Anda di halaman 1dari 150

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS FARMASI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA SELATAN
PERIODE 12 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2021

Disusun Oleh:

Cerelia Apta Valentin, S.Farm. (2020001132)


Gemala Hikmatussalam, S.Farm. (2020001201)
Meisy Lantika Afriani, S.Farm. (2020001150)
Noviani Ester Marpaung, S.Farm. (2020001158)
Trisetyawati Aritonang, S.Farm. (2020001184)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIYERSITAS PANCASILA
JAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
FATMAWATI JAKARTA SELATAN
PERIODE 12 AGUSTUS — 30 SEPTEMBER 2021

Disusun Oleh:

Cerelia Apta Valentin, S.Farm. (2020001132)


Gemala Hikmatussalam, S.Farm. (2020001201)
Meisy Lantika Afriani, S.Farm. (2020001150)
Noviani Ester Marpaung, S.Farm. (2020001158)
Trisetyawati Aritonang, S.Farm. (2020001184)

Disetujui Oleh:

apt. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm apt. Hesty Utami R., M.Clin Pharm,
NIP. 196212191990022001 PhD

Pembimbing PKPA RS NIDN. 0316078205


Pembimbing PKPA Fakultas
Farmasi Universitas Pancasila

Tanggal : .................................
Tanggal :...............................................
.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
karunia dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dilaksanakan pada tanggal 12
Agustus 2021 – 30 September 2021, serta atas penyertaan dan izin-Nya kami juga
telah menyelesaikan penulisan dan penyusunan Laporan PKPA sebagaimana
mestinya.
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila yang bertujuan agar setiap calon
Apoteker memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan, serta mendapatkan
gambaran yang jelas tentang Rumah Sakit Fatmawati sehingga lebih siap untuk
terjun ke masyarakat dan menjalankan profesinya sebagai Apoteker.
Kami sepenuhnya menyadari dalam penyusunan laporan ini tentu
masih banyak kekurangan dan dapat melakukannya tidak lepas dari bantuan,
arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. apt. Shirly Kumala, M. Biomed, selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
2. apt. Hesty Utami R., M. ClinPharm, PhD, selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Pancasila sekaligus Dosen
Pembimbing PKPA Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
3. apt. Dra. Setianti Haryani, M. Farm, selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati.
4. apt. Dra. Alfina Rianti.,M.Pharm selaku Dosen Pembimbing PKPA Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati.
5. Dr. Apt. Ahmad Subhan, S.Si, M.Si. selaku Dosen Pembimbing PKPA
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
6. Seluruh Staf dan Karyawan di Gedung Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati,
Depo Farmasi Gedung Bougenville, Gudang Instalasi Farmasi, Gedung
Instalasi Rawat Jalan Lantai 1 dan Lantai 3, Gedung Rawat Inap Teratai
iii
dan Gedung Program Terapi Rumatan Metadon yang telah memberikan
bimbingan dan bantuannya selama kami melaksanakan PKPA.
7. Seluruh Tenaga Kesehatan dan Teman Sejawat di RSUP Fatmawati yang
telah membantu dan bekerjasama selama kami melaksanakan PKPA.
8. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara
moral maupun material.
Dengan disusun dan ditulisnya laporan ini kami harapkan mampu
memberikan gambaran tentang pemahaman dan kompetensi yang telah kami
dapatkan dan telah kami pelajari selama melakukan PKPA di RSUP Fatmawati
dan setiap ilmu dan kompetensi yang kami peroleh dapat kami aplikasikan
dalam praktek profesi Apoteker di Rumah Sakit. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi setiap pihak yang terlibat dan berkepentingan di dalamnya.

Jakarta, November 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. MANFAAT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. RUMAH SAKIT
B. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
C. TIM FARMASI DAN TERAPI
D. TENAGA KEFARMASIAN
E. REKAM MEDIS
F. AKREDITASI RUMAH SAKIT
BAB III TINJAUAN KHUSUS
A. RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
B. INSTALASI FARMASI RSUP FATMAWATI
C. MANAJEMEN RUMAH SAKIT
D. FORMULARIUM RSUP FATMAWATI
E. ISB (INSTALASI STERILISASI DAN BINATU)
BAB IV PEMBAHASAN
A. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)
B. INSTALASI GUDANG FARMASI.....................................................................46
C. PRODUKSI FARMASI STERIL DAN NON STERIL........................................48
D. DEPO FARMASI RAWAT JALAN.................................................................... 53
E. PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON.....................................................56
F. DEPO BOUGENVILLE....................................................................................... 59
G. DEPO TERATAI.................................................................................................. 63
H. MAKSUD DAN TUJUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN
PENGGUNAAN OBAT (PKPO)
I. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO) RSUP
FATMAWATI
J. PENERAPAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 72 TAHUN
2016 DI RSUP FATMAWATI

v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Maksud dan Tujuan PKPO...............................................................73


Tabel 4.2 Penerapan PKPO di RSUP Fatmawati..............................................79
Tabel 4.3 Penerapan PMK No.27 Tahun 2016 di RSUP Fatmawati................110

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUP Fatmawati..........................................129


Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati..............130
Lampiran 3. Alur Perencanaan Sediaan............................................................131
Lampiran 4. Alur Penerimaan Barang oleh Tim Penerimaan...........................132
Lampiran 5. Alur Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP................133
Lampiran 6. Alur Pengelolaan Obat Kadaluwarsa...........................................134
Lampiran 7. Alur Pemantauan Terapi Obat (PTO)...........................................135
Lampiran 8. Alur Pemberian Informasi Obat (PIO).........................................136
Lampiran 9. Alur Pemberian Obat Pasien Rawat Inap.....................................137
Lampiran 10. Alur Visite/Ronde.......................................................................138
Lampiran 11. Alur Produksi Obat Kemoterapi.................................................139
Lampiran 12. Tahap Pengecekan Resep...........................................................140

viii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan
masyarakat. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental, dan sosial,
bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Menurut
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Upaya
kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Upaya ini dapat terlaksana dengan adanya fasilitas
kesehatan seperti rumah sakit, klinik, apotek, praktek dokter, dan lain-
lain (1).
Menurut permenkes 72 tahun 2016, Rumah sakit merupakan
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat
digunakan untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian, serta
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan.
Sedangkan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (2).
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (Quality of life) (3). Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No 72 Tahun 2016 meliputi Standar Pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, dan Standar
2

Pelayanan Farmasi Klinik. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan
administrasi. Sedangkan Pelayanan Farmasi Klinik meliputi pengkajian
dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi
obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan
Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril, dan pemantauan
kadar obat dalam darah (2).
Peran Apoteker diperlukan pada pelayanan kefarmasian dalam
penggunaan obat dan alat kesehatan. Apoteker bertanggung jawab dalam
menjamin pengobatan yang diberikan aman, efektif dan rasional. Seiring
berkembangnya zaman, Apoteker tidak lagi hanya berorientasi kepada
produk (product oriented) tapi juga harus berorientasi pada pasien
(patient oriented). Perubahan orientasi pekerjaan kefarmasian ini
menuntut Apoteker untuk memiliki pengetahuan dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian baik pengolahaan obat dan alat kesehatan maupun
pelayanan farmasi klinik.
Peran Apoteker sangat berpengaruh dalam mengatur setiap bagian
dari pelayanan kefarmasian baik dalam aspek managerial maupun klinis
di rumah sakit. Dalam rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan
keterampilan, maka Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Fakultas
Farmasi Universitas Pancasila menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang bekerjasama dengan Rumah Sakit Umum Pusat
(RSUP) Fatmawati Jakarta untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di
rumah sakit, meningkatkan dan melatih keterampilan komunikasi dan
interaksi dengan berbagai profesional kesehatan lain di rumah sakit,
mempersiapkan calon apoteker untuk memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang mampu melakukan Inter Professional Colaboration
(IPC), serta memberi gambaran nyata tentang permasalahan dan solusi
masalah dalam pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.
3

B. TUJUAN
Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan pengalaman mengenai pelayanan kefarmasian dan etik
di rumah sakit, sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di
rumah sakit, sehingga mampu menjalani profesi Apoteker secara
professional, handal, mandiri dan bertanggung jawab di rumah sakit.
2. Memahami peranan, tugas dan tanggung jawab Apoteker di rumah
sakit dalam aspek manajemen maupun klinis, serta memahami
praktek kefarmasian secara professional dan etik di rumah sakit,
sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
3. Mampu menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik dengan tenaga
kesehatan maupun pasien atau keluarga pasien secara profesional.

C. MANFAAT
Manfaat dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, laporan ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukan bagi pelaksanaan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang
berpedoman pada Permenkes No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
2. Mahasiswa dapat berperan aktif dan berkontribusi langsung dengan
melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit sesuai dengan
Permenkes No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit serta mendapatkan pengalaman bekerja
di lapangan sehingga memiliki kompetensi dan pengalaman praktis
dalam melaksanakan tugas pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
3. Mahasiswa mampu belajar bagaimana profesi Apoteker menjalani
praktek profesinya secara professional, handal, mandiri dan
bertanggung jawab di rumah sakit dalam menjalin kerjasama dan
komunikasi dengan tenaga kesehatan lain, pasien maupun keluarga
pasien.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. RUMAH SAKIT

1. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada msyarakat. Rumah
sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik. (3)
Rumah sakit berdasarkan PERMENKES nomor 3 tahun 2020 adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat (4).

2. Tujuan dan Fungsi Rumah Sakit


Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit melaksanakan pelayanan
kesehatan dengan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan kegiatan penyembuhan pemeliharaan yang dilaksanakan
secara serasi dan terpadu dengan upaya melaksanakan upaya rujukan (5).
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan
hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan
pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Pengaturan penyelenggaraan Rumah
Sakit bertujuan:

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan


kesehatan;
5

b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,


lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah
sakit; dan
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit
mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan;

3. Hak dan Kewajiban


Setiap rumah sakit mempunyai hak:
1. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai
dengan klasifikasi rumah sakit;
2. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,
insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
3. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan
pelayanan;

4. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang- undangan; Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

5. Mendapatkanperlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan


kesehatan;
6

6. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

7. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit
yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan.

Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban (2):


a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit
kepada masyarakat;
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin;
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar
biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. Menyelenggarakan rekam medis;
i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita
menyusui, anak-anak, lanjut usia;
j. Melaksanakan sistem rujukan;
k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang-undangan;
l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
7

n. Melaksanakan etika Rumah Sakit;


o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana;
p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik
secara regional maupun nasional;
q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran
atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit
(hospital by laws);
s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas
Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan
tanpa rokok.

4. Klasifikasi
Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit. Rumah Sakit diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan
dan pengelolaan.
1. Jenis Pelayanan
a. Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit
umum dikategorikan menjadi:

1) Rumah Sakit Umum Kelas A


Rumah Sakit umum kelas A memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah. Rumah sakit dengan
kemampuan dan fasilitas pelayanan medik minimal memiliki
pelayanan gawat darurat, harus diselenggarakan 24 jam sehari
secara terus menerus, 5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lain,
13 subspesialis, pelayanan medik spesialis gigi dan mulut
9

2) Rumah Sakit Umum Kelas B


Rumah Sakit umum Kelas B yang memiliki jumlah tempat tidur
paling sedikit 200 (dua ratus) buah. Rumah Sakit dengan
kemampuan dan fasilitas pelayanan minimal: 4 (empat) spesialis
dasar, Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua
puluh empat) jam sehari secara terus menerus, 4 (empat) spesialis
penunjang medik, pelayanan medis spesialis lain paling sedikit
berjumlah 8 (delapan) pelayanan dari 13 (tiga belas) pelayanan
yang, subspesialis dasar paling sedikit berjumlah 2 (dua) pelayanan
subspesialis dari 4 (empat) subspesialis dasar, pelayanan medik
spesialis gigi dan mulut, paling sedikit berjumlah 3 (tiga)
pelayanan.

3) Rumah Sakit Umum Kelas C


Rumah Sakit umum Kelas C yang memiliki jumlah tempat tidur
paling sedikit 100 (seratus) buah. Rumah Sakit dengan kemampuan
dan fasilitas pelayanan medik minimal: Pelayanan gawat darurat,
harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara
terusmenerus, 4 (empat) spesialis, spesialis penunjang medik
meliputi pelayanan, pelayanan medik spesialis gigi dan mulut
paling sedikti berjumlah 1(satu) pelayanan
4) Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit umum Kelas D memiliki jumlah tempat tidur paling
sedikit 50 (lima puluh) buah. Rumah Sakit umum kelas D dengan
kemampuan dan fasilitas pelayanan medik minimal: Pelayanan
gawat darurat harusdiselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam
sehari secara terusmenerus, pelayanan medik spesialis dasar paling
sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) pelayanan medik spesialis, pelayanan
medik spesialis penunjang meliputi pelayanan radiologi dan
laboratorium.
b. Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang
9

atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan


9

umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.


1) Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah Sakit khusus Kelas A yang memiliki jumlah tempat tidur
paling sedikit 100 (seratus) buah. Memiliki pelayanan gawat
darurat, pelayanan spesialistik lain penyakit dalam, kesehatan anak,
bedah, obstetrik ginekologi, anestesi, patologi klinik dan radiologi.
2) Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah Sakit khusus Kelas B yang memiliki jumlah tempat tidur
paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) buah. Memiliki pelayanan
gawat darurat, memiliki pelayanan spesialistik lain bedah, anestesi,
patologi klinik dan radiologi.
3) Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit khusus Kelas C yang memiliki jumlah tempat tidur
paling sedikit 25 (dua puluh lima) buah. Memiliki pelayanan gawat
darurat, memiliki pelayanan spesialistik lain patologi klinik.

2. Berdasarkan Pengelolaannya
1) Rumah Sakit Publik
Rumah Sakit Publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit
Publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola
Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi
Rumah Sakit Privat.

2) Rumah Sakit Privat


Rumah Sakit Privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Persero.
10

B. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT


1. Definisi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas
dirumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu oleh
beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan kefarmasian (7).
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh. Pelayanan farmasi
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyedian obat yang bermutu,
termasuk pelayanan klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
(8). Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit
(3). Menurut UU No 44 Tahun 2009, Instalasi farmasi adalah bagian dari
rumah sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan,
mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta
melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit (2).

2. Manfaat IFRS
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai
satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit
akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
11

5. Pemantauan Terapi Obat;


6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akurat;
8. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
9. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.

3. Tugas dan Fungsi


Berdasarkan Kepmenkes No 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional
serta sesuai prosedur dan etik profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
5. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian;
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit (8).

4. Fungsi Instalasi Farmasi


a) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai:
12

1) Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;

2) Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal;

3) Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
sesuai ketentuan yang berlaku;

4) Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit;

5) Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;

6) Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian;

7) Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit;

8) Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

9) Melaksanakan pelayanan obat “unit dose”/dosis sehari;

10) Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah
memungkinkan)

11) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait


dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;

12) Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat
digunakan;

13) Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai;

14) Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
13

b) Pelayanan Farmasi Klinik


1) Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan
Obat;
2) Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;
3) Melaksanakan rekonsiliasi Obat;
4) Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik
berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga
pasien
5) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
6) Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan
lain;
7) Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
8) Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO);
9) Pemantauan efek terapi Obat;
10) Pemantauan efek samping Obat;
11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
12) Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
13) Melaksanakan dispensing sediaan steril;
14) Melakukan pencampuran Obat suntik;
15) Menyiapkan nutrisi parenteral;
16) Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik;
17) Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil;
18) Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga
kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar
Rumah Sakit; dan
19) Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
15

5. Struktur Organisasi
Menurut Kepmenkes Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi minimal di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yaitu:
1. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2. Administrasi Farmasi
3. Pengelolaan perbekalan farmasi
4. Pelayanan farmasi klinik
5. Manajemen Mutu
Struktur organisasi IFRS mengelola perbekalan farmasi, pelayanan farmasi
klinik, dan manajemen mutu. Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan
visi, misi, dan tujuan yang mencerminkan penyelenggarakan berdasarkan
filosofi pelayanan kefarmasian.
a. IFRS dipimpin oleh apoteker.
b. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh apoteker yang
mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah
sakit.
c. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja.
d. Pada pelaksanannya, apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian.
e. Kepala instalasi farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek
hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan
distribusi maupun administrasi barang farmasi.
f. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk
melangsungkan dan mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada
pendelegasian wewenang yang bertanggung jawab bila kepala farmasi
berhalangan.
g. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi.
h. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan
kebutuhan.
i. Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau
tenaga farmasi lainnya, maka harus ditunjuk apoteker yang memiliki
kualifikasi pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
j. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait
dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan
15

kerja yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan (8).

C. TIM FARMASI DAN TERAPI


Pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim Farmasi dan Terapi yang
merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan
Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di Rumah Sakit yang
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di
Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya
apabila diperlukan. Tim Farmasi dan Terapi harus dapat melaksanakan
hubungan kerja dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang
berhubungan/berkaitan dengan penggunaan obat.
Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang
Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker,
namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. Tim
Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 bulan
sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat dilaksanakan 1 bulan sekali. Rapat
Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari
luar Rumah Sakit, yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Tim
Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau
pendapat tertentu yang bermanfaat bagi Tim Farmasi dan Terapi.
Tim Farmasi dan Terapi mempunyai tugas:
a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit
b. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam
formularium Rumah Sakit
c. Mengembangkan standar terapi
d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat
e. Melakukan intervensi untuk meningkatkan penggunaan Obat yang
rasional
f. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error
h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit
16

D. TENAGA KEFARMASIAN
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah
sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker (menurut PMK 51 tahun 2009). Tenaga teknis
kefarmasian tersebut masih berlaku sampai tahun 2020, namun setelah itu
tenaga menengah farmasi/asisten apoteker bukan lagi tergolong tenaga teknis
kefarmasian melainkan sebagai asisten tenaga kesehatan. Tenaga Kefarmasian
sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan
pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi
pelayanan yang meliputi pelayanan Obat dan pelayanan pasien (patient
oriented) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Setiap
Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib
menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian. Rahasia Kedokteran
dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka dengan tujuan kepentingan
pasien, permintaan hakim yang berkaitan dalam proses hukum, permintaan
pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian harus
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian
pada:
1. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri
bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain
untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu.
2. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan
melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan
Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
3. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi
17

farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
Keahlian dan kewenangan Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian harus dilaksanakan berdasarkan Standar Profesi.
Pelaksanakan kewenangan tersebut harus didasarkan pada Standar
Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai
fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian itu dilakukan. Standar
Profesi sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.
Surat tanda registrasi ditujukan bagi Apoteker berupa Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) dan Tenaga Teknis Kefarmasian berupa Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK).
Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki
sertifikat kompetensi profesi. Apoteker yang baru lulus pendidikan
profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung
setelah melakukan registrasi. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 tahun
dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 tahun melalui uji kompetensi
profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah
sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker. Apoteker tersebut wajib
memiliki STRA.
Pelaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian tersebut, Apoteker dapat
dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian
bekerja. Surat izin tersebut adalah Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi
Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas /
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, SIPA bagi Apoteker yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping, Surat Izin Kerja
(SIK) bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas
kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit, dan SIK bagi
Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Kefarmasian. Surat izin dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang
berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
18

E. REKAM MEDIS
1. Definisi
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien.
2. Kegunaan Rekam Medis
Rekam media Memiliki 5 manfaat, yaitu:
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan sebagai
bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
3. Bentuk Pelayanan Rekam Medis
Bentuk pelayanan rekam medis meliputi:
1. Pelayanan rekam medis berbasis kertas. Rekam medis manual (paper
based documents) adalah rekam medis yang berisi lembar administrasi
dan medis yang diolah ditata/ assembling dan disimpan secara manual.

2. Pelayanan rekam medis manual dan registrasi komputerisasi. Rekam


medis berbasis komputerisasi, namun masih terbatas hanya pada
pendaftaran (admission), data pasien masuk (transfer), dan pasien
keluar termasuk meninggal (discharge). Pengolahan masih terbatas
pada system registrasi secara komputerisasi. Lembar administrasi dan medis
masih diolah secara manual.

3. Pelayanan Manajemen Informasi Kesehatan terbatas. Pelayanan rekam


medis yang diolah menjadi informasi dan pengelolaannya secara
komputerisasi yang berjalan pada satu sistem secara otomatis di unit
kerja manajemen informasi kesehatan.

4. Pelayanan Sistem Informasi Terpadu / Computerized Patient Record


(CPR), yang disusun dengan mengambil dokumen langsung dari
sistem image dan struktur sistem dokumen yang telah berubah.

5. Pelayanan MIK (Manajemen Informasi Kesehatan) dengan Rekam


19

Kesehatan Elektronik, sistem pendokumentasian telah berubah dari


Electronic Medical Record (EMR) menjadi Electronic Patient Record
sampai dengan tingkat yang paling akhir dari pengembangan Health
Information System, yakni Electronic Health Record (EHR) – Rekam
Kesehatan Elektronik.

F. AKREDITASI RUMAH SAKIT


Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah
Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi
Standar Akreditasi. Standar Akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat
pencapaian yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien. Setiap Rumah Sakit wajib terakreditasi.
Akreditasi diselenggarakan secara berkala paling sedikit setiap 3 tahun.
Akreditasi sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Rumah Sakit paling lama
setelah beroperasi 2 tahun sejak memperoleh izin operasional untuk pertama
kali. Rumah Sakit harus melakukan perpanjangan Akreditasi sebelum masa
berlaku status Akreditasinya berakhir. Rumah Sakit dapat mencantumkan kata
“terakreditasi” di bawah atau di belakang nama Rumah Sakitnya dengan huruf
lebih kecil dan mencantumkan nama lembaga independen penyelenggara
Akreditasi yang melakukan Akreditasi, serta masa berlaku status
Akreditasinya. Akreditasi rumah sakit nasional oleh Komite Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) dan akreditasi rumah sakit internasional oleh Joint
Commission International (JCI).
20

BAB III
TINJAUAN KHUSUS

A. RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

1. Sejarah
Pendirian Rumah Sakit Fatmawati berawal dari gagasan Ibu Fatmawati
Soekarno yang saat itu sebagai ibu Negara Republik Indonesia, untuk
mendirikan Rumah Sakit Tuberkulosis bagi anak-anak, baik untuk
perawatan maupun tindakan rehabilitasinya. Pada tanggal 30 Oktober
1953 Ibu Fatmawati menggalang dana sebagai modal pertama pendirian
Yayasan Ibu Soekarno untuk pembangunan rumah sakit tersebut. Melalui
Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari berbagai pihak antara lain
Departemen Kesehatan, Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial
Republik Indonesia, dan lain-lainnya dilaksanakan pembangunan gedung
Rumah Sakit TBC anak-anak dimulai dengan peletakan batu pertama
pada tanggal 2 Oktober 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno.
Tanggal 12 Desember 1958 Yayasan Ibu Soekarno menyerahkan
proses pembangunan rumah sakit kepada Departemen Kesehatan RI
dengan persetujuan dari Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial RI
pada tanggal 9 September 1959. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI tanggal 12 April 1961 fungsi rumah sakit berubah menjadi
rumah sakit umum. Penyelenggaraan, pembiayaan dan pemeliharaan
rumah sakit dilaksanakan oleh dan dengan anggaran Departemen
Kesehatan RI. Keputusan ini mulai berlaku tanggal 15 April 1961 dan
selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Rumah Sakit. Atas usulan dari
Dr. R. Soehasim selaku Direktur kepada Ibu Fatmawati Soekarno, maka
pada tangggal 23 Mei 1967 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin
meresmikan perubahan nama RSU Ibu Soekarno menjadi RS Fatmawati
sekaligus pemberian nama jalan RS Fatmawati. Rumah Sakit Fatmawati
dalam perkembangannya mengalami perubahan- perubahan dan
peningkatan status, berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI,
undang-undang, peraturan pemerintah dan penghargaan berturut-turut
sebagaiberikut:
21

a. Tanggal 22 Februari 1979 RS Fatmawati sebagai Rumah Sakit


Umum Pemerintah Kelas B sekaligus sebagai Pusat Rujukan Wilayah
Jakarta Selatan.
b. Tanggal 30 Mei 1984, RS Fatmawati dipergunakan sebagai tempat
Pendidikan calon dokter dan calon dokter spesialis.
c. Tanggal 13 Juni 1994 RS Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit
Umum Pusat Kelas B Pendidikan.
d. Sejak bulan Juli 1997 sesuai dengan diperlakukannya UU No. 27, RS
Fatmawati mengalami perubahan status dari Unit Swadana menjadi
Instansi Pengguna PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
e. Tanggal 12 Desember 2000, RS Fatmawati ditetapkan sebagai
Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.
f. Tanggal 10 Oktober 2003 mendapatkan Penghargaan Internasional
sebagai The First Problem Solving for Better Health at Hospital in
Indonesia dari The Dreyfus Health Foundation of New York.
g. Pada Konvensi Kinerja Tim Klinis Rumah Sakit dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional Penghargaan ke 39 Tahun 2003, RS. Fatmawati
mendapatkan penghargaan Sebagai Rumah Sakit Terbaik Kategori
Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial dan Sebagai Rumah Sakit
Terbaik Kategori Tim Sosio Klinis Rumah Sakit (Tim Kesehatan
Remaja).
h. Tanggal 14 April 2004 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lengkap untuk 16 bidang pelayanan Dari hasil survei oleh Komisi
Akreditasi Sakit dan Sarana Kesehatan Lainnya (KARS).
i. Tanggal 6 September 2004 mendapatkan Penghargaan dari Presiden
R.I, berupa Trophy Citra Pelayanan Prima sebagai Unit Kerja
Pelayanan Percontohan Terbaik.
j. Tanggal 25 November 2004 Penghargaan Unit Percontohan “Citra
Pelayanan Prima Bidang Kesehatan” Tahun 2004. Tanggal 11
Agustus 2005, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1243/MENKES/SK/VIII/2005 ditetapkan sebagai Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI Dengan Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
22

k. Tanggal 2 Desember 2005 Pemenang I Lomba Penilaian Infrastruktur


Rumah Sakit untuk Mendukung Program Pengendalian Resistensi
Anti Mikroba Tahun 2005. Tanggal 20 s/d 23 November 2007
dilaksanakan Akreditasi kembali untuk16 Pelayanan dan dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI pada tanggal 25 Januari 2008
berhasil mendapatkan status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap.

l. Tahun 2010, RSUP Fatmawati ditetapkan menjadi Rumah Sakit


Kelas A Pendidikan dan berhasil mendapatkan status Akreditasi
Penuh Tingkat Lengkap untuk ketiga kalinya. Selain itu, RSUP
Fatmawati berhasil mendapatkan MDGs Award dari Wakil Presiden
RI dalam rangka HKN Tahun 2010, serta memperoleh juara ke- 2
Persi Award Category Family Planning di bulan November 2010.
m. Tahun 2013 RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi
Rumah Sakit dan dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna oleh Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Dan pada tahun 2013 RSUP
Fatmawati telah terakreditasi oleh Joint Comission International
(JCI).
n. Tahun 2015 RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi
Rumah Sakit (veri 2012) dan dinyatakan lulus tingkat Paripurna oleh
Komisi Akreditasi Rumah Sakit yang kedua.
o. Juni 2016 RSUP Fatmawati telah memenuhi standar terakreditasi
oleh JCI yang kedua dan terakreditasi RSI Pendidikan kelas A yang
kedua.
p. Juni 2018 RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi RSI
Pendidikan kelas A yang kedua.
q. Desember 2019 RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi
Rumah Sakit (edisi 1) dan dinyatakan lulus tingkat Paripurna oleh
Komisi Akreditasi Rumah Sakit yang kedua.
23

2. Visi dan Misi


Visi RSUP Fatmawati yaitu Menjadi Rumah Sakit dengan Pelayanan
Multidisiplin yang Handal bagi masyarakat.
Misi RSUP Fatmawati untuk mewujudkan visi tersebut sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan, pendidikan, dan penelitian yang berfokus
pada pasien yang berkualitas dan terintegrasi.
b. Meningkatkan inovasi dan produktivitas kinerja berbasis kendali
mutu dan kendali biaya.
c. Menyelenggaraan tata kelola klinis dan manajemen yang baik.
d. Mengembangkan sumber daya sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini.
3. Logo
Logo RSUP Fatmawati dengan tulisan “RSF” yang disusun menyerupai
bunga teratai berwarna hijau yang artisitik dan anggun lengkaplah motto
Rumah Sakit Fatmawati “Percayakan Pada Kami”. Berikut adalah
gambaran logo RSUP Fatmawati:

Gambar 3.1 Logo RSUP Fatmawati

Adapun makna dari logo tersebut adalah sebagai berikut:


a. Kesayangan para dewa, beberapa literatur arkeologi disebutkan jika
bunga teratai, Lotus atau Padma dianggap sebagai bunga kesayangan
para dewa. Arca para dewa sering digambarkan dalam posisis duduk
dengan bunga teratai di genggamannya. Teratai merupakan bunga
yang hanya layak dipersembahkan kepada sang penguasa tertinggi
yang menciptakan dan menguasai dunia seisinya, yakni Tuhan Yang
Maha Esa. Lambang Teratai juga memiliki arti dan falsafah hidup
yang dalam.
24

b. Hanya dari lumpur, teratai hidup dan berakar di atas lumpur. Siraman
hujan yang walaupun hanya sekejap dapat membuat benih teratai
yang tersebar menumbuhkan kuncup dan berkembang,
mempersembahkan kepada alam semesta raya, kelompok bunga
indah penuh keagungan.
c. Penuh pesona, teratai tidak berbau tetapi keberadaanya mampu
menarik perhatian semua orang. Teratai menjernihkan air keruh
sekalipun hidup di atas lumpur, dan berperan dalam menentukan
kualitas lingkungannya. Demikian halnya dengan Rumah Sakit
Fatmawati walau sederhana asal mulanya, mampu berkembang
dengan segala keelokan dan keindahan, pelayan bagi semua lapisan
masyarakat, mampu memberikan yang terbaik bagi semua orang,
tanpa memandang harkat dan martabat, kaya atau miskin, terpandang
atau tidak. Teratai tidak pernah mati walau lumpur mengering
sekalipun karena teratai akan tetap hidup dalam umbinya tetapi ketika
hujan mengguyur kuncup teratai yang tersembunyi akan segera
tumbuh dan mekar di tengah hijaunya dedaunan. Demikian pula
dengan RSUP Fatmawati akan tetap bertahan dalam segala musim.
Saat musim kering hendaknya harus selalu mawas diri, tetap setia
menjalankan misi pelayanan dan tekad akan lebih maju di masa
mendatang, tetap tabah dan tegar tetapi selalu berusaha keluar dari
kesulitan yang menerpa.
d. Penuh manfaat, bunga teratai memiliki banyak manfaat. Keelokan
bunganya sehingga menjadi kesayangan dewa, daunnya yang lebar
menjadi tempat bernaung dan berlindung bagi makhluk lain, akar,
umbi dan bijinya dipercaya sebagaiobat penyembuh. Begitu pula RS
Fatmawati ingin memberikanbanyak manfaat bagi semua lapisan
masyarakat. Menyediakan tempat bernaung dan berlindung bagi
masyarakat yang membutuhkan pertolongan, pengobatan, dan
pelayanan kesehatan.

4. Akreditasi Rumah Sakit


RSUP Fatmawati ditetapkan menjadi Rumah Sakit Kelas A Pendidikan
25

pada tahun 2010 selain itu RSUP Fatmawati berhasil mendapatkan status
Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap untuk ketiga kalinya. Tahun 2013,
RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit dan
dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) dan terakreditasi Joint Comission International (JCI) pada tahun
2013 dan memenuhi standar terakreditasi oleh JCI yang kedua pada tahun
2016 hingga 2019.
RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit
dan dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna yang kedua kalinya oleh Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada tahun 2015. Pada bulan

Desember 2019, RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi


Rumah Sakit dan dinyatakan lulus tingkat Paripurna oleh Komisi
Akreditasi Rumah Sakit yang kedua.
5. Gambaran Umum RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas A Pendidikan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
472/MENKES/SK/IV/2010 tanggal 8 April 2010. Untuk
mempertahankannya, RSUP Fatmawati mengadakan kegiatan:
a. Pelayanan kesehatan dalam bentuk pelayanan promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif secara paripurna.
b. Pengembangan pelayanan, pendidikan dan penelitian di bidang
kesehatan dengan unggulan Spine Centre, Adolescent Health Centre
dan Endometriosis Centre.
c. Pelayanan kesehatan terpadu lainnya.

d. Pendidikan, penelitian, dan usaha lainnya dalam bidang kesehatan


(9).
6. Motto, Falsafah dan Nilai RSUP Fatmawati
Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan pada Kami”. Falsafah yang
dijunjung oleh RSUP Fatmawati adalah:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama.
d. Menjujung keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
26

e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan.


Selain itu, nilai yang dipegang oleh RSUP Fatmawati adalah:
PROAKTIF, sebuah akronim yang dibangun dari:
a. Peduli; selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
b. PROfesional; melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi
(pengetahuan, keterampilan, sikap dan peka budaya).
c. IntegritAs; selalu bertindak konsisten sesuai dengan kebijakan dan
kode etik.
d. Komitmen; dalam bekerja pikiran fokus diarahkan pada tugas dan
usahanya dengan selalu berupaya untuk memperoleh hasil yang
maksimal.
e. Teamwork; dalam melakukan pekerjaan selalu saling mengerti dan
mendukung satu sama lain.
f. Inovatif: dalam melakukan kegatan selalu berupaya untuk menciptakan
hal yang baru.
7. Struktur Organisasi
Struktur organisasi RSUP Fatmawati terdiri dari Dewan Pengawas dan
Direktur Utama. Direktur Utama membawahi Direktur Medik dan
Keperawatan, Direktur Umum, SDM, dan Pendidikan serta Direktur
Keuangan. Direktur utama juga dibantu oleh Komite K3, Komite
Keperawatan, Komite Etika Dan Hukum, Komite Medik, Komite Mutu
Dan Manajemen Risiko, Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi,
Tim Farmasi dan Terapi.
8. Tujuan dan Asas
Tujuan RSUP Fatmawati yaitu sebagai berikut:
a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang
memenuhi kaidah keselamatan pasien (Patient Safety).
b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif
yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas
bagi pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian.
d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada
27

pelayanan pelanggan.
Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber
daya manusia rumah sakit Sementara azas yang dijalankan oleh RSUP
Fatmawati sebagai berikut:

a. Azas Pemberdayaan
b. Azas Kesatuan Komando
c. Azas Koordinasi
d. Azas Pembagian Kerja secara Homogen
e. Azas Jalur dan Staff
9. Tugas dan Fungsi
Tugas Pokok RSUP Fatmawati yaitu menyelenggarakan upaya
penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan dan penelitian. Fungsi RSUP Fatmawati RSUP
Fatmawati menyelenggarakan fungsi:
a. Menyelenggarakan pelayanan medis.
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non-medis.
c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.
d. Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit.
e. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
g. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.

h. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.


10. Pelayanan Farmasi
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016, RSUP Fatmawati
dikategorikan sebagai RS umum kelas A karena telah mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis. Hal tersebut
dapat dilihat dari kelima aspek yang digunakan sebagai penilaian yaitu
pelayanannya, SDM, peralatan, sarana, dan prasarana serta administrasi
dan manajemen. Rumah Sakit Umum Kelas A harus memiliki fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik minimal 4 Pelayanan Medik Spesialis
Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12
28

Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis.


Pelayanan spesialistik dan subspesialistik yang diberikan RSUP
Fatmawati mencakup pelayanan sebagai berikut:
a. Pelayanan dasar meliputi penyakit dalam, kesehatan anak,
kebidanan dan penyakit kandungan, dan bedah umum.
b. Pelayanan unggulan meliputi bedah orthopedi atau tulang dan
rehabilitasi medik.
c. Pelayanan spesialistik lain meliputi bedah saraf (trauma atau cedera
keras), penyakit saraf (unit stroke), penyakit jantung (cathlab),
penyakit paru, penyakit mata (operasi katarak), penyakit telinga
hidung tenggorokan (THT), kulit dan kelamin, penyakit jiwa,
penyakit gigi dan mulut, gizi medik, forensik, pelayanan pegawai,
dan anestesi.
d. Pelayanan unggulan terpadu yang terdiri dari:

1) Poli konseling orang dengan HIV AIDS (ODHA) Wijaya Kusuma,


Klinik Tumbuh Kembang, Klinik Kesehatan Remaja,
Kanker/Pusat Penanggulangan Kanker Terpadu (PPKT), Poli
paru, Poli TB.
2) Praktek Dokter Spesialis (PDS)
3) Klub kesehatan (stroke, asma, diabetes, kanker, osteoporosis,
geriatri, jantung sehat).
e. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1) Instalasi Rawat Jalan, terdiri dari:
a) Instalasi Rawat Jalan
b) Instalasi Griya Husada
c) Instalasi Rawat Darurat: Pelayanan Gawat Darurat dan
Ambulans
2) Instalasi Rawat Inap, terdiri dari:
a) Instalasi Rawat Inap Teratai
b) Instalasi Gedung Prof. Soelarto
c) Instalasi Anggrek
d) Instalasi Bougenville Rawat Intensif (ICU, ICCU, NICU,
PICU,PACU).
29

3) Instalasi Bedah Sentral


4) Fasilitas Pelayanan Penunjang, terdiri dari:
a) Instalasi Farmasi
b) Instalasi Patologi (Laboratorium)
c) Unit Transfusi Darah
d) Instalasi Pelayanan dan Pemeriksaan Khusus (IPPK)
e) Instalasi Radiologi
30

B. INSTALASI FARMASI RSUP FATMAWATI

Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan salah satu unit nonmedis


yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi dan
pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati, diantaranya yaitu melaksanakan
pengadaan, peracikan, pendistribusian dan penyimpanan perbekalan farmasi
untuk kebutuhan RSUP Fatmawati serta memberikan informasi obat kepada
tim pelayanan kesehatan di RSUP Fatmawati dan pasien rawat inap ataupun
rawat jalan. Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan fasilitas
penyelenggaraan seluruh kegiatan serta pelayanan kefarmasian yang
ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yaitu:
a. Pemilihan, IFRS bekerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT)
melakukan pemilihan perbekalan farmasi yang akan ditetapkan untuk
digunakan di RSUP Fatmawati selama periode tertentu.
b. Perencanaan, kegiatan perencanaan pengadaaan perbekalan farmasi
disusun untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di RSUP
Fatmawati.
c. Pengadaan, kegiatan ini dilakukan oleh Unit Layanan dan Pengadaan
(ULP) untuk merealisasikan rencana pengadaan perbekalan farmasi.
d. Penerimaan, dilaksanakan oleh Tim Penerima Barang Medik dan
Instalasi Farmasi sesuai dengan spesifikasi dan jumlah yang tertera
dalam Surat Perintah Kerja (SPK) dari ULP.
e. Penyimpanan, merupakan kegiatan penyimpanan perbekalan farmasi
dilaksanakan di gudang induk maupun depo-depo farmasi sesuai standar
penyimpanan obat yang baik.
f. Pendistribusian, merupakan pelayanan penyaluran perbekalan farmasi
kepada satuan kerja-satuan kerja di RSUP Fatmawati.
g. Penyerahan, pelayanan pemberian perbekalan farmasi pada pasien baik
pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap, berdasarkan resep dokter.
h. Pelayanan farmasi klinis, melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
31

i. Produksi, kegiatan produksi obat berdasarkan standar Cara Pembuatan


Obat yang Baik (CPOB).
j. Monitoring, merupakan pemantauan terhadap seluruh proses yang ada
dalam rangka mencapai efisiensi dan efektifitas pekerjaan kefarmasian
yang telah dilakukan.
k. Evaluasi, merupakan kegiatan pengkajian dan evaluasi terhadap
pencapaian target kerja yang telah ditetapkan dari seluruh proses yang
ada. Instalasi Farmasi bertanggungjawab langsung kepada Direktur.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit berperan dalam menjalankan pelayanan
kefarmasian di RSUP Fatmawati. IFRS dipimpin oleh Kepala Instalasi
dalam hal ini adalah apoteker, diangkat oleh Direktur Utama dan
menjalankan tugasnya di bawah Direktur Medik dan Keperawatan.
Kepala Instalasi dibantu 3 Koordinator, yaitu Koordinator Pelayanan
Kefarmasian (Farmasi Klinik), Koordinator Perencanaan dan Logistik
Instalasi Farmasi dan Koordinator Mutu, Penunjang, Administrasi
Umum dan Sumber Daya Manusia.
1. Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut:
a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan
pendistribusian perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan
tugas pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati.
d. Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan
kefarmasian di RSUP Fatmawati.

e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan
profesi kefarmasian.
Fungsi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati antara lain:
a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati dengan pihak-pihak tekait.
32

b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP


Fatmawati.
c. Ikut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi
serta tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan
perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.

2. Organisasi dan Manajemen Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati


a. Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan seorang Apoteker
sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mengelola
fasilitas dan penyelenggaraan kegiatan pelayanan Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati serta bertanggung jawab langsung pada Direktur
Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Tugas dan tanggung jawab
Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
1) Menyusun tata cara kerja layanan pemulihan kesehatan pasien
meliputi cara pelaksanaan tugas, pendistribusian tugas, dan
penentuan target kerja serta bimbingan dan pengendalian
pelaksanaannya.
2) Mengkoordinasikan dan mengendalikan para bawahan dalam
penggunaan fasilitas dan pelaksanaan kegiatan peracikan,
penyimpanan, penyediaan dan penyaluran obat-obatan dan bahan
kimia serta pengadministrasiannya.
3) Melakukan koordinasi dengan satuan kerja terkait dalam rangka
pelaksanaan kegiatan peracikan, penyimpanan, penyediaan dan
penyaluran obat-obatan dan bahan kimia.
4) Membuat laporan berkala dan laporan khusus instalasi farmasi
dengan menganalisis data pelaksanaan, informasi, dokumen, dan
laporan untuk disampaikan kepada direktur medik.
5) Membuat usulan kebutuhan obat-obatan dan alkes secara berkala
33

dengan memperhatikan persediaan atau stok, pemakaian alur obat


perhari serta mengoreksi daftar kebutuhan obat obatan dan alkes.
6) Melakukan pemantauan penatalaksanaan penerimaan,
penyimpanan, pendistribusiaan serta penyaluran obat- obatan dan
alkes agar kegiatan penyaluran dan pendistribusian farmasi berjalan
lancar.
7) Melakukan pemantauan pelaksanaan sterilisasi produk obat- obatan
steril untuk kelancaran pelaksanaan layanan medis RS.
8) Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan.

b. Koordinator Mutu, Penunjang, Administrasi Umum dan Sumber Daya


Manusia.
Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum, bertanggung jawab
dalam hal pengelolaan sumber daya manusia, tata usaha perkantoran,
sistem informasi dan pelaporan, terpenuhi dan terpeliharanya sarana
prasarana di Instalasi Farmasi serta pengembangan SDM melalui
pendidikan dan pelatihan. Koordinator Penunjang dan Administrasi
Umum dibantu oleh 3 orang Penanggung Jawab yaitu:
1) Penanggung Jawab (PJ) Tata Usaha, Administrasi SDM dan
Diklat Farmasi
2) Penanggung Jawab (PJ) Pencatatan, Pelaporan Mutu dan
Pelayanan Kefarmasian
3) Penanggung Jawab (PJ) Perencanaan Logistik dan Sistem
Informasi Farmasi
Bagian Mutu, Penunjang, Administrasi Umum dan Sumber Daya
Manusia Instalasi Farmasi merupakan suatu unit kerja di lingkungan
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang melakukan kegiatan
administrasi dan penyusunan program, perijinan cuti pegawai Instalasi
Farmasi serta menyusun anggaran belanja Instalasi Farmasi terkait
dengan kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan dan penelitian
dalam bidang kefarmasian di RSUP Fatmawati. Unit pelayanan ini
juga bertugas dalam penyusunan dan pelaksanaan standarisasi
kualifikasi SDM Instalasi Farmasi dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan, pendidikan dan penelitian kefarmasian di RSUP
Fatmawati, serta pengembangan kompetensi SDM yang dilaksanakan
melalui program pendidikan berkelanjutan, pelatihan, dan pertemuan
33

ilmiah secara
34

berkala untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan


bagi pegawai Instalasi Farmasi.
Sistem Informasi Farmasi adalah sistem komputerisasi
manajemen pengelolaan persediaan perbekalan farmasi dan pelayanan
kefarmasian di Instalasi Farmasi yang terintegrasi dengan sistem
komputerisasi Rumah Sakit. Sistem informasi terdiri dari aplikasi
referensi, setting, katalog, tarif, pengadaan, mutasi, distribusi, dan
pelaporan. Tujuan sistem informasi farmasi ini adalah agar seluruh
data transaksi perbekalan farmasi yang telah diberikan pada pasien
juga tercatat dalam data transaksi Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIRS).
c. Koordinator Perencanaan dan Logistik Instalasi Farmasi
Koordinator Perencanaan dan Logistik Instalasi Farmasi, bertanggung
jawab dalam hal pengelolaan dan menjamin ketersediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan. Koordinator Perbekalan
Farmasi dibantu oleh 3 Penanggung Jawab yaitu PJ. Gudang Farmasi,
PJ. Gudang Farmasi Konsinyasi, serta PJ. Produksi Farmasi.
Fungsi gudang farmasi RSUP Fatmawati antara lain
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pelaporan perbekalan
farmasi. Penerimaan barang dilakukan dengan pemeriksaan dokumen
yaitu kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur. Selain itu
dilakukan pemeriksaan barang yaitu memeriksa barang dengan faktur
meliputi jenis barang, jumlah barang, tanggal kadaluarsa, no. batch,
serta kondisi fisik barang. Penyimpanan barang di gudang dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan yang dibagi menjadi area alkes, area obat
program, area sirup dan drop, area salep, area kosmetik, area tablet,
area injeksi, area cathlab, area psikotropik, area narkotik (dilengkapi
kerangka besi dan kunci ganda), area sitostatika, area obat-obat high
alert, area perlengkapan rontgen, area pembalut, area benang, area
penyimpanan bahan beracun dan berbahaya, area bahan baku, area
bahan pengemas, dan gudang barang expired. Penyimpanan obat
disusun secara alfabetis untuk memudahkan dalam pencarian barang.
Gudang induk farmasi melakukan pendistribusian barang (obat dan
34

alkes) untuk depo-depo farmasi seperti IRJ, IRNA, IGD, ICU, IBS.
35

Permintaan barang dari masing-masing depo akan langsung disiapkan oleh


petugas gudang sesuai dengan nama dan jumlah obat yang diminta.
Pengecekan terhadap expired date barang sebelum diserahkan ke
petugas depo masing-masing.
Kegiatan produksi di Instalasi Farmasi terbagi menjadi 2
bagian, yaitu produksi steril dan non-steril. Kegiatan produksi ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan,
penghematan anggaran, dan menjamin ketersediaan sediaan dengan
formula khusus dan sediaan obat yang dibutuhkan segera. Kegiatan
yang dilakukan pada ruang produksi non-steril meliputi:
1. Pembuatan atau pencampuran (OBH, betadine gargle)

2. Pengenceran (alkohol 96% menjadi alkohol 70%)

3. Pengemasan kembali (CaCO3, NaCO3)

Kegiatan produksi tersebut dilakukan setiap hari untuk obat yang


sering dikonsumsi, sedangkan untuk obat-obat lainnya diproduksi
berdasarkan persediaan yang tersisa. Bahan baku yang digunakan
untuk produksi diperoleh dari bagian gudang. Formula yang digunakan
dalam melaksanakan kegiatan produksi tersebut berpedoman pada
formularium RS serta kompedial. Kegiatan yang dilakukan di produksi
steril adalah preparasi obat kanker (obat sitostatika) sesuai dengan
kebutuhan pasien.
d. Koordinator Pelayanan Kefarmasian (Farmasi Klinik)
Koordinator Pelayanan Kefarmasian (Farmasi Klinik), bertanggung jawab
dalam hal pelayanan farmasi klinik dan mutu pelayanan kefarmasian,
dibantu oleh 7 Penanggung Jawab dari setiap Depo Farmasi yang
terdapat di RSUP Fatmawati yaitu Gedung Bougenville (ICCU, ICU,
PACU dan VK, NICU, PICU), Gedung IGD (Rawat jalan, Boarding
dan Resusitasi, serta HC dan lantai 2), Gedung Teratai (lantai I, II, III,
IV utara, IV selatan, V, VI utara, VI selatan, ruang kemoterapi),
Gedung Prof. Soelarto (Lantai I, II, III, IV dan V), Gedung Anggrek,
Gedung IRJ (Lantai I dan II), Gedung IBS dan Gedung New Griya
Husada.
36

Penanggung Jawab Depo Farmasi dalam pelaksanaan tugasnya,


berkoordinasi langsung kepada para Koordinator beserta jajarannya
dan kepada Kepala Instalasi Farmasi. Peran farmasi klinik sangat
mendukung untuk mengoptimalkan keberhasilan terapi pasien serta
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Adapun kegiatan yang termasuk dalam farmasi klinik adalah:
1) Pengkajian Resep
Pengkajian Resep di RSUP Fatmawati dilakukan untuk
menganalisa adanya masalah terkait obat dengan 8 benar meliputi:
a) Benar dan jelas penulisan resep
b) Benar obat
c) Benar dosis
d) Benar waktu dan frekuensi
e) Benar rute
f) Benar pasien
g) Tidak ada duplikasi
h) Tidak ada interaksi obat dan makanan
2) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
RSUP Fatmawati sudah melakukan kegiatan penelusuran riwayat
penggunaan obat dan dilakukan berdasarkan Permenkes RI 72
tahun 2016. Penelusuran riwayat penggunaan obat dilakukan pada
pasien baru, pasien rawat jalan, dan pasien rawat inap. Kegiatan
ini dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat untuk pasien
sehingga pasien tidak mengalami kejadian yang sama.
Berdasarkan hal tersebut, informasi mengenai penggunaan obat
pasien sangat penting.
3) Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication
error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi obat. Kesalahan obat dikhawatirkan terjadi pada saat
pasien pindah ruangan, dokter penanggung jawab pasien berubah,
antar ruang perawatan, dan lainnya. Rekonsiliasi di RSUP
37

Fatmawati dilakukan ketika ada pasien baru, pasien pindah ruang


perawatan, serta pasien pulang dengan lebih dari 6 jenis obat.
4) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Menurut Permenkes No. 72 tahun 2016 yang dimaksud Pelayanan
Informasi Obat (PIO) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada
dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien
dan pihak lain di luar Rumah Sakit. Pelaksanaan PIO di RSUP
Fatmawati dilakukan terhadap pasien rawat jalan, pasien rawat
inap, dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Kegiatan PIO
di RSUP Fatmawati meliputi menjawab pertanyaan, menerbitkan
buletin, leaflet, poster, newsletter, menyediakan informasi bagi
Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan
Formularium Rumah Sakit, serta bersama dengan Tim
Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
5) Konseling
Konseling dilakukan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap
(pasien pulang) dengan kriteria pasien polifarmasi, geriatri, dan
pada pasien dengan penggunaan obat khusus. Kegiatan konseling
di RSUP Fatmawati belum dilakukan secara maksimal,
berdasarkan pengamatan ruangan khusus untuk konseling pasien
rawat jalan hanya terdapat pada IRJ lantai 1, sedangkan untuk IRJ
lantai 2 belum terdapat ruang konseling. Ruang konseling yang
terdapat di RSUP Fatmawati masih belum bersifat privasi.
Contohnya untuk pasien rawat jalan di IRJ, konseling dilakukan
di dalam depo farmasi yang terdapat banyak orang. Untuk pasien
rawat inap seperti di Teratai, konseling dilakukan dengan cara
mendatangi pasien di ruang perawatan yang mungkin saja disana
terdapat pasien lain.
37
38

6) Ronde dan Visite


Ronde dan visite merupakan salah satu kegiatan klinis farmasi yang
dilakukan di RSUP Fatmawati. Perbedaan ronde dengan visite
yaitu, ronde dilakukan oleh dokter- dokter dari beberapa KSM,
apoteker, perawat, ahli gizi, psikolog. Sedangkan visite hanya
dilakukan oleh dokter dari satu SMF saja, apoteker, dan perawat.
Ronde telah dilakukan di lantai 4 GPS untuk pasien rehabilitasi
medik dan pada lantai 5 Teratai untuk pasien high care penyakit
dalam dan neurologi IPD neuro. Ronde juga telah dilakukan di
lantai 3 Teratai untuk pasien anak. RSUP Fatmawati juga
melakukan visite baik visite mandiri atau visite bersama dokter
pada pasien ICU dan ICCU.
7) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman,
efektif dan rasional bagi pasien. PTO di RSUP Fatmawati
dilakukan terhadap pasien rawat inap. Kegiatan yang termasuk
dalam pemantauan terapi obat adalah mengkaji penggunaan obat
oleh pasien dengan melihat catatan pemberian dan pemantauan
obat pasien yang terdapat di rekam medik pasien. Kegiatan ini
dilakukan untuk menilai masalah terkait penggunaan obat oleh
pasien, misalnya adanya interaksi obat, duplikasi, kesesuaian
dosis, kesesuaian waktu penggunaan obat dan lain sebagainya.
Salah satu kegiatan yang termasuk ke dalam kegiatan PTO adalah
cap review oleh apoteker pada lembar catatan pemberian dan
pemantauan obat pasien sebagai verifikasi penggunaan obat.
8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Temuan kejadian akibat efek samping obat di RSUP Fatmawati dapat
ditemukan oleh perawat, dokter, apoteker, maupun oleh keluarga
pasien. Setiap temuan efek samping obat akan dikaji oleh tenaga
kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan
tindakan penanggulangan harus terdokumentasi dalam catatan
rekam medik pasien serta dibuatkan laporan. Formulir laporan
38

efek
39

samping obat RSUP Fatmawati mengikuti standar formulir dari


BPOM (Lampiran 3). Laporan efek samping obat disampaikan
dan didiskusikan ke Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
(KMKP) dan selanjutnya dilaporkan ke Pusat Monitoring Efek
Samping Obat Nasional.
9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Penyelengaraan evaluasi penggunaan obat (EPO) di RSUP Fatmawati
dibedakan menjadi dua, yaitu kegiatan evaluasi penggunaan obat
yang rutin dan evaluasi penggunaan obat yang tidak secara rutin
dilakukan.
Selain melakukan evaluasi penggunaan obat secara rutin, IFRS RSUP
Fatmawati juga melakukan evaluasi penggunaan obat yang tidak
rutin yaitu berupa peneltian penggunaan obat menggunakan
beberapa metode penelitian secara kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian secara kuantitatif misalnya penelitian menggunakan
metode DDD (defined daily dose) yang dilakukan untuk
mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan menghitung
berdasarkan banyaknya peresepan antibiotik dan dapat diketahui
jenis antibiotik tertentu yang sering digunakan. Sementara itu,
evaluasi penggunaan obat (EPO) menggunakan metode kualitatif
misalnya penelitian untuk mengevaluasi peresepan antibiotik
secara rasional.
10) Edukasi
Edukasi diabetes dilakukan di Klinik Edukasi Terpadu yang terletak
di IRJ lantai 2. Edukasi pada ruang rawat inap dilakukan di lantai
5 Teratai dan telah tersedia ruangan khusus. Selain itu, edukasi
juga telah dilakukan terhadap pasien yang baru masuk di lantai 5
dan 6 GPS yang merupakan pasien VIP. Edukasi kepada
masyarakat rumah sakit sejak pandemi COVID-19 disampaikan
melalui beberapa media seperti melalui televisi yang diletakkan di
ruang tunggu keluarga, ruang rawat jalan dan ruang rawat inap
serta melalui aplikasi virtual yang dilakukan minimal 2 (dua) kali
dalam satu bulan.
40

11) Dispensing Sediaan Steril


Dilakukan terhadap obat sitostatika dimana pencampuran
dilakukan secara aseptik di ruangan steril dengan menggunakan
BSC. Lokasi pencampuran ini terletak di gedung Teratai lantai 1,
yang lokasinya tidak jauh dari ruang kemoterapi. Selain obat
sitostatik dilakukan juga aseptic dispensing pada elektrolit pekat
(KCl) dan dilakukan pencampuran obat parenteral yang dilakukan
permintaan oleh ruangan perinatologi. Pencampuran dilakukan
oleh TTK yang kompeten.
12) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan
interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan
dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau
atas usulan dari Apoteker kepada dokter. Kegiatan PKOD
meliputi:
a) Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan
PKOD;
b) Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
PKOD
c) Menganalisis hasil PKOD dan memberikan rekomendasi.
Pelayanan PKOD belum diselenggarakan oleh RSUP
Fatmawati dikarenakan biaya operasional yang besar baik
untuk peralatan, bahan dan sumber daya manusia yang kompeten,
serta jarangnya permintaan pelayanan PKOD.

3. Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati


Keputusan Direktur Utama yang baru yaitu Keputusan Direktur Utama No.
HK.01.07/VIII.1/33/2019 maka Komite Farmasi dan Terapi berganti nama
menjadi Tim Farmasi dan Terapi (TFT). Tujuan pembentukan TFT adalah
untuk melakukan pemantauan terhadap farmasi dan terapi yang berkaitan
dengan obat dan alat kesehatan yang berhubungan dengan terapi. TFT
berada di bawah Direktur Utama dan membawahi 3 bagian yaitu,
subkomite POR, sub komite regulasi, etika dan diklit, anggota tetap dan
41

exofficio.
Tugas TFT antara lain:
1. Membentuk kebijakan mengenai seleksi, penggunaan, dan pengelolaan
obat.
2. Menyusun formularium RumahSakit.

3. Monitoring dan evaluasi penggunaan dan pengelolaan barang


habispakai.
4. Membuat laporan secara berkala.
5. Membuat formularium obat dan alat kesehatan merupakan tugas
khusus TFT. Tujuan pembuatan formularium ini adalah untuk
memudahkan dan membatasi obat misalnya dalam pengadaan. Masa
berlaku dari formularium adalah 3 tahun dan dilakukan adendum setiap
6 bulan sekali (9).

C. MANAJEMEN RUMAH SAKIT


a. Perencanaan
Proses kegiatan dalam penentuan jumlah dan harga perbekalan farmasi,
sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang tersedia, dengan
menggunakan dasar-dasar perencanaan dan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan antara lain; metode konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi. Proses perencanaan di
RSUP Fatmawati dibuat berdasarkan analisa pembelian dan penjualan
perbekalan farmasi. Rata-rata pemakaian 3 bulan dan pemakaian per
bulan.
b. Pengadaan
Pengadaan dilakukan setiap awal tahun dengan melakukan penawaran
harga, negosiasi harga dan discount terhadap obat-obat yang masuk ke
dalam; Formularium Nasional, E-Katalog, Formularium RSUP Fatmawati
dan PPK.
c. Penerimaan
Proses penerimaan di RSUP Fatmawati berdasarkan surat pesanan / SPK
yang dibuat oleh ULP dan selanjutnya diserahkan ke Gudang Farmasi
untuk disimpan. Tim Penerima membuat berita acara Bukti Penyerahan
42

Barang ke gudang farmasi dengan melampirkan barang faktur barang


yang diterima untuk di verifikasi oleh pihak gudang farmasi. Penerimaan
perbekalan farmasi diluar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima
Barang Medik untuk obat/alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin.
Sedangkan untuk obat /alkes yang dibeli di Apotik luar atau Rumah Sakit
lain atau dari distributor karena pemesanan mendadak (Cito) diterima
oleh Asisten Apoteker Depo IGD untuk selanjutnya diserahterimakan ke
Tim Penerima Barang Medik.
d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah proses menyimpan, memelihara, menempatkan
perbekalan farmasi yang telah diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian, gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Metode
penyimpanan yang digunakan adalah metode FIFO dan FEFO. Selain itu
proses penyimpanan di RSUP Fatmawati memperhatikan label obat
LASA, HIGH ALERT, Narkotika, Suhu penyimpanan, kelembaban,
kebersihan, dan resiko.
e. Distribusi
Proses distribusi di Gudang Induk RSUP Fatmawati diawali dengan
proses amparahan secara online dari tiap Depo Farmasi dan amprahan
Floorstock secara manual menggunakan formulir amprahan.
f. Pelaporan
Pelaporan di RSUP Fatmawati berupa:
1. Buku Induk Penerimaan Barang
2. Rekapitulasi Penerimaan Barang, Rekapitulasi Pengeluaran Barang
Gudang Induk Farmasi dan Gudang Gas Medis, Rekapitulasi
Pengeluaran Barang Harian Gudang Induk Farmasi dan Gudang Gas
Medis
3. Laporan Stock Opname, Laporan Persediaan Floor Stock
4. Laporan Narkotika dan Psikotropika, Laporan Barang Sumbangan

D. FORMULARIUM RSUP FATMAWATI

Formularium RSUP Fatmawati adalah daftar obat yang diusulkan oleh KSM
yang terpilih berdasarkan pada bukti ilmiah terkini, berkhasiat, aman dan
43

dengan harga yang terjangkau. Isi formularium tergantung kebijakan


masing- masing Rumah Sakit. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
mengikuti formula Formularium Nasional yang terdiri dari:
a. Kelas terapi dan sub kelas terapi
b. Nama generik
c. Bentuk sediaan dan kekuatan
d. Nama dagang (obat original dan dua macam obat copy/me too)
e. Restriksi penggunaan

Pemilihan obat formularium didasarkan pada Formularium Nasional


(Fornas) dan obat usulan KSM RS Fatmawati sesuai dengan Panduan
Praktek Klinik (PPK). Adapun pedoman pemberian obat formularium adalah
sebagai berikut:
1. Pasien BPJS
a. Sesuai formularium nasional (obatgenerik)
b. Sesuai dengan PPK (Panduan Praktek Klinik)
2. Pasien Tunai
a. Obat generik (Fornas), original, dan me too
b. Sesuai dengan PPK (Panduan Praktek Klinik)
RSUP Fatmawati sudah menerbitkan buku formularium mencapai
edisi I – VIII. Formularium edisi VIII merupakan edisi terbaru yang
diterbitkan tahun 2018 untuk menyempurnakan edisi sebelumnya
Formularium edisi VII tahun 2014 untuk memfasilitasi obat yang tidak
termasuk dalam Fornas terutama untuk pasien Tunai Rawat Jalan Griya
Husada atau pasien BPJS yang karena alasan klinik membutuhkan obat di
luar Fornas. Formularium obat RSUP Fatmawati edisi VIII tahun 2018
disusun oleh KFT dan disahkan oleh Direktur Utama RSUP Fatmawati pada
tanggal 29 Maret 2018 dengan masa berlaku selama 3 tahun. Saat ini, sedang
dilakukan penyusunan Formularium Obat RSUP Fatmawati edisi IX.

Dasar utama penyusunan adalah usulan dari KSM, diutamakan sudah


masuk Fornas sesuai Kepmenkes RI No. HK. 01.07/MENKES/659/20017
tanggal 28 Desember 2017 dan usulan dari e- catalog dan memenuhi syarat
44

dokumen mutu. Formularium obat RSUP Fatmawati edisi VIII tahun 2018
berlaku hanya untuk:
1. Pengadaan obat pasien khususnya Griya Husada
2. Pasien Tunai rawat inap.
3. Item obat emergency (life saving) yang belum tersedia di Fornas.
Sedangkan pasien BPJS diutamakan sesuai Fornas yang berlaku dari
Kementrian Kesehatan RI.
E. ISB (INSTALASI STERILISASI DAN BINATU)
Organisasi non struktural yang berada di bawah direktorat Umum, Organisasi
dan Umum (POU). Alur pengelolaan peralatan medis Di RSUP Fatmawati
dimulai dengan pembersihan awal dengan enzymatic, kemudian dilakukan
pembilasan dan dikeringkan, pembersihan dilakukan dengan alat yang
berbeda yaitu peralatan sterilisasi, disinfeksi tingkat tinggi, disinfeksi tingkat
rendah. Alat-alat di CSSD terdiri dari; Ultrasonic cleanser, Washer
disinfector, Cart washer, Drying cabinet, Cutter, sealer, auto sealer, meja
setting, gun labeller, magnifying glass, autoclave, plasma sterilizer, EO
strerilizer, rak simpan.
Alur pemrosesan alat di RSUP Fatmawati dimulai dengan instrumen
yang kotor dilakukan serah terima alat kemudian dilakukan pre cleaning,
pencucian dan pengeringan. Kemudian alat disortir jika layak dilakukan
pengemasan untuk disterilisasi.
45

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Rumah Sakit Umum Fatmawati


Rumah Sakit Umum Fatmawati merupakan rumah sakit milik pemerintah yang
terletak di Jakarta Selatan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati dilakukan mulai tanggal 12 Agustus –
30 September 2021. Sebelum melaksanakan PKPA mahasiswa diwajibkan
terlebih dahulu mengikuti orientasi rumah sakit oleh bagian Pendidikan
(DIKLIT) yang mana selama pandemic COVID-19 kegiatan orientasi
dilakukan secara online dengan peserta PKPA diberikan link berisi video
orientasi RSUP Fatmawati. Hal ini dilakukan agar mahasiswa memiliki
pengetahuan mengenai Rumah Sakit Umum Fatmawati dan IFRS. Materi-
materi yang diberikan saat orientasi rumah sakit diantaranya mengenai Profil
dari Rumah Sakit Fatmawati, Manajemen Manajemen farmasi rumah sakit,
Central Sterilization Supply Department (CSSD), Pelayanan Kefarmasian dan
Penggunaan Obat di Rumah Sakit Fatmawati (PKPO), serta Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3).
Orientasi yang dilakukan oleh IFRS yang terdiri dari perkenalan staf,
penjelasan tata tertib, tata cara kegiatan pelayanan atau pendidikan,
pembagian kelompok, dan penjelasan singkat mengenai depo farmasi yang
ada di Rumah Sakit Umum Fatmawati. Kegiatan dilakukan dengan dua cara
yaitu, ada kegiatan yang dilakukan secara langsung dan ada kegiatan yang
dilakukan secara observasi diantaranya yaitu pemilihan, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi. Kegiatan
selanjutnya yaitu mengunjungi depo-depo farmasi dan melakukan pekerjaan
kefarmasian terutama manajemen farmasi rumah sakit di depo IRJ, depo
teratai, depo bougenville, gudang sentral serta ruang produksi steril dan non-
steril.
Kegiatan yang berkaitan dengan Pelayanan Farmasi Klinik diarahkan
oleh Apoteker Farmasi Klinis di RSUP Fatmawati yang terdiri dari
Pemantauan Terapi Obat (PTO), ronde, visite, review dan edukasi. Pelayanan
46

kefarmasian merupakan kegiatan penunjang medis di RSUP Fatmawati yang


diselenggarakan oleh IFRS. Landasan hukum dalam Standar Pelayanan
Kefarmasian di RSUP Fatmawati mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit meliputi standar pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Farmasi Klinik (3). Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati bertugas untuk
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh
kegiatan farmasi serta melakukan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah
Sakit. Selama melaksanakan praktek kerja profesi apoteker, mahasiswa
mendapatkan tugas khusus yaitu melaksanakan Pemantauan Terapi Obat
(PTO) di ruang perawatan yaitu gedung Teratai, Gedung Prof. Soelarto dan
Gedung Bougenville, ICU.
Kegiatan yang berkaitan dengan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai diarahkan oleh Koordinator Gudang
Instalasi Farmasi dan Penanggung jawab Kegiatan Distribusi Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai RSUP Fatmawati.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
di RSUP Fatmawati mengikuti pedoman Permenkes No 72 Tahun 2016.

B. Instalasi Gudang Farmasi


Gudang di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati terdiri dari gudang penyimpana
n obat dan ruang administrasi yang terletak terpisah. Penyimpanan
perbekalan farmasi disusun berdasarkan jenis, bentuk sediaan dan
berdasarkan abjad, untuk sediaan dengan jumlah banyak diletakkan di floor
pallete, namun tidak disusun berdasarkan abjad yang membuat sulit saat
pengambilan barang. Jenis obat yang disimpan terdiri dari sediaan tablet,
sediaan injeksi, sediaan cair, sediaan semi solid seperti krim, suppositoria,
kosmetika dan alat kesehatan. Seluruh jenis obat diletakkan di rak, namun
untuk jumlah besar diletakkan di floor pallete. Untuk alat kesehatan
diletakkan di floor pallete karena jumlahnya banyak, namun sebagian besar
pembalut diletakkan di rak. Untuk alat kesehatan yang digunakan untuk
keperluan bedah (benang dan jarum) diletakkan terpisah di rak.
47

Penyimpana n Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) memiliki ruangan sendiri.


Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diletakkan di ruangan tersendiri
yang tahan api, dilengkapi dengan Material Safety Data Sheet (MSDS), alat
pengontrol suhu dan kelembapan, Alat Pemadam Api Ringan (APAR), dan
eye wash. Setiap bahan yang disimpan di gudang B3 terdapat daftarnya,
sehingga sebelum memasuki gudang B3 dapat dicek terlebih dahulu apakah
bahan yang dicari ada atau tidak.
Penyimpanan narkotika di gudang induk farmasi Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati diletakkan di lemari besi yang dipagari dengan tralis besi
berw arna merah dan memiliki kunci ganda, kunci pada pintu dan pada tralis.
Kunci lemari dipegang oleh Apoteker dan penanggung jawab distribusi.
Sedangkan untuk penyimpanan Psikotropika diletakkan di lemari besi dengan
dua kunci tanpa teralis.

Lemari Narkotika dan Psikotropika diletakkan secara berhadapan.


Penyimpana obat High Alert diletakkan di lemari penyimpanan obat yang
bertanda khusus (stiker High Alert double check!), berwarna merah dan
tidak bercampur dengan obat lain. Stiker High Alert double check! ditempel
pada kemasan primer dan sekunder untuk mencegah terjadinya kesalahan.
Untuk obat sitostatika disimpan di lemari khusus dengan label atau logo
karsinogenik.
Gas medis diletakkan di belakang gedung teratai. Penyimpanan disusun
berdasarkan jenis gas yaitu : oksigen (putih), nitrogen oksida (biru) dan
karbondioksida (hitam). Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat
dan diberi penandaan untuk menghindari kesalahan pengambilan gas medis.
Penyimpanan tabung kosong dan terisi diletakkan terpisah. Petugas gudang
akan mengecek setiap hari persediaan gas dan dibandingkan dengan sistem,
penukaran tabung gas dilakkan oleh pihak ke-3 yang ditunjuk oleh pihak
Rumah Sakit.
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai
dan gas medis di RSUP Fatmawati telah memenuhi persyaratan
kefarmasian yang tercantum dalam Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 yang
48

meliputi persyarat an stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,


kelembaban, ventilasi dan penggolonga n jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai. Metod e penyimpanan telah
dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, jenis sediaan farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai serta disusun secara alfabetis
dengan menerapkan sistem First Expired First Out (FIFO) dengan
memperhatikan LASA, High Alert, narkotika dan psikotropika, suhu dan
kelembapan penyimpanan dan risiko. Setiap barang yang datang dari
distributor disesuaikan dengan faktur atau surat jalan, kemudian disesuaikan
barang dan jumlah, Expired Date (ED), yang dilakukan oleh petugas gudang
bersama dengan tim penerima. Kemudian akan dilakukan verifikasi dan
masuk ke stok gudang.
Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan gudang dilakukan
dengan dua cara yaitu pendistribusian amprahan berdasarkan pemintaan tiap
depo melalui sistem SIRS (Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit)
yang dilakukan setiap hari dan pendistribusian floor stock dari ruangan
secara manual menggunakan formulir (offline). Setiap pengambilan barang
ditulis di kartu stok yang terdapat pada setiap barang. Setelah dilakukan
proses amprahan dilakukan pengecekan kembali terkait dengan jumlah barang
dan pencatatan Expired Date lalu dilanjutkan dengan penginputan ke dalam
sistem, pengecekan ulang oleh staf lain serta dilakukan verifikasi untuk
memotong stok gudang.
Kegiatan perhitungan fisik sediaan atau stok opname dilakukan setiap 3
bulan sekali untuk mennyesuaikan antara pemasukan barang dan pengeluaran
barang serta melihat perbekalan farmasi yang rusak atau telah kadaluarsa
untuk dilakukan pengumpulan dan dipisahkan dari barang lain serta
dimusnahkan. Untuk melakukan pemusnahan perlu dibuat berita acara
pemusanahan barang medik yang dilakukan oleh pihak ketiga yang
disaksikan oleh tim pemusnahan barang medik. Pemusnahan dilakukan setiap
5 tahun sekali.
C. Produksi Farmasi Steril dan Nonsteril

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati memiliki bagian produksi untuk


49

sediaan farmasi steril dan non steril. Produksi yang dilakukan merupakan
produksi untuk keperluan rumah sakit sendiri. Kegiatan produksi ini bertujuan
untuk meningkat kan efisiensi dan efektivias pengadaan beberapa obat.
Tujuan lainnya adalah untuk memudahkan penerimaan obat oleh pasien atau
tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan
yang telah sesuai dengan kebutuhan. Produksi nonsteril dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi realisasi kerja produksi bulan sebelumnya, stok
minimum persediaan yang masih ada dan permintaan dari depo farmasi dan
ruangan.
Kegiatan di produksi nonsteril terdiri dari:
1) Pengadaan
a. Alur bahan baku
Permintaan barang dilakukan berdasarkan rencana kerja selama 1 bulan dan
permintaan barang langsung ke Gudang Induk Farmasi
b. Alur bahan jadi

Depo farmasi yang dilayani adalah depo farmasi rawat inap dan rawat jalan.
Permintaan setiap ruangan masuk ke gudang, kemudian diteruskan ke
bagian produksi dan selanjutnya diserahkan ke gudang kembali untuk
diantarkan ke setiap ruangan.
2) Kegiatan
a. Pembuatan sediaan farmasi
Pembuatan obat didasarkan pada master yang formula yang telah ada
sebelumnya. Pertimbangan pembuatan didasarkan : adanya formula
khusus dari resep dokter, obat sulit diperoleh dan permintaan untuk
obat selalu ada, pertimbangan biaya lebih ekonomis bagi pasien dengan
kualitas yang sesuai standar. Contoh produknya adalah salep Kemicetin,
Vaselin lanolin, OBH dan Handrub berbasis alkohol.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan pada sediaan yang konsentrasinya pekat lalu
diencerkan sesuai kebutuhan dan dikemas. Pengenceran dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi biaya. Contoh prodikunya adalah alkohol
96% yang dibuat menjadi alkohol 70%, Povidone-iodine, Formalin dan
50

lain-lain.

Pengemasan kembali Sediaan yang bervolume besar dilakukan pengemasan


kembali ke sediaan yang bervolume lebih kecil untuk meminimalkan
harga. Contoh produk yang dikemas kembali adalah adalah Kalsium
karbinat, Natrium klorida dan lain- lain.
c. Pengemasan kembali
Sediaan yang bervolume besar dilakukan pengemasan kembali ke sediaan
yang bervolume lebih kecil untuk meminimalkan harga. Contoh produk
yang dikemas kembali adalah adalah Kalsium karbinat, Natrium klorida
dan lain- lain.

3) Penyimpanan
Penyimpanan obat dan bahan farmasi di ruang produksi nonsteril
dipisahkan berdasarkan obat oral, pemakaian luar, serta bahan baku.
4) Pelaporan
Semua laporan dibuat setiap bulan. Laporan yang dibuat petugas antara lain:
a. Realisasi Kerja
b. Rekapitulasi Produksi
c. Mutasi Bahan Baku
d. Mutasi Bahan Jadi (Hasil Produksi)

Kegiatan produksi steril dilakukan di ruang produksi steril oleh tenaga farmasi
yang sebelumnya telah melakukan sertifikasi yaitu mengikuti pelatihan dan
diberikan sertifikat. Kegiatan yang dilakukan meliputi rekonstitusi obat
kemoterapi yang akan digunakan pada saat pasien melakukan kemoterapi.
Pelarut yang digunakan untuk rekonstitusi obat kemoterapi adalah larutan
NaCl 0,9% dan dextrosa dengan volume 100 ml, 250 ml dan 500 ml.
Umumnya stabilitas obat kemoterapi setelah d i rekonstitusi adalah 24 jam.
Alur penyiapan obat sitostika untuk pasien rawat jalan dimulai dari
mendapatkan resep dari Dokter masuk ke Depo Farmasi IRJ lantai 1
kemudian mendapatkan Formulir Penitipan Obat 2 rangkap, pasien akan
membawa formulir ke Pusat Pengendalian Kanker Terpadu (PPKT), pasien
51

diberikan Formulir Obat yang akan diserahkan ke ruang produksi di Depo Teratai.
Resep dari depo farmasi diserahkan ke ruang produksi. Petugas produksi
steril akan mencocokan resep dengan Fomulir Permintaan Obat lalu obat akan
disiapkan sesuai dengan jadwal kemoterapi. Alur penyiapan untuk pasien
rawat inap hampir sama, hanya saja yang melakukan alur administrasi adalah
perawat ruangan ke depo farmasi untuk mengantar resep, petugas depo akan
memberi permintaan ke gudang. Jadwal akan menyesuaikan dengan
konfirmasi dari bagian PPKT.
Handling sitotoksik adalah proses penanganan terhadap obat sitotoksik
yang bertujuan untuk melindungi personil dan juga melindungi obat dari
kontaminan yang dilakukan di ruangan steril berdasarkan prosedur handling
sitotoksik. Secara umum prinsipnya adalah pendidikan dan pelatihan terhadap
personil, pengendalian lingkungan kerja dan penggunaan prosedur yang aman
sehingga diharapkan dapat melindungi produk dan juga personel yang
melakukan handling sitotoksik. Ruangan handling sitotoksik terdiri dari ruang
persiapan, cuci tangan dan ruang ganti pakaian, ruang antara dan ruang steril.
Persyaratan ruang steril adalah:

1. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel

2. Jasad renik tidak lebih dari 100/m3 di udara

3. Kelembapan 35-50%

4. Suhu 18-22oC
5. Dilengkapi dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
6. Tekanan udara di dalam ruangan lebih positif dibandingkan di luar
7. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alkes dan bahan obat
sebelum dan sesudah pencampuran, terletak diantara ruang persiapan dan
ruang steril.
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan di ruang pencampuran
sitotoksik berupa APD disertai dengan Biological Safety Cabinet (BSC), serta
teknik aseptis saat melakukan pencampuran obat sitotoksik. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi risiko terpaparnya personil dari obat sitotoksik
52

pada saat melakukan pencampuran serta untuk menjamin produk yang dihasilkan
terhindar dari kontaminan, sehingga produk yang dihasilkan benar steril.
Selain pencampuran obat sitostatika, produksi sediaan steril juga
melakukan pencampuran nutrisi bagi pasien bayi dan balita yang disebut
dengan Total Parenteral Nutrition (TPN). Pencampuran sediaan TPN
dilakukan di ruang produksi yang berada di Depo Teratai. Pencampuran
sediaan ini menggunakan teknik aseptis untuk menjamin sediaan tetap steril
dan aman untuk diberikan kepada pasien.
Alur produksi sediaan TPN dimulai saat Dokter meresepkan sediaan TPN
untuk bayi dan balita yang dirawat di ruangan NICU, PICU atau Perina.
Penanggung jawab lantai akan menyerahkan resep, bahan yang dibutuhkan
dan etiket kepada bagian TPN. Selanjutnya, bagian TPN melakukan
skrining terhadap resep. Bahan yang diperlukan disiapkan dan diletakkan
pada pass box. Pencampuran sediaan TPN dikerjakan oleh Apoteker dengan
mengguna kan APD di Biological Safety Cabinet (BSC). Seluruh alat yang
digunakan harus di disinfeksi menggunakan alkohol untuk mencegah adanya
kontaminan. Setelah dicampur, sediaan diletakkan kembali di pass box dan
siap diambil oleh penanggung jawab lantai untuk diberikan kepada pasien
yang membutuhkan.
Apoteker yang dapat melakukan pencampuran TPN adalah Apoteker
yang telah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikat. Apoteker juga
harus teliti dan disiplin dalam menjaga kondisi tetap steril mengingat
proses yang dilakukan cukup rumit. Contoh sediaan yang dihasilkan oleh
produksi TPN yaitu sediaan campuran Ka-En 1B dengan KCl, Protein
Glukosa (PG), dan lain- lain
Mahasiswa juga terlibat dalam produksi nonsteril yaitu pembuatan kapsul
CaCO3, Natrium bikarbonat, dan pembuatan Betadine gargle dan First Aid ke
kemasan yang lebih kecil. Sedangkan untuk produksi steril obat sitostat ika
mahasiswa hanya mendapatkan penjelasan dari petugas dan melihat proses
produksi obat steril tersebut dari luar ruang produksi steril, hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pekerjaan,
53

perlunya keahlian untuk melakukan kegiatan produksi ,serta menghindari risiko


terpaparnya obat sitostatika. Untuk sediaan TPN, mahasiswa diberikan
kesempatan untuk mencoba melakukan pencampuran sediaan dengan diawasi
oleh Apoteker yang bertugas.
D. Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan

Gedung Instalasi Rawat Jalan (IRJ) terdiri dari tiga lantai, namun depo
farmasi hanya terletak di IRJ lantai 1 dan IRJ lantai 3, untuk poliklinik yang
terletak di IRJ lantai 2 pengambilan obat dilakukan di depo farmasi IRJ lantai
1. Depo farmasi IRJ lantai 1 melayani resep bagi semua pasien BPJS,
sedangkan untuk depo farmasi lantai 3 khusus melayani obat-obat program.
Untuk pasien yang mendapatkan resep tunai dan BPJS dapat ditebus di depo
terpisah yaitu di gedung Griya Husada. Trolly emergency di gedung instalasi
rawat jalan terdapat 4 yaitu di poliklinik jantung, ruang hemodialisa, ruang
endoskopi dan ruang radiologi. Isi dari ke-empat trolly emergency relatif
sama. Trolly emergency dikunsi dengan menggunakan single-used key
dengan nomor seri yang berbeda-beda. Pengecekan trolly emergency
dilakukan minimal satu kali tiap minggu, namun bila ada laporan penggunaan
obat atau alat kesehatan dari trolly harus segera dilakukan penggantian
dalam waktu kurang dari 100 menit. Selain
Trolly emergency terdapat pula kit emergensi yang berjumlah 14 buah.
Kit emergensi diletakkan di poli gigi, poli bedah plastik, poli mata dan poli
bedah vaskuler. Penggunaan obat dan alat kesehatan di kit emergensi lebih
jarang dibandingkan dengan trolly emergency, sehingga pengecekan
dilakukan setiap 3 bulan. Pengecekan dilakukan untuk melihat tanggal
kadarluarsa karena obat di kit emergensi tergolong obat-obat yang slow
moving. Laporan yang dibuat oleh depo farmasi IRJ antara lain adalah,
laporan narkotika dan psikotropika, laporan resep formularium nasional
(Fornas) dan non Fornas, laporan penjualan dan laporan waktu tunggu resep.
Depo farmasi IRJ lantai 3 hanya membuat laporan penggunaan obat-obat
program yang dikirim secara online ke Dinas Kesehatan.
1. Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) lantai 1
Depo farmasi lantai 1 melayani resep bagi semua pasien BPJS
54

khususnya obat kronis dari poliklinik jantung, poliklinik bedah, poliklinik


penyakit dalam, poliklinik orthopedi, poliklinik anastesi, poliklinik bedah
plastik, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik bedah syaraf, poliklinik anak,
poliklinik mata, poliklinik THT serta poliklinik kebidanan. Kegiatan yang
dilakukan di depo farmasi lantai 1 yait u penyiapan obat dan alat kesehatan
berdasarkan resep dokter dan etiket obat yang telah dibuat oleh petugas.
Alur pelayanan resep di depo farmasi lantai 1 dimulai ketika resep
diterima oleh petugas farmasi , selanjutnya dilakukan skrining resep dan
skrining administrasi. Skrining administrasi bertujuan untuk melihat
kelengkapan resep seperti nama, umur, jenis kelamin, berat dan tinggi
badan, nama atau paraf dokter, tanggal penulisan resep, dan ruangan atau
unit asal resep. Selain itu skrining administrasi juga dilakukan untuk
mengetahui masa berlaku SEP/Surat Eligibilitas Pasien, dan memeriksa
hasil laboratorium yang harus disertakan untuk beberapa pengobatan
tertentu. Apabila persyaratan administrasi sudah terpenuhi maka
selanjutnya pasien akan mendapatkan nomor antrian dan waktu tunggu
obat mulai berjalan. Selanjutnya resep masuk ke dalam depo farmasi,
resep yang telah masuk ini sebelum diserahkan ke pasien harus melalui
empat tahapan
a. Tahap 1
Pengecekan delapan benar yang terdiri dari benar dan jelas penulisan resep,
benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi, benar rute, benar
pasien, tidak ada duplikasi terapi dan tidak ada interaksi antara obat dan
makanan. Bila delapan benar telah terpenuhi resep akan masuk ke
dalam sistem untuk klaim BPJS, pemotongan stok barang serta cetak
etiket pada sistem Rumah Sakit. Namun, apabila terdapat
ketidaksesuaian dengan delapan benar maka Apoteker akan melakukan
konfirmasi ke Dokter penulis resep.
b. Tahap 2
Pengecekan etiket yang sudah dicetak dan pembuatan copy resep bila obat
tidak tersedia di depo sehingga pasien dapat menebus di apotek lain
atau dibuatkan catatan TA (Tinggal Ambil) untuk pasien dapat
55

mengambil obat.
c. Tahap 3
Resep maju ke meja dispensing, untuk resep obat racikan maka resep
diracik terlebih dahulu oleh juru racik sementara untuk obat jadi
langsung disiapkan dan dikemas.
d. Tahap 4
Pengecekan ulang (recheck) untuk resep yang sudah selesai disiapkan.
Pengecekan ulang dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab Depo
Farmasi IRJ lantai 1 atau Asisten Apoteker senior yang bertujuan untuk
menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat dan dilakukan
pemilihan pasien yang memerlukan konseling obat setelah pemberian
obat. Setelah obat selesai disiapkan, obat diserahkan disertai dengan
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat. Pasien diminta
menuliskan nomor telepon yang dapat dihubungi jika terdapat
informasi yang dibutuhkan. Masing-masing tahapan dalam pelayanan
resep tersebut dilakukan oleh orang yang berbeda-beda untuk
meminimalisir kesalahan.
Kegiatan konseling juga dilakukan di IRJ lantai 1, konseling dilakukan
atas permintaan pasien, pasien yang dianggap perlu mendapatkan
konseling (pasien baru, pasien mendapat obat tertentu) dan permintaan dari
dokter. Namun, kegiat an konseling jarang dilakukan dan ruangan untuk
konseling tidak dalam ruangan tertutup, sehingga menjadi keterbatasan
dalam kegiatan konseling dan timbul ketidaknyamanan dalam proses
konseling.
Sistem penyimpanan obat di depo farmasi lantai 1 dilakukan
berdasarkan jenis sediaan (tablet, salep, cairan, krim, injeksi), secara
alfabetis dengan memperhat ikan suhu penyimpanan. Penyimpanan obat-
obat LASA di Depo Farmasi IRJ lantai 1 disimpan di rak berwarna kuning
dengan sticker bertuliskan “LASA” diselingi dengan minimal 2 obat dan
mengadopsi metode penulisan tall-man letter. Penyimpanan obat-obat
High-alert disimpan di rak berwarna merah dengan dilengkapi sticker
bertuliskan “High-alert double check” pada tiap rak dan tiap sediaan obat.
56

Penyimpanan obat psikotropika dan narkotika disimpan di lemari yang


menempel di dinding dan dilengkapi dengan kunci ganda. Lemari
penyimpana n obat psikotropika dan narkotika harus selalu terkunci dan
kuncinya dibawa oleh Apoteker penanggung jawab depo. Obat-obat
kemoterapi disimpan didalam laci tersendiri. Insulin, beberapa injeksi, dan
suppositoria disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu berkisar
antara 2-8°C. Pengadaan obat dan alat kesehatan di Depo farmasi IRJ
lantai 1 dilakukan setiap hari dan masih manual, yang biasa disebut
amprahan dari gudang induk farmasi. Amprahan dibuat pada sore hari dan
pengambilan obat-obat dan alkes dilakukan pada hari selanjutnya di pagi
hari.
2. Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) lantai 3
Depo farmasi lantai 3 melayani resep khusus obat-obat program
yaitu penyakit HIV, kusta, hepatitis C, TBC dan TBC resisten obat. Obat
program adalah obat yang disediakan oleh pemerintah melalui sudinkes.
Pasien mendapatkan obat program secara gratis dengan mendaftarkan diri
terlebih dahulu untuk mengikuti program tersebut. Alur pelayanan resep di
depo farmasi IRJ lantai 3, dimulai dengan penerimaan resep, skrining
admministrasi atau kelengkapan resep dan ketersediaan obat, pemotongan
stok barang dan pencetakan etiket, penyiapan obat, pengemasa n obat,
pengecekan ulang, penyerahan obat disertai pemberian informasi obat.
Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat
rawat jalan secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat
jalan secara individ ual prescription merupakan tata cara dan urutan
proses kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep
pasien. Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep
yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker.
E. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan program yang
diperuntukan bagi pecandu opiat (seperti heroin atau morfin) dengan
memberikan metadon sebagai terapi substitusi untuk mengendalikan
ketergantungan dan juga sebagai salah satu upaya pengurangan dampak
buruk penularan HIV/AIDS. Metadon adalah analgesik sintetik dan dipilih
57

sebagai terapi utama substitusi karena memiliki efek menyerupai morfin, yang
paling menojol adalah yang berhubungan dengan Sistem Saraf Pusat dan
organ yang terdiri dari otot polos. Metadon memiliki masa kerja yang
lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari dan penggunaanny
a dengan cara diminum. Efek yang ditimbulkan metadon mirip dengan
yang ditimbulkan heroin, namun efek munculnya lebih lambat, sifat
ketergantunganny a tidak seburuk heroin dan gejala putus obatnya tidak
seberat heroin (11). PTRM di RSUP Fatmawati dimulai sejak tahun 2003,
ketika masih berada satu lokasi dengan RS Ketergantungan Obat (RSKO).
Setelah RSKO dipindah ke Cibubur tahun 2007, program tersebut diambil
alih oleh RSUP Fatmawati.
Alur pelayanan PTRM di RSUP Fatmawati yaitu pasien yang baru
pertama kali datang diterima dibagian pencatatan, kemudian dicatat
identitas. Selain identitas, pasien akan ditanyakan keluhannya, riwayat
konsumsi alkohol, obat-obat an terutama penggunaan NAPZA, kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, serta indikasi lain yang bermanfaat untuk
pengobatan, misalnya penting untuk mengetahui riwayat konsumsi alkohol
bagi pasien dengan penyalahgunaan NAPZA, karena alkohol dapat
meningkatkan efek metadon, demikin pula sebaliknya metadon akan
memperleambat eliminasi alkohol. Kemudian dokter akan mengevaluasi
daya toleransi pasien terhadap metadon, karena pada prinsipnya
sensitifitas masing- masing orang berbeda terhadap segala macam obat
termasuk pada metadon. Pengaturan dosis ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana toleransi pasien, dan untuk mencegah keadaan berbahaya
karena pengaruh overdosis metadon, dan bukan karena ketergantungan
obat. Pengaturan dosis yang digunakan, biasanya dosis awal metadon
dianjurkan sebanyak 15-30 mg setiap hari selama 3 hari pertama. Kematian
sering terjadi bila menggunakan dosis awal melebihi 40 mg. Pasien harus
diobservasi selama 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk
memantau tanda- tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat
intoksisitas atau gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi
sesuai keadaan.
Peningkatan dosis obat harus perlahan-lahan dari dosis awal (fase
58

stabilisasi ) sehingga memasuki fase rumatan. Pada fase ini resiko intoksikasi
dan overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama. Dosis yang
direkomendasikan digunakan dalam fase stabilisasi adalah dosis awal
dinaikkan 5-10 mg tiap 3-5 hari. Hal ini bertujuan untuk melihat efek dari
dosis yang sedang diberikan. Total kenaikan dosis tiap minggu tidak boleh
lebih 30 mg. Dosis rumatan rata-rata adalah 60-100 mg perhari. Dosis
rumatan harus dipantau dan disesuaikan setiap hari tergantung keadaan
pasien secara teratur. Pada saat pasien sudah merasa nyaman, dosis
dipertahankan antara 40-100 mg/hari selama kurang lebih 18-24 bulan atau
pesert a memutuskan untuk berhenti (fase rumatan). Penurunan dosis
maksimal sebanyak 10%. Penurunan dosis yang direkomendasikan adalah
setiap 2 minggu. Dosis yang perharinya dibagi dua diturunkan tiap 2
minggu dan ketika dosis mencapai 20-30 mg, dosis dikurangi 1 mg per 2
minggu atau dosis tetap selama >1 minggu, sampai akhirnya dihentikan.
Pemantauan perkembangan psikologis pasien juga harus diperhatikan, jika
ada emosi tidak stabil, dosis dapat dinaikan kembali. Alur selanjutnya,
setelah melalui bagian pencatatan, pasien menuju tempat pemberian obat.
Pasien secara berurutan dipanggil berdasarkan urutan kedatangannya, lalu
diberikan metadon cair sesuai dengan dosis yang harus didapatkan pasien
tersebut pada hari itu. Kemudian pasien disediakan air mineral untuk
menghilangkan bekas - bekas metadon yang ada di gigi sebab metadon
dapat mengakibatkan kerusakan pada gigi. Masing-masing pasien
memiliki gelas untuk minum obat tersendiri dan telah berisis nomor.
Petugas dibagian absen kemudian memanggil pasien. Metadon yang
diberikan yaitu dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100 cc.
Pasien harus hadir setiap hari dan pasien harus segera menelan
metadon tersebut dihadapan petugas. Bagi pasien baru, penanganannya
sedikit berbeda, dimana pasien diperbolehkan pulang setelah diobservasi
kurang lebih selama 10-15 menit untuk dievaluasi pengaruh obat yang
tidak dapat ditoleransi pasien. Jika ada pasien (baik baru ataupun lama)
yang muntah setelah minum obat, maka perlu untuk mengganti dosis
metadon. Apabila ada dosis yang terlewat 3 hari berturut-turut atau lebih
59

maka dokter akan memberikan dosis awal atau 50% dari dosisi terakhir yang
diberikan. Bila pasien tidak datang lebih dari 4 hari makan dikembalikan
pada dosis awal. Bila pasien tidak datang lebih dari 3-6 bulan maka pasien
dinilai ulang sepert i pasien baru. Terapi metadon dapat dihentikan secara
bertahap pada keadaan pasien sudah dalam keadaan dan kondisi yang stabil
untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah dan minimal 6 bulan pasien
dalam keadaan bebas heroin. Adapun pembuat an sirup metadon ialah
sebagai berikut:
1. Masukkan air minum ±90 cc kedalam gelas bersih dan telah
disterilkan.
2. Masukkan sirup ±10 cc ke dalam gelas tadi.
3. Takar metadon sesuai dengan dosis yang ditentukan
4. Masukkan metadon ke dalam gelas yang telah berisi air sirup
tersebut, aduk hingga rata dan berikan kepada pasien untuk diminum
F. Depo Farmasi Bougenville
Depo Farmasi Bougenville terdapat di lantai 4 gedung Bougenville.
Depo farmasi Bougenville melayani obat-obat dan alat kesehatan untuk
pasien di ruangan ICU, ICCU, PICU/NICU dan PACU/HCU. Pelayanan
farmasi yang dilakukan di Depo Bougenville meliputi pelayanan resep
pasien rawat inap, berupa penyiapan obat dengan system UDD (Unit Daily
Dose) dan alat kesehatan, penulisan di kartu stock, melakukan stock
opname, pengemasan kembali alat kesehatan, dan pengecekan obat dan alat
kesehatan yang diretur. Ruang ICU (Intensif Care Unit) berada pada lantai
4 bougenville. ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang khusus untuk pasien
krisis yang memerlukan perawatan intensif dan observasi berkelanjutan.
Ruang ICCU (Intensif Coronary Care Unit) juga terdapat di lantai 4
Bougenville yang merupakan unit yang diperuntukan untuk perawatan
intensif pada penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner,
serangan jantung, gangguan irama jantung yang berat, gagal jantung.
Pasien dengan penyakit jantung memiliki kondisi yang khusus dimana
memerlukan situasi yang lebih tenang dan monitoring terapi yang lebih
terpantau. Biasanya pasien yang dirawat di ICCU merupakan pasien
60

geriatri dan disertai penyakit penyerta. Ruang PACU (Post Anasthesi Care
Unit) diperuntukkan bagi pasien yang membutuhkan perawatan khusus
setelah operasi / ruang HCU (High Care Unit) yang terdapat pada lantai 3
Bougenville. Depo Farmasi Bougenville juga melayani obat untuk pasien
yang berada di ruang NICU dan PICU. NICU (Neonates Care Unit)
terdapat di lantai 3 Bougenville merupakan unit perawatan intensif untuk
bayi baru lahir (neonatus) yang berumur 0-28 hari yang memerlukan
perawatan khusus misalnya berat badan rendah, fungsi pernafasan kurang
sempurna, prematur, lahir dengan kelainan organ dalam, mengalami
kesulitan dalam persalinan, adanya kelainan bawan, menunjukkan tanda-
tanda mengkuatirkan dalam beberapa hari pertama kehidupan. Pasien
dirawat dalam ruangan khusus yaitu inkubator dan nutrisi yang didapat
berasal dari ASI, susu formula atau nutrisi yang diberikan secara
parenteral. PICU (Paediatric Intensive Care Unit) merupakan unit
perawatan intensif untuk anak-anak dengan usia 29 hari sampai 18 tahun
yang juga terdapat di lantai 3 Gedung Bougenville. Kondisi pasien PICU
mengalami berbagai penyakit dan penanganannya tidak berbeda jauh
dengan perawatan NICU.
1) Depo Instalasi Bedah Sentral
Depo Farmasi IBS yang terletak di gedung Bougenville. berada dibawah
Koordinator Pelayanan SDM di Depo Farmasi IBS terdiri dari:
• 2 orang Apoteker
• 3 orang Asisten Apoteker
• 2 orang bagian administrasi diantaranya : 1 orang penanggung
jawab billing semua operasi, dan 1 orang penanggung jawab
ketersediaan obat di IBS.
IBS berada di gedung Bougenville lantai 6. Kamar operasi di IBS
sebenarnya terdiri atas 21 (kamar operasi) yaitu:
• 4 kamar operasi CITO
• 2 kamar operasi kandungan dan kebidanan
• 15 kamar operasi elektif.
61

Namun saat ini dikarenakan pandemi COVID-19 hanya terdapat 7 kamar


operasi yang aktif digunakan.
Pada lantai 3 Bougenville terdapat kamar operasi 1 dan 2 untuk
operasi kandungan (VK) dan kebidanan, dimana distribusi obat dilakukan
secara sistem floor stock. Obat terdapat di trolley emergency, terdapat
lemari alat kesehatan, dan kotak paket berisi perlengkapan anastesi sudah
disiapkan setiap pagi serta obat tambahan disiapkan dari depo melalui
loket. Obat dan alat kesehatan di cek setiap hari. Depo Farmasi IBS
umumnya lebih banyak melakukan pengadaan alkes dan anastesi. Cairan
infus dan antiseptik diberikan setiap hari.
Depo farmasi IBS melayani bedah cito, bedah elektif dan bedah prima.
Bedah elektif adalah bedah yang sudah terjadwal sebelumnya, sedangkan
bedah prima merupakan program pembedahan yang terjadwal namun
pembayaran dilakukan lebih dahulu sebelum operasi berlangsung. Setiap
jenis pembedahan telah disediakan kotak paketan yang berisi beberapa obat
dan alat kesehatan yang dibutuhkan selama proses pembedahan
berlangsung. Paket bedah elektif dan prima disediakan sesuai dengan
jumlah pasien yang akan dioperasi. Alur pelayanan untuk bedah prima dan
elektif adalah petugas depo farmasi mendapatkan jadwal operasi dan resep
anastesi sehari sebelum operasi berlangsung sedangkan paket bedah
disiapkan pada hari H sebelum operasi dilaksanakan, kemudian petugas
depo akan menyiapkan kotak paket dan resep tersebut. Satu paket
digunakan oleh satu pasien untuk satu kali operasi. Pada saat operasi
berlangsung resep dan kotak paket akan diambil oleh penata bedah. Obat
dan alat kesehatan yang belum diresepkan atau kurang akan dilayani
langsung di depo farmasi IBS, kemudian petugas depo akan mencatat
tambahan resep yang diminta penata bedah. Obat dan alat kesehatan yang
telah digunakan langsung dilakukan retur pada hari itu / pada hari dimana
operasi dilaksanakan agar dapat diperinci dan diinput ke dalam komputer
untuk pemotongan stok obat persediaan barang.
Penyusunan dan penyimpanan obat yang dilakukan berdasarkan suhu
penyimpanan secara alfabetis, dan disimpan pada lemari yang terpisah dari
62

alat kesehatan. Penyimpanan obat narkotik dan psikotropika sudah sesuai


standar yaitu menggunakan lemari terpisah dan dilengkapi dengan double
lock, akan tetapi lemari ini hanya dikunci saat tidak ada petugas depo di
depo Farmasi IBS atau jam kerja telah selesai, pada saat melakukan
dispensing lemari narkotika dan psikotropika tidak dikunci karena obat ini
merupakan obat fast moving sehingga akan memperlambat kerja petugas
jika lemari ini dikunci. Obat - obat high alert telah diberi stiker high alert
double check. Proses stock opname terhadap obat dan alat kesehatan
dilakukan tiga bulan sekali.
Pelaporan yang dilakukan adalah obat generik setiap bulan, narkotika,
dan psikotropika setiap bulan, daftar pelunasan dibuat harian, analisa
penjualan setiap bulan. Narkotika dan psikotropika harus menggunakan
resep dokter. Pemusnahan narkotika dan psikotropika apabila dalam
bentuk cairan dibuang di air mengalir, spuit di buang pada safety box yang
terdapat disamping lemari narkotik dan psikotropik, kemudian dibuat
berita acara dan pemusnahan disaksikan oleh PJ implan, PJ anastesi,
Apoteker penanggung jawab, dan dinas kesehatan. Terdapat implan yang
digunakan di instalasi bedah sentral. Implan adalah alat yang ditanam di
tubuh pasien baik permanen maupun tidak. Pengadaan implan dapat
dilakukan melalui 2 cara, yaitu pembelian dan konsinyasi. Konsinyasi
merupakan suatu bentuk kerjasama dimana terjadi proses penitipan alkes
dari distributor dimana alkes tersebut akan digunakan untuk pasien yang
memerlukan tindakan khusus (di kamar bedah) kemudian akan diperinci
pemakaian alat-alat konsinyasi tersebut untuk dibuat tagihan. Konsinyasi
dilakukan selain karena pertimbagan biaya juga ketersediaan alat yang
terbatas dan distributor tidak menjualnya.
G. Depo Teratai
Depo Farmasi Teratai adalah depo yang menyediakan perbekalan farmasi
untuk pasien rawat inap di gedung Teratai dan gedung Prof. Dr. Soelarto.
Tenaga Farmasi pada Depo Farmasi Teratai terdapat 3 Apoteker, 1
Apoteker Klinis, 26 TTK, 4 Administrasi & 3 Juru Resep
Gedung Teratai terbagi menjadi 6 lantai sebagai berikut:
63

1. Lantai I : Administrasi, depo Farmasi Teratai, ruang dispensing obatt


obatan kemoterapi, ruang rawat kemoterapi
2. Lantai II : Pengobatan post melahirkan dan kebinanan
3. Lantai III: Ruang rawat inap anak (di bawah 18 tahun)
4. Lantai IV: Ruang bedah dan ruang High Care bedah (selatan), ruang
isolasi untuk kasus paru (utara)
5. Lantai V : Ruang High Care untuk kasus neuro dan penyakit dalam
6. Lantai VI: Ruang rawat kelas 3 untuk kasus neuro dan penyakit dalam
(selatan), ruang rawat untuk penyakit jantung (utara)
Gedung Prof. Dr. Soelarto terdiri dari 6 lantai sebagai berikut:
1. Lantai I : Ruang bedah ortopedi
2. Lantai II : Ruang bedah umum
3. Lantai III : Ruang rawat inap kelas 1 dan 2 (saat ini sedang
dikosongkan)
4. Lantai IV : Ruang rehabilitasi medik
5. Lantai V : Ruang rawat inap kelas VIP
6. Lantasi VI : Ruang rawat inap kelas VVIP
Sistem dalam depo farmasi Teratai berpusat di lantai satu gedung
Teratai yang terdiri dari ruang tunggu, meja penerimaan resep pasien,
bagian administrasi, meja petugas permorsi, lemari penyimpanan obat dan
alat kesehatan, BMHP, ruang racikan, dan ruang dispensing steril untuk
pengobatan kemoterapi/obat sitostatik. Tempat penyiapan obat sitostatik
berada dalam depo farmasi teratai namun dalam ruangan yang berbeda
dimana terdapat dua petugas khusus yang sudah mengikuti pelatihan dan
tersertifikasi untuk menyiapkan obat dari lembar permintaan obat sesuai
dengan resep yang diterima di bagian administrasi, penyiapan obat
sitostatika dilakukan dalam lemari BSC. Selain ruang sitostatika, juga
terdapat ruang TPN (Total Parenteral Nutrition) dimana terdapat apoteker
yang bertanggung jawab dalam proses compundingnya. Lemari
penyimpanan obat tersusun berdasarkan alfabetis dan dikelompokkan
sesuai bentuk sediaan yakni sirup, tablet, kapsul, injeksi, nutrisi parenteral,
64

lemari pendingin, rak obat LASA (Look Alike Sound Alike), lemari
obat high alert, lemari narkotika, lemari psikotropika, serta alkes dan
BMHP. Rak obat LASA ditandai dengan warna kuning dan stiker LASA.
Lemari obat high alert ditandai dengan garis merah serta diberikan stiker
bertuliskan “High Alert, Double Check” di lemari, kemasan sekunder,
sampai kemasan primer obat Lemari narkotika dan lemari psikotropika
terpisah namun memiliki karakteristik yang sama yakni menempel di
dinding dan dilengkapi dengan sistem double lock, dengan kunci yang
dipegang oleh apoteker yang berwenang. Obat - obat fast moving
diletakkan terpisah di satu meja agar lebih efisien dalam proses
penyiapannya, contoh obat - obatan fast moving di gedung Teratai adalah
ceftriaxone serbuk injeksi, cefotaxime serbuk injeksi, tramadol HCl
injeksi, omeprazole serbuk injeksi, asam tranexamat ampul, ranitidine
injeksi, ketorolac injeksi dexamethasone injeksi, ondansetron injeksi,
phytomenadion injeksi serta beberapa alkes seperti spuit 3cc, 5cc, 10cc dan
BMHP seperti alcohol swab.
Depo farmasi Teratai memiliki tiga orang apoteker. Selama visite
apoteker melakukan evaluasi obat, termasuk cairan atau nutrisi parenteral
pasien untuk melihat kesesuaian dosis dan kemungkinan terjadinya
interaksi obat. Visite adalah salah satu fungsi klinik apoteker dalam
pelayanan kefarmasian untuk memantau efek terapi dan efek samping obat,
menilai kemajuan kondisi pasien dengan berkolaborasi bersama tenaga
kesehatan lain agar pasien memperoleh pengobatan yang rasional.
Apoteker juga melakukan skrining rekam medik untuk menentukan pasien
yang membutuhkan konseling atau edukasi. Hal ini dilakukan bertujuan
untuk meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien,
menunjukkan perhatian serta kepedulian, membantu dalam penggunaan
obat yang benar, meningkatkan kepatuhan pasien, mengetahui efektivitas
pengobatan pasien.
Depo farmasi Teratai juga memiliki sejumlah tenaga teknis
kefarmasian yang ditugaskan di meja permorsi, bertujuan untuk
memfokuskan petugas pada porsi obat per ruangan meliputi ruang rawat
65

inap di gedung Teratai, gedung Prof. Dr. Soelarto. Resep atau kardeks
pasien dari ruangan akan diterima depo farmasi untuk kemudian disiapkan
dalam bentuk Unit Dose Dispensing (UDD), system ini merupakan
pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali pakai
dalam jangka waktu 24 jam yaitu untuk pemakaian sore, malam, pagi,
siang. Resep dosis unit ini diserahkan kepada petugas depo rawat inap
untuk disiapkan, dilakukan dengan pemilahan terhadap obat yang
membutuhkan porsi harian seperti obat-obat yang berbentuk tablet atau
kapsul dengan menulis mulai penggunaan obat dan sampai kapan obat
harus diberikan.
Untuk obat injeksi dan cairan infus disiapkan oleh petugas lainnya di
bagian belakang depo.obat-obat yang telah disiapkan, dicek ulang dan
diletakkan dalam kereta obat yang sudah dilengkapi dengan keterangan
nama pasien di masing-masing obat. Pada Jumat sore penyiapan obat
dilakukan untuk pemakaian pada Jumat sore sampai Senin siang. Selain
sistem UDD, sistem pendistribusian yang dilakukan oleh depo farmasi
Teratai adalah sistem floor stock serta individual prescription. Di depo
teratai juga menyiapkan paket infus Thalasemia yang berisi blood set,
syringe 3ml, vasofix 22, vasofix 24, NaCl 0,9% 100ml, hypavix, dan
wippy.
H. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT
(PKPO)

1. PKPO 1
Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat
(PKPO) 1, pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien. RSUP
Fatmawati melakukan pengkajian sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun.
Menurut PMK No. 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit, struktur organisasi instalasi farmasi harus
mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat
66

kesehatan, dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan
manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan
dengan tetap menjaga mutu. Organisasi instalasi farmasi RSUP
Fatmawati telah mencakup ketentuan yang disebutkan dalam peraturan
tersebut. Instalasi farmasi RSUP Fatmawati berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan
Keperawatan, dikepalai oleh Apoteker yang diangkat oleh Direktur
Utama.
2. PKPO 2
Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat
(PKPO) 2 mengenai proses seleksi obat dengan benar yang
menghasilkan formularium dan digunakan untuk permintaan obat serta
instruksi pengobatan. Formularium obat RSUP Fatmawati telah
menerbitkan VIII jilid formularium dengan yang terakhir diterbitkan
adalah pada tahun 2018. Formularium Obat RSUP Fatmawati edisi
VIII tahun 2018 berlaku hanya untuk pengadaan obat pasien khusus
Griya Husada, pasien tunai rawat inap, dan obat emergency (life
saving) yang belum tersedia di Fornas. Sedangkan untuk pasien BPJS
diutamakan sesuai Fornas BPJS. Formularium RSUP Fatmawati
berlaku selama tiga tahun dan akan direvisi dan dievaluasi secara
berkala (minimal 1 kali per-tahun) oleh TFT. Pengusulan obat-obat
baru agar masuk ke dalam formularium RSUP Fatmawati, dilakukan
dengan menggunakan Formulir Usulan Obat Baru yang ditujukan
kepada Tim Farmasi dan Terapi (TFT), kemudian akan dibahas serta
dianalisa dalam tim berdasarkan EBM (Evidence Based Medicine)
untuk diterima atau ditolak. Saat ini RSUP Fatmawati masih
menggunakan formularium tahun 2018 dan sedang dalam proses
pembuatan formularium terbaru. Selain itu RSUP Fatmawati
berencana untuk membuat formularium khusus alat kesehatan agar
penggunaan dan pengadaan alat Kesehatan menjadi lebih mudah
3. PKPO 3
Penyimpanan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati disusun
berdasarkan bentuk sediaan, alfabetis, LASA (Look Alike Sound Alike)
dan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First
67

Out). Sistem penyimpanan di RSUP Fatmawati baik di gudang


maupun di depo sudah memenuhi standar operasional yang berlaku.
Produk yang penyimpanannya pada suhu kamar (25°C) diperuntukkan
bagi obat-obat umum, cairan infus, alat kesehatan, dan pembalut.
Produk sampel pertinggal disimpan di ruang produksi dalam waktu 1
tahun dengan suhu 25-30°C untuk menjaga stabilitas dan konsistensi
produk selama penyimpanan. Sedangkan pada suhu 2-8°C (lemari
pendingin) diperuntukkan bagi obat- obatan tertentu seperti
suppositoria, insulin, produk biologis, dan reagensia yang
membutuhkan suhu dingin.
Penyimpanan obat LASA (Look Alike Sound Alike) diberi sticker
berwarna kuning bertuliskan LASA serta diberi jeda atau jarak
minimal 2 obat diantaranya dan penulisan obat menggunakan metode
Tall Man lettering untuk menekankan perbedaan pada obat yang
memililki nama atau pengucapan suara yang sama. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya medication error.
Penyimpaan obat high alert perlu terdapat sticker merah yang
bertuliskan “HIGH ALERT” pada kotak/lemari penyimpanan
berwarna merah. Masing-masing obat juga perlu diberi sticker merah
dengan tulisan “HIGH ALERT”.
Penyimpanan gas medis terdapat area khusus yang terpisah
dengan sediaan farmasi lainnya. Warna tabung gas dibedakan
berdasarkan isinya. Tabung berwarna putih berisi gas oksigen, tabung
berwarna abu-abu berisi gas CO2, tabung berwarna biru berisi gas N2O.
Penyimpanan obat Narkotika dan Psikotropika baik di gudang
maupun di depo disimpan dalam lemari khusus yang memiliki dua
buah kunci berbeda (double lock). Lemari tersebut terpasang
menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali
dengan membongkarnya. Pada jam kerja, kunci lemari penyimpanan
Nartikotika dan Psikotropika depo farmasi dibawah tanggung jawab
penanggung jawab depo farmasi. Sedangkan diluar jam kerja kunci
lemari diserah terimakan dengan petugas penanggungjawab pada shift
68

jaga berikutnya. Serah terima kunci dilakukan pencatatan dalam buku


serah terima kunci.
4. PKPO 4

Pengkajian dan pelayanan resep adalah tata cara dan urutan proses
kegiatan analisa dan penilaian terhadap resep, untuk mengetahui
kelengkapan dan eligibility resep. Hal-hal yang diperhatikan, yaitu
resep dapat terbaca dengan jelas dan memenuhi aspek persyaratan
administrasi, farmasetis dan klinis sehingga memenuhi kriteria untuk
dilayani. Tujuan dilaksanakan pengkajian resep agar tercapainya
rasionalisasi penggunaan obat dan pencegahan kesalahan dalam
pelayanan obat pasien. Depo farmasi RSUP Fatmawati hanya melayani
resep pasien internal, dari Dokter atau Dokter Gigi selaku Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) maupun dokter representasi
DPJP, serta poli rawat jalan pasien yang ada di RSUP Fatmawati,
seluruh resep ditulis dengan jelas dan lengkap menggunakan lembar
resep resmi RSUP Fatmawati.
Kegiatan pengkajian resep dilakukan sebagai kegiatan harian
dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional (SPO). Saat
tenaga kefarmasian di depo farmasi menerima resep, dilakukan
pengkajian dan klarifikasi untuk melihat kelengkapan resep. Jika
ditemukan resep tidak lengkap secara administrasi, dapat dilengkapi
oleh petugas farmasi dengan melakukan konfirmasi pada pasien atau
sumber informasi lain. Sedangkan, jika ditemukan resep tidak terbaca,
ketidaklengkapan aspek farmasetik dan klinis, serta stok obat tidak
tersedia, maka tenaga kefarmasian melakukan konfirmasi kepada
dokter penulis resep. Konfirmasi dengan dokter dilakukan oleh
apoteker atau penanggung jawab instalasi farmasi menggunakan
metode SBAR, yaitu menceritakan kondisi (situation), menyampaikan
materi permasalahan resep (background), menjelaskan penilaian aspek
kefarmasian yang menyebabkan kurang sempurnanya resep
(assessment), dan menyampaikan rekomendasi aspek kefarmasian
sebagai problem solving atas permasalahan (recommendation).
Setelah dilaksanakan pengkajian resep rawat inap, diberi tanda
70

berupa stempel “Review Farmasi” pada formulir catatan pemberian


dan pemantauan obat pasien, sedangkan setelah pengkajian resep rawat
jalan diberikan penanda berupa ceklis pada kolom pengkajian resep
pasien. Selanjutnya, jika resep dinyatakan lengkap / eligible maka
dilaksanakan pelayanan resep, yaitu menyiapkan obat sesuai dengan
permintaan resep. Setiap bulan dilaporkan kejadian prescribing error
dari data sampling resep yang tidak lengkap ke Kepala Instalasi
Farmasi, sebagai target mutu RSUP Fatmawati.
Implementasi dari Permenkes nomor 72 tahun 2016 terkait
pengkajian dan pelayanan resep yang berdasarkan prosedur pengkajian
dan pelayanan resep pada dokumen HK.01.07/VII.1/186/2020 saat
menerima resep petugas instalasi farmasi melakukan pengkajian dan
klarifikasi resep untuk menilai kelengkapan persyaratan administrasi,
farmasetik, dan klinis pada resep. Konfirmasi dengan dokter penulis
resep dilakukan bila ditemukan resep tidak terbaca atau tidak lengkap.
Pelayanan resep yang dilakukan oleh petugas kefarmasian di RSUP
Fatmawati dilakukan oleh orang yang berbeda pada setiap tahapnya
disertai tanda tangan setiap tahap oleh petugas yang mengerjakan
dengan tujuan agar meminimalisir kesalahan pemberian obat
(medication error)
5. PKPO 5

Menurut Permenkes No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Rumah Sakit, kegiatan dispensing steril yang
dilakukan yaitu pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral,
dan penanganan sediaan sitostatika. Pada pelaksanaannya dispensing
Sediaan steril di RSUP Fatmawati telah sesuai dengan Standar PKPO
5 dan PMK No. 72 tahun 2016. Dispensing sediaan steril di RSUP
Fatmawati dilakukan dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas
dan stabilitas produk, menjamin agar pasien menerima obat sesuai
dosis yang dibutuhkan, serta melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.

Ruangan produksi sediaan steril RSUP Fatmawati telah


dilengkapi dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
72

untuk menyaring udara serta mengatur tekanan udara. Udara akan


mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ketekanan yang lebih rendah.
Untuk ruangan dispensing steril pencampuran obat suntik
mengutamakan keamanan produk maka tekanan udara didalam
ruangan pencampuran lebih positif. Sementara untuk diruangan
pencampuran sediaan sitostatika mengutamakan keamanan petugas
maka tekanan udara yang ada didalam ruangan pencampuran lebih
negatif.
6. PKPO 6
Menurut permenkes No. 72 Tahun 2016 Rumah sakit menetapkan staf
klinis yang kompeten dan berwenang untuk memberikan obat. Di
RSUP Fatmawati telah menerapkan staf klinis yang kompeten dan
berwenang untuk memberikan obat termasuk pembatasan untuk obat-
obatan Fornas sesuai dengan SPO. Pemberian obat dilakukan oleh staf
klinis yang kompeten dan berwenang sesuai dengan surat izin terkait
profesinya dan peraturan perundang- undangan. Dibuktikan dengan
adanya Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian atau Surat
Tanda Registrasi Apoteker. Pelaksanaan double check untuk obat yang
high alert telah terlaksana di RSUP Fatmawati

7. PKPO 7

Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah proses analisis dan audit


terhadap tatalaksana pengobatan pasien yang menjalani pengobatan di
RSUP Fatmawati. Tujuan Pemantauan terapi obat pasien di RSUP
Fatmawati guna pengatasan terhadap adanya Drug Related Problem
(DRPs), selain itu agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat,
terjaminnya kebenaran proses terapi pasien selama menjalani
perawatan di RSUP Fatmawati, terwujudnya pencegahan kesalahan
dalam pelayanan obat pasien. Kegiatan PTO di RSUP Fatmawati telah
sesuai dengan Permenkes No. 72 tahun 2016 dan PKPO 7 poin 7.2
yaitu dirumah sakit fatmawati telah tersedia SPO tentang pemantauan
terapi obat dan ada bukti pelaksanaan pemantauan terapi obat.
Kegiatan Pemantauan Terapi Obat di RSUP Fatmawati dilakukan oleh
72

apoteker farmasi klinik diawali dengan mempersiapkan kelengkapan


dokumen dan data pendukung yang diperlukan, kemudian dilakukan
analisis kerasionalan dokumen dan tatalaksana pengobatan pasien serta
identifikasi adanya DRPs. Jika terdapat DRPs pada pengobatan, maka
apoteker farmasi klinik mengajukan rekomendasi penanganan DRPs
dan disampaikan kepada dokter DPJP untuk mendapatkan intruksi
perbaikan pengobatan pasien. Selanjutnya jika terdapat instruksi
perbaikan pengobatan oleh dokter DPJP dan telah disetujui oleh dokter
DPJP maka dilakukan perubahan instruksi pengobatan kemudian
membuat laporan serta kesimpulan analisis data pasien.

Pelaksanaan kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


di rumah sakit dilakukan berdasarkan kolaborasi tenaga kesehatan
seperti dokter, apoteker, perawat dan tenaga kesehatan lain dalam
melakukan pemantauan timbulnya efek samping pada pasien. Kegiatan
MESO ini dilakukan berdasarkan adanya laporan mengenai efek
samping obat yang dirasakan oleh pasien. Jika timbul efek samping
obat pada pasien dapat melaporkan kepada dokter, perawat, apoteker.
Setelah laporan diterima, kemudian dilakukan observasi lanjutan
menggunakan Algoritma Naranjo dengan system scoring untuk melihat
apakah efek samping berupa ringan, sedang atau berat. Hasilnya
kemudian dilaporkan secara tertulis serta rekomendasi kepada dokter
DPJP untuk menghentikan obat atau menggantikan dengan obat yang
lebih aman, mengatur jadwal penggunaan obat, menurunkan dosis
obat. Dari implementasi rekomendasi yang dilakukan, kemudian
dilakukan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan intervensi
yang dilakukan oleh DPJP. Untuk kategori sedang dan berat dilakukan
penyusunan laporan lanjutan kepada Tim Farmasi dan Terapi (TFT)
dan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien (KMKP) dalam waktu 1
minggu atau maksimal 1 bulan setelah kejadian. Kemudian laporan
tersebut akan di kirimkan ke Pusat Meso Nasional.
73

I. MAKSUD DAN TUJUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)

Tabel 4. 1 Maksud dan Tujuan PKPO

Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) Maksud dan Tujuan

PKPO 1  Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan

Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat bagian penting dalam pelayanan pasien sehingga

di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan perundangan- organisasinya harus efektif dan efisien, serta bukan hanya

undangan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien. tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional pemberi
asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya. Pengaturan
pembagian tanggung jawab bergantung pada struktur
organisasi dan staffing. Struktur organisasi dan operasional
sistem pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah
sakit mengacu pada peraturan perundang-undangan.
 Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang
melakukan pengawasan dan supervisi semua aktivitas
pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit.
 Untuk memastikan efektivitas sistem pelayanan kefarmasian
dan pengunaan obat, maka rumah sakit melakukan kajian
sekurang-kurangnya sekali setahun.
Kajian tahunan mengumpulkan semua informasi dan
pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan
Kefarmasian
74

kesalahan penggunaan obat serta upaya untuk


menurunkannya. Kajian bertujuan membuat rumah
sakit memahami kebutuhan dan prioritas perbaikan
sistem berkelanjutan dalam hal mutu, keamanan,
manfaat, serta khasiat obat dan alat kesehatan.
 Kajian tahunan mengumpulkan semua data, informasi,
dan pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan
kefarmasian serta penggunaan obat, termasuk antara
lain seberapa baik sistem telah bekerja terkait dengan:
 seleksi dan pengadaan obat;
 penyimpanan;
 peresepan/permintaan obat dan instruksi
pengobatan;
 penyiapan dan penyerahan dan pemberian obat.
 pendokumentasian dan pemantauan efek obat;
 monitor seluruh angka kesalahan penggunaan obat
(medication error) meliputi kejadian tidak
diharapkan, kejadian sentinel, kejadian nyaris
cedera, kejadian tidak cedera, dan upaya mencegah
dan menurunkannya;
 kebutuhan pendidikan dan pelatihan; pertimbangan
melakukan kegiatan baru berbasis bukti (evidence
based).
74

PKPO 2 Rumah sakit harus menetapkan formularium obat yang mengacu


Ada proses seleksi obat dengan benar yang menghasilkan pada peraturan perundang-undangan. Formularium ini didasarkan
formularium dan digunakan untuk permintaan obat serta instruksi atas misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang
pengobatan. Obat dalam formularium senantiasa tersedia dalam diberikan. Seleksi obat adalah suatu proses kerja sama yang
stok di rumah sakit atau sumber di dalam atau di luar rumah sakit mempertimbangkan baik kebutuhan dan keselamatan pasien
maupun kondisi ekonominya. Apabila terjadi kehabisan obat karena
keterlambatan pengiriman, stok nasional kurang, atau sebab lain
yang tidak diantisipasi sebelumnya maka tenaga kefarmasian harus
menginformasikan kepada profesional pemberi asuhan dan staf
klinis pemberi asuhan lainnya tentang kekosongan obat tersebut
serta saran substitusinya ataumengadakan perjanjian kerjasama
dengan
pihak luar.

PKPO 3
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
Rumah sakit menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan disimpan di tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang instalasi farmasi, atau di satelit atau depo farmasi serta diharuskan
baik, benar, serta aman. memiliki pengawasan di semua lokasi penyimpanan.
76

PKPO 4 Rumah sakit menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang untuk
Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan. Staf
pengobatan. medis dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan
dengan benar. Peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang
tidak benar, tidak terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan pasien
serta menunda kegiatan asuhan pasien. Rumah sakit memiliki regulasi
peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan dengan benar, lengkap,
dan terbaca tulisannya. Rumah sakit menetapkan proses rekonsiliasi obat,
yaitu proses membandingkan daftar obat yang dipergunakan oleh pasien
sebelum dirawat inap dengan peresepan/permintaan obat dan instruksi
pengobatan yang dibuat pertama kali sejak pasien masuk, saat pemindahan
pasien antarunit pelayanan (transfer), dan sebelum
pasien pulang.

PKPO 5
Untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat, dan khasiat obat yang disiapkan
Obat disiapkan dan diserahkan di dalam lingkungan dan diserahkan pada pasien maka rumah sakit diminta menyiapkan dan
aman dan bersih. menyerahkan obat dalam lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan
lingkungan serta untuk mencegah kontaminasi tempat penyiapan obat harus
sesuai dengan peraturan perundangundangan dan praktik profesi seperti :
77

 Pencampuran obat kemoterapi harus dilakukan di dalam ruang yang


bersih (clean room) yang dilengkapi dengan cytotoxic handling drug
safety cabinet dengan petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta
menggunakan alat perlindung diri yang sesuai;
 Pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral serta
pengemasan kembali obat suntik harus dilakukan dalam ruang yang
bersih (clean room) yang dilengkapi dengan laminary airflow cabinet dan
petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta menggunakan alat
perlindung diri yang sesuai;
 Staf yang menyiapkan produk steril terlatih dengan prinsip

penyiapan obat dan teknik aseptik.

PKPO
PKPO 76 Standar ini bertujuan
Pemberian obat untukagar apabila timbul
pengobatan pasienefek samping obat
memerlukan dapat dilaporkan
pengetahuan spesifik oleh
dan
Efek obat danmenetapkan
efek samping profesional pemberi asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan terapi yang selanjutnya
Rumah sakit stafobat terhadap
klinis yang pasien pengalaman. Rumah sakit bertanggung jawab menetapkan staf klinis dengan
dipantau. dilaporkan
kompeten dan berwenang untuk pengetahuanpada Pusat Meso yang
dan pengalaman Nasional. Apoteker
diperlukan, mengevaluasi
memiliki efek obatberdasar
izin, dan sertifikat untuk
memantau secaraperundangundangan
atas peraturan ketat respons pasien dengan
untuk melakukanobat.
memberikan pemantauan terapi dapat
Rumah sakit obat
memberikan obat.
(PTO). Apoteker
membatasi bekerjasama
kewenangan dengandalam
individu pasien, melakukan
dokter, perawat, dan tenaga
pemberian kesehatan
obat, seperti
lainnya untuk memantau pasien yang diberi obat.
pemberian obat narkotika dan psikotropika, radioaktif, atau obat penelitian. Dalam
Rumah
keadaansakit menetapkan
darurat regulasisakit
maka rumah untuk efekmenetapkan
dapat samping obat yang harus
tambahan dicatatyang
staf klinis dan
dilaporkan.
diberi izin memberikan obat.
79

J. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO) RSUP FATMAWATI

Tabel 4. 2 Penerapan PKPO di RS Fatmawati

1. Standar PKPO 1. Pengorganisasian

Elemen Penilaian PKPO 1 Telusur Skor


1. Ada regulasi organisasi yang mengelola R Pedoman pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan 10 TL
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat penggunaan obat rumah sakit
yang menyeluruh atau mengarahkan semua Regulasi tentang :
tahapan pelayanan obat sesuai peraturan - Struktur organisasi IFRS
- Struktur organisasi RS. Fatmawati
- SPO pedoman pengorganisasian IFRS
Fatmawati
- Formularium RS fatmawati 2018
- Formularium nasional BPJS
2. Ada bukti seluruh apoteker memiliki ijin dan D - Surat Izin Praktek Apoteker 10 TL
melakukan supervisi sesuai dengan - Surat Tanda Registrasi Apoteker
penugasannya (D,W) - Form ceklist supervisi
W
 Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker
80

3. Ada bukti pelaksanaan sekurang- D Bukti pelaksanaan tentang kajian pelayanan kefarmasian 5 TS
kurangnya satu kajian pelayanan minimal setahun sekali
kefarmasian dan penggunaan obat yang - Kajian Formularium
didokumentasikan selama 12 bulan - SPO penilaian obat dalam formularium
terakhir. (D,W) - Form penilaian obat dalam formularium

W
• Kepala Instalasi Farmasi
4. Ada bukti sumber informasi obat yang Bukti tersedianya sumber informasi obat
D 10 TL
tepat, terkini, dan selalu tersedia bagi (formularium,ISO /MIMS) yang terkini ada disemua
semua yang terlibat dalam penggunaan unit layanan yang terlibat dalam penggunaan obat
obat. O - MIMS
W
- Formularium BPJS
Lihat ketersediaan sumber informasi obat pada unit
pelayanan
• Kepala Instalasi Farmasi
• Kordinator pelayanan
81

1. Terlaksananya pelaporan kesalahan D Bukti pelaksaaan pelaporan medication error sesuai


peraturan perundang-undangan 10 TL
penggunaan obat sesuai peraturan
- Form Laporan KNC
perundang- undangan. (D,W)

2. Terlaksananya tindak lanjut terhadap D Bukti tentang tindak lanjut terhadap kesalahan penggunaan
10 TL
kesalahan penggunaan obat untuk obat.
memperbaiki sistem manajemen dan - Bukti Tindak Lanjut KNC
penggunaan obat sesuai peraturan W  Kepala Instalasi Farmasi
perundang- undangan. (D,W)  Komite/tim PMKP
 Komite medis
 Komite/tim farmasi terapi
 Staf Instalasi Farmasi/staf klinis terkait
82

1. Standar PKPO 2. Seleksi dan Pengadaan

Elemen Penilaian PKPO 2 Telusur Skor

1. Ada regulasi tentang organisasi yang Regulasi tentang komite/tim farmasi dan terapi dilengkapi dengan uraian
R 10 TL
menyusun formularium RS berdasarkan tugas
kriteria yang disusun secara kolaboratif - Pedoman Penyusunan Formularium RS Fatmawati
sesuai peraturan perundang-undangan. - SPO Monitoring Obat Baru yang ditambahkan dalam formularium
- SPO penambahan atau pengurangan obat dalam formularium RS
- Sprint , program kerja dan uraian tugas TFT
2. Ada bukti pelaksanaan apabila ada obat yang D Bukti pelaksanaan monitoring dan evaluasi penggunaan obat baru oleh 10 TL
baru ditambahkan dalam formularium, maka komite/tim farmasi dan terapi meliputi:
1) Bukti laporan efek obat yang tidak diharapkan
ada proses untuk memantau bagaimana
2) Bukti laporan efek samping
penggunaan obat tersebut dan bila terjadi 3) Bukti laporan medication error
W
efek obat yang tidak diharapkan, efek  Komite/Tim Farmasi dan Terapi
 Komite/Tim Keselamatan Pasien RS
samping serta medication error. (D,W)
 Kepala Instalasi Farmasi
83

2. Ada bukti implementasi untuk D Bukti pelaksanaan monitoring tentang kepatuhan terhadap formularium 10 TL
memantau kepatuhan terhadap termasuk:
1) aspek persediaan
formularium baik dari persediaan
2) aspek penggunaan
W
maupun penggunaanya. (D,W)  Komite/Tim Farmasi dan Terapi
 Kepala Instalasi Farmasi
 Bagian pengadaan obat
 Staf Instalasi Farmasi
84

Elemen Penilaian PKPO 2.1 Telusur Skor

1. Ada regulasi pengadaan sediaan farmasi, alat R Regulasi tentang pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan 10 TL
medis habis pakai (BMHP) harus:Telusur
kesehatan, Elemen Penilaian
dan bahan PKPO
medis habis 2.1.1
pakai yang Skor
1) dari jalur resmi
aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat 2) berdasarkan kontrak termasuk hak akses meninjau ke tempat
1. Ada regulasi pengadaan bila sediaan farmasi, alat R Regulasi tentang cara pengadaan bila stok kosong/tidak tersedianya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan penyimpanan dan transportasi sewaktu-waktu 10 TL
saat dibutuhkan termasuk:
kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak ada
(lihat juga TKRS 7.1). (R) 1) ada
3) meminta
garansikonfirmasi ke dokter tentang adanya obat subtitusi
keaslian obat
dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan. (R) 2) berdasarkan perjanjian kerja sama dengan apotik rekanan.
- SPO perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
3) Perencanaan obat-obatann CITO
- Surat keaslian produk dan jaminan keaslian produk
-4) Surat
SPO pernyataan
tentang penyampaian informasi
produk yang stok perbekalan farmasi
didistribusikan
kosong atau tidak tersedia

2. Ada bukti bahwa manajemen rantai pengadaan D 5) SPO manajemen


Bukti pelaksanaan Pengelolaanrantai
perbekalan farmasi
pengadaan cito RS memiliki
termasuk 10 TL
akses untuk meninjau proses penyimpanan dan transportasi
(supply chain management) dilaksanakan sesuai
- Alur pengadaan
2. Ada bukti peraturan
dengan pemberitahuan kepada undangan
perundang- staf medis(lihat
serta D Bukti pelaksanaan pemberitahuan kepada staf medis dan saran 10 TL
- Dokumen pengadaan
saran
jugasubstitusinya. (D,W)
TKRS 7.1). (D,O,W) O Lihat Instalasi Farmasi
substitusinya, serta tindak lanjutnya dilakukan pemberitahuan secara
lisan kepada DPJP atau staf medis tentang ketidak adaan obat, dan
W  Lihat Bagian pengadaan
W apoteker memberikan alternatif pengganti nya
 Lihat Kontrak
• Lihat
DPJPPoliklinik
 Lihat cold chain
• Kepala
Staf Inslatasi Farmasi
Pengadaan
 Kepala instalasi Farmasi
3. Ada bukti staf memahami dan mematuhi regulasi D 1.Formulir
Staf Farmasi
konfirmasi obat kosong 10 TL
tersebut. (D, W) 2. Bukti catatan/laporan kekosongan obat
O Lihat intalasi farmasi dan Gudang

 Staf Instalasi Farmasi


W
 Staf Gudang farmasi
8685

a. Standar PKPO 3.Penyimpanan


Elemen Penilaian PKPO 3 Telusur Skor

1. Ada regulasi tentang pengaturan R Regulasi tentang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP 10 TL
yang baik, benar dan aman meliputi penyimpanan:
penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai 1. Obat High Alert
(HK 01.07/VII.1/177/2020)
yang baik, benar, dan aman. (R)
2. Obat Narkotika
(HK 01.07/VII.1/132/2020)
3. Obat Kemoterapi
(HK 01.07/VII.1/176/2020)
4. Gas Medis
(HK 01.07/VII.1/129/2020)
5. Obat ED
(HK 01.07/VII.1/125/2020)
6. Pelabelan obat
(HK 01.07/VII.1/184/2020)
7. SPO LASA
8. SPO Penyimpanan Obat Emergensi
9. SPO penyimpanan sediaan farmasi
10. SPO penataan dan penyimpanan obat

2. Ada bukti obat dan zat kimia yang O Lihat label obat sesuai ketentuan 10 TL
- Pelabelan obat
digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label yang terdiri atas isi/nama W  Kepala instalasi farmasi
obat, tanggal kadaluarsa, dan peringatan  Apoteker
 Staf Instalasi farmasi
khusus (lihat MFK 5 EP 6). (O,W)
8785

3. Ada bukti implementasi proses D Bukti pelaksanaan monitoring suhu dan kelembaban ruangan dan 10 TL
lemari pendingin
penyimpanan obat yang tepat agar kondisi
- Check list temperatur dan kelembaban
obat tetap stabil, termasuk obat yang
W  Staf instalasi / depo farmasi
disimpan di luar instalasi farmasi. (D,W)
 Staf gudang farmasi
4. Ada bukti pelaksanaan dilakukan supervisi D Bukti supervisi apoteker tentang penyimpanan obat emergensi, B3, 5 TS
secara teratur oleh apoteker untuk narkotika psikotropika, gas medis dan obat radioaktif meliputi:
1. Bukti form ceklis
memastikan penyimpanan obat dilakukan
2. Bukti pelaksanaan supervisi
dengan baik. (D,W)
- Cek list supervisi IFRSDS
W  Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker

5. Ada bukti pelaksanaan obat dilindungi dari D Bukti tentang: 10 TL


kehilangan serta pencurian di semua tempat 1) kartu stok
penyimpanan dan pelayanan
8885

Elemen Penilaian PKPO 3.1 Telusur Skor

1. Ada regulasi pengaturan tata kelola bahan R Regulasi tentang pengaturan tata kelola bahan berbahaya, narkotika 10 TL
berbahaya, serta obat narkotika dan dan psikotropika
psikotropika yang baik, benar, dan aman - Panduan tata letak kelola narkotik dan psikotropik
sesuaii dengan peraturan perundang-undangan. - Pelayanan resep narkotik
(R) - SPO Pengelolaan Perbekalan Farmasi Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3)
- SPO Penyimpanan Narkotika, Psikotropika & Prekursor
- SPO pelaporan pengunaan obat narkotika & psikotropika
- SPO Pemusnahan sisa narkotik
2. Ada bukti penyimpanan bahan berbahaya O Lihat tempat penyimpanan bahan berbahaya 10 TL
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan - Label fleamable dan label biohazard
regulasi. (O,W) - MSDS (Material Safety Data Sheet)
Staf Farmasi

W
3. Ada bukti penyimpanan obat narkotika serta O Lihat tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika 10 TL
psikotropika yang baik, benar, dan aman W - Penyimpanan narkotik dan psikotropik
sesuai dengan regulasi. (O,W)  Kepala Instalasi Farmasi
 Staf Farmasi
8985

1. Ada bukti pelaporan obat narkotika Bukti tentang laporan bulanan dan pencatatan penggunaan narkotika 10 TL
serta psikotropika secara akurat D psikotropika secara offline atau online
sesuai dengan peraturan dan - Rekapitulasi laporan narkotik
perundang- undangan. (D,W) - Rekapitulasi laporan psikotropik
W  Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker
 Staf Farmasi
9085

Elemen Penilaian PKPO 3.2 Telusur Skor

1. Ada regulasi rumah sakit tentang proses R Regulasi tentang proses larangan penyimpanan elektrolit konsentrat 10 TL
larangan menyimpan elektrolit konsentrat - Panduan pelayanan obat-obatan dengan pengawasan tinggi
di tempat rawat inap kecuali bila - SPO obat elektrolit konsentrat pekat
dibutuhkan secara klinis dan apabila - SPO pelabelan rak dan penyimpanan obat
terpaksa disimpan di area rawat inap harus - SPO pemberian etiket obat inj high alert
diatur keamanannya untuk menghindari - SPO Obat yang perlu kewaspadaan tinggi
kesalahan. (lihat juga SKP 3.1). (R)
- SPO pelabelan dan penyimpanan obat high alert di ruang perawatan
- SPO penanganan obat-obat elektrolit high alert
2. Ada bukti penyimpanan elektrolit O Lihat tempat penyimpanan Elektrolit konsentrat 10 TL
konsentrat yang baik, benar, dan aman - Penyimpanan Elektrolit Pekat
sesuai dengan regulasi. (O,W) W  Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker
 Staf Farmasi

3. Elektrolit konsentrat diberi label obat yang O Lihat label pada setiap elektrolit konsentrat, di Instalasi farmasi pada boks 10 TL
harus diwaspadai (high alert) sesuai obat dan di Instalasi rawat inap pada setiap obat/etiket obat
dengan regulasi. (O,W) - Bukti Pelabelan elektrolit pekat
W  Staf Farmasi
 Staf Keperawatan
9185

Elemen Penilaian PKPO 3.3 Telusur Skor

1. Ada regulasi pengaturan penyimpanan obat R Regulasi tentang penyimpanan obat khusus 10 TL
dengan ketentuan khusus meliputi butir a) - SPO Penyimpanan produk sampel penelitian
sampai dengan e) pada maksud dan tujuan. (R) - SPO penyimpanan produk nutrisi
- Pemantauan / inspeksi fasilitas dan tempat penyimpanan perbekalan
farmasi secara periodik
2. Ada bukti penyimpanan produk nutrisi Produk nutrisi di setiap depo di simpan dengan baik, benar dan aman di 10 TL
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan rak khusus cairan nutrisi. Penyimpanan di gudang menggunakan pallet
regulasi. sehingga tidak bertemu langsung dengan lantai

3. Ada bukti penyimpanan obat dan bahan O Lihat tempat penyimpanan obat dan bahan radio aktif 0 TT
radioaktif yang baik, benar, dan aman W  Staf radiologi
sesuai dengan regulasi. (O,W)  Staf Terkait

4. Ada bukti penyimpanan obat yang dibawa O Lihat tempat penyimpanan obat yang dibawa pasien 10 TL
pasien sebelum rawat inap yang baik, - Obat rekonsiliasi
benar, dan aman sesuai dengan regulasi. W  Apoteker
(O,W)  Perawat
 Staf Farmasi
9285

5. Ada bukti penyimpanan obat program atau O Lihat tempat penyimpanan obat program/bantuan 10 TL
bantuan pemerintah/pihak lain yang baik, pemerintah
benar, dan aman sesuai dengan regulasi. - Penyimpanan obat TB, Hepatitis C, Kusta, HIV/ AIDS
(O,W) W  Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker
 Staf Farmasi

6. Ada bukti penyimpanan obat yang O Lihat tempat penyimpanan obat yang digunakan untuk 10 TL
digunakan untuk penelitian yang baik, benar, penelitian
dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)  Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker
W
Staf Farmasi
93

Elemen Penilaian PKPO 3.4 Telusur Skor


1. Ada regulasi pengelolaan obat emergensi R Regulasi tentang pengelolaan obat emergensi di unit-unit layanan 10 TL
yang tersedia di unit-unit layanan agar dapat - Panduan pengelolaan obat emergency
segera dipakai untuk memenuhi kebutuhan - SPO pendelegasian pemegang kunci troly emergensi
darurat serta upaya pemeliharaan dan - SPO pengelolaan obat emergensi
pengamanan dari kemungkinan pencurian - SPO penggantian obat emergensi yang rusak/ED
dan kehilangan. (R) - SPO Penyimpanan obat emergensi
2. Ada bukti persediaan obat emergensi lengkap D Bukti daftar obat emergensi disetiap tempat penyimpanan termasuk 10 TL
dan siap pakai. (D,O,W) tanggal kadaluwarsa
- Bukti persediaan obat emergensi
O Fisik obat sesuai jumlahnya dengan daftar
W  Perawat
 Apoteker
3. Ada bukti pelaksanaan supervisi terhadap D Bukti supervisi tentang penyimpanan obat emergensi: 10 TL
penyimpanan obat emergensi dan segera 1) Bukti form ceklis
diganti apabila dipakai, kadaluwarsa, atau 2) Bukti pelaksanaan supervisi
rusak. (D,O,W) - Form serah terima kunci troly emergensi
O Lihat fisik obat sesuai jumlahnya dengan daftar obat
W  Perawat
 Apoteker
94

Elemen Penilaian PKPO 3.5 Telusur Skor

1. Ada regulasi penarikan kembali (recall) dan R Regulasi tentang penarikan kembali dan pemusnahan 10 TL
pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai yang tidak - SPO Pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan BMHP
layak pakai karena rusak, mutu substandar, recall (HK.01.07./VIII/1/126/2020)
atau - SPO Retur perbekalan farmasi (HK.01.07./VIII/1/182/2020)
kadaluwarsa. (R) - SPO pengembalian obat dan suplay medis
- SPO penghapusan obat medis dan infus pengadaan umum
- SPO penghapusan obat medis dan infus pengadaan Dinas
- SPO penarikan obat yang diketahui ED
1. Ada bukti pelaksanaan penarikan kembali D Bukti pelaksanaan penarikan obat rusak, kadaluwarsa, ditarik oleh 10 TL
(recall) sesuai dengan regulasi yang W pemerintah, termasuk sisa narkotika psikotropika yang rusak
ditetapkan. (D,W)  Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker
 Staf Farmasi
2. Ada bukti pelaksanaan pemusnahan sesuai D Bukti pelaksanaan dan berita acara pemusnahan obat, obat narkotika 10 TL
dengan regulasi yang ditetapkan. (D,W) sesuai regulasi.
W Kepala Instalasi Farmasi
95

4. Standar PKPO 4. Peresepan dan penyalinan


Elemen Penilaian PKPO 4 Telusur Skor
1. Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan R Regulasi tentang permintaan obat/peresepan/instruksi 10 TL
instruksi pengobatan secara benar, lengkap, dan pengobatan termasuk:
terbaca, serta menetapkan staf medis yang 1) Permintaan obat/peresepan/instruksi pengobatan benar,
kompeten dan berwenang untuk melakukan lengkap dan terbaca
peresepan/permintaan obat dan instruksi 2) Penetapan dokter beserta daftar dokter yang berhak
pengobatan. (lihat PAP 2.2 EP 1; AP 3 EP 1; menulis resep/permintaan obat/memberi instruksi
dan SKP 2 EP 1). (R) pengobatan umum
3) Penetapan dokter beserta daftar dokter yang berhak
memberi obat/memberi instruksi pengobatan khusus
 Kebijakan permintaan obat, peresepan, intruksi
pengobatan
 Pedoman permintaan obat, peresepan, intruksi pengobatan
 SPO Penulisan resep dan instruksi pengobatan
 SPO Proses menghubungi dokter penulis resep jika ada
masalah telaah menulis resep/permintaan
96

Elemen Penilaian PKPO 4 Telusur Skor


2. Ada bukti peresepan / permintaan obat dan D Bukti permintaan obat/resep/instruksi pengobatan dilakukan oleh staf 10 TL
instruksi pengobatan dan dilaksanakan oleh staff medis sesuai daftar.
medis yang kompeten serta berwenang (D, O, W). - Bukti staff medis menulis resep

Elemen Penilaian PKPO 4.1 - Bukti permintaan obat dilakukan olehTelusur


staf medis di seluruh poli rawat Skor
1. Ada regulasi syarat elemen resep lengkap yang RjalanRegulasi tentang resep meliputi: 10 TL
meliputi butir a) sampai dengan g) pada maksud
O Lihat ruang 1) syarat
rawat elemen
jalan, rawat kelengkapan resepfarmasi
inap dan instalasi butir a s/d g
dan tujuan serta penetapan dan penerapan
W  2) langkah-langkah untuk menghindari kesalahan pengelolaan
Staf medik
langkah langkah untuk pengelolaan peresepan/ peresepan/ permintaan obat dan instruksi pengobatan
 Perawat
permintaan obat, instruksi pengobatan yang 3) pengelolaan resep yang tidak benar, tidak lengkap dan tidak
 Apoteker
tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca agar terbaca sesuai EP 3
3. Ada bukti pelaksanaan apoteker melakukan D Bukti pelaksanaan rekosiliasi obat oleh apoteker 5 TS
hal tersebut tidak terulang kembali. (R) 4) pengelolaan resep khusus sesuai EP 4
rekonsiliasi obat pada saat pasien masuk, pindah - Formulir rekonsiliasi obat
- Pedoman permintaan obat, peresepan, intruksi pengobatan
unit pelayanan dan sebelum pulang (D,W). W • Apoteker
- SPO Proses menghubungi dokter penulis resep jika ada masalah
• Staf farmasi
telaah

DPJP- SPO batasan penulisan resep
4. Rekam medis memuat riwayat penggunaan obat D Bukti catatan
- Riwayat penggunaan
SPO pendelegasian obat dalam
wewenang rekam
telaah resepmedis 10 TL
pasien (D,O) - Bukti
- medis penggunaan
SPO pengelolan obat
resep khusus
2. Ada bukti pelaksanaan evaluasi syarat elemen D- Rekam
Bukti medis Riwayat
pelaksanaan penggunaan
evaluasi terhadapobat (CPPT)
syarat elemen resep sesuai 10 TL
O Lihat rekam medis Riwayat penggunaan obat di ruang rawat inap.
resep lengkap yang meliputi butir a) sampai butir a s/d g
dengan g) pada maksud dan tujuan. (D,W) - Laporan monev penulisan resep
W Komite/tim farmasi dan terapi

3. Ada bukti pelaksanaan proses pengelolaan resep Apabila ditemukan resep tidak lengkap, tidak terbaca, dan atau 10 TL
yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak
terbaca tidak jelas maka dilakukan klarifikasi dengan dokter penulis resep
baik langsung maupun melalui telepon, hingga diperoleh kejelasan
dilakukan pelayanan
96
98

Elemen Penilaian PKPO 4.1 Telusur Skor


4. Ada bukti pelaksanaan proses untuk mengelola R Pada kondisi emergency dan cito (segera) dan diluar jam kerja, maka
10 TL
resep khusus, seperti darurat, standing order, permintaan obat dapat dilakukan melalui telepon oleh DPJP. Kegiatan ini
berhenti automatis (automatic stop order), dilakukan dengan menggunakan prosedur permintan secara verbal
tapering, dan lainnya. (verbal order)

Elemen Penilaian PKPO 4.2 Telusur Skor

1. Ada daftar staf medis yang kompeten dan D Bukti daftar staf medis yang kompeten dan berwenang menulis 10 TL
berwenang membuat atau menulis resep resep umum dan khusus di RSUP fatmawati
yang tersedia di semua unit pelayanan. (D)

3. Ada bukti pelaksanaan rumah sakit R Pembatasan jumlah resep atau jumlah pemesanan obat oleh staf 10 TL
menetapkan dan melaksanakan proses untuk medis di RSUP fatmawati dilakukan berdasarkan restriksi fornas
membatasi jika diperlukan jumlah resep atau dan E-catalog
jumlah pemesanan obat yang dapat
dilakukan oleh staf medis yang diberi
kewenangan. (R)
4. Ada bukti staf medis yang kompeten dan D Bukti daftar staf medis yang mempunyai kewenangan tersedia di 10 TL
berwenang membuat atau menulis resep unit farmasi.
atau memesan obat dikenal dan diketahui - Bukti staff medis menulis resep
oleh unit pelayanan farmasi atau oleh
lainnya yang menyalurkan obat. (D)
99

Elemen Penilaian PKPO 4.3 Telusur Skor


5.
1. Ada bukti pelaksanaan obat yang D Bukti pelaksanaan pencatatan dalam satu daftar di RM obat yang 10 TL
diberikan dicatat dalam satu daftar di diberikan kepada pasien
rekam medis untuk setiap pasien berisi: - Dicatat pada instruksi medis terdapat pada rekam medis pasien
identitas pasien, nama obat, dosis, rute
pemberian, waktu pemberian, nama dokter
dan keterangan bila perlu tapering off,
titrasi, dan
rentang dosis. (D)
2. Ada bukti pelaksanaan daftar tersebut di D 1) Bukti catatan daftar obat lengkap dalam RM pasien yang selalu 10 TL
atas disimpan dalam rekam medis pasien menyertai pasien
dan menyertai pasien ketika pasien 2) Bukti penyerahan salinan daftar obat kepada pasien saat pulang
dipindahkan. Salinan daftar resep obat sesuai
pulang kepada pasien. (D) - Bukti pelaksanaan daftar dalam rekam medis pasien pindah
- Bukti pelaksanaan daftar obat pulang pasien
100

5.Standar PKPO 5. Persiapan dan penyerahan


Elemen Penilaian PKPO 5 Telusur Skor

1. Ada regulasi penyiapan dan penyerahan R Regulasi tentang penyiapan dan penyerahan obat, termasuk: 10 TL
obat yang sesuai dengan peraturan 1) Pencampuran obat Kemoterapi (bila ada)
perundang- undangan dan praktik 2) Pencampuran obat intra vena/epidural/nutrisi parenteral
profesi. (R) - Kebijakan pelayanan kefarmasian
- Kebijakan pelayanan, penyiapan, dan penyerahan produk steril
- Pedomanpelayanan, penyiapan, dan penyerahan produk steril
- Pedoman penyiapan dan penyerahan obat di rumah sakit
- Pedoman tentang pelayanan kefarmasian

2. Ada bukti pelaksanaan staf yang D 1) Bukti pelaksanaan pelatihan tentang prinsip penyiapan obat dan 10 TL
menyiapkan produk steril dilatih, teknik aseptik, yang dimiliki staf farmasi dan perawat
memahami, serta mempraktikkan 2) Bukti sertifikat pencampuran obat kemoterapi dari petugas yang
prinsip penyiapan obat dan teknik melaksanakan pencampuran obat kemoterapi
aseptik (lihat juga PPI). (D,W) 3) Bukti sertifikat pelatihan pencampuran obat intra
vena/epidural/nutrisi parenteral bagi petugas yang melakukan
pencampuran obat intra vena/epidural/nutrisi parenteral
W  Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker
 Tenaga teknis kefarmasian (TTK)
101

Elemen Penilaian PKPO 5 Telusur Skor


3. Ada bukti pelaksanaam O Lihat ruang pencampuran obat kemoterapi 10 TL
pencampuran obat kemoterapi dilakukan
sesuai dengan praktik profesi. (lihat juga PPI W Apoteker/TTK pelaksana pencampuran obat Kemoterapi
7). (O,W)
4. Ada bukti pencampuran obat intravena, O Lihat proses pencampuran obat intravena, epidural dan 5 TS
epidural dan nutrisi parenteral serta nutrisi parentral.
pengemasan kembali obat suntik dilakukan
sesuai dengan praktik profesi (O,W) W Apoteker/TTK pelaksana pencampuran obat intra vena

2. setelah obat disiapkan, obat diberi label D Bukti dilaksanakannya pelabelan obat yang sudah disiapkan 10 TL
meliputi identitas pasien, nama obat, Lihat label obat pasien
O
dosis atau konsentrasi, cara pemakaian,  Perawat rawat inap dan rawat jalan
W
waktu pemberian, tanggal disiapkan, dan  Apoteker
101

tanggal kadaluarsa. (D,O,W)  TTK/asisten apoteker

3. setelah obat disiapkan, obat diberi label D Bukti dilaksanakannya pelabelan obat yang sudah disiapkan 10 TL
meliputi identitas pasien, nama obat, Lihat label obat pasien
O
dosis atau konsentrasi, cara pemakaian,  Perawat rawat inap dan rawat jalan
W
waktu pemberian, tanggal disiapkan, dan  Apoteker
tanggal kadaluarsa. (D,O,W)  TTK/asisten apoteker
102

Elemen Penilaian PKPO 5.1


1. Ada regulasi penetapan sistem yang seragam
untuk penyiapan dan penyerahan obat. (R) R Regulasi tentang keseragaman sistem penyiapan dan 103102
penyerahan obat di RS 10 TL
- SPO Distribusi Obat Ranap secara UDD
(HK.01.07./VIII/1/1298)2020
- SPO Pemberian obat pasien Ranap
- SPO Pengkajian dan pelayanan resep
- SPO Pembuatan pulveres obat oral
- SPO Pencampuran obat kanker injeksi
- SPO peracikan obat kanker oral
- SPO pencampuran obat injeksi high alert
- SPO persiapan awal dan pemeriksaan akhir pencampuran
obat injeksi (obat kanker dan non kanker)
Bukti waktu tunggu pelayanan apotek di Depo Griya Husada

2. Ada bukti pelaksanaan proses pengkajian resep D Bukti pelaksanaan pengkajian resep meliputi a s/d oleh
yang meliputi butir a) sampai dengan g) pada W apoteker 10 TL
maksud dan tujuan. (D,W)

3. Ada bukti pelaksanaan penyerahan obat D Bukti pemberian obat dalam bentuk yang siap diberikan/unit 10 TL
dalam bentuk yang siap diberikan. (D,W) dose dispensing (UDD)
W  Apoteker
 TTK/asisten apoteker
 Perawat
4. Ada bukti penyerahan obat tepat waktu. (D,O,W) D 1) Bukti indikator mutu penyerahan obat pada rawat jalan dan 10 TL
rawat inap
2) Bukti catatan dalam rekam medis pemberian tepat waktu pada
rawat inap
O Lihat ruang rawat inap dan instalasi farmasi
W  Perawat
 Apoteker
104

Standar PKPO 6. Pemberian (Administrasi) obat

Elemen Penilaian PKPO 6 Telusur Skor

1. Ada penetapan staf klinis yang kompeten dan R Ada penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang 10 TL
berwenang untuk memberikan obat termasuk untuk memberikan obat termasuk pembatasan untuk obat-
pembatasannya. (R) obatan Fornas dengan SPO
 Kebijakan petugas yang berwenang memberikan obat di
Rumah Sakit
 SOP staff klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat
5. Ada bukti pelaksanaan pemberian obat oleh staf W Pemberian obat dilakukan oleh staf klinis yang kompeten dan 10 TL
klinis yang kompeten dan berwenang sesuai berwenang sesuai dengan surat izin terkait profesinya dan
dengan surat izin terkait profesinya dan peraturan peraturan perundang-undangan.
perundang- undangan. (W)
6. Ada bukti pelaksanaan pemberian obat D Bukti pelaksanaan pemberian obat sesuai pembatasan 10 TL
dilaksanakan sesuai dengan pembatasan yang W sesuai SPK dan RKK
ditetapkan, misalnya obat kemoterapi, obat  Staf medis
radioaktif, atau obat untuk penelitian. (D,W)  Kepala Instalasi Farmasi
 Apoteker
 Staf Farmasi
105

bs

Elemen Penilaian PKPO 6.2


6.1 Telusur Skor
1. Ada regulasi
regulasiverifikasi
pengobatan
sebelumoleh
penyerahan
pasien R Regulasi tentang verifikasi
pengobatan sebelum
sendiripemberian
(self administration)
obat kepadadan
pasien.
obat 10 TL
obat kepada
sendiri. (R) pasien yang meliputi butir a) Ada pelaksanaan
yang dibawa dari kegiatan
rumah sakit
farmasi klinis yang mendukung
sampai dengan e) pada verifikasi keseuaian keberhasilan terapi pasien melalui verifikasi kesesuaian obat.
obat. (R)
2. Ada bukti pelaksanaan pengobatan obat D Bukti pelaksanaan pengobatan sendiri (self administration) sesuai 10 TL
oleh pasien sendiri sesuai dengan regulasi. regulasi EP 1
2. (D,W)
Ada bukti pelaksanaan verifikasi sebelum D Bukti verifikasi obat sebelum diserahkan terdapat pada tahapan 10 TL
obat diserahkan kepada pasien. (D,W,S) W yang tercantum di resep
 DPJP
 Apoteker
W  Perawat
Perawat
 TTK
3. Ada proses monitoring terhadap D Bukti pelaksanaan monitoring obat yang dibawa dari luar rumah sakit 10 TL
pengobatan oleh pasien sendiri. (D, W) S sesuai regulasi
Pelaksanaan EP 1
pemberian obat kepada pasien.
3. Ada bukti pelaksanaan double check untuk D Bukti pelaksanaan double check untuk obat high alert) 10 TL
obat yang harus diwaspadai (high alert). W  Apoteker
(D,O,W,S) O Lihat
Perawat
pelaksanaan pemberian obat high alert

W Perawat

S Pelaksanaan double check


105
108

7. Standar PKPO 7. Pemantauan (Monitor)

Elemen
Elemen Penilaian PKPO
Penilaian PKPO7 7.1 Telusur
Telusur SkorSkor
1. Ada regulasi pemantauan efek R Regulasi tentang pemantauan terapi obat dan efek samping obat serta 10 TL
1. Ada regulasi medication safety yang R Regulasi tentang medication safety 10 TL
obat dan efek samping obat pelaporannya
bertujuan mengarahkan penggunaan obat - Kebijakan medication safety
serta dicatat dalam status - Kebijakan MESO
yang aman dan meminimalisasi - Panduan medication safety
pasien. (R) - Kebijakan PTO
kemungkinan terjadi kesalahan penggunaan - SPO Edukasi pasien Rajal
- Panduan MESO
obat sesuai dengan peraturan perundang- - SPO PIO
- Panduan PTO
undangan. (R) - SPO Edukasi pasien ranap
- SPO MESO
- SOP KIE
- SPO PTO
- SOP Medication safety
2. Ada bukti pelaksanaan D Bukti pelaksanaan pemantauan terapi obat dan penulisan ringkasan di CPPT 10 TL
pemantauan terapi obat. (D,W) - SOP KNC, KTD
-Bukti foto pelaksanaan PTO
2. Ada bukti pelaksanaan rumah sakit D Rumah sakit mengumpulkan dan memonitor seluruh angka 10 TL
- Form SOAP
mengumpulkan dan memonitor seluruh kesalahan penggunaan obat yang terjadi di dalam satu formulir
- Form PTO
angka kesalahan penggunaan obat termasuk yang dinamakan Formulir Monitoring Medication Error
W Apoteker
kejadian tidak diharapkan, kejadian  Kepala Instalasi Farmasi
3. Ada bukti pemantauan efek D Bukti monitoring efek samping obat dan laporannya ke komite/tim 10 TL
sentinel, kejadian nyaris cedera, dan  Perawat
samping obat dan pelaporannya farmasi dan terapi
kejadian tidak cedera. (D,W) W  Apoteker
sesuai dengan peraturan - Form MESO dan sosialisasi MESO
3. Ada bukti instalasi farmasi mengirimkan D Bukti laporan instalasi farmasi ke tim keselamatan pasien 10 TL
perundang -undangan. (D,W) W  Apoteker
laporan kesalahan penggunaan obat rumah sakit
 Komite/tim farmasi dan terapi
(medication error) kepada tim keselamatan - Laporan ketepatan pembacaan resep
pasien rumah sakit. (D,W) - Laporan pelabelan high alert
- Laporan penulisan resep
 Kepala Instalasi Farmasi
W  Apoteker
 TTK/asisten apoteker
108

1. Ada bukti tim keselamatan pasien D Pemantauan terapi pasien dipantau dan dicatat pada lembar terintegrasi 10 TL
rumah sakit menerima laporan serta dilakukan diskusi/ronde besar bersama dengan tim medis untuk
kesalahan penggunaan obat (medication mencari solusi.
error) dan mencari akar masalah atau
investigasi sederhana, solusi dan tindak W Tim keselamatan pasien RS.
lanjutnya, serta melaporkan kepada
Komite Nasional Keselamatan Pasien
(D,W). (lihat PMKP 7)
2. Ada bukti pelaksanaan rumah sakit D Salah satu upaya rumah sakit untuk mencegah kesalahan 10 TL
melakukan upaya mencegah dan penggunaan obat adalah dengan memberikan informasi
menurunkan kesalahan penggunaan obat penggunaan obat kepada pasien, melakukan visite untuk memantau
(medication error) (lihat PMKP 7 EP 1). penggunaan obat pasien, edukasi, serta melakukan kegiatan
(D, W) konseling secara virtual
110

K. PENERAPAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 72 TAHUN 2016 DI RSUP FATMAWATI

Tabel 4.3 Penerapan PMK No.72 Tahun 2016 di RSUP


Fatmawati

PMK No. 72 Tahun 2016 Kegiatan PKPA di RSUP Fatmawati S


aran
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Pemilihan
Pemilihan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Koordinasi antara pihak yang
Pemilihan dilakukan untuk menetapkan
Medis Habis Pakai dilakukan oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang berkaitan dalam proses pemilihan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
diketuai oleh Dokter dan Apoteker sebagai sekretaris. Pembaharuan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan
dilakukan setiap satu tahun sekali menggunakan rujukan obat dari Bahan Medis Habis Pakai harus selalu
berdasarkan:
Formularium Nasional dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas, dilakukan secara rutin dan konsisten
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman
keamanan, efisiensi dan nilai ekonomis dari penggunaan obat di RSUP untuk meningkatkan ketepatan
diagnosa dan terapi;
Fatmawati pemilihian Sediaan Farmasi, Alat
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Bahan Medis Habis Pakai yang telah ditetapkan;
Pakai
c. Pola penyakit;
d. Efektifitas dan keamanan;
e. Pengobatan berbasis bukti;
f. Mutu;
g. Harga; dan
h. Ketersediaan di pasaran
111

Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan dilakukan untuk menghindari  Perencanaan kebutuhan dilakukan dengan metode konsumtif, dibuat Koordinasi antara petugas perencanaan
berdasarkan analisa pembelian dan penjualan perbekalan farmasi dari dengan petugas distribusi harus
kekosongan Obat dengan menggunakan metode
rata-rata pemakaian 3 bulan terakhir serta dilakukan pengecekan ditingkatkan untuk mencegah
antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi
langsung ke depo-depo untuk melihat trend pemakaian dan cross check complaint akibat terjadi kekosongan di
metode konsumsi dan epidemiologi.
data perencanaan serta data pengeluaran floor stock. Gudang Instalasi Farmasi yang dapat
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
 Setiap tanggal 15, tiap bulan berjalan perencanaan untuk kebutuhan menghambat proses pelayanan
a. Anggaran yang tersedia;
bulan depan harus sudah selesai, tetapi alur perencanaan hanya kefarmasian dan perencanaan
b. Penetapan prioritas;
dilakukan tiap satu tahun. pengadaan berdasarkan stok sebaiknya
c. Sisa persediaan;
 Alur Perencanaan di RSUP Fatmawati: menggunakan data stok yang ada pada
d. Data pemakaian periode yang lalu;
Tim perencana ka.Inst. Farmasi  Direktur Med & Kep  Dir Keu Tim Distribusi.
e. Waktu tunggu pemesanan; dan
f. Rencana pengembangan  kabag. Anggaran  Dir Keu  Dirut (acc sebagai KPA=Kuasa
Pengguna Anggaran)  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK medik
melekat ke direktur medik (farmasi) – PPK non medik melekat ke
direktur umum)  Sekretariat PPK  > 200 jt (Unit Layanan
Pengadaan/ LELANG) / < 200 jt ((Pejabat Pengadaan Medik)  Harga
Perkiraan Sediri PPK untuk acc  Dir Keu  Anggaran  Dir Keu
PPKPejabat Pengadaan Medik  SP  Distributor
112

Pengadaan
Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Pengadaan yang efektif harus menjamin  Tim pengadaan setiap awal tahun melakukan penawaran harga,
negosiasi harga dan discount terhadap obat-obat yang masuk ke dalam: Kesehatan dan BMHP sebaiknya
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan
a. Formularium Nasional mempertimbangkan daya tampung
harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
b. E-Katalog Gudang Instalasi Farmasi untuk
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan c. Formularium RSUP Fatmawati
menghindari terjadinya penumpukan
antara lain: d. Panduan Praktek Klinik (PPK)
yang dapat mempengaruhi pola
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat  Adminstrasi pengadaan :
a. 0 - 50 juta yg mengerjakan adalah PPM hanya dengan SP (Surat penyimpanan dan distribusi Sediaan
Analisa.
Pesanan) biasa Farmasi, Alkes dan BMHP
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material
Safety Data Sheet (MSDS) b. 50 - 200 juta yg mengerjakan adalah PPM dengan membuat SPPH

c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP (Surat Permintaan Penawaran Harga) ke distributor  Distributor

harus mempunyai Nomor Izin Edar. membuat Surat Penawaran Harga (SPH) Negosiasi  Berita

d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) Acara Negosiasi ditanda tangani kedua belah pihak (PPK & KaCab

tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Distributor)  SPK (Surat Perintah Kerja) ditanda tangani kedua

Kesehatan, dan BMHP tertentu (vaksin, belah pihak (PPK & KaCab Distributor)  Barang datang

reagensia, dan lain-lain), c. 200 juta  Lelang yang mengerjakan adalah ULP (Unit Layanan

Pengadaan dapat dilakukan melalui Pembelian, Pengadaan)

Produksi Sediaan Farmasai dan Sumbangan /  Metode Pengadaan:


Dropping / Hibah a. Pembelian
b. Produksi
c. Sumbangan/hibah/droping
d. Konsinyasi
113

Penerimaan
Koordinasi antara petugas Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin  Serah terima perbekalan farmasi diterima oleh Tim Penerima Barang
Medik dengan Petugas Gudang Farmasi. Perbekalan Farmasi yang dan Petugas Gudang harus selalu
kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu
diterima disesuaikan dengan: Faktur perbekalan farmasi disesuaikan ditingkatkan guna mencegah terjadinya
penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
dengan rencana kebutuhan, kondisi perbekalan farmasi, jumlah kesalahan penerimaan barang.
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang
perbekalan farmasi, tanggal kadaluarsa, sertifikat analisa untuk bahan Koordinasi dapat dilakukan dengan
diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
baku obat, Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. cara re-check faktur dan kesesuaian
barang harus tersimpan dengan baik.
 Selanjutnya Tim Penerimaan membuat berita acara Bukti Penyerahan lain oleh Petugas Gudang sebelum
Barang ke Gudang Farmasi dengan melampirkan faktur barang yang perbekalan farmasi dimasukkan ke
diterima untuk verifikasi ke Gudang Farmasi dan selanjutnya dalam Gudang
diserahkan ke Gudang Farmasi untuk disimpan.
 Penerimaan perbekalan farmasi diluar jam kerja dilakukan oleh Tim
Penerima Barang Medik untuk obat/alkes yang termasuk dalam
pengadaan rutin. Sedangkan untuk obat /alkes yang dibeli di Apotik
luar atau Rumah Sakit lain atau dari distributor karena pemesanan
mendadak (Cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo IGD untuk
selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik.
114

Penyimpanan
 Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP berdasarkan kondisi 1. Untuk penyimpanan Alkes dan
Persyaratan kefarmasian untuk penyimpanan
dan stabilitasnya dibagi menjadi kelompok sediaan: gas, cairan, BMHP di Gudang sebaiknya
meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
injeksi, tablet/kapsul, suppositoria, salep, bahan baku, reagensia, drop, disusun berdasarkan jenis dan
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
syrup, B3, narkotika dan psikotropika, high alert, alkes, pembalut bentuknya sehingga
penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat
dengan memperhatikan karakteristik suhu penyimpanan seharusnya mempermudah petugas dalam
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
dari setiap item barang. mencari barang Alkes dan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
 Obat yang tidak stabil pada suhu kamar, LASA, High Alert, B3 dan BMHP guna memenuhi
Habis Pakai Pakai yang harus disimpan terpisah
Narkotika Psikotropika di Depo Farmasi dan di Gudang disimpan permintaan dari Depo atau
yaitu:
dalam rak dan lemari khusus. Ruangan
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam
 Penyimpanan Sediaan Farmasi di Depo Farmasi dan di Gudang 2. Untuk obat LASA, sebaiknya
ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan
disusun secara alfabetis setiap ada pergantian
berbahaya.
 Metode yg digunakan: FEFO FIFO distributor baru hendaklah
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri,
 Memperhatikan LASA, HIGH ALERT, Narkotika, Suhu penyimpanan, diperiksa nama obat untuk
terikat, dan diberi penandaaan.
kelembaban, kebersihan, dan resiko. menyesuaikan penyimpanan
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan
 Gas Medis disimpan di Gudang khusus penyimpanan dgn obat karena ada beberapa obat
kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan
memperhatikan: jumlah cahaya penerangan memadai, tempat yang sebelumnya bukan LASA
Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP dan disusun
penyimpanan jauh dari panas atau sumber panas, tempat penyimpanan tetapi ketika terjadi pengantian
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First
dilengkapi dengan Alat Pemadam Api dan diberi tanda “Dilarang distributor obat baru tersebut
Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
Merokok”, dipisah antara jenis gas satu dengan lainnya dan diberi masuk ke dalam golongan obat
(FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
tanda LASA
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
pengenal nama gasnya, tabung disimpan dalam posisi berdiri, keran
115

Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan dalam keadaan tertutup, dan diberikan penghalang (pengaman) yang
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound memadai supaya tabung tidak sampai jatuh/roboh.
Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus  Perbekalan farmasi di Gudang diletakkan di atas pallete untuk
diberi penandaan. Tempat penyimpanan Obat menghindari kontak langsung dengan lantai
emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan harus
mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan
dan pencurian.
116

PMK No. 72 Tahun 2016 Kegiatan PKPA di RSUP Fatmawati Saran

Pelayanan Farmasi Klinik

Pengkajian dan Pelayanan Resep


Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai Sebelum resep diproses dan sebelum obat diserahkan kepada pasien, 1. Menyarankan ke dokter penulis
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dilakukan pengkajian terlebih dahulu pada persyaratan administrasi, resep untuk menuliskan umur, berat
dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap farmasetik dan klinis resep. Apabila sudah memenuhi syarat, maka resep badan dan tinggi badan pada resep
maupun rawat jalan. akan diproses dengan membuat etiket dan menyiapkan wadah plastik yang memerlukan informasi
 Persyaratan administrasi meliputi: untuk Obat, Alkes dan BMHP yang akan diberikan kepada pasien. khusus, seperti resep untuk pasien
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan Sebelum diserahkan kepada pasien, kesesuaian jenis dan jumlah Obat, kemoterapi.
tinggi badan pasien; Alkes dan BMHP akan diperiksa sekali lagi oleh Apoteker dan diserahkan 2. Menggunakan sistem resep
b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter; kepada pasien bila sesuai dengan disertai PIO elektronik untuk mencegah
c. tanggal Resep; dan terjadinya kesalahan dalam
d. ruangan/unit asal Resep. pengkajian, penyiapan, pemberian
 Persyaratan farmasetik meliputi: dan pemakaian obat oleh pasien.
a. nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan; 3. Menuliskan informasi yang
b. dosis dan Jumlah Obat; diperlukan oleh pasien untuk
c. stabilitas; dan memproses peresepan obat
d. aturan dan cara penggunaan. sehingga pelayanan dapat berjalan
 Persyaratan klinis meliputi: dengan efektif.
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu
penggunaan

95
117

Obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
d. kontraindikasi; dan
e. interaksi Obat.

Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Proses untuk mendapatkan informasi mengenai Penelusuran riwayat penggunaan obat pasien umumnya dilakukan dokter Untuk memastikan bahwa Riwayat
seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan dan perawat yang memberikan informasi tertulis pada lembar riwayat Penggunaan Obat pasien benar, maka
sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat pengunaan obat pada pasien yang tertera di data rekam medik/status Apoteker perlu melakukan penelusuran
diperoleh dari wawancara atau data rekam pasien dan informasi ini akan disampaikan kepada Apoteker Klinis yang secara langsung dengan cara
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.D bertugas di gedung atau ruangan tempat pasien menjalani perawatan. mewawancarai pasien yang dianggap
Apoteker akan mengumpulkan informasi riwayat penggunaan obat guna perlu ditelusuri riwayat penggunaan
mencegah terjadinya kesalahan penggunaan obat selama obatnya dan melakukan konfirmasi
pasien menjalani perawatan kembali kepada dokter dan perawat.
118

Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya Rekonsiliasi obat dilakukan oleh perawat di IGD saat pasien masuk ke Meningkatkan kolaborasi antara
kesalahan Obat (medication error) seperti Obat rumah sakit dengan kondisi gawat darurat dan oleh perawat ruangan saat Apoteker, Dokter dan Perawat dalam
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau pasien baru masuk ke Rumah Sakit. Apoteker kemudian akan melakukan melakukan rekonsiliasi obat dengan
interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) konfirmasi dengan pasien terkait lama penggunaan obat, sisa obat dan satu pandangan yang jelas yaitu guna
rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu kesediaan pasien untuk memberikan obat kepada Depo untuk diresepkan meningkatkan kualitas hidup pasien
Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang oleh Depo pada pemakaian selanjutnya. Apabila pasien tidak bersedia, dengan cara mencegah terjadinya
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari maka Apoteker akan menjelaskan cara penggunaan obat yang dibawa penggunaan obat yang salah.
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit kepada keluarga atau
sebaliknya kepada pasien langsung dan setelah pasien memahami instruksi, Apoteker
akan mengabari Depo agar tidak terjadi duplikasi terapi. Bila obat sudah
diambil oleh perawat, maka Apoteker akan meminta obat kepada perawat
untuk kemudian diresepkan
atau disimpan
119

Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, PIO dilakukan pada pasien/keluarga pasien yang mendapatkan resep Dalam melakukan PIO, sebaiknya
rekomendasi Obat yang independen, akurat, individual, kepada dokter dan tenaga kesehatan lain saat dilakukan diskusi harus diperhatikan kondisi lingkungan
tidak bias, terkini dan komprehensif yang setelah melakukan visite. Kegiatan PIO di RSUP Fatmawati antara lain: dan atau kondisi pasien/keluarga
dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, a. Menjawab pertanyaan dan memberikan informasi cara penggunaan, pasien agar informasi terkait obat yang
Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya penyimpanan dan pemusnahan obat. diperoleh pasien jelas dan tidak terjadi
serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. b. Menerbitkan buletin dan leaflet, poster, news letter terkait obat/ hambatan karena kondisi lingkungan
 Kegiatan PIO meliputi: penyakit. yang tidak memungkinkan (mis: suara
a. menjawab pertanyaan; c. Melakukan penyuluhan kesehatan, dimasa pandemi COVID-19 bising) atau kondisi pasien/keluarga
b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, penyuluhan dilakukan secara daring bagi pasien rawat jalan maupun pasien tidak memungkinkan (mis:
newsletter;
rawat inap, yang dilaksanakan sekali setiap minggu pada hari Selasa pasien/keluarga pasien terburu-buru)
c. menyediakan informasi bagi Tim
contoh penyuluhan yang di lakukan: Penyuluhan Penggunaan Obat untuk penyampaian PIO
Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
Diabetes Mellitus.
penyusunan Formularium Rumah Sakit
d. bersama dengan Tim Penyuluhan
Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi
pasien rawat jalan dan rawat inap;
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan
bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya; dan
f. melakukan penelitian
119

Konseling
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun Konseling dilakukan kepada pasien/keluarga pasien yang merupakan Apoteker sebaiknya rutin melakukan
rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat pasien baru tetapi mendapatkan obat lebih dari 5 (lima) obat, pasien lama konseling kepada pasien dengan
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan yang tidak kunjung membaik, pasien dengan obat indeks terapi sempit dan kriteria-kriteria yang tertera pada PMK
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. pasien dengan kepatuhan rendah. Konseling dilakukan di dalam ruangan No.72/2016 dan juga melakukan
Pemberian konseling yang efektif memerlukan khusus yang memungkinkan Apoteker dan pasien/keluarga pasien dapat sosialisasi kepada pasien/keluarga
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap menyampaikan informasi dan menerima informasi lebih jelas dan lengkap. pasien tentang pentingnya konseling
Apoteker Namun dalam pelaksanaanya, biasanya konseling dilakukan apabila dalam upaya peningkatan efektivitas
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Apoteker sedang tidak sibuk dan pasien bersangkutan bersedia untuk terapi yang dijalani pasien.
Obat:
melakukan konseling.
a. pasien kondisi khusus
Pada lantai 1 IRJ terdapat ruangan khusus untuk konseling
b. pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit
kronis
c. pasien yang menggunakan obat-obatan
dengan instruksi khusus
d. pasien yang menggunakan Obat dengan
indeks terapi sempit
e. pasien yang menggunakan banyak Obat dan
f. pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan
rendah.
g. ruangan atau tempat konseling; dan
h. alat bantu konseling (kartu pasien/catatan
konseling).
120

Visite
Visite adalah kunjungan ke pasien rawat inap Visite atau dikenal dengan istilah Ronde dilaksanakan oleh Apoteker 1. Jika memungkinkan, pelayanan
yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau Klinis secara mandiri dengan melakukan cap review obat dan Ronde yang Kefarmasian di Rumah (Home
bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati dilakukan oleh Apoteker bersama dokter, perawat, psikiater dan tenaga Pharmacy Care) sebaiknya
kondisi klinis pasien secara langsung, dan kesehatan lain yang dilaksanakan sekali setiap minggu pada hari Rabu di dilakukan untuk memastikan
mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Gedung teratai dan GPS, untuk mengkaji masalah terkait obat dengan cara bahwa pasien menggunakan obat
Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, memantau terapi obat pasien. Apoteker ikut serta dalam diskusi bersama dengan baik dan benar.
meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan dengan tim tenaga kesehatan yang lain untuk memberikan intervensi 2. Dalam melakukan Ronde,
menyajikan informasi Obat kepada dokter, terkait pengobatan yang diterima pasien. sebaiknya ditingkatkan koordinasi
pasien serta profesional kesehatan lainnya. Apoteker juga melaksanakan kegiatan edukasi kepada pasien/keluarga antara Apoteker dengan tenaga
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang pasien terkait cara, jadwal dan dosis obat minum yang diberikan secara kesehatan lain terkait jumlah dan
sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan mandiri oleh keluarga pasien kepada identitas pasien yang akan di
pasien maupun sesuai dengan program Rumah pasien. Ronde sehingga Apoteker dapat
Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan memberikan informasi terkait obat
Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) dengan baik dan benar.
121

Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas Pemantauan terapi obat dilakukan oleh apoteker di ruang rawat inap Dalam pengisian Form Pemantauan
terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat dengan cara mengumpulkan data pasien melalui rekam medis pasien yang Terapi Obat sebaiknya dilengkapi data-
yang Tidak Dikehendaki (ROTD). dituangkan kedalam Form Pemantauan Terapi Obat, mengidentifikasi data tertentu yang berkaitan dengan
Kegiatan PTO terdiri dari: masalah terkait obat yang digunakan pasien, jika ditemukan masalah obat diagnosis dan efektivitas pengobatan
a. pengkajian pemilihan obat, dosis, cara oleh apoteker, maka apoteker akan merekomendasikan penyelesaian seperti data hasil laboratorium atau
pemberian dan respon terapi masalah kepada dokter, kemudian dilakukan pemantauan dan tindak lanjut kondisi vital pasien sehingga profil
b. pemberian rekomendasi penyelesaian dari masalah obat tersebut. pengobatan dapat dibandingkan dengan
masalah terkait obat data-data yang mendukung tersebut.
c. pemantauan efektivitas dan efek
samping obat Tahapan PTO terdiri dari:
a. pengumpulan data pasien;
b. identifikasi masalah terkait Obat;
c. rekomendasi penyelesaian masalah
terkait Obat;
d. pemantauan; dan
e. tindak lanjut
122

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Kegiatan MESO dilakukan oleh Apoteker
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO: secara mandiri dengan PTO dan jika Dokter
a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang dan Perawat memberikan informasi kepada
tidak dikehendaki (ESO); Apoteker terkait keluhan yang disampaikan
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang pasien saat penggunaan obat, lalu Apoteker
mempunyai risiko tinggi mengalami ESO; menganalisis kejadiaan reaksi obat yang tidak
c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme dikehendaki berdasarkan data profil
Naranjo; penggunaan obat pasien. Apoteker
d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang
Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan Terapi; beresiko tinggi menyebabkan EPO, dengan
e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping mengisi Form MESO dan Form MESO
Obat Nasional dievaluasi 3 bulan sekali, dan jika ditemukan
ESO yang dapat menyebakan kelumpuhan atau
kecatatan pada pasien, Apoteker melaporkan
kejadian ESO kepada Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien (KMKP) yang kemudian
membentuk tim penanganan ESO dan
mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme
Naranjo. Hasil evaluasi kemudian akan
dilaporkan kepada Pusat Monitoring Efek
Samping Obat Nasional.
123

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi dilakukan terhadap obat-obatan yang Apoteker diharapkan melaksanakan EPO
Kegiatan praktek EPO:
baru dimasukkan ke dalam formularium atau secara berkala untuk menentukan pola
a. mengevaluasi penggunaan Obat secara
obat dengan tingkat kesalahan penggunaan penggunaan obat di Rumah Sakit dan dari hasil
kualitatif; dan
yang tinggi seperti kemoterapi. Untuk obat EPO, Apoteker juga dapat memberikan
b. mengevaluasi penggunaan Obat secara
baru yang diresepkan di Formularium Rumah informasi kepada Tim Perencaan dan
kuantitatif.
Sakit, akan dilihat kepatuhan dokter dalam Pengadaan tentang obat yang sering atau jarang
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
meresepkan obat tersebut. Sedangkan untuk digunakan sebagai pilihan terapi
a. indikator peresepan;
obat dengan risiko tinggi seperti kemoterapi
b. indikator pelayanan; dan
akan dilihat ketepatan dosis obat kombinasi
c. indikator fasilitas
dengan tatalaksana terapi kemoterapi.
124

Dispensing Sediaan Steril


Dalam kegiatan pencampuran obat suntik Jika memungkinkan, Apoteker sebaiknya
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi:
untuk pasien, Apoteker masih dibantu oleh melakukan pencampuran obat suntik agar dapat
a. Pencampuran Obat Suntik
tenaga Keperawatan. Sedangkan untuk memastikan bahwa obat dicampur dan
Melakukan pencampuran Obat steril sesuai
penyiapan TPN dan Obat Sitostatik, Apoteker disiapkan dengan benar. Apoteker yang sudah
kebutuhan pasien
melakukan proses dispensing secara mandiri terlatih dalam dispensing TPN dan Obat
b. Penyiapan Nutrisi Parenteral
dan nanti akan diberikan kepada Perawat untuk Sitostaika hendaknya memberikan pelatihan
dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis
diberikan kepada pasien. Apoteker yang kepada Apoteker lain sehingga ketika ada
sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas
melakukan kegiatan dispensing TPN dan Obat kejadian dimana Apoteker yang terlatih
sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap
Sitostatik harus Apoteker yang terlatih secara cuti/tidak dapat melaksanakan tugasnya, ada
prosedur yang menyertai.
khusus karena kesalahan pemberian dan Apoteker lain yang dapat melakukan
c. Penanganan Sediaan Sitostatik
penggunaan komponen obat ini dapat dispensing TPN dan Obat Sitostatika.
Penanganan sediaan sitostatik merupakan
menyebabkan hal yang fatal
penanganan Obat kanker secara aseptis dalam
kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh
tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian
pada keamanan terhadap lingkungan, petugas
maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan
kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung
diri, mengamankan pada saat pencampuran,
distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien
sampai pembuangan limbahnya
125

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)


Pemantauan Kadar Obat dalam Darah tidak Perlu dilakukan pertimbangan tentang seberapa
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
dilakukan, karena belum memiliki alat untuk penting PKOD dalam pelayanan kefarmasian
merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat
melaksanakan PKOD. klinik, jika dianggap penting maka perlu
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
dilakukan pengadaan alat untuk melaksanakan
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari
PKOD.
Apoteker kepada dokter
126
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat setelah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati
memberikan kesempatan mahasiswa dapat mempelajari dan memahami
tentang pelayanan kefarmasian dan etik di rumah sakit yang sesuai
dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
2. Mahasiswa dapat memahami peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab
Apoteker dan mendapatkan pengalaman praktisi mengenai pelayanan
kefarmasian di rumah sakit.
3. Mahasiswa mampu menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik
dengan tenaga kesehatan maupun pasien atau keluarga pasien secara
profesional.

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan dari hasil PKPA di Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan pelayanan kefarmasian berbasis teknologi untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan, misalnya dengan e-
prescribing dan e-receipt
2. Perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan pelayanan
pada depo-depo farmasi yang ada untuk memastikan bahwa pelayanan
sudah dijalankan berdasarkan SPO yang telah disepakati bersama
3. Karena SDM yang terbatas, perlu dilakukan penyetaraan beban kerja agar
setiap pelayanan kefarmasian dapat dikerjakan dengan baik dan benar.
127

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

2. Permenkes, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, Jakarta.

3. World Health Organization, 1947. Definisi Rumah Sakit.


4. Permenkes, 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,
Jakarta
5. Depkes RI. 1992. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
983/MenKes/SK/XI/1992 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
Umum Indonesia.

6. Permenkes, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,
Jakarta.

7. Siregar, C.J.P dan Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan
Penerapannya. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

8. Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


1197/MenKes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit.

9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.472/MENKES/SK/IV/2010,


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

10. Instrumen Survei Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit. 2018


128

LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUP Fatmawati
129

Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati


130

Lampiran 3. Alur Perencanaan dan Pengadaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP
131

Lampiran 4. Alur Penerimaan Barang oleh Tim Penerimaan


132

Lampiran 5. Alur Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP


133

Lampiran 6. Alur Pengelolaan Obat Kadaluwarsa


134

Lampiran 7. Alur Pemantauan Terapi Obat (PTO)


135

Lampiran 8. Alur Pelayanan Informasi Obat (PIO)


136

Lampiran 9. Alur Pemberian Obat Pasien Rawat Inap


137

Lampiran 10. Alur Visite/Ronde


138

Lampiran 11. Alur Produksi Obat Kemoterapi


138

Lampiran 12. Tahap Pengecekan Resep

Tahap 1
Dilakukan screening administratif, farmasetik dan klinis serta
pengecekan 8 (delapan) benar yang terdiri dari benar dan jelas
penulisan resep, benar obat, benar waktu dan frekuensi, benar
pasien, benar rute, dan tidak ada interaksi obat

Sesuai? Tidak Konfirmasi dengan dokter


penulis resep

Ya

Tahap 2
Resep dimasukkan kesistem untuk klain BPJS dan
pemotongan stok secara otomatis

Tahap 3
Etiket dicetak dan diperiksa. Bila sudah benar ditempelkan
pada plastik kemasan obat

Tahap 4
1. Resep diracik untuk obat racikan
2. Resep obat jadi langsung disiapkan dan dikemas
3. Copy resep bila ada obat yang tidak tersedia

Tahap 5
Pengecekan kembali kesesuaian resep dan obat yang telah
dikemas oleh Apoteker

Anda mungkin juga menyukai