Anda di halaman 1dari 17

1.

1 DEFINISI
Isolasi adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakn sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat, 2001)
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan oranglain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain(Purba, dkk. 2008).

Perkembangan Hubungan Sosial


Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh
kembang individu mulai dari bayi sampai dengan usia lanjut. Untuk mengembangkan
hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang daur kehidupan
diharapkan dilalui dengan sukses.
a. Masa Bayi
Bayi sangat bergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan
psikologisnya, bayi umunya menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam
menyampaikan akan kebutuhannya, misalnya menangis untuk semua kebutuhan.
Respon lingkungan (ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar
berkembang rasa percaya diri bayi akan respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi
terhadap orang lain (Ericson).
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melaluo ketergantungan pada orang lain akan
mengakibatakan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri
(Huber. Dkk, 1987).
b. Masa Prasekolah
Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar lingkungan
keluarganya khusunya ibu atau pengasuh. Anak menggunakan kemampuan
berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga
khusunya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal
ini merupakan hal dasar rasa otonomi yang berguna untuk mengembangkan
kemampuan hubungan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respon keluarga yang
negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak
mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan, kurang percaya diri,
pesimis, takut perilakunya salah.
c. Masa Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan ynag lebih luas khususnya lingkungan sekolah. Pada
usia ini anak mulai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Konflik sering
terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten.
Teman dengan orang dewasa diluar keluarga ( guru, orang tua, teman) merupakan
sumber pendukung yang penting bagi anak.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman disekolah, kurangnya dukungan
guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua
mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak
mampu dan menarik diri dari lingkungan.
d. Masa Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis
dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman sangat tergantung,
sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independent.
Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua,
akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karis
dan rasa percaya diri.
e. Masa Dewasa Muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan interdependent dengan orang tua
dan teman sebaya, individu belajar mengambil keputusan dengan memperlihatkan
saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan, memilih karis,
melangsungkan perkawinan.
kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akan
mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa
akan karir.
f. Masa Dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang
tua, khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran
menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi
tepat untuk menguji kemampuan hubungan interdependen. Individu yang
perkembangannya baik akan dapat mengembangkan hubungan dan dukungan yang
baru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membinaa hubungan yang baru, dan
mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya
tertju pada diri sendiri, produktifitas dan kreatifitas berkurang, perhatian pada orang
lain berkurang.
g. Masa Dewasa Lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik itu kehilangan fungsi fisik,
kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan), anggota keluarga
(kematian orang tua). Individu tetap memerelukan hubungan yang memuaskan
dengan orang lain. Individu yang mengalami perkembangan yang baik dapat
menerima kehilangan yang terjadi dalm kehidupannya dan mengakui bahwa
dukungan orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada kehidupan serta
menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan mengakibatkan perilaku
menarik diri.

1.2 ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kemabng mulai dari usia bayi sampai dewasa lanjut
untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang possitif, diharapkan setiap
tahapan perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respons sosial maladaptif.
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.
3) Faktor sosiokulturaal
Isoslasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain,
tidak mempunyai anggota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia,
orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi sosial dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki
budaya mayoritas..
4) Faktor dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan
berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang
bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak
menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain.
2. Faktor Prisipitasi
a) Stress sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat dirumah sakit.
b) Stressor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat
menimbulkan ansietas tingkat tinggi.

1.3 MANIFESTASI KLINIS


Beberapa tanda dan gejala dari isolasi soail :
1) Menyendiri dalam ruangan
2) Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
3) Sedih, efek datar
4) Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
5) Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna
6) Mengapresiasiakn penolakan atau kesepian pada orang lain
7) Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya
8) Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme)
9) Menggunakan kata yang tidak berarti
10) Kontak mata kurang / tidak mau menatap lawan bicara
11) Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri
1.4 POHON MASALAH
Resiko perubahan persepsi Effect
Sensori : halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik diri Co problem

Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah Cause

1.5 PENATALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi
atau menghilangkan gejala-gejala gangguan jiwa. Yang tergolong dalam psikofarma
yang diberikan kepada klien :
1) Chlopromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat untuk menilai realistis,
waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau tidak terkendali tidak
bekerja. Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat.
2) Haloperidol (HLP)
Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari dengan efek samping yaitu :
penyakit hati, penyakit darah (anemia, leucopenia, agranulositosis), epilepsy,
kelainan jantung, febris, dan ketergantungan obat.
3) Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis parkinson, termasuk pasca encephalitis dengan efek
samping yaitu : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi, konstipasi, takikardi, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontra indikasinya
yaitu : hipersensitif terhadap tryhexipenidill, glukosa sudut sempit, hipertopi
prostate dan obstruksi saluran cerna.
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan
yang berbeda3beda. Pada SP satu, perawat mengidenti!ikasi penyebab isolasi social,
berdiskusidengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan
kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian.
Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan
membantu pasien memasukkankegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatanuntuk berkenalan dengan dua orang atau
lebih dan menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan hariannya
(Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasisecara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Activity Daily Living(ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari –
hari yang meliputi:
 Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku1perbuatan pasien se%aktu bangun
tidur.
 Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkahlaku/perbuatan yang berhubungan dengan BABA dan BAK.
 Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
 Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
 Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
 Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhankebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan,rambut, kuku dan lain-lain.
 Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
 Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur.Pada pasien gangguan jika tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karenasering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal iniyang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
2) Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien
dalamkehidupan bermasyarakat yang meliputi :
 Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukanhubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur
kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
 Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukanhubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab
pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
 Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda
adanyakesungguhan dalam berkomunikasi.
 Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
 Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertibanyang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
 Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama
atausopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
 Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan
sebagainya.

1.6 TERAPI MODALITAS


1. Latihan keterampilan sosial (social skill training)
1) Sesi 1 : Latihan bersosialisasi
2) Sesi 2 : Latihan menjalin persahabatan
3) Sesi 3 : Latihan bekerja sama dalm kelompok
4) Sesi 4 : Latihan menghadapi situasi sulit
5) Sesi 5 : Evaluasi kemampuan sosialisai

Hasil penelitian Renidayati, Keliat, dan Sabri (2009) menyatakan bahwa Social Skill
Training (SST) dapat menurunkan tanda dan gejala isolasi sosial pada klien.

2. Cognitive behaviour and skill thetapy (CBSST)


1) Sesi 1 : Orientasi kelompok, pengkajian dan formulasi masalah
2) Sesi 2 : Melatih memberi tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif
3) Sesi 3 : Melatih keterampilan mengubah perilaku negatif
4) Sesi 4 : Melatih komunikasi untuk menjalin persahabatan
5) Sesi 5 : Melatih komunikasi untuk mengatasi situasi sulit
6) Sesi 6 : Melakukan evaluasi manfaat latihan yang dilakukan

Hasil penelitian Jumaini, Keliat, dan Hastono (2010) menyatakan bahwa CBSST
dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi klien dengan isolasi sosial. Hasil
penelitian Sukma, Keliat, dan Mustikasari (2015) menyatakan bahwa perpaduan
terapi kognitif perilaku dan CBSST dapat menurunkan tanda dan gejala isolasi sosial.

3. Terapi perilaku
1) Sesi 1 : Mengidentifikasi peristiwa yang tidak menyenangkan dan menumbulkan
perilaku negatif
2) Sesi 2 : Mengubah perilaku negatif menjadi positif
3) Sesi 3 : Memanfaatkan sistem pendukung
4) Sesi 4 : Mengevaluasi manfaat melawan perilaku negatif

Hasil penelitian Nyumirah, Hamid, dan Mustikasari(2012) menyatakan bahwa terapi


perilaku dapat meningkatkan kemampuan i nteraksi sosial pada klien isolasi sosial
1.7 STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN (SP)
PASIEN
SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
orang
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang – bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
SP 1
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat
( Discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
1.8 RENCANA TINDAKAN

Nama pasien : Nomor CM :


Jenis kelamin : Diagnosa medis :
Ruangan :

TG No. DX Perencanaan
L Diagnosa Intervensi Rasional
Keperawatan

Tujuan Kriteria Evaluasi

1 2 3 4 5 6 7

Isolasi sosial TUM :


menarik diri Klien berhubungan
b.d harga diri dengan orang lain
rendah secara optimal
TUK 1 :
1.1 ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan 1. Hubungan saling
Klien dapat
bersahabat menunjukkan saling percaya dengan percaya merupakan dasar
membina hubungan
rasa senang, ada kontak menggunakan prinsip untuk kelancaran hubungan
saling percaya
mata atau berjabat tangan komunikasi terapeutik. interaksi selanjutnya
mau menyebutkan nama, a. Sapa klien dengan
mau menjawab sala ramah baik verbal
m, kilen mau duduk maupun non verbal
bersampingan dengan b. Perkenalkan diri
perawat, mau dengan sopan
mengutarakan masalah c. Tanyakan nama
yang dihadapi lengkap klien dan
nama panggilan yang
disukai klien
d. Jelaskan tujuan
pertemuan
e. Jujur dan menepati
janji
f. Tunjukan sikap
empati dan menrima
klien apa adanya
g. Berikan perhatian
pada klien dan
perhatikan kebutuhan
dasar klien
TUK 2 : 1.1klien mengidentifikasi 2.1.1 Diskusikan 1. diskusikan tingkat
Klien dapat kemampuan dan aspek kemampuan dan aspek kemampuan klien seperti
mengidentifikasi positif yang dimiliki : positif yang dimiliki menilai realitas, kontrol
kemampuan dan a. kemampuan yang diri atau integritas ego
aspek yang dimiliki dimiliki klien klien diperlukan sebagai dasar
b. aspek positif asuhan keperawatan
keluarga 2. reinforcement positif akan
c. aspek positif meningkatkan harga diri
lingkungan yang klien
dimiliki klien 3. pujian yang realistik tidak
menyebabkan klien
melakukan kegiatan hanya
karena ingin mendapatkan
pujian
TUK 3 : Klien dapat 3.1 Klien menilai 3.1.1 Diskusikan dengan 1. keterbukaan dan
menilai kemampuan kemampuan yang dapat klien kemampuan yang pengertian tentang
yang digunakan digunakan masih dapat digunakan kemampuan yang dimiliki
selama sakit adalah persaratan untuk
berubah
2. pengertian tentang
kemampuan yang dimiliki
diri memotivasi untuk
tetap mempertahankan
penggunaannya
TUK 4 : Klien dapat 4.1 klien membuat rencana 4.1.1 Rencanakan 3. Klien adalah individu
(menetapkan) kegiatan harian bersama klien yang bertanggung jawab
merencanakan aktivitas yang terhadap dirinya
kegiatan sesuai dapat dilakukan 4. Klien perlu bertindak
dengan kemampuan setiap hari sesuai secara realitas dalam
yang dimiliki kemampuan : kehidupannya
a. kegiatan mandiri 5. Contoh peran yang dilihat
b. kegiatan dengan klien akan memotivasi
bantuan sebagian klien untuk melaksanakan
c. kegiatan yang kegiatan
membutuhkan
bantuan total
i. Tingkatkan
kegiatan yang
sesuai dengan
toleransi kondisi
klien
ii. Beri contoh cara
pelaksanaan
kegiatan yang
boleh klien
lakukan
TUK 5 : Klien dapat 5.1 klien melakukan 5.1.1 Beri kesempatan 1. Memberikan kesempatan
melakukan kegiatan kegiatan sesuai kondisi pada klien untuk kepada klien mandiri di
sesuai kondisi sakit dan kemampuannya mencoba kegiatan rumah
Rumah sakit dan yang telah 2. Reinforcement positif
kemampuannya direncanakan akan meningkatkan
5.1.2 Beri pujian atas harga diri
keberhasilan klien 3. Memberikan kesempatan
5.1.3 Diskusiskan kepada klien untuk tetap
kemungkinan melakukan kegiatan
pelaksanaan yang baik
dirumah

TUK 6 : klien 6.1 Setelah ...x pertemuan, 6.1.1 Diskusikan


mendapat dukungan keluarga dapat pentingnya peran serta
keluarga dalam menjelaskan tentang : keluarga sebagai
bersosialisasi dengan - Pengertian menarik diri pendukung untuk
lingkungannya - Tanda dan gejala mengatasi perilaku
menarik diri menarik diri
- Penyebab dan akibat 6.1.2 Diskusikan potensi
menarik diri keluarga untuk
- Cara merawat klien membantu klien
menarik diri mengatasi perilaku
menarik diri
6.1.3 jelaskan kepada
6.2 Setelah...x pertemuan,
keluarga mengenai
keluarga dapat
menyebutkan pengertian,
mempraktekkan cara
penyebab, tanda dan
merawat pasien isolasi
gejala, akibat isolasi
sosial
sosial serta cara merawat
klien isolasi sosial
6.2.1 latih keluarga cara
merawat klien isolasi
sosial
6.2.2 Tanyakan perasaan
keluarga setelah latihan
merawat klien isolasi
sosial
6.2.3 Beri motivasi
keluarga agar membantu
klien untuk bersosialisasi
6.2.4 Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya merawat
klien di RS
6.2.5 Anjurkan keluarga
untuk mengunjungi klien
secara rutin dan
bergantian minimal satu
kali dalam seminggu

TUK 7 : klien dapat 1.1 Setelah...x interaksi


memanfaatkan obat klien menyebutkan :
dengan baik - Manfaat minum
obat
- Kerugian tidak
minum obat
- Nama, warna,
dosis, efek terapi
dan efek samping
obat
1.2 setelah...xinteraksi
klien
mendemonstrasikan
penggunaan obat
dengan benar
1.3 setelah...x interaksi
klien menyebutkan
akibat berhenti
minum obat tanpa
konsultasi dokter

1.9 DAFTAR PUSTAKA


Gail W, Struart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : ECG
Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : CV. Trans Info Media
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2015, Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Trans Info Media : Jakarta
Keliat, Budi Anna dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta ; EGC

Anda mungkin juga menyukai