Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Ilmu Ternak Potong

MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK POTONG KAMBING


ETAWA (Capra Aegagrus Hircus)

Oleh:

NAMA : RIAN FEBRIANSYAH


NIM : L1A120197
KELAS :E
KELOMPOK : III (TIGA)
ANGGOTA : 1. RAHMAD FEBRIAN
2. RIAN FEBRIANSYAH
3. RIZKI ABDULLAH M
4. YADIN OLA
5. MUH. IBRAHIM
6. SYAHRIL AZUMAN
7. SARI WAHYUNI
8. SRI AYU AZHARI
ASISTEN : DWI PUTRI SURYANINGSI

LABORATORIUM UNIT TERNAK POTONG KERJA DAN SATWA HARAPAN


JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN KONSULTASI

No. Hari/tanggal Materi Konsul Paraf

Kendari, Juni 2022


Menyetujui
Asisten Praktikum

DWI PUTRI SURYANINGSI


NIM. L1A1 19 048
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas

yang cukup tinggi. Kambing di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai ternak

penghasil daging, susu, maupun keduanya (dwiguna) dan kulit. Kambing secara

umum memiliki beberapa keunggulannya antara lain mampu beradaptasi dalam

kondisi yang ekstrim, tahan terhadap beberapa penyakit, cepat berkembang biak

dan prolifik (beranak banyak).

Populasi kambing di Indonesia sendiri masih tergolong rendah, saat ini

berjumlah sekitar 15,20 juta ekor dengan pertumbuhan populasi 5,52% per tahun

(Direktorat Jenderal Peternakan, 2010). Data mengenai bangsa kambing perah di

Indonesia sendiri belum ada, padahal kebutuhan dan konsumsi akan protein

hewani dari daging dan susu meningkat dari tahun ke tahun. Umumnya,

pemenuhan kebutuhan protein hewani, khususnya susu diperoleh dari ternak sapi

perah. Produksi susu di Indonesia pada tahun 2010 baru mencapai sekitar 26%

dari kebutuhan nasional (Direktorat Jenderal Peternakan, 2010). Defisit

penyediaan susu yang tidak terpenuhi dari sapi perah ini merupakan peluang bagi

pengembangan ternak kambing perah. Namun demikian, peternak masih banyak

menghadapi kendala dalam mengembangkan dan mengoptimalkan pemanfaatan

ternak kambing, khususnya kambing perah.

Lingkungan dan genetik merupakan dua faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup, produksi dan reproduksi makhluk hidup. Secara genetik, spesies
yang berbeda memiliki gen yang berbeda pula, sehingga perlu diketahui

perbedaan tiap gen pada bangsa maupun populasi yang sama. Kemampuan seekor

ternak mengkonsumsi pakan tergantung pada hijauan, temperatur lingkungan,

ukuran tubuh ternak dan keadaan fisiologi ternak. Konsumsi makanan akan

bertambah jika aliran makanan cepat tercerna atau jika diberikan makanan yang

berdaya cerna tinggi. Penambahan makanan penguat atau konsentrat ke dalam

pakan ternak juga dapat meningkatkan palatabilitas pakan yang dikonsumsi dan

pertambahan berat badan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ilmu ternak potong ini adalah untuk menambah

pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam hal :

1. Untuk mengetahui sistem pemberian pakan yang menyangkut pemberian

pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak kambing.

2. Untuk mengetahui sistem sanitasi perkandangan yang baik menyangkut

konstruksi kandang, peralatan kandang, serta proses sanitasi di kandang.

1.3. Manfaat

1. Dapat mengetahui sistem pemberian pakan yang menyangkut pemberian

pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak kambing.

2. Dapat mengetahui sistem sanitasi perkandangan yang baik menyangkut

konstruksi kandang, peralatan kandang, serta proses sanitasi di kandang


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kambing Etawa

Kambing peranakan etawa (PE) merupakan hasil persilangan antara

kambing etawa dari India dengan kambing kacang yang penampilannya mirip

etawa tetapi lebih kecil. Kambing peranakan etawa (PE) memiliki dua kegunaan,

yaitu sebagai penghasil susu (perah) dan kambing potong. kambing ini disebut

juga sebagai kambing jamnapari. Kambing ini merupakan kambing yang paling

populer di Asia Tenggara. Di negara asalnya kambing etawa termasuk kambing

tipe dwiguna, yakni sebagai penghasil susu dan daging. Kambing etawa memiliki

postur tubuh besar, telinga panjang menggantung, bentuk muka cembung serta

bulu di bagian paha belakang sangat panjang.

Subandriyo (2016) menyatakan bahwa ciri khas kambing Peranakan Etawa

(PE) antara lain bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, telinga

panjang, lembek menggantung dan ujungnya agak berlipat, ujung tanduk agak

melengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke belakang,

bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu panjang

dan tebal. Warna bulu ada yang tunggal putih, hitam dan coklat, tetapi jarang

ditemukan. Kebanyakan terdiri dari dua atau tiga pola warna, yaitu belang hitam,

belang coklat dan putih bertotol hitam.

Mulyono dan Sarwono (2017) menyatakan kambing peranakan etawa (PE)

merupakan hasil persilangan antara kambing etawa dari India dengan kambing

kacang yang penampilannya mirip etawa tetapi lebih kecil. Kambing peranakan
etawa (PE) memiliki dua kegunaan, yaitu sebagai penghasil susu (perah) dan

kambing potong

2.2. Sistem Pemberian Pakan

Pakan dapat di golongkan kedalam sumber protein, sumber energy dan

sumber serat kasar. Hijauan pakan ternak merupakan sumber serat kasar yang

utama yang berasal dari tanaman yang berwarna hijau agar pakan tersebut dapat

bermanfaat bagi ternak untuk menghasilkan suatu produk, pakan yang baik

memiki kandungan di dalamnya seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin

dan mineral (Rasjid, 2012). Pakan merupakan Faktor penentu produktifitas ternak,

sehingga ketersediaan pakan yang berkualitas baik merupakan persyaratan untuk

pengembangan ternak di suatu wilayah.

Pemberian pakan yang baik untuk memenuhi beberapa kebutuhan ternak

seperti kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan

dalam jumlah minimal. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok adalah

kebutuhan sejumlah minimal nutrient untuk menjaga keseimbangan dan

mempertahankan kondisi tubuh ternak. Kebutuhan tersebutdigunakan untuk

bernapas, bergerak, dan pencernaan makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan,

yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak kambing untuk proses

pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat badan. Kebutuhan untuk

reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak kambing untuk proses

produksi, misalnya kebuntingan (Megawati, 2017).

Dari jenis pakan hijauan beberapa yang cocok untuk ternak kambing antara

lain Gliricidia sepium (sengon), Leucaeca leucochepala (lamtoro), Calliandra

callothyrsus (Kaliandra) dan Indigofera sp. Jenis legumoinosa pohon biasanya


tidak digunakan sebagai pakan dasar, namun lebih sering sebagai pakan suplemen

untuk memnuhi kebutuhan protein (Akmal, 2017)

2.3. Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan secara ekstensif umumnya dilakukan di daerah yang

mahal dan sulit untuk membuat kandang, kondisi iklim yang menguntungkan, dan

untuk daya tampung kira-kira tiga sampai dua belas ekor kambing per hektar.

Sistem pemeliharaan secara ekstensif, induk yang sedang bunting dan anak-anak

kambing yang belum disapih harus diberi persediaan pakan yang memadai. Rata-

rata pertambahan bobot badan kambing yang dipelihara secara ekstensif dapat

mencapai 20-30 gram per hari (Latif, 2017).

Sistem pemeliharaan secara intensif memerlukan pengandangan terus

menerus atau tanpa penggembalaan, sistem ini dapat mengontrol dari faktor

lingkungan yang tidak baik dan mengontrol aspek-aspek kebiasaan kambing yang

merusak. Dalam sistem pemeliharaan ini perlu dilakukan pemisahan antara jantan

dan betina, sehubungan dengan ini perlu memisahkan kambing betina muda dari

umur tiga bulan sampai cukup umur untuk dikembangbiakkan, sedangkan untuk

pejantan dan jantan harus dikandangkan atau ditambatkan terpisah (Akbar, 2017)

Sistem pemeliharaan secara semi intensif merupakan gabungan

pengelolaan ekstensif (tanpa penggembalaan) dengan intensif, tetapi biasanya

membutuhkan penggembalaan terkontrol dan pemberian pakan konsentrat

tambahan. Pertambahan bobot kambing yang digemukkan secara semi-intensif,

rata-rata hanya 30-50 gram per hari. (Latif, 2017)


2.4. Manajemen Perkandangan

Lokasi kandang yang perlu mendapatkan perhatian yaitu tersedianya

sumber air, terutama untuk minum, dekat dengan sumber pakan, tersedia sarana

transportasi yang memadai, hal ini terutama untuk pengangkutan bahan pakan dan

pemasaran, areal yang tersedia dapat diperluas (Nurochmah dan Rachma, 2017).

Kandang diusahakan menghadap ke timur agar memenuhi persyaratan

kesehatan ternak. Bahan yang digunakan harus kuat, murah dan tersedia di lokasi.

Kandang dibuat panggung dan beratap dengan tempat pakan dan minum. Dinding

kandang harus mempunyai ventilasi (lubang angin) agar sirkulasi udara lebih

baik. Kambing sebaiknya dipelihara dalam kandang untuk memudahkan dalam

pengawasan terhadap kambing yang sakit atau yang sedang dalam masa

kebuntingan, memudahkan dalam pemberian pakan, dan menjaga keamanan

ternak (Zakariyah, 2016)

Sanitasi kandang merupakan suatu kegiatan pencegahan yang meliputi

kebersihan bangunan tempat tinggal ternak atau kandang dan lingkungannya

dalam rangka untuk menjaga kesehatan ternak sekaligus pemiliknya. Beberapa hal

yang dapat mempengaruhi kondisi sanitasi kandang antara lain lokasi kandang,

konstruksi bangunan kandang, kebersihan kandang dan kepadatan lalat.

Penempatan kandang sebaiknya tidak menjadi satu dengan rumah atau jarak

minimal 10 meter dari rumah maupun dari bangunan umum lainnya, lokasi

kandang lebih tinggi dari sekitarnya, tersedia air bersih yang cukup dan terdapat

tempat untuk pembuangan kotoran atau sisa pakan ternak kambing etawa. Selain

lokasi kandang, hal lain yang mempengaruhi kondisi sanitasi kandang yaitu

konstruksi bangunan kandang (Zuroida, 2018).


2.5 Manajemen Kesehatan

Manajemen kesehatan ternak dapat diartikan sebagai proses perencanaan,

pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian faktor-faktor produksi melalui

optimalisasi sumberdaya yang dimilikinya agar produktivitas ternak dapat

dimaksimalkan, kesehatan ternak dapat dioptimalkan dan kesehatan produk hasil

ternakmemiliki kualitas kesehatan sesuai dengan standar yang diinginkan.

Manajemen kesehatan ternak harus melalui suatu proses yaitu suatu cara yang

sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Untuk suatu kegiatan-kegiatan

tertentu proses-proses kegiatan harus berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi

produksi dan ekonomis serta penggunaan semua sarana dan prasarana secara

efektif dengan kaidah-kaidah yang lazim berlaku dalam kesehatan dan

kesejahteraan ternak. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan tersebut di atas

diperlukan sifat interaktif dari proses manajemen (Fitri, 2015).


BAB III
METODEOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Manajemen Pemeliharaan Ternak Potong Kambing Etawa

(Capra Aegagrus Hircus) dilaksanakan pada hari minggu 22 mei – Selesai pukul

06-00 WITA sampai selesai, bertempat di Laboratorium Satwa Harapan dan

Aneka Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum manajemen pemeliharaan ternak

Kambing Etawa (Capra Aegagrus Hircus) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Alat dan kegunaan


No Nama Alat Kegunaan
1 Timbangan Ternak Untuk menimbang bobot badan kambing
2 Timbangan Pakan Untuk menimbang pakan kambing
3 Sekop Untuk mengangkat feses
4 Gerobak Feses Untuk mengangkat feses ke pembuangan
5 Sapu lidi Untuk membersikan feses kambing
6 Selang Air Untuk menyalurkan air minum
7 Sikat Untuk menyikat lantai kandang
8 Alat Tulis Untuk menulis data

Bahan yang digunakan dalam praktikum Manajemen Pemeliharaan Ternak

Potong Kambing Etawa (Capra Aegagrus Hircus) dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Bahan dan kegunaan


No Nama Bahan Kegunaan
1 Pakan Hijauan Sebagai objek pengamatan
2 Pakan Konsetrat Sebagai objek pengamatan
3 Kambing PE Sebagai objek pengamatan
3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja praktikum Ilmu Ternak Potong adalah sebagai berikut:

a. Pembersihan kandang :

1. Kegiatan dimulai pada pagi hari pukul 06.00 – 07.00 dan pukul 16.00 – 17.00

dengan melakukan pembersihan lantai kandang dari feses dengan cara

mengangkut kotoran ke tempat penampungan.

2. Selanjutnya lantai kandang disiram untuk membersihkan sisa-sisa feses yang

masih melekat.

3. Kemudian membersihkan tempat pakan dan tempat minum

4. Menimbang sisa pakan masing-masing ternak, kemudian dicatata.

b. Penimbangan Berat Badan Kambing

1.Penimbangan kambing dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui

pertambahan bobot badan kambing dan menyesuaikan dengan jumlah pakan

yang diberikan

2. Hasil penimbangan selanjutnya dicatat sebagai bahan laporan


3.4 Diagram Alir

Menyiapkan Alat Dan Bahan

Mendengarkan Penjelasan Asisten

Membersihkan Kandang

Menimbang Berat Badan Kambing

Pemberian Pakan

Menghitung Performans Produksi Ternak

Mencatat Sisa Pemberian Pakan

Mengambil Gambar Dokumentasi

Membuat Laporan Sementara


Sementara

Membuat Laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum manajemen pemeliharaan ternak potong

kambing (copra aegragrus saercus) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengamatan


No Pengukuran Hasil
1 PBBH 0,14
2 BK 1,53
3 KP 11

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan di atas bahwa PBBH pada ternak yaitu

0,14. Hal ini berbeda dengan pendapat Nadem (2016) yang menghasilkan

pertumbuhan bobot badan harian kambing sebanyak 41,67 g/hari. perbedaan

PBBH yang dihasilkan ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan bobot badan

ternak dan lama waktu pengamatan, hal ini sesuai dengan pendapat Kartadisastra

(2013) yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi PBBH adalah bobot

badan ternak dan lama pemeliharaan. Bobot badan ternak senantiasa berbanding

lurus dengan tingkat konsumsinya. Semakin tinggi bobot tubuhnya, maka tinggi

pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Pakan dapat di golongkan kedalam sumber

protein, sumber energy dan sumber serat kasar. Hijauan pakan ternak merupakan

sumber serat kasar yang utama yang berasal dari tanaman yang berwarna hijau

agar pakan tersebut dapat bermanfaat bagi ternak untuk menghasilkan suatu

produk, pakan yang baik memiki kandungan di dalamnya seperti air, karbohidrat,

protein, lemak, vitamin dan mineral. Berdasarkan data hasil praktikum


manajemen pemeliharaan ternak potong kambing ettawa (Capra Aegagrus

Hircus) yang dilakukan selama 14 hari diperoleh bahwa BK kambing adalah 1,92

kg. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Suparman et al (2016), yang

menyatakan bahwa tingkat kecernaan BK berkisar antara 39,82%-41,23% artinya

kecernaan BK dari tiap pakan tidak mencapai 50% yang disebabkan oleh tekstur

dan nilai nutrisi dari pakan, rendahnya kecernaan BK tersebut akibat dari tingkat

degradasi yang berbeda yang disebabkan oleh kandungan serat kasar dan lignin

pada hijauan.

Konsumsi BK yaitu 1,53. Hal ini sesuai dengan pendapat Sianipar (2016)

Bahwa pada ternak kambing membutuhkan 3-4% bahan kering (BK) dari bobot

hidup. Tetapi, dapat dijelaskan alasan mengapa persentase konsumsi BK lebih

tinggi dari yang dijelaskan literatur, karena kondisi fisiologis ternak kambing

perah dalam fase laktasi awal, sehingga membutuhkan konsumsi BK pakan yang

lebih tinggi dari kondisi fisiologis tubuh normalnya. (Rasjid, 2013). Pakan

merupakan Faktor penentu produktifitas ternak, sehingga ketersediaan pakan yang

berkualitas baik merupakan persyaratan untuk pengembangan ternak di suatu

wilayah. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Suparman et al (2016), yang

menyatakan bahwa tingkat kecernaan BK berkisar antara 39,82%-41,23% artinya

kecernaan BK dari tiap pakan tidak mencapai 50% yang disebabkan oleh tekstur

dan nilai nutrisi dari pakan, rendahnya kecernaan BK tersebut akibat dari tingkat

degradasi yang berbeda yang disebabkan oleh kandungan serat kasar dan lignin

pada hijauan.

Konversi pakan yaitu 11. Hal ini sesuai dengan pendapat Harapin (2016)

bahwa konversi pakan berkisar antara 0,5 yang artinya butuh pakan sekitar 10
sampai 12 kg pakan untuk menaikan 1 kg bobot badan. Hal ini menunjukan

bahwa penggunaan pakan tersebut kurang efisien. Pendapat Ginting (2014) bahwa

merupakan aspek yang penting karena 70% dari total biaya produksi adalah untuk

pakan, pakan merupakan sumber energy utama untuk pertumbuhan dan

pembangkit tenaga bagi ternak makin baik mutu dan jumlah pakan yang di

berikan, makin besar tenaga yang di timbulkan dan makin besar pula energy yang

tersimpan dalm bentuk daging. Menurut Sutardi (2017), konversi pakan

dipengaruhi oleh kualitas pakan. Rata-rata konversi pakan berkisar antara 10,83-

12,36 yang artinya butuh pakan sekitar 10 sampai 12 kg pakan untuk menaikkan 1

kg bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pakan tersebut kurang

efisien bila dibandingkan dengan pendapat Ginting (2014) yang menyebutkan

bahwa konversi pakan pada domba atau kambing adalah 6,38- 8,02.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa

1. Pada kambing PE selama dua minggu didapatkan hasil pertambahan berat

Badan hariannya yaitu 0,14 kg, BK sebesar 1,53 kg dan PK sebesar 11 kg.

2. Sistem pemberian pakan yang menyangkut pemberian pakan yang sesuai

Dengan kebutuhan ternak kambing, membersihkan kandang, mengangkat

fases, membersihkan kotoran disekitar kandang serta lantai dan

memandikan kambing

5.2. Saran

Saran yang dapat saya berikan dari praktikum ini adalah


1. Untuk asisten yaitu agar senantiasa sabar dalam menghadapi praktikum
yang konsul laporannya kelamaan
2. Untuk teman-teman praktikan adalah meminta kerjasama dalam situasi
dan kondisi apapun
3. Untuk lab yaitu penyediaan masker untuk praktikan
DAFTAR PUSTAKA

Fitri, S. 2015. Analisis Manajemen Kesehatan Terhadap Produktivitas Ternak


Sapi Potong di PT Berdikari United Livestock (BULS) Kabupaten Sidrap.
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Jurusan Ilmu Peternakan. Uin
Alauddin Makasar.
Hartanto. 2008. Estimasi Konsumsi Bahan Kering, Protein Kasar, Total
Digestible Nutriens dan Sisa Pakan pada Sapi peranakan Simmental.
Agromedia 26(2). Hal 34-43.
Haryanti, N.W. 2009. Ilmu nutrisi Dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Kartadisastra, H. R. 2013. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak
Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.
Megawati. 2017. Evaluasi Manajemen Pemberian Pakan Terhadap Budi Daya
Ternak Sapi Potong Di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nadeem, M. A., A, Ali., A. Azi,., and A.G. Khan. 2016. Effect of Feeding Broiler
Litter on Growth and Nutrient Utilization by Barbari Goat. AJAS. Vol6
(No.1) : 73-77.
Nurochmah E, Rachma N. 2017. Hubungan sanitasi lingkungan dan jarak sumber
air ke kandang sapi dengan kejadian diare di desa sruni kecamatan musuk
Kabupaten Boyolali. J. Jur. Keperawatan. Vol. 1 (8).
Rasjid, S. 2012. The Great Ruminant Nutrisi, Pakan, dan Manajemen Produksi.
Cetakan kedua. Penerbit Brilian internasional. Surabaya.
Sandi, S., M. Desiarni., dan Asmak. 2018. Manajemen Pakan Ternak Sapi Potong
di Peternakan Rakyat di Desa Sejaro Sakti Kecamatan Indralaya
Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Vol. 7 (1).
Saputro, D. D., Burhan, R. W., Yuni, W. 2014. Pengelolaan Limbah Peternakan
Sapi Untuk Meningkatkan Kapasitas Produksi Pada Kelompok Ternak
Patra Sutera. Rekayasa. Vol. 12 (2).
Sarwono A. 2003. Produksi Ternak Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiawan, A., Tb. Benito, A.K., dan Yuli, A.H. 2013. Pengelolaan Limbah Ternak
pada Kawasan Budidaya Ternak Sapi Potong di Kabupaten Majalengka.
Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 13 (1).
Sianipar, J., R. Krisnan, K. Simanhuruk, L. P. Batubara. 2006. Evaluasi Tiga
Jenis Limbah Pertanian Sebagai Pakan Kambing Potong. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Loka Penelitian Kambing
Potong Sungei Putih, PO Box, Galang. Vol. 20(585).
Sudarmono, A.S dan Sugeng, Y.B., 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya ;
Jakarta.
Triatmojo, S. et al. 2013. Bahan Ajar Teknologi Penanganan Limbah Peternakan
Dasar, Jurusan Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.
Zuroida, R., dan R. Azizah. 2018. Sanitasi Kandang Dan Keluhan Kesehatan Pada
Peternak Sapi Perah Di Desa Murukan Kabupaten Jombang. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. Vol. 10 (4).
LAMPIRAN

PRAKTIKUM

DOKUMENTASI

JURNAL
BAB V (BAB)
PENUTUP DAN SARAN (SUB BAB)

5.1. Penutup (Judul)

Gfhgjhdsjfhisdfisdjifjsljksjkffghjkshfushufihuhduhjdhasjdbjsbjsughbsjnjaad

jabdbjsbdanhhduahnsknandjaaaaaaaaudab (ISI)

5.2. Saran

 Antara BAB dan SUB BAB (Line Spacing (3,0))

 Antara SUB BAB dan Isi (Line Spacing (2,5))

 Antara Isi dan Isi (Line Spacing (2,0))

 Antara isi dengan SUB BAB berikutnya (Spacing After PT (10)).

 Jarak dalam tabel (1,0)

Anda mungkin juga menyukai