Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:

1. Rati Oktavia 8. Ega Marlinda


2. Nur’Aini 9. Putri Wulandari
3. Novita Sari 10.Titi apri Zuliana
4. Elva Susanti Nasution 11.Zevi Domita
5. Mas Junaini 12.Juliana
6. Nani Nofita 13. Veva Juniati
7. Imas Ayu Utari

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan

hidayahnya sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas

sehari-hari. Penulis juga panjatkan kehadiran Allah SWT, karena hanya dengan keridhoannya

makalah Asuhan Kebidanan ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa

tanpa adanya sumber materi pembelajaran yang baik, makalah ini tidak akan terwujud dan masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan

kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut. Akhir kata penulis berharap, semoga makalah ini

dapat memberikan manfaat bagi yang membaca. Wassalamua'alaikum wr.wb .

Lebong, 03 Maret 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR....................................................................................….…

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Isu gender dalam kehidupan perempuan.........................................................


B. Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional dan lintas
sektoral ............................................................................................................
C. Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan
kesehatan .........................................................................................................
D. Dampak ketidaksetaraan sosial pada
kesehatan perempuan……………………........................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perempuan kini tengah menjadi sorotan. Di era emansipasi ini masyarakat mulai
mengakui keberadaan perempuan yang makin maju dan mulai menunjukkan diri mereka.
Keadaannya tentu berbeda ketika masyarakat belum mengenal emansipasi. Perempuan
tidak bisa bebas untuk berekspresi dan bersosialisasi dengan leluasa.
Perempuan masa kini sudah berani mengekspresikan diri dan mandiri tanpa
terkekang oleh adat dan mitos dalam masyarakat. Mereka mulai meretas karir untuk
meningkatkan kualitas dan kemampuan diri demi masa depan. Masyarakat yang mulai
merasakan kekuatan emansipasi perempuan pun mulai terbuka dan mengakui sosok
perempuan yang ingin disejajarkan dengan sesama mereka, laki-laki.
Untuk menunjukkan kemampuan diri, perempuan lebih berani dan bebas memilih
pekerjaan sesuai dengan minat mereka. Bahkan perempuan tak ragu lagi terjun ke dunia
kerja yang kerap diidentikkan dengan kaum laki-laki, salah satunya menjadi seorang
jurnalis. Bukan hal yang mengejutkan lagi perempuan menjadi seorang jurnalis, karena
pada dasarnya masing-masing individu baik itu perempuan maupun laki-laki memiliki
kesempatan yang sama, meskipun bias gender.
1. Seputar penggambaran sosok perempuan di media massa yang masih kurang sensitif
gender dan cenderung menyudutkan posisi kaum perempuan. Dalam berita kriminal,
perempuan banyak disorot terkait masalah kekerasan, penganiayaan, dan pelecehan
seksual. Perempuan digambarkan sebagai objek eksploitasi, sebagai tersangka, atau
sebagai korban. Bahkan ada anggapan bahwa perempuan dianggap ‘mengundang’
(memancing) tindak kriminalitas atas diri mereka.
2. Sebagai contoh dalam berita tentang PSK (Pekerja Seks Komersial) yang identik
dengan sosok perempuan. Kondisi berbeda terjadi di berbagai negara maju, dimana
terjadi peningkatan dalam representasi perempuan di media massa sekitar 30%-40%,
bahkan di Finlandia mencapai 49%.
3. Setidaknya angka ini bisa menjadi gambaran tentang permasalahan perempuan yang
perlu mendapat perhatian bagi media massa, sebagai kontrol sosial masyarakat lewat
pemberitaan mereka. Minimnya keterlibatan perempuan juga menjadi salah satu
penyebab suramnya gambaran perempuan di media massa. Keberadaan perempuan
jurnalis baru mulai diakui dalam kurun waktu lima puluh tahun belakangan ini,
sebelumnya hanya menjadi milik kaum laki-laki.
4. Hal ini dikarenakan dominasi kaum laki-laki kadang membuat perempuan minder
untuk masuk dalam ranah media yang maskulin. Di Indonesia, jumlah perempuan
jurnalis hanya sekitar
B. Rumusan Masalah
1. Isu gender dalam kehidupan perempuan ?
2. Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional dan lintas sectoral ?
3. Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan ?
4. Dampak ketidak setaraan sosial pada kesehatan perempuan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Isu gender dalam kehidupan perempuan.
2. Mengetahui Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional dan lintas
sectoral.
3. Mengetahui Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan.
4. Mengetahui Dampak ketidak setaraan sosial pada kesehatan perempuan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Isu Gender Dalam Kehidupan Perempuan


Pengertian Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan
hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender berbeda dari seks atau jenis
kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Ini disebabkan yang dianggap
maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim dalam budaya lain.
Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-
budaya bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin. Termasuk dalam persoalan
gender adalah pembagian peran antara laki-laki dan perempuan (di luar peran biologis
yakni hamil dan menyusui pada perempuan serta membuahi pada laki-laki), serta
kepribadian. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena Itu gender
berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan
berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan
budaya ditempat mereka berada.
Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung
jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan
dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Perbedaan gender dan jenis kelamin (seks)
adalah gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat,
dan bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain halnya dengan seks
(jenis kelamin), seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang
masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau
ciptaan Tuhan.
1. Peran Gender
Peran gender merupakan peran laki-laki dan perempuan yang dikaitkan
dengan status, lingkungan, dan budaya. Laki-laki memiliki tugas mencari nafkah,
memimpin rumah tangga, melakukan pekerjaan kasar, memperbaiki atap, menggali
sumur, dll. Perempuan mengurus anak, membersihkan rumah, memasak, mencuci
baju, dll. Peran laki-laki dan perempuan di atas adalah peran gender, yakni peran
yang diharapkan dari seorang laki-laki dan perempuan karena budaya menghendaki
demikian. Namun peran ini dapat berubah atau dipertukarkan pada lingkungan dan
budaya yang berbeda. Oleh sebab budaya selalu berubah, demikian juga peran
gender.
Tahun 90-an, perempuan tidak ada yang boleh bekerja jadi sopir, saat ini
mulai banyak sopir perempuan. Zaman dulu laki-laki tidak mengasuh anak dan tidak
mencuci baju, saat ini laki-laki mengasuh anak dan mencuci baju. Boleh jadi, pada
suatu saat nanti tidak akan ada lagi peran gender. Kepribadian. Masyarakat pada
umumnya membedakan adanya sifat kepribadian tertentu yang dianggap khas milik
perempuan dan sebagian yang lain khas miliki laki-laki. Sifat-sifat yang dianggap
khas perempuan misalnya lemah lembut, bijaksana, cerewet, religius, peka terhadap
perasaan orang lain, sangat memperhatikan penampilan, mudah menangis, tergantung
atau kurang mandiri, dan memiliki kebutuhan rasa aman yang besar.
Sifat-sifat yang khas laki-laki misalnya agresif, mandiri, kurang emosional,
objektif, kurang peka terhadap perasaan orang lain, ambisius, dominan, logis, dan
suka bersaing. Pertanyaannya, apakah hal tersebut benar boleh jadi sifat-sifat yang
khas itu memang benar. Kekhasan itu muncul karena sejak kecil masing-masing jenis
kelamin memang telah dididik untuk selaras dengan sifat-sifat itu. Misalnya saja
agresivitas. Sejak kecil laki-laki dididik untuk agresif, perkelahian anak laki-laki lebih
dimaklumi. Permainan mereka berkisar pada persaingan dan peperangan. Sebaliknya
anak perempuan dididik kurang agresif. Mereka dilarang melakukan permainan
agresif. Permainan yang diberikan pun bukan permainan agresif. Maka kemudian
menjadi wajar jika laki-laki lebih agresif ketimbang perempuan.
Wilayah sudut pemikiran dan kehidupan dengan menempatkan “perempuan”
sebagai objek pembahasan. Sedangkan tema sentralnya adalah kesetaraan antara laki-
laki dan perempuan dalam hal apapun. Pergumulan dialektika tidak terhindarkan. Isu
ini, dengan segala permasalahannya yang sangat menarik dan diperbicangkan oleh
kalangan intelektual dunia. Terbukti dengan diadakannya Konferensi Perempuan IV
Sedunia di Beijing pada tahun 1995 yang merumuskan tentang penolakan terhadap
ajaran agama yang memandang eksistensi perempuan dengan sebelah mata dan
Konferensi Durban pada Apa yang tidak bisa dilakukan oleh perempuan sekarang?
Segala sesuatunya telah terbuka untuk mereka jalani.
Dari urusan rumah tangga hingga berada di pentas terbuka, mulai urusan
domestik sampai urusan publik. Pekerjaan rumah tangga tidak lagi dianggap harga
mati untuk mereka. Tidak ada batas pembeda laki-laki dan perempuan kecuali
persoalan jenis kelamin. Hampir semua pekerjaan yang selama ini hanya dikerjakan
kaum laki-laki dan ditabuhkan bagi mereka, kini bisa dan lumrah dikerjakan oleh
kaum perempuan. Pergeseran ini dapat dilihat melalui semakin banyaknya jumlah
perempuan yang merambah wilayah publik, bahkan rela meninggalkan rumah untuk
memperoleh pekerjaan, seperti menjadi TKW di luar negeri.
Realitas tersebut merupakan wujud transformasi kesadaraan gender. Kurun
1980-an hingga sekarang isu gender banyak menyita perhatian berbagai pihak,
bahkan telah menjadi mainstream yang berpengaruh secara signifikan terhadap
perubahan sosial kemasyarakatan. Isu gender telah mendobrak setiap tahun 2001
tentang diskriminasi gender. Dalam wilayah pragmatis, paham gender berimplikasi
terhadap hubungan antara laki-laki dengan perempuan dalam status hubungan suami
istri. Kesadaran gender telah membuka ruang kesataraan antara suami dan istri dalam
posisi “equal” dalam persoalan hak dan kewajiban dalam menjalankan kehidupan
rumah tangga. Tanggung jawab perlindungan, keamanan, kesejahteraan, dan nafkah
untuk keluarga yang dulu berada dipundak laki-laki, kini juga telah diperankan oleh
perempuan.
Meski demikian untuk sebagian tokoh gender di Indonesia masih melekatkan
status “kepala keluarga” tetap berada di tangan laki-laki sebagai suami dan istri
sebagai “ibu rumah tangga” Secara sosial dan administrasi formal kepala keluarga
selalu dilekatkan kepada laki-laki sebagai suami. Namun realita kesehariannya
manajemen ekonomi rumah tangga biasanya ditum-pukan kepada perempuan sebagai
istri.
Istri yang berposisi sebagai ibu dari anak-anaknya secara naluri mempunyai
keterpanggilan untuk melindungi dan menghidupi anak-anaknya. Kebutuhan hidup
anggota keluarga menjadi ranah yang dikelola oleh ibu rumah tangga. Ibu rumah
tangga sebagai pengelola untuk kehidupan anggota rumah tangga mempunyai
tanggung jawab untuk memenej pendapatan keluarga agar dapat mencukupi
kebutuhan hidup anggota keluarga dan mendukung cita cita masa depan anggota
keluarga. Ketika pendapatan keluarga sangat minim, membutuhkan kecerdasan
khusus dalam mengelolanya sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup dan
mendukung cita cita keluarga.
Peranan perempuan yang bisa bahkan harus dimainkan dalam menguatkan
kualitas ekonomi keluarga adalah sebagai berikut:
a. Sebagai Motivator
Seorang istri harus berperan sebagai penyemangat dan motivator suami untuk
terus berusaha bagi yang belum mempunyai pekerjaan, atau tetap bersemangat
dalam bekerja agar tak malasmalasan. Mencari nafkah bagi suami adalah sebuah
kewajiban, bekerja secara profesional adalah anjuran Islam, karenanya para istri
harus ikut memastikan dan memotivasi suaminya untuk mampu merealisasikan
hal tersebut dalam kehidupannya. Bentuk motivasi sederhana lainnya adalah,
menyambut suami saat kelelahan sepulang dari kerja. Kreatif dalam membuat
suasana rumah dan anak-anak, sehingga lelah seharian itu bisa sirna dalam
sekejap mata.
b. Sebagai Auditor
Istri dapat bertindak untuk memberikan pengawasan dan kontrol, dari mana
penghasilan suami, apakah halal atau tidak? Bukan saja mengontrol dari sisi
kuantitas, jika banyak tersenyum dan jika sedikit cemberut. Namun senantiasa
mawas diri dengan penghasilan lebih suami yang tidak seperti biasa. Istri dapat
berperan sebagai auditor investigastif untuk mempertanyakan dan menyidik
darimana penghasilan lebih yang diperoleh sang suaminya.
c. Sebagai Manager
Seorang istri harus berperan sebagai manajer yang mampu mengelola dengan baik
nafkah pemberian suami meski tak seberapa besar. Cerdas mengatur pengeluaran
bulanan agar tidak terjadi defisit dalam anggaran. Mampu mengalokasikan
pengeluaran yang prioritas dan bijak dalam pembelian kebutuhan. Kartini yang
handal mampu membuat pemberian yang sedikit terasa banyak dan berkah. Suami
pun lebih merasa berharga dengan jatah bulanan yang berkah dan bersisa.
d. Sebagai Tax Officer
Peran istri adalah sebagai pemungut pajak, dalam arti mengalokasikan dan
mengingatkan dana untuk berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Bisa
berarti sedekah rutin maupun kewajiban zakat. Jangan sampai ada kealpaan atau
bahkan kesombongan bahwa dalam harta kita ada bagian dari sang fakir miskin.
Peran istri mengingatkan dan memastikan bahwa pajak akhirat itu telah terlaksana
sedemikian rupa.
e. Sebagai stakeholder
Bisa jadi ada suatu kondisi yang membuat istri bekerja di luar rumah, maka
perannya pun bertambah ikut menjadi stakeholder keuangan keluarga. Tidak ada
larangan dalam masalah ini, sepanjang menjaga suasana kerja tetap islami dan
terhindar dari segala godaan dan fitnah zaman yang terus berkembang. Dukungan
dan izin dari suami mutlak diperlukan dan jangan sampai alasan kerja menjadikan
tugas-tugas kerumah tanggaan terbengkalai, apalagi yang berhubungan dengan
pendidikan dan kasih sayang untuk anak-anak.

B. Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional dan lintas sectoral


Program Pemberdayaan Perempuan merupakan usaha sistematis dan terencana
untuk mancapai kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat. Realita yang terjadi: sebagai sumber daya insani, potensi yang dimiliki
perempuan dalam hal kuantitas maupun kualitas tidak di bawah laki-laki. Namun
kenyataannya masih dijumpai bahwa status perempuan dan peranan perempuan dalam
masyarakat masih bersifat subordinatif dan belum sebagai mitra sejajar dengan laki-laki,
dibutuhkan Program Pemberdayaan Perempuan perempuan perlu diberdayakan ketidak
adilan terhadap kaum perempuan (sebagai gejala global). Perempuan menjadi serba
tertinggal dan terbelakang (tidak berdaya, subordinatif, sehingga menghambat
pembangunan) Perempuan perlu diberdayakan (realisasi program permberdayaan
perempuan, perempuan memiliki akses dalam pembangunan)
Realita yang berkembang di masyarakat, berkembang sikap dan tindakan
diskriminatif terhadap perempuan, yakni mendiskreditkan perempuan sebagai jenis
kelamin yang lebih rendah dibandingkan laki - laki, sehingga telah mengakibatkan kaum
perempuan harus mengalami hambatan perkembangan dalam berbagai bidang kehidupan,
bahkan terancam kehidupannya. Gender merupakan pembedaan peranan, status,
pembagian kerja yang dibuat suatu masyarakat berdasarkan jenis kelamin Perbedaan
peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah dan diubah sesuai
perubahan zaman
 Fenomena/Bentuk - Bentuk Ketidakadilan Gender Yang Berkembang Di Masyarakat
1. Subordinasi (Penomorduaan)
Perempuan tidak memiliki peluang untuk mengambil keputusan bahkan
menyangkut dirinya, perempuan harus tunduk pada keputusan yang diambil oleh
laki-laki : Penempatan perempuan di rumah Keputusan keluarga mamberikan
kesempatan lebih pada laki-laki untuk meraih pendidikan, keterampilan maupun
karier Tidak memiliki kebebasan untuk menentukan masa depan Dianggap lemah
untuk memimpin suatu kelompok Tidak memiliki hak pengelolaan ekonomi
keluarga Tidak berhak menerima warisan
2. Marginalisasi (peminggiran ekonomi)
Peminggiran ekonomi perempuan adalah lemahnya kesempatan perempuan
terhadap sumber-sumber ekonomi. Meskipun perempuan bekerja di sawah, kebun
atau pasar mereka sering tidak mendapatkan hasil keringatnya, tidak memiliki
kekuasaan mengatur hasil keringatnya Program-program peningkatan
keterampilan maupun pengembangan ekonomi keluarga sering bias laki laki,
karena hanya kaum laki-laki yang dianggap penting untuk mengikuti program
tersebut
3. Beban kerja berlebih
Kaum perempuan pada umumnya memiliki tiga peran (triple role) yakni peran
produktif, reproduktif dan memelihara masyarakat : Jam kerja perempuan lebih
panjang Tidak ada kesempatan untuk melakukan hal-hal di luar rutinitasnya, tidak
ada kesempatan untuk pengembangan diri
4. Cap-cap negatif (sterotip)
Berkembang gambaran-gambaran yang negatif terhadap kaum perempuan yang
belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya,sehingga menutup
kesempatan diberbagai bidang, seperti ekonomi, politik maupun budaya : Kaum
lemah Emosional Tidak rasional Lebih cocok pada peran domestic
5. Kekerasan
Kekerasan berbasis gender adalah kekerasan terhadap perempuan baik dalam
bentuk fisik maupun psikologis dikarenakan posisi perempuan yang tidak
menguntungkan : Perkosaan, termasuk dalam percintaan, perkawinan Serangan
fisik, penyiksaan Prostitusi, trafficking Pornografi-pornoaksi Pemaksaan dalam
KB Pelecehan seksual ( nyata maupun terselubung ).

 Tujuan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan


Untuk meningkatkan status, posisi dan kondisi perempuan agar dapat mencapai
kemajuan yang setara dengan laki-laki, untuk membangun anak Indonesia yang sehat,
cerdas, ceria dan bertaqwa serta terlindungi Strategi Nasional Program Pemberdayaan
Perempuan:
1. Pembangunan nasional berperspektif gender dan peduli anak
2. Pengembangn kemitrasejajaran yang harmonis antara perempuan dan laki-laki
3. Pengembangn kemitraan dan jaringan kerja
4. Pengembangan indicator
5. Pengembangan sistem penghargaan
6. Perluasan pendidikan bagi anak perempuan
7. Pengembangan sistem informasi manajemen
 Kebijakan Dasar Pemberdayaan Perempuan
Pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional dilakukan melalui one
door policy atau kebijakan satu pintu. Peningkatan kualitas SDM perempuan,
pembaharuan hukum dan peraturan perundang-undangan, penghapusan kekerasan
terhadap perempuan, penegakan hak asasi manusia (HAM) bagi perempuan,
peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak, pemampuan lembaga pemerintah
dalam pemberdayaan perempuan peningkatan peran serta masyarakat perluasan
jangkauan pemberdayaan perempuan, peningkatan penerapan komitmen internasional
Realisasi Pemberdayaan Perempuan Meningkatkan kedudukan dan peranan
perempuan di berbagai bidang kehidupan. Meningkatkan peran perempuan sebagai
pengambil keputusan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan
mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan. Meningkatkan komitmen dan
kemampuan semua lembaga yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender
Mengembangkan usaha pemberdayan perempuan, kesejahteraan keluarga dan
masyarakat serta perlindungan anak.

C. Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan

Untuk memadukan konsep gender dengan program pembangunan kesehatan, ada


baiknya untuk melihat kembali beberapa konsensus global dalam bidang kesehatan yang
secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan konsep pengarusutamaan gender.
Pada tahun 1948, Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organisation/WHO)
menyepakati antara lain bahwa derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu
hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, jenis kelamin,
politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya.

Kemudian pada tahun 1980, WHO juga rnendeklarasikan Health for All 2000
yang isinya rnenghimbau kepada semua anggota WHO, supaya melakukan langkah
dalarn pembangunan kesehatan sehingga derajat kesehatan setiap orang meningkat. Di
Indonesia, pengembangan komitmen global ini dilaksanakan melalui misalnya dengan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 1982 dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang bidang Kesehatan (RPJPK). Selanjutnya saat memasuki abad XX Indonesia telah
menetapkan "Indonesia Sehat 2010" sebagai visi pembangunan kesehatan.

Secara khusus untuk mengatasi ketertinggalan kaum perernpuan telah disepakati


berbagai macam komitmen antara lain Konperensi Sedunia tentang Hak Asasi Manusia di
Vienna tahun 1993 yangm mengemukakan bahwa hak perempuan merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang bersifat uni versal. Karena kesehatan merupakan salah satu hak
asasi bagi setiap insan manusia, maka perempuan pun berhak untuk memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai hak asasinya. Hal ini dimantapkan lagi pada
Konperensi Intemasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (CPD) tahun 1994 di
Kairo yang meletakkan dasar bagi rekomendasi yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi dan hak reproduksi perempuan dan laki-laki.

Komitmen global lain yang mengaitkan kesehatan dengan isu gender adalah
Konperensi Perempuan Sedunia IV tahun 1995 di Beijing, yang menyebutkan bahwa
"Perempuan dan Kesehatan" sebagai satu dari 12 bidang kritis yang dikernukakan dalam
rencana aksi ini. Sebagai Negara yang ikut menjadi peserta dan menandatangani
deklarasi, maka sudah seharusnya Indonesia rnelaksanakan komitmen ini dengan sebaik-
baiknya. Komitmen penting lain yang disepakati Indonesia dalam bidang kesehatan
adalah upaya global pemberantasan AIDS, tuberkulosis dan malaria (Global ATM) dan
untuk melaksanakan upaya tersebut Indonesia merupakan salah satu negara yang
mendapat bantuan dana global.

Masalah gender dalam bidang kesehatan tidak semata-mata hanya menjadi


tanggung jawab sektor kesehatan, karena masalah ini terkait dengan sektor-sektor
lainnya, seperti sosial ekonomi, budaya, politik, pendidikan, pertanian dan sebagainya.
Sehingga masalah gender, yang berupa ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender, dalam
sektor kesehatan terkait pula dengan masalah-masalah di luar sektor kesehatan. Menurut
WHO, masalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dalam sektor kesehatan dapat
dijumpai pada banyak kebijakan dan program pembangunan kesehatan.

Namun, hal ini oleh banyak penentu kebijakan, perencana program dan penyedia
pelayanan (health provider) tidak dianggap/dikenali sebagai masalah yang serius.
Ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender ini dijumpai dalam beberapa bentuk gender
inequality, yaitu perbedaan akses pada pelayanan kesehatan antara penduduk laki-laki
dan perempuan, perbedaan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penduduk
laki-laki dan perempuan, dan bias gender dalam riset medis.

Dalam perspektif gender, beberapa masalah pokok kesehatan yang mendapat


prioritas dalam penanganannya, seperti Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi,
pemberantasan tuberculosis paru, malaria, HIV/AIDS, masalah gizi masyarakat dan
masalah lingkungan yang tidak sehat sangat terkait dengan isu gender. Hal penting inilah
yang belum mendapat perhatian dan pemahaman yang mendalam dan konsisten dari para
pembuat kebijakan kesehatan.

Rendahnya status kesehatan perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sebagai


akibat faktor sosial budaya, misalnya, telah berdampak pada tingginya angka kematian
ibu dan besarnya berbagai masalah kesehatan perempuan lainnya. Untuk mengatasi
permasalahan ini diperlukan berbagai upaya yang memperhatikan isu gender dan
dilaksanakan bersama oleh berbagai sektor terkait, misalnya sektor yang menangani
budaya, ekonomi, dan pendidikan.

Selama ini kebijakan dan program pembangunan kesehatan pada umumnya sudah
dilaksanakan untuk seluruh penduduk, dengan tidak membedakan sasaran laki-laki dan
perempuan, kecuali program yang dirancang khusus untuk laki-laki atau perempuan.
Ternyata dengan kebijakan dan program yang bersifat "netral gender atau buta gender
ini,sering dijumpai adanya kesenjangan dalam pelaksanaan serta dampak yang terjadi
pada penduduk laki-laki dan perempuan. Beberapa contoh antara lain:

1. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


Selama ini urusan kehamilan dan melahirkan dianggap hanya urusan perempuan,
sementara kedudukan perempuan pada r"rmumnya masih rendah dibandingkan
lakilaki, sehingga perempuan sulit memutus kanapa yang menjadi kebutuhan dan
haknya.
2. Program Lingkungan Sehat, Penyehatan Air dan Sanitasi
Perempuan lebih banyak menerima beban keda untuk kesehatan lingkungan dan
sanitasi di rumah tangga, sementara sosialisasi program lingkungan sehat,
perryehatan air dan sanitasi lebih banyak ditujukan pada laki-laki.
3. Program Pemberantasan Penyakit Malaria
Kejadian penyakit malaria lebih banyak pada laki-laki, tetapi dampaknya jauh lebih
berbahaya pada perempuan, khususnya saat hamil, karena dapat berakibat buruk pada
janin/bayi (dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, lahir prematur dan lahir
dengan berat badan lahir rendalVBBLR), maupun pada ibu (malaria serebral,
anemia), sefta resiko kematian pada perempuan meningkat 2-10 kali dibandingkan
laki-laki.
4. Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru
Penderita tuberkulosis pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan karena lebih
banyak berobat dan tercatat di tempat pelayanan kesehatan, sedangkan penderita
perempuan jarang/tidak pergi berobat ke tetnpat pelayanan kesehatan, sehingga
kurang/tidak terekam; sementara potensi penularan oleh penderita pelempuan pada
anggota keluarga yang lain jauh lebih besar dan tentunya berdampak lebih besar
terhadap kesembuhannya.
5. Program Penanggulangan HIV/AIDS
Laki-laki pada umumnya tidak dianggap sebagai sumber penularan HIV/AIDS,
sedangkan perempuan baik-baik sering dianggap tidak akan tertular HIV/AIDS.
6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat,
Penyediaan makanan yang bergizi lebih diutamakan kepada bapak dan anak laki-laki
dari pada ibu dan anak perempuan

D. Dampak ketidak setaraan sosial pada kesehatan perempuan


Ketidakadilan gender mulai dirasakan oleh para kaum perempuan sebagai bentuk
diskriminasi. Diskriminasi ini berasal dari budaya patriarki yang tidak terkendali. Budaya
patriarki merupakan suatu sistem dari struktur dan praktik sosial dimana laki-laki lebih
mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi kaum perempuan (Walby, 1990).
Salah satu bentuk budaya patriarki ditandai dengan banyaknya kasus kekerasan
dalam rumah tangga yang merugikan kaum perempuan. Dikeluarga perempuan hanya
dianggap sebagai sumber tenaga domestik yang tak dibayarkan untuk melestarikan
pekerja laki-laki (suami mereka) serta melahirkan dan membesarkan anak-anak mereka
yang kelak menjadi tenaga kerja generasi baru (Jones, et.al, 2016).
Sedangkan ketika perempuan memasuki dunia kerja yaitu dengan menjadi tenaga
kerja, perempuan dipandang masih tergantung secara ekonomi kepada suami mereka
sehingga diberi upah yang rendah, status yang rendah, dan bekerja hanya separuh waktu.
Praktek diskriminasi pada perempuan ini mengakibatkan rendahnya partisipasi
perempuan dalam pembangunan sehingga menyebabkan suatu kesenjangan gender atau
ketidaksetaraan gender. Ketidakadilan gender yang terjadi di berbagai negara tentu
berbeda–beda tergantung pada budaya spesifik dari setiap negara. Secara khusus isu-isu
kesetaraan gender memainkan peran kunci dalam mendorong partisipasi ke pasar tegara
kerja bagi perempuan dan memiliki pengaruh penting serta berkelanjutan dalam proses
pembuatan kebijakan di negara-negara Eropa (Almudena Moreno Minguez & Isabella
Crespi, 2017; Patricia C. Salinas and Claudia Bagni, 2017).
Disisi lain budaya dan agama juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
pelaksanaan kesetaraan gender. Seperti pada masyarakat Aceh, anak laki-laki sejak kecil
sudah bebas berada di dapur bersama-sama dengan ibu dan saudara perempuannya
(Nurlian & Daulay,2008). Akan tetapi, di daerah lain anak laki-laki yang terlalu sering
berada di rumah akan diejek oleh teman-temannya karena dianggap aneh atau asing.
Sedangkan pengaruh agama dalam pelaksanaan kesetaraan gender di negara- negara Arab
masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari penelitian sebelumnya yangdilakukan oleh
Veronica V. Kostenko, Pavel A. Kuzmuchev & Eduard D. Ponarin(2015) dari hasil
penelitiannya melaporkan bahwa hanya sekelompok orang yang mendukung kesetaraan
gender (17%) dari total populasi. Sebagian besar menyatakan mendukung terhadap
adanya demokrasi tetapi tidak untuk kesetaraan gender. Hal ini tentu dipengaruhi dan
dibentuk melalui agama, tingkat pendidikan, dan status sosial di negara-negara Arab.
Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya dan agama juga berperan dalam
pelaksanaan kesetaraan gender. Kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep
yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk
mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa
pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku
(Arkaniyati, 2012).
Kesetaraan gender di Indonesia mulai diprogramkan pada saat ditetapkannya
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan
gender,artinya pemahaman terhadap kesetaraan gender di masyarakat mulai dibangun
pada tahun 2000-an. Namun tidak semua masyarakat memahami makna dari kesetaraan
gender sehingga pelaksanaan kesetaraan gender didalam keluarga dirasa masih jauh dari
harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian mendalam untuk mengeksplorasi sejauh
mana persepsi masyarakat mengenai kesetaraan gender di dalam masyarakat mengenai
kesetaraan gender di dalam keluarga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan
hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender berbedadari seks atau jenis
kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis.Ini disebabkan yang dianggap
maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim dalam budaya lain.
Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-budaya
bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin.
Termasuk dalam persoalan gender adalah pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan (di luar peran biologis yakni hamil dan menyusui pada perempuan serta
membuahi pada laki-laki), serta kepribadian. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan
Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya
laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur,
ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada.
B. Saran
Diharapakan agar makalah ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita sebagai mahasiswa
untuk mencegah terjadinya gender di lingkungan kita.
DAFTAR PUSTAKA

Siti Isfandari,dkk. Dinamika Jender Terhadap Akses Pelayanan Kesehatan Maternal Sembilan
Etnis Di Indonesia.2018: Jakarta.
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/hsr/article/download/652/940. Akses 23
Juni 2021.

BAPPENAS,DPA,CIDA. Analisis Cender dalam Pembangunan Kesehata.2002:Jakarta.


https://www.bappenas.go.id/files/3413/8146/3294/buku-9-analisis-gender-dalam-
pembangunan- kesehatan_201307121436503828_0.pdf. Akses 23 Juni 2021

Anita Dhewy,Perempuan dan Kesehatan.2018 : Jakarta.


http://www.jurnalperempuan.org/uploads/1/2/2/0/12201443/jp102-cjp.pdf. Akses 23 Juni
2021

Mujahidah.Dinamika Gender Dan Peran Perempuan Dalam Ekonomi Keluarga 2008:


Makasarhttps://journal.iaingorontalo.ac.id Askes 23 Juni 2021.

Anda mungkin juga menyukai