The Genain Quadruplets merupakan fenomena unik dan langka di dunia kesehatan. Empat wanita identik
secara genetik yang lahir pada awal 1930- an yang semuanya mengembangkan skizofrenia pada awal masa
dewasa mereka.
Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi otak
manusia, mempengaruhi emosional dan tingkah laku dan dapat mempengaruhi fungsi normal kognitif (Depkes RI,
2015). Gangguan jiwa skizofrenia sifatnya adalah ganguan yang lebih kronis serta melemahkan jika dibandingkan
dengan gangguan mental lain (Puspitasari, 2009). Skizoprenia adalah gangguan mental kronis yang ditandai
dengan sering kambuh dengan jangka waktu lama. ketidakmampuan untuk mematuhi program pengobatan menjadi
salah satu yang menyebabkan paling sering kambuh dan diperkirakan sekitar 50% yang tidak mematuhi program
pengobatan yang telah diberikan
Semiun (2010) menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan skizofrenia yaitu faktor predisposisi berupa
faktor genetik, kerusakan otak, peningkatan dopamine neurotransmitter, imunologi, stressor pencetus, psikososial,
kesehatan, lingkungan, sikap atau perilaku. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi diantaranya:
kekurangan gizi selama kehamilan, masalah dalam proses kelahiran, stress pada kondisi lingkungan dan stigma
(penyebab kekambuhan pasien skizofrenia) (Stuart, 2013).
Penyebab dari skizoprenia diantaranya adalah 1) Biologi: yaitu genetic, neurobiology, ketidak seimbangan
neurotransmitter (peningkatan dopamin), perkembangan otak dan teori virus. 2) Psikologis: Kegagalan memenuhi
tugas perkembangan psikososial dan ketidakharmonisan keluarga meningkatkan resiko skizophrenia. Stressor
sosiokultural, stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizophrenia dan gangguan psikotik
lainnya.
Keluarga Genain memiliki riwayat gangguan jiwa yang cukup panjang. Mr. Genain, selain itu gerakan juga
mudah menarik diri dan sensitif. Sedangkan sang ibu, Mrs. Genain, memang menunjukkan perilaku Skizofrenia
yang lebih ringan namun mengasuh keempat putrinya dengan ketat.
Ibu Mr. Genain (nenek) si kembar-pernah memiliki riwayat skizofrenia selama tiga tahun di akhir masa
remajanya. Sebelum akhir hidupnya berulang kali mengancam bunuh diri dan membunuh suaminya. Saudara-
saudara Mr. Genain -paman dan bibi si kembar-juga menunjukan perilaku gangguan mental ; pamannya adalah
seorang alkoholik, dan bibinya mengalami halusinasi pendengaran. Mr. Genain sendiri sangat ketat menjaga si
kembar, termasuk mengantar dan makan siang bersama pada waktu yang sama setiap hari hingga keempatnya
memasuki usia 20 tahun. Si kembar juga tidak boleh mengunjungi atau menerima kunjungan teman.
Jelas sudah terlihat bahwa lingkungan keluarga sangat jauh dari sehat dan ideal. Kondisi yang demikian menjadi
stres tersendiri bagi keempat wanita kembar tersebut sehingga mengaktifkan predisposisi genetik menjadi fase
aktif Skizofrenia.
Hal ini sesuai dengan yg dikemukakan oleh Semiun (2010), tidak ada keraguan tentang komponen genetik
yang kuat untuk skizofrenia terhadap mereka yang memiliki hubungan kekerabatan langsung dengan riwayat
skizofrenia atau penyakit psikiatris lainnya (misalnya, gangguan schizoaffective, gangguan bipolar, depresi, dll)
memiliki peningkatan risiko yang signifikan untuk mengembangkan skizofrenia dari populasi umum. Namun,
studi kembar telah menunjukkan bahwa transmisi genetik sederhana jauh dari keseluruhan silsilah-jika anak
kembar identik memiliki skizofrenia, risiko untuk anak kembar lain (yang memiliki gen yang sama persis seperti
saudaranya) hanya sekitar 50%. Hal ini menunjukkan kompleksitas genetika dan lingkungan yang belum dipahami
dengan baik, bukan hanya mengenai kasus kehadiran satu atau beberapa gen dalam tubuh secara otomatis memiliki
risiko tertentu untuk mengembangkan schizorphrenia. Sama halnya dengan menurut Arif (2006), menyebutkan
bahwa gen yang diwarisi seseorang, sangat kuat sehingga berpengaruh dan menjadi faktor resiko seseorang
mengalami skizofrenia.
Pengaruh lingkungan terhadap Skizofrenia
Menurut Hawari (2001), ada beberapa faktor sosiokultur yang mempengaruhi gangguan jiwa skizofrenia,
yaitu keluarga dan cara mendidik. Konflik keluarga sangat mempengaruhi perkembangan psikopatologis anak.
Konflik dalam keluarga juga akan mempengaruhi sikap atau didikan orangtua terhadap anak, dan sikap orangtua
sangat berpengaruh terhadap pola asuh kepada anak. Pola pengasuhan orangtua mempengaruhi perkembangan
perilaku sosial anak.Terjadinya psikosis atau skizofrenia kemungkinan disebabkan pada masa kanak-kanaknya
mendapatkan perlakuan kekerasan, sehingga menimbulkan trauma yang mendalam pada diri anak.
Faktor pencetus terjadinya skizofrenia dapat dipengaruhi oleh emotional turbulentfamilies, stressful life
events,diskriminasi, dan kemiskinan.Lingkungan emosional yang tidakstabil dapat juga dianggap mempunyai
risiko yang besar terhadap perkembangan skizoprenia . Pada penderita skizofrenia dikenal adanya down ward drift
hipotesis (orang yang terkena skizofrenia akan bergeser ke kelompok sosial ekonomi rendah atau gagal keluar dari
kelompok social ekonomi rendah). Social drift hypothesis menyatakan bahwa orang yang menederita skizoprenia
akan bergantung dengan lingkungan sekitar, hilangnya pekerjaan serta berkurang penghasilan.
Meskipun semua saudara perempuan secara genetik identik, gejala skizofrenia mereka berbeda. Misalnya,
Nora adalah orang pertama yang dirawat di rumah sakit pada usia 22 tahun, meskipun ia telah berhasil
hidup di masyarakat hampir sepanjang waktu sejak itu, dan telah menahan beberapa pekerjaan administrasi
jangka pendek. Iris dirawat di rumah sakit tujuh bulan setelah Nora, dan telah berada di sana, sebentar-
sebentar, selama periode yang sama. Yang berikutnya didiagnosis adalah Hester, pada usia 24. Dia
dianggap sebagai yang paling parah dari empat, dan telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di
rumah sakit di bawah pengobatan terus- menerus. Yang paling tidak terpengaruh adalah Myra, yang
terakhir menunjukkan gejala skizofrenia. Pengidap skizofrenia mempunyai masalah dalam mengendalikan
emosi, pikiran, dan perilakunya. Tanda-tanda dan gejala skizofrenia bermacam-macam, namun biasanya
skizofrenia memiliki gejala berupa delusi, halusinasi, dan berkata-kata dengan tidak wajar.
● Delusi Delusi adalah kondisi dimana seseorang merasa atau meyakini sesuatu yang bukan kenyataan
terjadi. Misalnya, merasa memiliki kemampuan terbang padahal tidak, merasa dipukul atau disakiti secara
fisik oleh orang lain padahal tidak, merasa sedang menggendong seorang anak padahal tidak ada yang
digendong, dan lain sebagainya.
● Halusinasi Halusinasi adalah mendengar dan melihat sesuatu yang tidak nyata. Orang yang menderita
skizofrenia dapat melihat dan mendengar hal-hal ini seperti orang normal.
● Kelainan Berpikir dan Berbicara Skizofrenia akan menyebabkan seseorang kesulitan untuk
berkomunikasi. Hal ini dikarenakan gangguan pada proses berpikir yang dialaminya. Seorang pasien
skizofrenia umumnya memiliki gangguan bicara sehingga sulit dimengerti oleh orang lain.
● Perilaku Abnormal Gejala lainnya dari skizofrenia adalah bertindak dan berfungsi tidak normal secara
fisik atau motorik. Seperti tidak memiliki respon terhadap panggilan sama sekali, memiliki ekspresi wajah
dan postur tubuh yang tidak wajar, dan seakan tidak memiliki emosi.
Tanda dan gejala skizofrenia akan berbeda-beda tergantung dari tingkat keparahan skizofrenia yang dialami.
Skizofrenia pada laki-laki umumnya mulai muncul pada sekitar usia 20-an, dimana skizofrenia pada wanita
muncul saat memasuki usia 30 tahun. Kasus skizofrenia pada seseorang yang berusia 45 tahun ke atas sangat
jarang terjadi.
Gangguan dalam fungsi hubungan interpersonal, fungsi kerja, perawatan diri, dan partisipasi dalam
kegiatan masyarakat seringkali mejadi karakteristik individu yang mengalami skizoprenia.Sehingga perlu
dilakukan pemulihan dan diberikan terapi untuk meningkatkan kualitas hidup (Fervaha, Foussias, Agid, and
Remington, 2012).
1) skizoprenia paranoid: ditemukan tanda berupa pikiran dipenuhi dengan waham sistemik, halusinasi
pendengaran, ansietas, marah, argumentatif, berpotensi melakukan perilaku kekerasan.
2) skizoprenia tak terorganisasi: ditemukan tanda berupa perilaku kaca, kurang memiliki hubungan, kehilangan
asosiasi, bicara tidak teratur, perilaku kacau, bingung, gangguan kognitif.
3) Skizoprenia katatonia: ditemukan tanda berupa gangguan psikomotor, mutisme, ekolalia, ekopraksia.
4) skizoprenia tak terinci: ditemukan tanda berupa waham, halusinasi, tidak koheren, perilaku tidak terorganisasi
dan
5) skizoprenia residual temukan tanda berupa minimal mengalami satu episode skizoprenik, emosi tumpul,
menarik diri dari realita, keyakinan aneh, pemikiran tidak logis, kehilangan asosiasi, perilaku esentrik
Obat antipsikosis juga dikenal sebagai `neuroleptik` dan secara salah diartikan sebagai trankuiliser mayor. Obat
antipsikosis pada umumnya membuat tenang tanpa mempengaruhi kesadaran dan tanpa menyebabkan efek
kegembiraan paradoksikal (paradoxical excitement) namun tidak dapat dianggap hanya sebagai trankuiliser saja.
Untuk kondisi seperti skizofrenia, efek penenangnya merupakan hal penting nomor dua.
Pada penggunaan jangka pendek, digunakan untuk menenangkan pasien yang mengganggu apapun psikopatologi
yang mendasarinya, bisa karena skizofrenia, kerusakan otak, mania, delirium toksik, atau depresi teragitasi. Obat
antipsikotik digunakan untuk meredakan ansietas berat tetapi ini juga hanya untuk penggunaan jangka pendek.
Hanya ada sedikit informasi tentang khasiat dan keamanan obat–obat antipsikotik pada anak–anak dan remaja, dan
kebanyakan informasi yang tersedia merupakan ekstrapolasi data orang dewasa. Tidak mungkin membuat
rekomendasi pengobatan untuk mengatasi gangguan psikosis, sindrom Gilles de Tourette dan autisme. Pengobatan
pada kondisi seperti itu harus dilakukan hanya oleh dokter spesialis yang tepat.
Skizofrenia
Obat antipsikotik meringankan gejala psikotik florid (florid psychotic symptoms) seperti gangguan berpikir,
halusinasi, dan delusi serta mencegah kekambuhan. Walaupun seringkali efektifitasnya lebih kecil pada pasien
putus obat yang apatis, tetapi terkadang bermanfaat dalam memicu efeknya. Pasien dengan skizofrenia akut
memberikan respon yang lebih baik daripada pasien dengan gejala kronik.
Pasien dengan diagnosis pasti skizofrenia, mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang dengan tujuan untuk
mencegah perubahan manifestasi penyakit menjadi kronik setelah episode pertama penyakit. Penghentian
pengobatan membutuhkan pengawasan karena pasien yang menampakkan hasil yang baik terhadap pengobatan
dapat mengalami kekambuhan yang lebih parah jika pengobatan dihentikan dengan tidak tepat. Kebutuhan untuk
melanjutkan terapi tidak dapat terlihat dengan segera karena seringkali kekambuhan tertunda selama beberapa
minggu setelah penghentian pengobatan.
Obat antipsikotik bekerja dengan menginterferensi transmisi dopaminergik pada otak dengan menghambat reseptor
dopamin D2, yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal seperti dijelaskan di bawah, serta efek
hiperprolaktinemia. Obat antipsikosis dapat mempengaruhi reseptor kolinergik, alfa adrenergik, histaminergik,
serta serotonergik. Pemilihan obat dipengaruhi oleh potensi efek samping dan sering dipandu berdasarkan kondisi
perseorangan misalnya efek psikologis dari potensi penambahan berat badan. Obat yang sering digunakan pada
anak adalah haloperidol, risperidon dan olanzapin.