ا ََ
berkata:
ا ۡ َ
)ِّٱّلل
ِ (ِِّنِٱس ِِّم
ِِّ خ ِِّمِٱلَّل ِمِم
ِّ وف
َ َۡ َ ۡ َ َ َۡ ا
ِّٱّلل
ِ ِِعبد:اوِضمِِكـ
ِ حِِ ِن
ِِّ عنِفت
“Dan tafkhim-kanlah huruf Lam dalam kata “Allaah”, Yang
didahului fathah atau dhammah seperti kalimat
“Abdullaah”...”
Al-Imam Ibnul Jazariy juga memberikan beberapa
َّللِِّ ََلا
ا ََ ا
peringatan terkait dengan tebal tipisnya huruf Lam:
ِ ِّ ِ:ِث ِمِال ِم
ۡ ََ ََََۡا ۡ َ ََ ا
ٱلض ِ ٱّللِِّو
ِ ِال ِ َِع ِ وۡلتلط
ِ فِو
“Kemudian (jangan menebalkan) Lam pada kata
“Lillaahi”, “Lanaa”, “Walyatalaththaf”, dan
“Waladh”.”
Huruf Lam di-tafkhim-kan pada semua
lafazh Jalaalah yang didahului oleh
fathah atau dhammah.
Adapun pada lafazh Jalaalah
yang didahului kasrah, maka
Lam dibaca tarqiq.
• Cara menebalkan huruf-huruf istifâl, seperti Alif, Lam, dan
Ra, sama dengan huruf-huruf tafkhîm yang lain, yaitu
dengan cara memperluas rongga dalam mulut sambil
membuat cekungan pada bagian tengah lidah
(menagangkan lidah) dan mengangkat bagian belakang
lidah ke langit-langit, sehingga suara ikut naik dan mulut
menjadi sempit.
• Hasilnya mulut dipenuhi dengan gema dan suara terdengar
tebal. Perhatikan gambar berikut untuk lebih memperjelas
perbedaan keadaan lidah pada saat mengucapkan Lam
tipis dan Lam tebal.
• Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum asal
huruf Ra. Apakah ia termasuk huruf mufakhkhamah
(huruf tebal) atau huruf yang bukan mufakhkhamah
(huruf tebal) juga bukan muraqqaqah (huruf tipis).
• Kebanyakan ulama menilai bahwa keadaan asal huruf
Ra adalah tafkhîm, namun tidak termasuk huruf isti’lâ
disebabkan huruf Ra bisa dibaca tarqîq. Sedangkan
syarat huruf isti’lâ adalah selalu dalam keadaan
tafkhîm.
Al-Imam Ibnul Jazariy berkata mengenai kondisi
tafkhim dan tarqiq huruf Ra:
َ ۡ َ ا َ َ َ َ
اءِإِّذَاِماِك ِِّس ِۡ
ت ِّقِٱلر ِورق ِِّ
تۡ َ َ َ َۡ َ َ ۡ َۡ َ َ
ِسِحي َثِِسكن ِ اكِبع ِدِٱلك ِِّ كذ ِ
ۡ ۡ ۡ َ ۡ َ َۡ َ
َ َّلِِ
فِٱستِّع ِ لِحر ِّ ِ إِّنِل ِمِتكن َِمِّنِقب ِِّ
َ ۡ َ َۡ َ ۡ ۡ َ ۡ َ َ
تِأص ِ
َّل تِٱلكِسةِِليس ِ ِأ ِوَِكن ِِّ ۡ ِۡ
َ ۡ َ ۡ َ
ِسِيوجدِ فِِ:ف ِّرقِِل ِّك ِ فِ ِّ ِ
وٱۡلل ِ
• Dalam bait di atas, An-Nâzhim menyebutkan
beberapa kondisi dimana kita mesti men-tarqîq-kan
huruf Ra. Namun, beliau tidak menyebutkan dalam
syairnya kapan saja huruf Ra di-tafkhîm-kan.
• Hal ini disebabkan kondisi tarqîq pada huruf Ra lebih
sedikit bila dibandingkan kondisi tafkhîm-nya.
Sehingga seolah-olah beliau berkata bahwa tarqîq-
kanlah huruf Ra pada kondisi berikut, adapun
sisanya (yang tidak disebutkan), maka tafkhîm-
kanlah.
No Keadaan Contoh Hukum
َ َ َ َ َ
ش ما خلقﵤ ِ ﵥمِن Wajib
1 Kasrah
[QS. Al-Falaq, 113: 2] Tarqîq
Sukun, sebelumnya
ََۡۡ َ َ
kasrah asli dan ﵥ َوف ِۡرع ۡون ذِي ٱَلوتادِﵤ Wajib
2
setelahnya bukan [QS. Al-Fajr, 89: 10] Tarqîq
isti’la
• Termasuk ke dalam makna kelompok no. 2 adalah:
3. Ra sukun, sebelumnya huruf sukun, dan sebelumnya
kasrah, yang merupakan qiyas (analogi) dari kondisi
tersebut. Contoh:
ۡ ٞ َ َ َ َ َۡ
حج ٍرﵤِ • ﵥهل ِِف ذل ِك قسم ِّلِي
4. Juga Ra sukun, sebelumnya Ya madd atau Lîn, yang
merupakan qiyas dari kondisi kedua. Contoh:
ٞ ۡ َ َّ ۡ ٞ َ ُ َ َ ْ ۡ َ َّ َ ٌ َ ۡ َ ُ ََ َُ َ
ﵥوٱتقوا لمثوبة مِن عِن ِد ٱَّللِ خيرﵤ ك َش ٖء ق ِديرﵤ
ِ ﵥوهو لَع
[QS. Al-Baqarah, 2: 103] [QS. Al-Mulk, 67: 1]
5. Kemudian keadaan Ra tarqiq terakhir adalah huruf Ra
yang dibaca imâlah. Imâlah artinya adalah memiringkan
suara Fathah ke arah Kasrah dan Alif ke arah Ya.
• Imâlah terdapat dua jenis: imâlah shughra dan imâlah
kubra.
• Dalam riwayah Al-Imam Hafsh, hanya terdapat satu saja
huruf Ra yang dibaca imâlah kubra. Yakni pada QS. Hûd, 11:
41 :
ۡ َ َّ
رى َها َو ُم ۡر َسى َها رﵤٜ • ﵥِمۡسِب ٱَّللِ َم
• Sedangkan imâlah shughra tidak ada dalam riwayah Al-
Imam Hafsh.
Ra Kasrah,
Ra imalah
Selain dalam kondisi yang telah disebutkan, huruf Ra
mesti dibaca tafkhîm. Rinciannya adalah sebagai
berikut:
Empat (4) dalam kondisi berhubungan fathah,
Empat (4) dalam kondisi berhubungan dengan
dhammah, dan
Dua (2) berhubungan dengan kasrah dan telah
disebutkan dalam syair.
1. Pada saat Ra sukun, sebelumnya kasrah,
setelahnya huruf isti’la:
َ َ َ
()ف ِّرقة( )ق ِّرطاس( )وإِّرصادا
2. Pada saat Ra sukun, sebelumnya kasrah
‘Aridh (Hamzah washal):
َ
()م ِّنِارتىض( )ارجعوا
1. Pada saat Ra fathah ()رمضان,
2. Pada saat Ra sukun, sebelumnya fathah
()مريم,
3. Pada saat Ra sukun, sebelumnya sukun,
dan sebelumnya fathah ()والعرص,
4. Pada saat Ra sukun, sebelumnya Alif
(mad) ()اَلار,
1. Pada saat Ra dhammah ()كفروا,
2. Pada saat Ra sukun, sebelumnya
dhammah ()القرءان,
3. Pada saat Ra sukun, sebelumnya sukun,
dan sebelumnya dhammah ()خِس,
4. Pada saat Ra sukun, sebelumnya Wawu
sukun ()اَلور,
1. Pada saat membaca washl kata:
(ِ)فرق
• Kebanyakan Ulama mengutamakan untuk
menipiskannya.
• Adapun pada saat waqf, maka para ulama
sepakat untuk menebalkannya.
2. Pada saat waqaf di dua kata:
()مرص( )القطر
• Maka, Al-Imam Ibnul Jazariy memilih untuk
menebalkan ( )مرصdan menipiskan ()القطر.
Alasannya adalah mengikuti keadaan kedua
kata tersebut pada saat dibaca washl.
3. Pada saat waqaf di kata yang huruf Ya-nya
terbuang (Ya Mahdzuf):
QS. Thâhâ, 22: 77
ۡ َ ۡ َ
QS. Asy-Syu’arâ, 26 :52 سﵤِ ﵥأ سيِ أ
Hûd, 11: 81
سﵤ ۡ َ ﵥي سي ۡ َي
QS. Al-Fajr, 89: 4 ِ ِ
ُُ ُُ
QS. Al-Qamar, 54: 16 ﵥنذرِﵤ نذرِي
QS. Asy-Syûrâ, 42: 32
َ َ ۡ َ َ ۡ
QS. Ar-Rahmân, 55: 24 ﵥٱۡلوارِﵤ ٱۡلوارِي
QS. At-Takwîr, 81: 16