku.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semangatlah dalam
hal yang bermanfaat untukmu, minta tolonglah pada Allah, dan jangan malas (patah
semangat).” (HR. Muslim no. 2664).

Imam Nawawi mengatakan tentang hadits di atas, “Bersemangatlah dalam


melakukan ketaatan pada Allah, selalu berharaplah pada Allah dan carilah dengan
meminta tolong pada-Nya. Jangan patah semangat, yaitu jangan malas dalam
melakukan ketaatan dan jangan lemah dari mencari pertolongan. ” (Syarh Shahih
Muslim, 16: 194).
Ketika kita mendapatkan kenikmatan ilmu yang bermanfaat, maka semestinya kita
bersemangat dalam meraih berbagai hal yang dapat membawa kita pada kebaikan
dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat itu. Dan kita tidak dapat melakukan itu
sendiri tanpa pertolongan Allah. Oleh karena itu, tetap terus memohon pertolongan
kepada Allah dalam menuntut ilmu. Nah, jika mulai futur, coba kita sejenak menepi.
Kita muhasabah bahwa selama ini kita menuntut ilmu itu tujuannya untuk apa,
karena siapa, dan bagaimana perjuangan selama ini yang dilakukan.

Ulama terdahulu, Imam Ahmad sebelum subuh bersiap-siap untuk belajar


sebagaimana yang dikisahkan bahwa Imam Ahmad mengambil bajunya dan ibunya
memintanya untuk menunggu sampai suara adzan dikumandangkan atau tiba di
waktu subuh. Mas syaa Allah, mungkin sebagian dari kita pada waktu tersebut masih
tidur.

Kisah lain, ada ulama terdahulu Al Khotib Al Baghdadi membaca kitab Shahih Al
Bukhari hingga tuntas dalam tiga kali majelis. Majelis yang lertama dan kedua mulai
dari Maghrib hingga Subuh. Majelis ketiga, dari waktu Dhuha hingga Maghrib
dilanjutkan terus hingga terbit fajar Subuh.

Bila teman-teman mengikuti halaqoh dalam belajar tahsin, maupun kajian Islam
seperti HSI, pesertanya ada yang berusia 50 tahun. Maa syaa Allah, meski usianya
sudah tidak muda, tapi semangat belajarnya terus membara bahkan terkadang
semangatnya mengalahkan kita yang masih muda.

Seorang Tabi'iin bernama Ibnu ‘Aqil ketika usianya mencapai 80 tahun, ia


bersenandung: "Semangatku tidaklah luntur di masa tuaku. Begitu pula semangatku
dalam ibadah tidaklah usang. Walau terdapat uban di rambut kepalaku, namun tidak
melunturkan semangatku." (Ta’zhimul ‘Ilmi karya guru kami Syaikh Sholeh Al
‘Ushoimi, hal. 14-16.)

Anda mungkin juga menyukai