FAKULTAS FARMASI
Disusun Oleh:
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun Oleh:
Disetujui Oleh:
apt. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm apt. Hesty Utami R., M.Clin Pharm,
NIP. 196212191990022001 PhD
Tanggal : .................................
Tanggal :...............................................
.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
karunia dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dilaksanakan pada tanggal 12
Agustus 2021 – 30 September 2021, serta atas penyertaan dan izin-Nya kami juga
telah menyelesaikan penulisan dan penyusunan Laporan PKPA sebagaimana
mestinya.
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila yang bertujuan agar setiap calon
Apoteker memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan, serta mendapatkan
gambaran yang jelas tentang Rumah Sakit Fatmawati sehingga lebih siap untuk
terjun ke masyarakat dan menjalankan profesinya sebagai Apoteker.
Kami sepenuhnya menyadari dalam penyusunan laporan ini tentu
masih banyak kekurangan dan dapat melakukannya tidak lepas dari bantuan,
arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. apt. Shirly Kumala, M. Biomed, selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
2. apt. Hesty Utami R., M. ClinPharm, PhD, selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Pancasila sekaligus Dosen
Pembimbing PKPA Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
3. apt. Dra. Setianti Haryani, M. Farm, selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati.
4. apt. Dra. Alfina Rianti.,M.Pharm selaku Dosen Pembimbing PKPA Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati.
5. Dr. Apt. Ahmad Subhan, S.Si, M.Si. selaku Dosen Pembimbing PKPA
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
6. Seluruh Staf dan Karyawan di Gedung Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati,
Depo Farmasi Gedung Bougenville, Gudang Instalasi Farmasi, Gedung
Instalasi Rawat Jalan Lantai 1 dan Lantai 3, Gedung Rawat Inap Teratai
iii
dan Gedung Program Terapi Rumatan Metadon yang telah memberikan
bimbingan dan bantuannya selama kami melaksanakan PKPA.
7. Seluruh Tenaga Kesehatan dan Teman Sejawat di RSUP Fatmawati yang
telah membantu dan bekerjasama selama kami melaksanakan PKPA.
8. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara
moral maupun material.
Dengan disusun dan ditulisnya laporan ini kami harapkan mampu
memberikan gambaran tentang pemahaman dan kompetensi yang telah kami
dapatkan dan telah kami pelajari selama melakukan PKPA di RSUP Fatmawati
dan setiap ilmu dan kompetensi yang kami peroleh dapat kami aplikasikan
dalam praktek profesi Apoteker di Rumah Sakit. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi setiap pihak yang terlibat dan berkepentingan di dalamnya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. MANFAAT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. RUMAH SAKIT
B. INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
C. TIM FARMASI DAN TERAPI
D. TENAGA KEFARMASIAN
E. REKAM MEDIS
F. AKREDITASI RUMAH SAKIT
BAB III TINJAUAN KHUSUS
A. RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
B. INSTALASI FARMASI RSUP FATMAWATI
C. MANAJEMEN RUMAH SAKIT
D. FORMULARIUM RSUP FATMAWATI
E. ISB (INSTALASI STERILISASI DAN BINATU)
BAB IV PEMBAHASAN
A. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)
B. INSTALASI GUDANG FARMASI.....................................................................46
C. PRODUKSI FARMASI STERIL DAN NON STERIL........................................48
D. DEPO FARMASI RAWAT JALAN.................................................................... 53
E. PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON.....................................................56
F. DEPO BOUGENVILLE....................................................................................... 59
G. DEPO TERATAI.................................................................................................. 63
H. MAKSUD DAN TUJUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN
PENGGUNAAN OBAT (PKPO)
I. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO) RSUP
FATMAWATI
J. PENERAPAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 72 TAHUN
2016 DI RSUP FATMAWATI
v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan
masyarakat. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental, dan sosial,
bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Menurut
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Upaya
kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Upaya ini dapat terlaksana dengan adanya fasilitas
kesehatan seperti rumah sakit, klinik, apotek, praktek dokter, dan lain-
lain (1).
Menurut permenkes 72 tahun 2016, Rumah sakit merupakan
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat
digunakan untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian, serta
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan.
Sedangkan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (2).
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (Quality of life) (3). Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No 72 Tahun 2016 meliputi Standar Pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, dan Standar
2
B. TUJUAN
Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan pengalaman mengenai pelayanan kefarmasian dan etik
di rumah sakit, sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di
rumah sakit, sehingga mampu menjalani profesi Apoteker secara
professional, handal, mandiri dan bertanggung jawab di rumah sakit.
2. Memahami peranan, tugas dan tanggung jawab Apoteker di rumah
sakit dalam aspek manajemen maupun klinis, serta memahami
praktek kefarmasian secara professional dan etik di rumah sakit,
sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
3. Mampu menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik dengan tenaga
kesehatan maupun pasien atau keluarga pasien secara profesional.
C. MANFAAT
Manfaat dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, laporan ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukan bagi pelaksanaan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang
berpedoman pada Permenkes No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
2. Mahasiswa dapat berperan aktif dan berkontribusi langsung dengan
melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit sesuai dengan
Permenkes No.72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit serta mendapatkan pengalaman bekerja
di lapangan sehingga memiliki kompetensi dan pengalaman praktis
dalam melaksanakan tugas pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
3. Mahasiswa mampu belajar bagaimana profesi Apoteker menjalani
praktek profesinya secara professional, handal, mandiri dan
bertanggung jawab di rumah sakit dalam menjalin kerjasama dan
komunikasi dengan tenaga kesehatan lain, pasien maupun keluarga
pasien.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. RUMAH SAKIT
1. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada msyarakat. Rumah
sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik. (3)
Rumah sakit berdasarkan PERMENKES nomor 3 tahun 2020 adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat (4).
7. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit
yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan.
4. Klasifikasi
Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit. Rumah Sakit diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan
dan pengelolaan.
1. Jenis Pelayanan
a. Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit
umum dikategorikan menjadi:
2. Berdasarkan Pengelolaannya
1) Rumah Sakit Publik
Rumah Sakit Publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit
Publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola
Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi
Rumah Sakit Privat.
2. Manfaat IFRS
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai
satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit
akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
11
5. Struktur Organisasi
Menurut Kepmenkes Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi minimal di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yaitu:
1. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2. Administrasi Farmasi
3. Pengelolaan perbekalan farmasi
4. Pelayanan farmasi klinik
5. Manajemen Mutu
Struktur organisasi IFRS mengelola perbekalan farmasi, pelayanan farmasi
klinik, dan manajemen mutu. Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan
visi, misi, dan tujuan yang mencerminkan penyelenggarakan berdasarkan
filosofi pelayanan kefarmasian.
a. IFRS dipimpin oleh apoteker.
b. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh apoteker yang
mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah
sakit.
c. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja.
d. Pada pelaksanannya, apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian.
e. Kepala instalasi farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek
hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan
distribusi maupun administrasi barang farmasi.
f. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk
melangsungkan dan mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada
pendelegasian wewenang yang bertanggung jawab bila kepala farmasi
berhalangan.
g. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi.
h. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan
kebutuhan.
i. Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau
tenaga farmasi lainnya, maka harus ditunjuk apoteker yang memiliki
kualifikasi pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
j. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait
dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan
15
D. TENAGA KEFARMASIAN
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah
sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker (menurut PMK 51 tahun 2009). Tenaga teknis
kefarmasian tersebut masih berlaku sampai tahun 2020, namun setelah itu
tenaga menengah farmasi/asisten apoteker bukan lagi tergolong tenaga teknis
kefarmasian melainkan sebagai asisten tenaga kesehatan. Tenaga Kefarmasian
sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan
pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi
pelayanan yang meliputi pelayanan Obat dan pelayanan pasien (patient
oriented) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Setiap
Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib
menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian. Rahasia Kedokteran
dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka dengan tujuan kepentingan
pasien, permintaan hakim yang berkaitan dalam proses hukum, permintaan
pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian harus
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian
pada:
1. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri
bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain
untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu.
2. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan
melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan
Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
3. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi
17
farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
Keahlian dan kewenangan Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian harus dilaksanakan berdasarkan Standar Profesi.
Pelaksanakan kewenangan tersebut harus didasarkan pada Standar
Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai
fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian itu dilakukan. Standar
Profesi sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.
Surat tanda registrasi ditujukan bagi Apoteker berupa Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) dan Tenaga Teknis Kefarmasian berupa Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK).
Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki
sertifikat kompetensi profesi. Apoteker yang baru lulus pendidikan
profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung
setelah melakukan registrasi. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 tahun
dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 tahun melalui uji kompetensi
profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah
sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker. Apoteker tersebut wajib
memiliki STRA.
Pelaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian tersebut, Apoteker dapat
dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian
bekerja. Surat izin tersebut adalah Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi
Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas /
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, SIPA bagi Apoteker yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping, Surat Izin Kerja
(SIK) bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas
kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit, dan SIK bagi
Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Kefarmasian. Surat izin dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang
berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
18
E. REKAM MEDIS
1. Definisi
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien.
2. Kegunaan Rekam Medis
Rekam media Memiliki 5 manfaat, yaitu:
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan sebagai
bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
3. Bentuk Pelayanan Rekam Medis
Bentuk pelayanan rekam medis meliputi:
1. Pelayanan rekam medis berbasis kertas. Rekam medis manual (paper
based documents) adalah rekam medis yang berisi lembar administrasi
dan medis yang diolah ditata/ assembling dan disimpan secara manual.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
1. Sejarah
Pendirian Rumah Sakit Fatmawati berawal dari gagasan Ibu Fatmawati
Soekarno yang saat itu sebagai ibu Negara Republik Indonesia, untuk
mendirikan Rumah Sakit Tuberkulosis bagi anak-anak, baik untuk
perawatan maupun tindakan rehabilitasinya. Pada tanggal 30 Oktober
1953 Ibu Fatmawati menggalang dana sebagai modal pertama pendirian
Yayasan Ibu Soekarno untuk pembangunan rumah sakit tersebut. Melalui
Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari berbagai pihak antara lain
Departemen Kesehatan, Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial
Republik Indonesia, dan lain-lainnya dilaksanakan pembangunan gedung
Rumah Sakit TBC anak-anak dimulai dengan peletakan batu pertama
pada tanggal 2 Oktober 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno.
Tanggal 12 Desember 1958 Yayasan Ibu Soekarno menyerahkan
proses pembangunan rumah sakit kepada Departemen Kesehatan RI
dengan persetujuan dari Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial RI
pada tanggal 9 September 1959. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI tanggal 12 April 1961 fungsi rumah sakit berubah menjadi
rumah sakit umum. Penyelenggaraan, pembiayaan dan pemeliharaan
rumah sakit dilaksanakan oleh dan dengan anggaran Departemen
Kesehatan RI. Keputusan ini mulai berlaku tanggal 15 April 1961 dan
selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Rumah Sakit. Atas usulan dari
Dr. R. Soehasim selaku Direktur kepada Ibu Fatmawati Soekarno, maka
pada tangggal 23 Mei 1967 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin
meresmikan perubahan nama RSU Ibu Soekarno menjadi RS Fatmawati
sekaligus pemberian nama jalan RS Fatmawati. Rumah Sakit Fatmawati
dalam perkembangannya mengalami perubahan- perubahan dan
peningkatan status, berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI,
undang-undang, peraturan pemerintah dan penghargaan berturut-turut
sebagaiberikut:
21
b. Hanya dari lumpur, teratai hidup dan berakar di atas lumpur. Siraman
hujan yang walaupun hanya sekejap dapat membuat benih teratai
yang tersebar menumbuhkan kuncup dan berkembang,
mempersembahkan kepada alam semesta raya, kelompok bunga
indah penuh keagungan.
c. Penuh pesona, teratai tidak berbau tetapi keberadaanya mampu
menarik perhatian semua orang. Teratai menjernihkan air keruh
sekalipun hidup di atas lumpur, dan berperan dalam menentukan
kualitas lingkungannya. Demikian halnya dengan Rumah Sakit
Fatmawati walau sederhana asal mulanya, mampu berkembang
dengan segala keelokan dan keindahan, pelayan bagi semua lapisan
masyarakat, mampu memberikan yang terbaik bagi semua orang,
tanpa memandang harkat dan martabat, kaya atau miskin, terpandang
atau tidak. Teratai tidak pernah mati walau lumpur mengering
sekalipun karena teratai akan tetap hidup dalam umbinya tetapi ketika
hujan mengguyur kuncup teratai yang tersembunyi akan segera
tumbuh dan mekar di tengah hijaunya dedaunan. Demikian pula
dengan RSUP Fatmawati akan tetap bertahan dalam segala musim.
Saat musim kering hendaknya harus selalu mawas diri, tetap setia
menjalankan misi pelayanan dan tekad akan lebih maju di masa
mendatang, tetap tabah dan tegar tetapi selalu berusaha keluar dari
kesulitan yang menerpa.
d. Penuh manfaat, bunga teratai memiliki banyak manfaat. Keelokan
bunganya sehingga menjadi kesayangan dewa, daunnya yang lebar
menjadi tempat bernaung dan berlindung bagi makhluk lain, akar,
umbi dan bijinya dipercaya sebagaiobat penyembuh. Begitu pula RS
Fatmawati ingin memberikanbanyak manfaat bagi semua lapisan
masyarakat. Menyediakan tempat bernaung dan berlindung bagi
masyarakat yang membutuhkan pertolongan, pengobatan, dan
pelayanan kesehatan.
pada tahun 2010 selain itu RSUP Fatmawati berhasil mendapatkan status
Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap untuk ketiga kalinya. Tahun 2013,
RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit dan
dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) dan terakreditasi Joint Comission International (JCI) pada tahun
2013 dan memenuhi standar terakreditasi oleh JCI yang kedua pada tahun
2016 hingga 2019.
RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit
dan dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna yang kedua kalinya oleh Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada tahun 2015. Pada bulan
pelayanan pelanggan.
Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber
daya manusia rumah sakit Sementara azas yang dijalankan oleh RSUP
Fatmawati sebagai berikut:
a. Azas Pemberdayaan
b. Azas Kesatuan Komando
c. Azas Koordinasi
d. Azas Pembagian Kerja secara Homogen
e. Azas Jalur dan Staff
9. Tugas dan Fungsi
Tugas Pokok RSUP Fatmawati yaitu menyelenggarakan upaya
penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan dan penelitian. Fungsi RSUP Fatmawati RSUP
Fatmawati menyelenggarakan fungsi:
a. Menyelenggarakan pelayanan medis.
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non-medis.
c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.
d. Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit.
e. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
g. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.
e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan
profesi kefarmasian.
Fungsi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati antara lain:
a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati dengan pihak-pihak tekait.
32
ilmiah secara
34
alkes) untuk depo-depo farmasi seperti IRJ, IRNA, IGD, ICU, IBS.
35
efek
39
exofficio.
Tugas TFT antara lain:
1. Membentuk kebijakan mengenai seleksi, penggunaan, dan pengelolaan
obat.
2. Menyusun formularium RumahSakit.
Formularium RSUP Fatmawati adalah daftar obat yang diusulkan oleh KSM
yang terpilih berdasarkan pada bukti ilmiah terkini, berkhasiat, aman dan
43
dokumen mutu. Formularium obat RSUP Fatmawati edisi VIII tahun 2018
berlaku hanya untuk:
1. Pengadaan obat pasien khususnya Griya Husada
2. Pasien Tunai rawat inap.
3. Item obat emergency (life saving) yang belum tersedia di Fornas.
Sedangkan pasien BPJS diutamakan sesuai Fornas yang berlaku dari
Kementrian Kesehatan RI.
E. ISB (INSTALASI STERILISASI DAN BINATU)
Organisasi non struktural yang berada di bawah direktorat Umum, Organisasi
dan Umum (POU). Alur pengelolaan peralatan medis Di RSUP Fatmawati
dimulai dengan pembersihan awal dengan enzymatic, kemudian dilakukan
pembilasan dan dikeringkan, pembersihan dilakukan dengan alat yang
berbeda yaitu peralatan sterilisasi, disinfeksi tingkat tinggi, disinfeksi tingkat
rendah. Alat-alat di CSSD terdiri dari; Ultrasonic cleanser, Washer
disinfector, Cart washer, Drying cabinet, Cutter, sealer, auto sealer, meja
setting, gun labeller, magnifying glass, autoclave, plasma sterilizer, EO
strerilizer, rak simpan.
Alur pemrosesan alat di RSUP Fatmawati dimulai dengan instrumen
yang kotor dilakukan serah terima alat kemudian dilakukan pre cleaning,
pencucian dan pengeringan. Kemudian alat disortir jika layak dilakukan
pengemasan untuk disterilisasi.
45
BAB IV
PEMBAHASAN
sediaan farmasi steril dan non steril. Produksi yang dilakukan merupakan
produksi untuk keperluan rumah sakit sendiri. Kegiatan produksi ini bertujuan
untuk meningkat kan efisiensi dan efektivias pengadaan beberapa obat.
Tujuan lainnya adalah untuk memudahkan penerimaan obat oleh pasien atau
tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan
yang telah sesuai dengan kebutuhan. Produksi nonsteril dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi realisasi kerja produksi bulan sebelumnya, stok
minimum persediaan yang masih ada dan permintaan dari depo farmasi dan
ruangan.
Kegiatan di produksi nonsteril terdiri dari:
1) Pengadaan
a. Alur bahan baku
Permintaan barang dilakukan berdasarkan rencana kerja selama 1 bulan dan
permintaan barang langsung ke Gudang Induk Farmasi
b. Alur bahan jadi
Depo farmasi yang dilayani adalah depo farmasi rawat inap dan rawat jalan.
Permintaan setiap ruangan masuk ke gudang, kemudian diteruskan ke
bagian produksi dan selanjutnya diserahkan ke gudang kembali untuk
diantarkan ke setiap ruangan.
2) Kegiatan
a. Pembuatan sediaan farmasi
Pembuatan obat didasarkan pada master yang formula yang telah ada
sebelumnya. Pertimbangan pembuatan didasarkan : adanya formula
khusus dari resep dokter, obat sulit diperoleh dan permintaan untuk
obat selalu ada, pertimbangan biaya lebih ekonomis bagi pasien dengan
kualitas yang sesuai standar. Contoh produknya adalah salep Kemicetin,
Vaselin lanolin, OBH dan Handrub berbasis alkohol.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan pada sediaan yang konsentrasinya pekat lalu
diencerkan sesuai kebutuhan dan dikemas. Pengenceran dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi biaya. Contoh prodikunya adalah alkohol
96% yang dibuat menjadi alkohol 70%, Povidone-iodine, Formalin dan
50
lain-lain.
3) Penyimpanan
Penyimpanan obat dan bahan farmasi di ruang produksi nonsteril
dipisahkan berdasarkan obat oral, pemakaian luar, serta bahan baku.
4) Pelaporan
Semua laporan dibuat setiap bulan. Laporan yang dibuat petugas antara lain:
a. Realisasi Kerja
b. Rekapitulasi Produksi
c. Mutasi Bahan Baku
d. Mutasi Bahan Jadi (Hasil Produksi)
Kegiatan produksi steril dilakukan di ruang produksi steril oleh tenaga farmasi
yang sebelumnya telah melakukan sertifikasi yaitu mengikuti pelatihan dan
diberikan sertifikat. Kegiatan yang dilakukan meliputi rekonstitusi obat
kemoterapi yang akan digunakan pada saat pasien melakukan kemoterapi.
Pelarut yang digunakan untuk rekonstitusi obat kemoterapi adalah larutan
NaCl 0,9% dan dextrosa dengan volume 100 ml, 250 ml dan 500 ml.
Umumnya stabilitas obat kemoterapi setelah d i rekonstitusi adalah 24 jam.
Alur penyiapan obat sitostika untuk pasien rawat jalan dimulai dari
mendapatkan resep dari Dokter masuk ke Depo Farmasi IRJ lantai 1
kemudian mendapatkan Formulir Penitipan Obat 2 rangkap, pasien akan
membawa formulir ke Pusat Pengendalian Kanker Terpadu (PPKT), pasien
51
diberikan Formulir Obat yang akan diserahkan ke ruang produksi di Depo Teratai.
Resep dari depo farmasi diserahkan ke ruang produksi. Petugas produksi
steril akan mencocokan resep dengan Fomulir Permintaan Obat lalu obat akan
disiapkan sesuai dengan jadwal kemoterapi. Alur penyiapan untuk pasien
rawat inap hampir sama, hanya saja yang melakukan alur administrasi adalah
perawat ruangan ke depo farmasi untuk mengantar resep, petugas depo akan
memberi permintaan ke gudang. Jadwal akan menyesuaikan dengan
konfirmasi dari bagian PPKT.
Handling sitotoksik adalah proses penanganan terhadap obat sitotoksik
yang bertujuan untuk melindungi personil dan juga melindungi obat dari
kontaminan yang dilakukan di ruangan steril berdasarkan prosedur handling
sitotoksik. Secara umum prinsipnya adalah pendidikan dan pelatihan terhadap
personil, pengendalian lingkungan kerja dan penggunaan prosedur yang aman
sehingga diharapkan dapat melindungi produk dan juga personel yang
melakukan handling sitotoksik. Ruangan handling sitotoksik terdiri dari ruang
persiapan, cuci tangan dan ruang ganti pakaian, ruang antara dan ruang steril.
Persyaratan ruang steril adalah:
1. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
3. Kelembapan 35-50%
4. Suhu 18-22oC
5. Dilengkapi dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
6. Tekanan udara di dalam ruangan lebih positif dibandingkan di luar
7. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alkes dan bahan obat
sebelum dan sesudah pencampuran, terletak diantara ruang persiapan dan
ruang steril.
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan di ruang pencampuran
sitotoksik berupa APD disertai dengan Biological Safety Cabinet (BSC), serta
teknik aseptis saat melakukan pencampuran obat sitotoksik. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi risiko terpaparnya personil dari obat sitotoksik
52
pada saat melakukan pencampuran serta untuk menjamin produk yang dihasilkan
terhindar dari kontaminan, sehingga produk yang dihasilkan benar steril.
Selain pencampuran obat sitostatika, produksi sediaan steril juga
melakukan pencampuran nutrisi bagi pasien bayi dan balita yang disebut
dengan Total Parenteral Nutrition (TPN). Pencampuran sediaan TPN
dilakukan di ruang produksi yang berada di Depo Teratai. Pencampuran
sediaan ini menggunakan teknik aseptis untuk menjamin sediaan tetap steril
dan aman untuk diberikan kepada pasien.
Alur produksi sediaan TPN dimulai saat Dokter meresepkan sediaan TPN
untuk bayi dan balita yang dirawat di ruangan NICU, PICU atau Perina.
Penanggung jawab lantai akan menyerahkan resep, bahan yang dibutuhkan
dan etiket kepada bagian TPN. Selanjutnya, bagian TPN melakukan
skrining terhadap resep. Bahan yang diperlukan disiapkan dan diletakkan
pada pass box. Pencampuran sediaan TPN dikerjakan oleh Apoteker dengan
mengguna kan APD di Biological Safety Cabinet (BSC). Seluruh alat yang
digunakan harus di disinfeksi menggunakan alkohol untuk mencegah adanya
kontaminan. Setelah dicampur, sediaan diletakkan kembali di pass box dan
siap diambil oleh penanggung jawab lantai untuk diberikan kepada pasien
yang membutuhkan.
Apoteker yang dapat melakukan pencampuran TPN adalah Apoteker
yang telah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikat. Apoteker juga
harus teliti dan disiplin dalam menjaga kondisi tetap steril mengingat
proses yang dilakukan cukup rumit. Contoh sediaan yang dihasilkan oleh
produksi TPN yaitu sediaan campuran Ka-En 1B dengan KCl, Protein
Glukosa (PG), dan lain- lain
Mahasiswa juga terlibat dalam produksi nonsteril yaitu pembuatan kapsul
CaCO3, Natrium bikarbonat, dan pembuatan Betadine gargle dan First Aid ke
kemasan yang lebih kecil. Sedangkan untuk produksi steril obat sitostat ika
mahasiswa hanya mendapatkan penjelasan dari petugas dan melihat proses
produksi obat steril tersebut dari luar ruang produksi steril, hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pekerjaan,
53
Gedung Instalasi Rawat Jalan (IRJ) terdiri dari tiga lantai, namun depo
farmasi hanya terletak di IRJ lantai 1 dan IRJ lantai 3, untuk poliklinik yang
terletak di IRJ lantai 2 pengambilan obat dilakukan di depo farmasi IRJ lantai
1. Depo farmasi IRJ lantai 1 melayani resep bagi semua pasien BPJS,
sedangkan untuk depo farmasi lantai 3 khusus melayani obat-obat program.
Untuk pasien yang mendapatkan resep tunai dan BPJS dapat ditebus di depo
terpisah yaitu di gedung Griya Husada. Trolly emergency di gedung instalasi
rawat jalan terdapat 4 yaitu di poliklinik jantung, ruang hemodialisa, ruang
endoskopi dan ruang radiologi. Isi dari ke-empat trolly emergency relatif
sama. Trolly emergency dikunsi dengan menggunakan single-used key
dengan nomor seri yang berbeda-beda. Pengecekan trolly emergency
dilakukan minimal satu kali tiap minggu, namun bila ada laporan penggunaan
obat atau alat kesehatan dari trolly harus segera dilakukan penggantian
dalam waktu kurang dari 100 menit. Selain
Trolly emergency terdapat pula kit emergensi yang berjumlah 14 buah.
Kit emergensi diletakkan di poli gigi, poli bedah plastik, poli mata dan poli
bedah vaskuler. Penggunaan obat dan alat kesehatan di kit emergensi lebih
jarang dibandingkan dengan trolly emergency, sehingga pengecekan
dilakukan setiap 3 bulan. Pengecekan dilakukan untuk melihat tanggal
kadarluarsa karena obat di kit emergensi tergolong obat-obat yang slow
moving. Laporan yang dibuat oleh depo farmasi IRJ antara lain adalah,
laporan narkotika dan psikotropika, laporan resep formularium nasional
(Fornas) dan non Fornas, laporan penjualan dan laporan waktu tunggu resep.
Depo farmasi IRJ lantai 3 hanya membuat laporan penggunaan obat-obat
program yang dikirim secara online ke Dinas Kesehatan.
1. Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) lantai 1
Depo farmasi lantai 1 melayani resep bagi semua pasien BPJS
54
mengambil obat.
c. Tahap 3
Resep maju ke meja dispensing, untuk resep obat racikan maka resep
diracik terlebih dahulu oleh juru racik sementara untuk obat jadi
langsung disiapkan dan dikemas.
d. Tahap 4
Pengecekan ulang (recheck) untuk resep yang sudah selesai disiapkan.
Pengecekan ulang dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab Depo
Farmasi IRJ lantai 1 atau Asisten Apoteker senior yang bertujuan untuk
menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat dan dilakukan
pemilihan pasien yang memerlukan konseling obat setelah pemberian
obat. Setelah obat selesai disiapkan, obat diserahkan disertai dengan
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat. Pasien diminta
menuliskan nomor telepon yang dapat dihubungi jika terdapat
informasi yang dibutuhkan. Masing-masing tahapan dalam pelayanan
resep tersebut dilakukan oleh orang yang berbeda-beda untuk
meminimalisir kesalahan.
Kegiatan konseling juga dilakukan di IRJ lantai 1, konseling dilakukan
atas permintaan pasien, pasien yang dianggap perlu mendapatkan
konseling (pasien baru, pasien mendapat obat tertentu) dan permintaan dari
dokter. Namun, kegiat an konseling jarang dilakukan dan ruangan untuk
konseling tidak dalam ruangan tertutup, sehingga menjadi keterbatasan
dalam kegiatan konseling dan timbul ketidaknyamanan dalam proses
konseling.
Sistem penyimpanan obat di depo farmasi lantai 1 dilakukan
berdasarkan jenis sediaan (tablet, salep, cairan, krim, injeksi), secara
alfabetis dengan memperhat ikan suhu penyimpanan. Penyimpanan obat-
obat LASA di Depo Farmasi IRJ lantai 1 disimpan di rak berwarna kuning
dengan sticker bertuliskan “LASA” diselingi dengan minimal 2 obat dan
mengadopsi metode penulisan tall-man letter. Penyimpanan obat-obat
High-alert disimpan di rak berwarna merah dengan dilengkapi sticker
bertuliskan “High-alert double check” pada tiap rak dan tiap sediaan obat.
56
sebagai terapi utama substitusi karena memiliki efek menyerupai morfin, yang
paling menojol adalah yang berhubungan dengan Sistem Saraf Pusat dan
organ yang terdiri dari otot polos. Metadon memiliki masa kerja yang
lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari dan penggunaanny
a dengan cara diminum. Efek yang ditimbulkan metadon mirip dengan
yang ditimbulkan heroin, namun efek munculnya lebih lambat, sifat
ketergantunganny a tidak seburuk heroin dan gejala putus obatnya tidak
seberat heroin (11). PTRM di RSUP Fatmawati dimulai sejak tahun 2003,
ketika masih berada satu lokasi dengan RS Ketergantungan Obat (RSKO).
Setelah RSKO dipindah ke Cibubur tahun 2007, program tersebut diambil
alih oleh RSUP Fatmawati.
Alur pelayanan PTRM di RSUP Fatmawati yaitu pasien yang baru
pertama kali datang diterima dibagian pencatatan, kemudian dicatat
identitas. Selain identitas, pasien akan ditanyakan keluhannya, riwayat
konsumsi alkohol, obat-obat an terutama penggunaan NAPZA, kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, serta indikasi lain yang bermanfaat untuk
pengobatan, misalnya penting untuk mengetahui riwayat konsumsi alkohol
bagi pasien dengan penyalahgunaan NAPZA, karena alkohol dapat
meningkatkan efek metadon, demikin pula sebaliknya metadon akan
memperleambat eliminasi alkohol. Kemudian dokter akan mengevaluasi
daya toleransi pasien terhadap metadon, karena pada prinsipnya
sensitifitas masing- masing orang berbeda terhadap segala macam obat
termasuk pada metadon. Pengaturan dosis ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana toleransi pasien, dan untuk mencegah keadaan berbahaya
karena pengaruh overdosis metadon, dan bukan karena ketergantungan
obat. Pengaturan dosis yang digunakan, biasanya dosis awal metadon
dianjurkan sebanyak 15-30 mg setiap hari selama 3 hari pertama. Kematian
sering terjadi bila menggunakan dosis awal melebihi 40 mg. Pasien harus
diobservasi selama 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk
memantau tanda- tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat
intoksisitas atau gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi
sesuai keadaan.
Peningkatan dosis obat harus perlahan-lahan dari dosis awal (fase
58
stabilisasi ) sehingga memasuki fase rumatan. Pada fase ini resiko intoksikasi
dan overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama. Dosis yang
direkomendasikan digunakan dalam fase stabilisasi adalah dosis awal
dinaikkan 5-10 mg tiap 3-5 hari. Hal ini bertujuan untuk melihat efek dari
dosis yang sedang diberikan. Total kenaikan dosis tiap minggu tidak boleh
lebih 30 mg. Dosis rumatan rata-rata adalah 60-100 mg perhari. Dosis
rumatan harus dipantau dan disesuaikan setiap hari tergantung keadaan
pasien secara teratur. Pada saat pasien sudah merasa nyaman, dosis
dipertahankan antara 40-100 mg/hari selama kurang lebih 18-24 bulan atau
pesert a memutuskan untuk berhenti (fase rumatan). Penurunan dosis
maksimal sebanyak 10%. Penurunan dosis yang direkomendasikan adalah
setiap 2 minggu. Dosis yang perharinya dibagi dua diturunkan tiap 2
minggu dan ketika dosis mencapai 20-30 mg, dosis dikurangi 1 mg per 2
minggu atau dosis tetap selama >1 minggu, sampai akhirnya dihentikan.
Pemantauan perkembangan psikologis pasien juga harus diperhatikan, jika
ada emosi tidak stabil, dosis dapat dinaikan kembali. Alur selanjutnya,
setelah melalui bagian pencatatan, pasien menuju tempat pemberian obat.
Pasien secara berurutan dipanggil berdasarkan urutan kedatangannya, lalu
diberikan metadon cair sesuai dengan dosis yang harus didapatkan pasien
tersebut pada hari itu. Kemudian pasien disediakan air mineral untuk
menghilangkan bekas - bekas metadon yang ada di gigi sebab metadon
dapat mengakibatkan kerusakan pada gigi. Masing-masing pasien
memiliki gelas untuk minum obat tersendiri dan telah berisis nomor.
Petugas dibagian absen kemudian memanggil pasien. Metadon yang
diberikan yaitu dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100 cc.
Pasien harus hadir setiap hari dan pasien harus segera menelan
metadon tersebut dihadapan petugas. Bagi pasien baru, penanganannya
sedikit berbeda, dimana pasien diperbolehkan pulang setelah diobservasi
kurang lebih selama 10-15 menit untuk dievaluasi pengaruh obat yang
tidak dapat ditoleransi pasien. Jika ada pasien (baik baru ataupun lama)
yang muntah setelah minum obat, maka perlu untuk mengganti dosis
metadon. Apabila ada dosis yang terlewat 3 hari berturut-turut atau lebih
59
maka dokter akan memberikan dosis awal atau 50% dari dosisi terakhir yang
diberikan. Bila pasien tidak datang lebih dari 4 hari makan dikembalikan
pada dosis awal. Bila pasien tidak datang lebih dari 3-6 bulan maka pasien
dinilai ulang sepert i pasien baru. Terapi metadon dapat dihentikan secara
bertahap pada keadaan pasien sudah dalam keadaan dan kondisi yang stabil
untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah dan minimal 6 bulan pasien
dalam keadaan bebas heroin. Adapun pembuat an sirup metadon ialah
sebagai berikut:
1. Masukkan air minum ±90 cc kedalam gelas bersih dan telah
disterilkan.
2. Masukkan sirup ±10 cc ke dalam gelas tadi.
3. Takar metadon sesuai dengan dosis yang ditentukan
4. Masukkan metadon ke dalam gelas yang telah berisi air sirup
tersebut, aduk hingga rata dan berikan kepada pasien untuk diminum
F. Depo Farmasi Bougenville
Depo Farmasi Bougenville terdapat di lantai 4 gedung Bougenville.
Depo farmasi Bougenville melayani obat-obat dan alat kesehatan untuk
pasien di ruangan ICU, ICCU, PICU/NICU dan PACU/HCU. Pelayanan
farmasi yang dilakukan di Depo Bougenville meliputi pelayanan resep
pasien rawat inap, berupa penyiapan obat dengan system UDD (Unit Daily
Dose) dan alat kesehatan, penulisan di kartu stock, melakukan stock
opname, pengemasan kembali alat kesehatan, dan pengecekan obat dan alat
kesehatan yang diretur. Ruang ICU (Intensif Care Unit) berada pada lantai
4 bougenville. ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang khusus untuk pasien
krisis yang memerlukan perawatan intensif dan observasi berkelanjutan.
Ruang ICCU (Intensif Coronary Care Unit) juga terdapat di lantai 4
Bougenville yang merupakan unit yang diperuntukan untuk perawatan
intensif pada penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner,
serangan jantung, gangguan irama jantung yang berat, gagal jantung.
Pasien dengan penyakit jantung memiliki kondisi yang khusus dimana
memerlukan situasi yang lebih tenang dan monitoring terapi yang lebih
terpantau. Biasanya pasien yang dirawat di ICCU merupakan pasien
60
geriatri dan disertai penyakit penyerta. Ruang PACU (Post Anasthesi Care
Unit) diperuntukkan bagi pasien yang membutuhkan perawatan khusus
setelah operasi / ruang HCU (High Care Unit) yang terdapat pada lantai 3
Bougenville. Depo Farmasi Bougenville juga melayani obat untuk pasien
yang berada di ruang NICU dan PICU. NICU (Neonates Care Unit)
terdapat di lantai 3 Bougenville merupakan unit perawatan intensif untuk
bayi baru lahir (neonatus) yang berumur 0-28 hari yang memerlukan
perawatan khusus misalnya berat badan rendah, fungsi pernafasan kurang
sempurna, prematur, lahir dengan kelainan organ dalam, mengalami
kesulitan dalam persalinan, adanya kelainan bawan, menunjukkan tanda-
tanda mengkuatirkan dalam beberapa hari pertama kehidupan. Pasien
dirawat dalam ruangan khusus yaitu inkubator dan nutrisi yang didapat
berasal dari ASI, susu formula atau nutrisi yang diberikan secara
parenteral. PICU (Paediatric Intensive Care Unit) merupakan unit
perawatan intensif untuk anak-anak dengan usia 29 hari sampai 18 tahun
yang juga terdapat di lantai 3 Gedung Bougenville. Kondisi pasien PICU
mengalami berbagai penyakit dan penanganannya tidak berbeda jauh
dengan perawatan NICU.
1) Depo Instalasi Bedah Sentral
Depo Farmasi IBS yang terletak di gedung Bougenville. berada dibawah
Koordinator Pelayanan SDM di Depo Farmasi IBS terdiri dari:
• 2 orang Apoteker
• 3 orang Asisten Apoteker
• 2 orang bagian administrasi diantaranya : 1 orang penanggung
jawab billing semua operasi, dan 1 orang penanggung jawab
ketersediaan obat di IBS.
IBS berada di gedung Bougenville lantai 6. Kamar operasi di IBS
sebenarnya terdiri atas 21 (kamar operasi) yaitu:
• 4 kamar operasi CITO
• 2 kamar operasi kandungan dan kebidanan
• 15 kamar operasi elektif.
61
lemari pendingin, rak obat LASA (Look Alike Sound Alike), lemari
obat high alert, lemari narkotika, lemari psikotropika, serta alkes dan
BMHP. Rak obat LASA ditandai dengan warna kuning dan stiker LASA.
Lemari obat high alert ditandai dengan garis merah serta diberikan stiker
bertuliskan “High Alert, Double Check” di lemari, kemasan sekunder,
sampai kemasan primer obat Lemari narkotika dan lemari psikotropika
terpisah namun memiliki karakteristik yang sama yakni menempel di
dinding dan dilengkapi dengan sistem double lock, dengan kunci yang
dipegang oleh apoteker yang berwenang. Obat - obat fast moving
diletakkan terpisah di satu meja agar lebih efisien dalam proses
penyiapannya, contoh obat - obatan fast moving di gedung Teratai adalah
ceftriaxone serbuk injeksi, cefotaxime serbuk injeksi, tramadol HCl
injeksi, omeprazole serbuk injeksi, asam tranexamat ampul, ranitidine
injeksi, ketorolac injeksi dexamethasone injeksi, ondansetron injeksi,
phytomenadion injeksi serta beberapa alkes seperti spuit 3cc, 5cc, 10cc dan
BMHP seperti alcohol swab.
Depo farmasi Teratai memiliki tiga orang apoteker. Selama visite
apoteker melakukan evaluasi obat, termasuk cairan atau nutrisi parenteral
pasien untuk melihat kesesuaian dosis dan kemungkinan terjadinya
interaksi obat. Visite adalah salah satu fungsi klinik apoteker dalam
pelayanan kefarmasian untuk memantau efek terapi dan efek samping obat,
menilai kemajuan kondisi pasien dengan berkolaborasi bersama tenaga
kesehatan lain agar pasien memperoleh pengobatan yang rasional.
Apoteker juga melakukan skrining rekam medik untuk menentukan pasien
yang membutuhkan konseling atau edukasi. Hal ini dilakukan bertujuan
untuk meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien,
menunjukkan perhatian serta kepedulian, membantu dalam penggunaan
obat yang benar, meningkatkan kepatuhan pasien, mengetahui efektivitas
pengobatan pasien.
Depo farmasi Teratai juga memiliki sejumlah tenaga teknis
kefarmasian yang ditugaskan di meja permorsi, bertujuan untuk
memfokuskan petugas pada porsi obat per ruangan meliputi ruang rawat
65
inap di gedung Teratai, gedung Prof. Dr. Soelarto. Resep atau kardeks
pasien dari ruangan akan diterima depo farmasi untuk kemudian disiapkan
dalam bentuk Unit Dose Dispensing (UDD), system ini merupakan
pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali pakai
dalam jangka waktu 24 jam yaitu untuk pemakaian sore, malam, pagi,
siang. Resep dosis unit ini diserahkan kepada petugas depo rawat inap
untuk disiapkan, dilakukan dengan pemilahan terhadap obat yang
membutuhkan porsi harian seperti obat-obat yang berbentuk tablet atau
kapsul dengan menulis mulai penggunaan obat dan sampai kapan obat
harus diberikan.
Untuk obat injeksi dan cairan infus disiapkan oleh petugas lainnya di
bagian belakang depo.obat-obat yang telah disiapkan, dicek ulang dan
diletakkan dalam kereta obat yang sudah dilengkapi dengan keterangan
nama pasien di masing-masing obat. Pada Jumat sore penyiapan obat
dilakukan untuk pemakaian pada Jumat sore sampai Senin siang. Selain
sistem UDD, sistem pendistribusian yang dilakukan oleh depo farmasi
Teratai adalah sistem floor stock serta individual prescription. Di depo
teratai juga menyiapkan paket infus Thalasemia yang berisi blood set,
syringe 3ml, vasofix 22, vasofix 24, NaCl 0,9% 100ml, hypavix, dan
wippy.
H. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT
(PKPO)
1. PKPO 1
Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat
(PKPO) 1, pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien. RSUP
Fatmawati melakukan pengkajian sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun.
Menurut PMK No. 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit, struktur organisasi instalasi farmasi harus
mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat
66
kesehatan, dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan
manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan
dengan tetap menjaga mutu. Organisasi instalasi farmasi RSUP
Fatmawati telah mencakup ketentuan yang disebutkan dalam peraturan
tersebut. Instalasi farmasi RSUP Fatmawati berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan
Keperawatan, dikepalai oleh Apoteker yang diangkat oleh Direktur
Utama.
2. PKPO 2
Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat
(PKPO) 2 mengenai proses seleksi obat dengan benar yang
menghasilkan formularium dan digunakan untuk permintaan obat serta
instruksi pengobatan. Formularium obat RSUP Fatmawati telah
menerbitkan VIII jilid formularium dengan yang terakhir diterbitkan
adalah pada tahun 2018. Formularium Obat RSUP Fatmawati edisi
VIII tahun 2018 berlaku hanya untuk pengadaan obat pasien khusus
Griya Husada, pasien tunai rawat inap, dan obat emergency (life
saving) yang belum tersedia di Fornas. Sedangkan untuk pasien BPJS
diutamakan sesuai Fornas BPJS. Formularium RSUP Fatmawati
berlaku selama tiga tahun dan akan direvisi dan dievaluasi secara
berkala (minimal 1 kali per-tahun) oleh TFT. Pengusulan obat-obat
baru agar masuk ke dalam formularium RSUP Fatmawati, dilakukan
dengan menggunakan Formulir Usulan Obat Baru yang ditujukan
kepada Tim Farmasi dan Terapi (TFT), kemudian akan dibahas serta
dianalisa dalam tim berdasarkan EBM (Evidence Based Medicine)
untuk diterima atau ditolak. Saat ini RSUP Fatmawati masih
menggunakan formularium tahun 2018 dan sedang dalam proses
pembuatan formularium terbaru. Selain itu RSUP Fatmawati
berencana untuk membuat formularium khusus alat kesehatan agar
penggunaan dan pengadaan alat Kesehatan menjadi lebih mudah
3. PKPO 3
Penyimpanan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati disusun
berdasarkan bentuk sediaan, alfabetis, LASA (Look Alike Sound Alike)
dan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First
67
Pengkajian dan pelayanan resep adalah tata cara dan urutan proses
kegiatan analisa dan penilaian terhadap resep, untuk mengetahui
kelengkapan dan eligibility resep. Hal-hal yang diperhatikan, yaitu
resep dapat terbaca dengan jelas dan memenuhi aspek persyaratan
administrasi, farmasetis dan klinis sehingga memenuhi kriteria untuk
dilayani. Tujuan dilaksanakan pengkajian resep agar tercapainya
rasionalisasi penggunaan obat dan pencegahan kesalahan dalam
pelayanan obat pasien. Depo farmasi RSUP Fatmawati hanya melayani
resep pasien internal, dari Dokter atau Dokter Gigi selaku Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) maupun dokter representasi
DPJP, serta poli rawat jalan pasien yang ada di RSUP Fatmawati,
seluruh resep ditulis dengan jelas dan lengkap menggunakan lembar
resep resmi RSUP Fatmawati.
Kegiatan pengkajian resep dilakukan sebagai kegiatan harian
dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional (SPO). Saat
tenaga kefarmasian di depo farmasi menerima resep, dilakukan
pengkajian dan klarifikasi untuk melihat kelengkapan resep. Jika
ditemukan resep tidak lengkap secara administrasi, dapat dilengkapi
oleh petugas farmasi dengan melakukan konfirmasi pada pasien atau
sumber informasi lain. Sedangkan, jika ditemukan resep tidak terbaca,
ketidaklengkapan aspek farmasetik dan klinis, serta stok obat tidak
tersedia, maka tenaga kefarmasian melakukan konfirmasi kepada
dokter penulis resep. Konfirmasi dengan dokter dilakukan oleh
apoteker atau penanggung jawab instalasi farmasi menggunakan
metode SBAR, yaitu menceritakan kondisi (situation), menyampaikan
materi permasalahan resep (background), menjelaskan penilaian aspek
kefarmasian yang menyebabkan kurang sempurnanya resep
(assessment), dan menyampaikan rekomendasi aspek kefarmasian
sebagai problem solving atas permasalahan (recommendation).
Setelah dilaksanakan pengkajian resep rawat inap, diberi tanda
70
7. PKPO 7
Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat bagian penting dalam pelayanan pasien sehingga
di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan perundangan- organisasinya harus efektif dan efisien, serta bukan hanya
undangan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien. tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional pemberi
asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya. Pengaturan
pembagian tanggung jawab bergantung pada struktur
organisasi dan staffing. Struktur organisasi dan operasional
sistem pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah
sakit mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang
melakukan pengawasan dan supervisi semua aktivitas
pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit.
Untuk memastikan efektivitas sistem pelayanan kefarmasian
dan pengunaan obat, maka rumah sakit melakukan kajian
sekurang-kurangnya sekali setahun.
Kajian tahunan mengumpulkan semua informasi dan
pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan
Kefarmasian
74
PKPO 3
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
Rumah sakit menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan disimpan di tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang instalasi farmasi, atau di satelit atau depo farmasi serta diharuskan
baik, benar, serta aman. memiliki pengawasan di semua lokasi penyimpanan.
76
PKPO 4 Rumah sakit menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang untuk
Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan. Staf
pengobatan. medis dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan
dengan benar. Peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang
tidak benar, tidak terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan pasien
serta menunda kegiatan asuhan pasien. Rumah sakit memiliki regulasi
peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan dengan benar, lengkap,
dan terbaca tulisannya. Rumah sakit menetapkan proses rekonsiliasi obat,
yaitu proses membandingkan daftar obat yang dipergunakan oleh pasien
sebelum dirawat inap dengan peresepan/permintaan obat dan instruksi
pengobatan yang dibuat pertama kali sejak pasien masuk, saat pemindahan
pasien antarunit pelayanan (transfer), dan sebelum
pasien pulang.
PKPO 5
Untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat, dan khasiat obat yang disiapkan
Obat disiapkan dan diserahkan di dalam lingkungan dan diserahkan pada pasien maka rumah sakit diminta menyiapkan dan
aman dan bersih. menyerahkan obat dalam lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan
lingkungan serta untuk mencegah kontaminasi tempat penyiapan obat harus
sesuai dengan peraturan perundangundangan dan praktik profesi seperti :
77
PKPO
PKPO 76 Standar ini bertujuan
Pemberian obat untukagar apabila timbul
pengobatan pasienefek samping obat
memerlukan dapat dilaporkan
pengetahuan spesifik oleh
dan
Efek obat danmenetapkan
efek samping profesional pemberi asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan terapi yang selanjutnya
Rumah sakit stafobat terhadap
klinis yang pasien pengalaman. Rumah sakit bertanggung jawab menetapkan staf klinis dengan
dipantau. dilaporkan
kompeten dan berwenang untuk pengetahuanpada Pusat Meso yang
dan pengalaman Nasional. Apoteker
diperlukan, mengevaluasi
memiliki efek obatberdasar
izin, dan sertifikat untuk
memantau secaraperundangundangan
atas peraturan ketat respons pasien dengan
untuk melakukanobat.
memberikan pemantauan terapi dapat
Rumah sakit obat
memberikan obat.
(PTO). Apoteker
membatasi bekerjasama
kewenangan dengandalam
individu pasien, melakukan
dokter, perawat, dan tenaga
pemberian kesehatan
obat, seperti
lainnya untuk memantau pasien yang diberi obat.
pemberian obat narkotika dan psikotropika, radioaktif, atau obat penelitian. Dalam
Rumah
keadaansakit menetapkan
darurat regulasisakit
maka rumah untuk efekmenetapkan
dapat samping obat yang harus
tambahan dicatatyang
staf klinis dan
dilaporkan.
diberi izin memberikan obat.
79
3. Ada bukti pelaksanaan sekurang- D Bukti pelaksanaan tentang kajian pelayanan kefarmasian 5 TS
kurangnya satu kajian pelayanan minimal setahun sekali
kefarmasian dan penggunaan obat yang - Kajian Formularium
didokumentasikan selama 12 bulan - SPO penilaian obat dalam formularium
terakhir. (D,W) - Form penilaian obat dalam formularium
W
• Kepala Instalasi Farmasi
4. Ada bukti sumber informasi obat yang Bukti tersedianya sumber informasi obat
D 10 TL
tepat, terkini, dan selalu tersedia bagi (formularium,ISO /MIMS) yang terkini ada disemua
semua yang terlibat dalam penggunaan unit layanan yang terlibat dalam penggunaan obat
obat. O - MIMS
W
- Formularium BPJS
Lihat ketersediaan sumber informasi obat pada unit
pelayanan
• Kepala Instalasi Farmasi
• Kordinator pelayanan
81
2. Terlaksananya tindak lanjut terhadap D Bukti tentang tindak lanjut terhadap kesalahan penggunaan
10 TL
kesalahan penggunaan obat untuk obat.
memperbaiki sistem manajemen dan - Bukti Tindak Lanjut KNC
penggunaan obat sesuai peraturan W Kepala Instalasi Farmasi
perundang- undangan. (D,W) Komite/tim PMKP
Komite medis
Komite/tim farmasi terapi
Staf Instalasi Farmasi/staf klinis terkait
82
1. Ada regulasi tentang organisasi yang Regulasi tentang komite/tim farmasi dan terapi dilengkapi dengan uraian
R 10 TL
menyusun formularium RS berdasarkan tugas
kriteria yang disusun secara kolaboratif - Pedoman Penyusunan Formularium RS Fatmawati
sesuai peraturan perundang-undangan. - SPO Monitoring Obat Baru yang ditambahkan dalam formularium
- SPO penambahan atau pengurangan obat dalam formularium RS
- Sprint , program kerja dan uraian tugas TFT
2. Ada bukti pelaksanaan apabila ada obat yang D Bukti pelaksanaan monitoring dan evaluasi penggunaan obat baru oleh 10 TL
baru ditambahkan dalam formularium, maka komite/tim farmasi dan terapi meliputi:
1) Bukti laporan efek obat yang tidak diharapkan
ada proses untuk memantau bagaimana
2) Bukti laporan efek samping
penggunaan obat tersebut dan bila terjadi 3) Bukti laporan medication error
W
efek obat yang tidak diharapkan, efek Komite/Tim Farmasi dan Terapi
Komite/Tim Keselamatan Pasien RS
samping serta medication error. (D,W)
Kepala Instalasi Farmasi
83
2. Ada bukti implementasi untuk D Bukti pelaksanaan monitoring tentang kepatuhan terhadap formularium 10 TL
memantau kepatuhan terhadap termasuk:
1) aspek persediaan
formularium baik dari persediaan
2) aspek penggunaan
W
maupun penggunaanya. (D,W) Komite/Tim Farmasi dan Terapi
Kepala Instalasi Farmasi
Bagian pengadaan obat
Staf Instalasi Farmasi
84
1. Ada regulasi pengadaan sediaan farmasi, alat R Regulasi tentang pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan 10 TL
medis habis pakai (BMHP) harus:Telusur
kesehatan, Elemen Penilaian
dan bahan PKPO
medis habis 2.1.1
pakai yang Skor
1) dari jalur resmi
aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat 2) berdasarkan kontrak termasuk hak akses meninjau ke tempat
1. Ada regulasi pengadaan bila sediaan farmasi, alat R Regulasi tentang cara pengadaan bila stok kosong/tidak tersedianya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan penyimpanan dan transportasi sewaktu-waktu 10 TL
saat dibutuhkan termasuk:
kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak ada
(lihat juga TKRS 7.1). (R) 1) ada
3) meminta
garansikonfirmasi ke dokter tentang adanya obat subtitusi
keaslian obat
dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan. (R) 2) berdasarkan perjanjian kerja sama dengan apotik rekanan.
- SPO perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
3) Perencanaan obat-obatann CITO
- Surat keaslian produk dan jaminan keaslian produk
-4) Surat
SPO pernyataan
tentang penyampaian informasi
produk yang stok perbekalan farmasi
didistribusikan
kosong atau tidak tersedia
1. Ada regulasi tentang pengaturan R Regulasi tentang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP 10 TL
yang baik, benar dan aman meliputi penyimpanan:
penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai 1. Obat High Alert
(HK 01.07/VII.1/177/2020)
yang baik, benar, dan aman. (R)
2. Obat Narkotika
(HK 01.07/VII.1/132/2020)
3. Obat Kemoterapi
(HK 01.07/VII.1/176/2020)
4. Gas Medis
(HK 01.07/VII.1/129/2020)
5. Obat ED
(HK 01.07/VII.1/125/2020)
6. Pelabelan obat
(HK 01.07/VII.1/184/2020)
7. SPO LASA
8. SPO Penyimpanan Obat Emergensi
9. SPO penyimpanan sediaan farmasi
10. SPO penataan dan penyimpanan obat
2. Ada bukti obat dan zat kimia yang O Lihat label obat sesuai ketentuan 10 TL
- Pelabelan obat
digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label yang terdiri atas isi/nama W Kepala instalasi farmasi
obat, tanggal kadaluarsa, dan peringatan Apoteker
Staf Instalasi farmasi
khusus (lihat MFK 5 EP 6). (O,W)
8785
3. Ada bukti implementasi proses D Bukti pelaksanaan monitoring suhu dan kelembaban ruangan dan 10 TL
lemari pendingin
penyimpanan obat yang tepat agar kondisi
- Check list temperatur dan kelembaban
obat tetap stabil, termasuk obat yang
W Staf instalasi / depo farmasi
disimpan di luar instalasi farmasi. (D,W)
Staf gudang farmasi
4. Ada bukti pelaksanaan dilakukan supervisi D Bukti supervisi apoteker tentang penyimpanan obat emergensi, B3, 5 TS
secara teratur oleh apoteker untuk narkotika psikotropika, gas medis dan obat radioaktif meliputi:
1. Bukti form ceklis
memastikan penyimpanan obat dilakukan
2. Bukti pelaksanaan supervisi
dengan baik. (D,W)
- Cek list supervisi IFRSDS
W Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
1. Ada regulasi pengaturan tata kelola bahan R Regulasi tentang pengaturan tata kelola bahan berbahaya, narkotika 10 TL
berbahaya, serta obat narkotika dan dan psikotropika
psikotropika yang baik, benar, dan aman - Panduan tata letak kelola narkotik dan psikotropik
sesuaii dengan peraturan perundang-undangan. - Pelayanan resep narkotik
(R) - SPO Pengelolaan Perbekalan Farmasi Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3)
- SPO Penyimpanan Narkotika, Psikotropika & Prekursor
- SPO pelaporan pengunaan obat narkotika & psikotropika
- SPO Pemusnahan sisa narkotik
2. Ada bukti penyimpanan bahan berbahaya O Lihat tempat penyimpanan bahan berbahaya 10 TL
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan - Label fleamable dan label biohazard
regulasi. (O,W) - MSDS (Material Safety Data Sheet)
Staf Farmasi
W
3. Ada bukti penyimpanan obat narkotika serta O Lihat tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika 10 TL
psikotropika yang baik, benar, dan aman W - Penyimpanan narkotik dan psikotropik
sesuai dengan regulasi. (O,W) Kepala Instalasi Farmasi
Staf Farmasi
8985
1. Ada bukti pelaporan obat narkotika Bukti tentang laporan bulanan dan pencatatan penggunaan narkotika 10 TL
serta psikotropika secara akurat D psikotropika secara offline atau online
sesuai dengan peraturan dan - Rekapitulasi laporan narkotik
perundang- undangan. (D,W) - Rekapitulasi laporan psikotropik
W Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
Staf Farmasi
9085
1. Ada regulasi rumah sakit tentang proses R Regulasi tentang proses larangan penyimpanan elektrolit konsentrat 10 TL
larangan menyimpan elektrolit konsentrat - Panduan pelayanan obat-obatan dengan pengawasan tinggi
di tempat rawat inap kecuali bila - SPO obat elektrolit konsentrat pekat
dibutuhkan secara klinis dan apabila - SPO pelabelan rak dan penyimpanan obat
terpaksa disimpan di area rawat inap harus - SPO pemberian etiket obat inj high alert
diatur keamanannya untuk menghindari - SPO Obat yang perlu kewaspadaan tinggi
kesalahan. (lihat juga SKP 3.1). (R)
- SPO pelabelan dan penyimpanan obat high alert di ruang perawatan
- SPO penanganan obat-obat elektrolit high alert
2. Ada bukti penyimpanan elektrolit O Lihat tempat penyimpanan Elektrolit konsentrat 10 TL
konsentrat yang baik, benar, dan aman - Penyimpanan Elektrolit Pekat
sesuai dengan regulasi. (O,W) W Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
Staf Farmasi
3. Elektrolit konsentrat diberi label obat yang O Lihat label pada setiap elektrolit konsentrat, di Instalasi farmasi pada boks 10 TL
harus diwaspadai (high alert) sesuai obat dan di Instalasi rawat inap pada setiap obat/etiket obat
dengan regulasi. (O,W) - Bukti Pelabelan elektrolit pekat
W Staf Farmasi
Staf Keperawatan
9185
1. Ada regulasi pengaturan penyimpanan obat R Regulasi tentang penyimpanan obat khusus 10 TL
dengan ketentuan khusus meliputi butir a) - SPO Penyimpanan produk sampel penelitian
sampai dengan e) pada maksud dan tujuan. (R) - SPO penyimpanan produk nutrisi
- Pemantauan / inspeksi fasilitas dan tempat penyimpanan perbekalan
farmasi secara periodik
2. Ada bukti penyimpanan produk nutrisi Produk nutrisi di setiap depo di simpan dengan baik, benar dan aman di 10 TL
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan rak khusus cairan nutrisi. Penyimpanan di gudang menggunakan pallet
regulasi. sehingga tidak bertemu langsung dengan lantai
3. Ada bukti penyimpanan obat dan bahan O Lihat tempat penyimpanan obat dan bahan radio aktif 0 TT
radioaktif yang baik, benar, dan aman W Staf radiologi
sesuai dengan regulasi. (O,W) Staf Terkait
4. Ada bukti penyimpanan obat yang dibawa O Lihat tempat penyimpanan obat yang dibawa pasien 10 TL
pasien sebelum rawat inap yang baik, - Obat rekonsiliasi
benar, dan aman sesuai dengan regulasi. W Apoteker
(O,W) Perawat
Staf Farmasi
9285
5. Ada bukti penyimpanan obat program atau O Lihat tempat penyimpanan obat program/bantuan 10 TL
bantuan pemerintah/pihak lain yang baik, pemerintah
benar, dan aman sesuai dengan regulasi. - Penyimpanan obat TB, Hepatitis C, Kusta, HIV/ AIDS
(O,W) W Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
Staf Farmasi
6. Ada bukti penyimpanan obat yang O Lihat tempat penyimpanan obat yang digunakan untuk 10 TL
digunakan untuk penelitian yang baik, benar, penelitian
dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W) Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
W
Staf Farmasi
93
1. Ada regulasi penarikan kembali (recall) dan R Regulasi tentang penarikan kembali dan pemusnahan 10 TL
pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai yang tidak - SPO Pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan BMHP
layak pakai karena rusak, mutu substandar, recall (HK.01.07./VIII/1/126/2020)
atau - SPO Retur perbekalan farmasi (HK.01.07./VIII/1/182/2020)
kadaluwarsa. (R) - SPO pengembalian obat dan suplay medis
- SPO penghapusan obat medis dan infus pengadaan umum
- SPO penghapusan obat medis dan infus pengadaan Dinas
- SPO penarikan obat yang diketahui ED
1. Ada bukti pelaksanaan penarikan kembali D Bukti pelaksanaan penarikan obat rusak, kadaluwarsa, ditarik oleh 10 TL
(recall) sesuai dengan regulasi yang W pemerintah, termasuk sisa narkotika psikotropika yang rusak
ditetapkan. (D,W) Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
Staf Farmasi
2. Ada bukti pelaksanaan pemusnahan sesuai D Bukti pelaksanaan dan berita acara pemusnahan obat, obat narkotika 10 TL
dengan regulasi yang ditetapkan. (D,W) sesuai regulasi.
W Kepala Instalasi Farmasi
95
3. Ada bukti pelaksanaan proses pengelolaan resep Apabila ditemukan resep tidak lengkap, tidak terbaca, dan atau 10 TL
yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak
terbaca tidak jelas maka dilakukan klarifikasi dengan dokter penulis resep
baik langsung maupun melalui telepon, hingga diperoleh kejelasan
dilakukan pelayanan
96
98
1. Ada daftar staf medis yang kompeten dan D Bukti daftar staf medis yang kompeten dan berwenang menulis 10 TL
berwenang membuat atau menulis resep resep umum dan khusus di RSUP fatmawati
yang tersedia di semua unit pelayanan. (D)
3. Ada bukti pelaksanaan rumah sakit R Pembatasan jumlah resep atau jumlah pemesanan obat oleh staf 10 TL
menetapkan dan melaksanakan proses untuk medis di RSUP fatmawati dilakukan berdasarkan restriksi fornas
membatasi jika diperlukan jumlah resep atau dan E-catalog
jumlah pemesanan obat yang dapat
dilakukan oleh staf medis yang diberi
kewenangan. (R)
4. Ada bukti staf medis yang kompeten dan D Bukti daftar staf medis yang mempunyai kewenangan tersedia di 10 TL
berwenang membuat atau menulis resep unit farmasi.
atau memesan obat dikenal dan diketahui - Bukti staff medis menulis resep
oleh unit pelayanan farmasi atau oleh
lainnya yang menyalurkan obat. (D)
99
1. Ada regulasi penyiapan dan penyerahan R Regulasi tentang penyiapan dan penyerahan obat, termasuk: 10 TL
obat yang sesuai dengan peraturan 1) Pencampuran obat Kemoterapi (bila ada)
perundang- undangan dan praktik 2) Pencampuran obat intra vena/epidural/nutrisi parenteral
profesi. (R) - Kebijakan pelayanan kefarmasian
- Kebijakan pelayanan, penyiapan, dan penyerahan produk steril
- Pedomanpelayanan, penyiapan, dan penyerahan produk steril
- Pedoman penyiapan dan penyerahan obat di rumah sakit
- Pedoman tentang pelayanan kefarmasian
2. Ada bukti pelaksanaan staf yang D 1) Bukti pelaksanaan pelatihan tentang prinsip penyiapan obat dan 10 TL
menyiapkan produk steril dilatih, teknik aseptik, yang dimiliki staf farmasi dan perawat
memahami, serta mempraktikkan 2) Bukti sertifikat pencampuran obat kemoterapi dari petugas yang
prinsip penyiapan obat dan teknik melaksanakan pencampuran obat kemoterapi
aseptik (lihat juga PPI). (D,W) 3) Bukti sertifikat pelatihan pencampuran obat intra
vena/epidural/nutrisi parenteral bagi petugas yang melakukan
pencampuran obat intra vena/epidural/nutrisi parenteral
W Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
Tenaga teknis kefarmasian (TTK)
101
2. setelah obat disiapkan, obat diberi label D Bukti dilaksanakannya pelabelan obat yang sudah disiapkan 10 TL
meliputi identitas pasien, nama obat, Lihat label obat pasien
O
dosis atau konsentrasi, cara pemakaian, Perawat rawat inap dan rawat jalan
W
waktu pemberian, tanggal disiapkan, dan Apoteker
101
3. setelah obat disiapkan, obat diberi label D Bukti dilaksanakannya pelabelan obat yang sudah disiapkan 10 TL
meliputi identitas pasien, nama obat, Lihat label obat pasien
O
dosis atau konsentrasi, cara pemakaian, Perawat rawat inap dan rawat jalan
W
waktu pemberian, tanggal disiapkan, dan Apoteker
tanggal kadaluarsa. (D,O,W) TTK/asisten apoteker
102
2. Ada bukti pelaksanaan proses pengkajian resep D Bukti pelaksanaan pengkajian resep meliputi a s/d oleh
yang meliputi butir a) sampai dengan g) pada W apoteker 10 TL
maksud dan tujuan. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan penyerahan obat D Bukti pemberian obat dalam bentuk yang siap diberikan/unit 10 TL
dalam bentuk yang siap diberikan. (D,W) dose dispensing (UDD)
W Apoteker
TTK/asisten apoteker
Perawat
4. Ada bukti penyerahan obat tepat waktu. (D,O,W) D 1) Bukti indikator mutu penyerahan obat pada rawat jalan dan 10 TL
rawat inap
2) Bukti catatan dalam rekam medis pemberian tepat waktu pada
rawat inap
O Lihat ruang rawat inap dan instalasi farmasi
W Perawat
Apoteker
104
1. Ada penetapan staf klinis yang kompeten dan R Ada penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang 10 TL
berwenang untuk memberikan obat termasuk untuk memberikan obat termasuk pembatasan untuk obat-
pembatasannya. (R) obatan Fornas dengan SPO
Kebijakan petugas yang berwenang memberikan obat di
Rumah Sakit
SOP staff klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat
5. Ada bukti pelaksanaan pemberian obat oleh staf W Pemberian obat dilakukan oleh staf klinis yang kompeten dan 10 TL
klinis yang kompeten dan berwenang sesuai berwenang sesuai dengan surat izin terkait profesinya dan
dengan surat izin terkait profesinya dan peraturan peraturan perundang-undangan.
perundang- undangan. (W)
6. Ada bukti pelaksanaan pemberian obat D Bukti pelaksanaan pemberian obat sesuai pembatasan 10 TL
dilaksanakan sesuai dengan pembatasan yang W sesuai SPK dan RKK
ditetapkan, misalnya obat kemoterapi, obat Staf medis
radioaktif, atau obat untuk penelitian. (D,W) Kepala Instalasi Farmasi
Apoteker
Staf Farmasi
105
bs
W Perawat
Elemen
Elemen Penilaian PKPO
Penilaian PKPO7 7.1 Telusur
Telusur SkorSkor
1. Ada regulasi pemantauan efek R Regulasi tentang pemantauan terapi obat dan efek samping obat serta 10 TL
1. Ada regulasi medication safety yang R Regulasi tentang medication safety 10 TL
obat dan efek samping obat pelaporannya
bertujuan mengarahkan penggunaan obat - Kebijakan medication safety
serta dicatat dalam status - Kebijakan MESO
yang aman dan meminimalisasi - Panduan medication safety
pasien. (R) - Kebijakan PTO
kemungkinan terjadi kesalahan penggunaan - SPO Edukasi pasien Rajal
- Panduan MESO
obat sesuai dengan peraturan perundang- - SPO PIO
- Panduan PTO
undangan. (R) - SPO Edukasi pasien ranap
- SPO MESO
- SOP KIE
- SPO PTO
- SOP Medication safety
2. Ada bukti pelaksanaan D Bukti pelaksanaan pemantauan terapi obat dan penulisan ringkasan di CPPT 10 TL
pemantauan terapi obat. (D,W) - SOP KNC, KTD
-Bukti foto pelaksanaan PTO
2. Ada bukti pelaksanaan rumah sakit D Rumah sakit mengumpulkan dan memonitor seluruh angka 10 TL
- Form SOAP
mengumpulkan dan memonitor seluruh kesalahan penggunaan obat yang terjadi di dalam satu formulir
- Form PTO
angka kesalahan penggunaan obat termasuk yang dinamakan Formulir Monitoring Medication Error
W Apoteker
kejadian tidak diharapkan, kejadian Kepala Instalasi Farmasi
3. Ada bukti pemantauan efek D Bukti monitoring efek samping obat dan laporannya ke komite/tim 10 TL
sentinel, kejadian nyaris cedera, dan Perawat
samping obat dan pelaporannya farmasi dan terapi
kejadian tidak cedera. (D,W) W Apoteker
sesuai dengan peraturan - Form MESO dan sosialisasi MESO
3. Ada bukti instalasi farmasi mengirimkan D Bukti laporan instalasi farmasi ke tim keselamatan pasien 10 TL
perundang -undangan. (D,W) W Apoteker
laporan kesalahan penggunaan obat rumah sakit
Komite/tim farmasi dan terapi
(medication error) kepada tim keselamatan - Laporan ketepatan pembacaan resep
pasien rumah sakit. (D,W) - Laporan pelabelan high alert
- Laporan penulisan resep
Kepala Instalasi Farmasi
W Apoteker
TTK/asisten apoteker
108
1. Ada bukti tim keselamatan pasien D Pemantauan terapi pasien dipantau dan dicatat pada lembar terintegrasi 10 TL
rumah sakit menerima laporan serta dilakukan diskusi/ronde besar bersama dengan tim medis untuk
kesalahan penggunaan obat (medication mencari solusi.
error) dan mencari akar masalah atau
investigasi sederhana, solusi dan tindak W Tim keselamatan pasien RS.
lanjutnya, serta melaporkan kepada
Komite Nasional Keselamatan Pasien
(D,W). (lihat PMKP 7)
2. Ada bukti pelaksanaan rumah sakit D Salah satu upaya rumah sakit untuk mencegah kesalahan 10 TL
melakukan upaya mencegah dan penggunaan obat adalah dengan memberikan informasi
menurunkan kesalahan penggunaan obat penggunaan obat kepada pasien, melakukan visite untuk memantau
(medication error) (lihat PMKP 7 EP 1). penggunaan obat pasien, edukasi, serta melakukan kegiatan
(D, W) konseling secara virtual
110
Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan dilakukan untuk menghindari Perencanaan kebutuhan dilakukan dengan metode konsumtif, dibuat Koordinasi antara petugas perencanaan
berdasarkan analisa pembelian dan penjualan perbekalan farmasi dari dengan petugas distribusi harus
kekosongan Obat dengan menggunakan metode
rata-rata pemakaian 3 bulan terakhir serta dilakukan pengecekan ditingkatkan untuk mencegah
antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi
langsung ke depo-depo untuk melihat trend pemakaian dan cross check complaint akibat terjadi kekosongan di
metode konsumsi dan epidemiologi.
data perencanaan serta data pengeluaran floor stock. Gudang Instalasi Farmasi yang dapat
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
Setiap tanggal 15, tiap bulan berjalan perencanaan untuk kebutuhan menghambat proses pelayanan
a. Anggaran yang tersedia;
bulan depan harus sudah selesai, tetapi alur perencanaan hanya kefarmasian dan perencanaan
b. Penetapan prioritas;
dilakukan tiap satu tahun. pengadaan berdasarkan stok sebaiknya
c. Sisa persediaan;
Alur Perencanaan di RSUP Fatmawati: menggunakan data stok yang ada pada
d. Data pemakaian periode yang lalu;
Tim perencana ka.Inst. Farmasi Direktur Med & Kep Dir Keu Tim Distribusi.
e. Waktu tunggu pemesanan; dan
f. Rencana pengembangan kabag. Anggaran Dir Keu Dirut (acc sebagai KPA=Kuasa
Pengguna Anggaran) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK medik
melekat ke direktur medik (farmasi) – PPK non medik melekat ke
direktur umum) Sekretariat PPK > 200 jt (Unit Layanan
Pengadaan/ LELANG) / < 200 jt ((Pejabat Pengadaan Medik) Harga
Perkiraan Sediri PPK untuk acc Dir Keu Anggaran Dir Keu
PPKPejabat Pengadaan Medik SP Distributor
112
Pengadaan
Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Pengadaan yang efektif harus menjamin Tim pengadaan setiap awal tahun melakukan penawaran harga,
negosiasi harga dan discount terhadap obat-obat yang masuk ke dalam: Kesehatan dan BMHP sebaiknya
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan
a. Formularium Nasional mempertimbangkan daya tampung
harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
b. E-Katalog Gudang Instalasi Farmasi untuk
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan c. Formularium RSUP Fatmawati
menghindari terjadinya penumpukan
antara lain: d. Panduan Praktek Klinik (PPK)
yang dapat mempengaruhi pola
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Adminstrasi pengadaan :
a. 0 - 50 juta yg mengerjakan adalah PPM hanya dengan SP (Surat penyimpanan dan distribusi Sediaan
Analisa.
Pesanan) biasa Farmasi, Alkes dan BMHP
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material
Safety Data Sheet (MSDS) b. 50 - 200 juta yg mengerjakan adalah PPM dengan membuat SPPH
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP (Surat Permintaan Penawaran Harga) ke distributor Distributor
harus mempunyai Nomor Izin Edar. membuat Surat Penawaran Harga (SPH) Negosiasi Berita
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) Acara Negosiasi ditanda tangani kedua belah pihak (PPK & KaCab
tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Distributor) SPK (Surat Perintah Kerja) ditanda tangani kedua
Kesehatan, dan BMHP tertentu (vaksin, belah pihak (PPK & KaCab Distributor) Barang datang
reagensia, dan lain-lain), c. 200 juta Lelang yang mengerjakan adalah ULP (Unit Layanan
Penerimaan
Koordinasi antara petugas Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin Serah terima perbekalan farmasi diterima oleh Tim Penerima Barang
Medik dengan Petugas Gudang Farmasi. Perbekalan Farmasi yang dan Petugas Gudang harus selalu
kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu
diterima disesuaikan dengan: Faktur perbekalan farmasi disesuaikan ditingkatkan guna mencegah terjadinya
penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
dengan rencana kebutuhan, kondisi perbekalan farmasi, jumlah kesalahan penerimaan barang.
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang
perbekalan farmasi, tanggal kadaluarsa, sertifikat analisa untuk bahan Koordinasi dapat dilakukan dengan
diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
baku obat, Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. cara re-check faktur dan kesesuaian
barang harus tersimpan dengan baik.
Selanjutnya Tim Penerimaan membuat berita acara Bukti Penyerahan lain oleh Petugas Gudang sebelum
Barang ke Gudang Farmasi dengan melampirkan faktur barang yang perbekalan farmasi dimasukkan ke
diterima untuk verifikasi ke Gudang Farmasi dan selanjutnya dalam Gudang
diserahkan ke Gudang Farmasi untuk disimpan.
Penerimaan perbekalan farmasi diluar jam kerja dilakukan oleh Tim
Penerima Barang Medik untuk obat/alkes yang termasuk dalam
pengadaan rutin. Sedangkan untuk obat /alkes yang dibeli di Apotik
luar atau Rumah Sakit lain atau dari distributor karena pemesanan
mendadak (Cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo IGD untuk
selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik.
114
Penyimpanan
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP berdasarkan kondisi 1. Untuk penyimpanan Alkes dan
Persyaratan kefarmasian untuk penyimpanan
dan stabilitasnya dibagi menjadi kelompok sediaan: gas, cairan, BMHP di Gudang sebaiknya
meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
injeksi, tablet/kapsul, suppositoria, salep, bahan baku, reagensia, drop, disusun berdasarkan jenis dan
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
syrup, B3, narkotika dan psikotropika, high alert, alkes, pembalut bentuknya sehingga
penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat
dengan memperhatikan karakteristik suhu penyimpanan seharusnya mempermudah petugas dalam
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
dari setiap item barang. mencari barang Alkes dan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Obat yang tidak stabil pada suhu kamar, LASA, High Alert, B3 dan BMHP guna memenuhi
Habis Pakai Pakai yang harus disimpan terpisah
Narkotika Psikotropika di Depo Farmasi dan di Gudang disimpan permintaan dari Depo atau
yaitu:
dalam rak dan lemari khusus. Ruangan
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam
Penyimpanan Sediaan Farmasi di Depo Farmasi dan di Gudang 2. Untuk obat LASA, sebaiknya
ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan
disusun secara alfabetis setiap ada pergantian
berbahaya.
Metode yg digunakan: FEFO FIFO distributor baru hendaklah
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri,
Memperhatikan LASA, HIGH ALERT, Narkotika, Suhu penyimpanan, diperiksa nama obat untuk
terikat, dan diberi penandaaan.
kelembaban, kebersihan, dan resiko. menyesuaikan penyimpanan
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan
Gas Medis disimpan di Gudang khusus penyimpanan dgn obat karena ada beberapa obat
kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan
memperhatikan: jumlah cahaya penerangan memadai, tempat yang sebelumnya bukan LASA
Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP dan disusun
penyimpanan jauh dari panas atau sumber panas, tempat penyimpanan tetapi ketika terjadi pengantian
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First
dilengkapi dengan Alat Pemadam Api dan diberi tanda “Dilarang distributor obat baru tersebut
Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
Merokok”, dipisah antara jenis gas satu dengan lainnya dan diberi masuk ke dalam golongan obat
(FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
tanda LASA
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
pengenal nama gasnya, tabung disimpan dalam posisi berdiri, keran
115
Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan dalam keadaan tertutup, dan diberikan penghalang (pengaman) yang
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound memadai supaya tabung tidak sampai jatuh/roboh.
Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus Perbekalan farmasi di Gudang diletakkan di atas pallete untuk
diberi penandaan. Tempat penyimpanan Obat menghindari kontak langsung dengan lantai
emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan harus
mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan
dan pencurian.
116
95
117
Obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
d. kontraindikasi; dan
e. interaksi Obat.
Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya Rekonsiliasi obat dilakukan oleh perawat di IGD saat pasien masuk ke Meningkatkan kolaborasi antara
kesalahan Obat (medication error) seperti Obat rumah sakit dengan kondisi gawat darurat dan oleh perawat ruangan saat Apoteker, Dokter dan Perawat dalam
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau pasien baru masuk ke Rumah Sakit. Apoteker kemudian akan melakukan melakukan rekonsiliasi obat dengan
interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) konfirmasi dengan pasien terkait lama penggunaan obat, sisa obat dan satu pandangan yang jelas yaitu guna
rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu kesediaan pasien untuk memberikan obat kepada Depo untuk diresepkan meningkatkan kualitas hidup pasien
Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang oleh Depo pada pemakaian selanjutnya. Apabila pasien tidak bersedia, dengan cara mencegah terjadinya
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari maka Apoteker akan menjelaskan cara penggunaan obat yang dibawa penggunaan obat yang salah.
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit kepada keluarga atau
sebaliknya kepada pasien langsung dan setelah pasien memahami instruksi, Apoteker
akan mengabari Depo agar tidak terjadi duplikasi terapi. Bila obat sudah
diambil oleh perawat, maka Apoteker akan meminta obat kepada perawat
untuk kemudian diresepkan
atau disimpan
119
Konseling
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun Konseling dilakukan kepada pasien/keluarga pasien yang merupakan Apoteker sebaiknya rutin melakukan
rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat pasien baru tetapi mendapatkan obat lebih dari 5 (lima) obat, pasien lama konseling kepada pasien dengan
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan yang tidak kunjung membaik, pasien dengan obat indeks terapi sempit dan kriteria-kriteria yang tertera pada PMK
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. pasien dengan kepatuhan rendah. Konseling dilakukan di dalam ruangan No.72/2016 dan juga melakukan
Pemberian konseling yang efektif memerlukan khusus yang memungkinkan Apoteker dan pasien/keluarga pasien dapat sosialisasi kepada pasien/keluarga
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap menyampaikan informasi dan menerima informasi lebih jelas dan lengkap. pasien tentang pentingnya konseling
Apoteker Namun dalam pelaksanaanya, biasanya konseling dilakukan apabila dalam upaya peningkatan efektivitas
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Apoteker sedang tidak sibuk dan pasien bersangkutan bersedia untuk terapi yang dijalani pasien.
Obat:
melakukan konseling.
a. pasien kondisi khusus
Pada lantai 1 IRJ terdapat ruangan khusus untuk konseling
b. pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit
kronis
c. pasien yang menggunakan obat-obatan
dengan instruksi khusus
d. pasien yang menggunakan Obat dengan
indeks terapi sempit
e. pasien yang menggunakan banyak Obat dan
f. pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan
rendah.
g. ruangan atau tempat konseling; dan
h. alat bantu konseling (kartu pasien/catatan
konseling).
120
Visite
Visite adalah kunjungan ke pasien rawat inap Visite atau dikenal dengan istilah Ronde dilaksanakan oleh Apoteker 1. Jika memungkinkan, pelayanan
yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau Klinis secara mandiri dengan melakukan cap review obat dan Ronde yang Kefarmasian di Rumah (Home
bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati dilakukan oleh Apoteker bersama dokter, perawat, psikiater dan tenaga Pharmacy Care) sebaiknya
kondisi klinis pasien secara langsung, dan kesehatan lain yang dilaksanakan sekali setiap minggu pada hari Rabu di dilakukan untuk memastikan
mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Gedung teratai dan GPS, untuk mengkaji masalah terkait obat dengan cara bahwa pasien menggunakan obat
Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, memantau terapi obat pasien. Apoteker ikut serta dalam diskusi bersama dengan baik dan benar.
meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan dengan tim tenaga kesehatan yang lain untuk memberikan intervensi 2. Dalam melakukan Ronde,
menyajikan informasi Obat kepada dokter, terkait pengobatan yang diterima pasien. sebaiknya ditingkatkan koordinasi
pasien serta profesional kesehatan lainnya. Apoteker juga melaksanakan kegiatan edukasi kepada pasien/keluarga antara Apoteker dengan tenaga
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang pasien terkait cara, jadwal dan dosis obat minum yang diberikan secara kesehatan lain terkait jumlah dan
sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan mandiri oleh keluarga pasien kepada identitas pasien yang akan di
pasien maupun sesuai dengan program Rumah pasien. Ronde sehingga Apoteker dapat
Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan memberikan informasi terkait obat
Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) dengan baik dan benar.
121
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Kegiatan MESO dilakukan oleh Apoteker
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO: secara mandiri dengan PTO dan jika Dokter
a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang dan Perawat memberikan informasi kepada
tidak dikehendaki (ESO); Apoteker terkait keluhan yang disampaikan
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang pasien saat penggunaan obat, lalu Apoteker
mempunyai risiko tinggi mengalami ESO; menganalisis kejadiaan reaksi obat yang tidak
c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme dikehendaki berdasarkan data profil
Naranjo; penggunaan obat pasien. Apoteker
d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang
Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan Terapi; beresiko tinggi menyebabkan EPO, dengan
e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping mengisi Form MESO dan Form MESO
Obat Nasional dievaluasi 3 bulan sekali, dan jika ditemukan
ESO yang dapat menyebakan kelumpuhan atau
kecatatan pada pasien, Apoteker melaporkan
kejadian ESO kepada Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien (KMKP) yang kemudian
membentuk tim penanganan ESO dan
mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme
Naranjo. Hasil evaluasi kemudian akan
dilaporkan kepada Pusat Monitoring Efek
Samping Obat Nasional.
123
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat setelah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati
memberikan kesempatan mahasiswa dapat mempelajari dan memahami
tentang pelayanan kefarmasian dan etik di rumah sakit yang sesuai
dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
2. Mahasiswa dapat memahami peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab
Apoteker dan mendapatkan pengalaman praktisi mengenai pelayanan
kefarmasian di rumah sakit.
3. Mahasiswa mampu menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik
dengan tenaga kesehatan maupun pasien atau keluarga pasien secara
profesional.
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan dari hasil PKPA di Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan pelayanan kefarmasian berbasis teknologi untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan, misalnya dengan e-
prescribing dan e-receipt
2. Perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan pelayanan
pada depo-depo farmasi yang ada untuk memastikan bahwa pelayanan
sudah dijalankan berdasarkan SPO yang telah disepakati bersama
3. Karena SDM yang terbatas, perlu dilakukan penyetaraan beban kerja agar
setiap pelayanan kefarmasian dapat dikerjakan dengan baik dan benar.
127
DAFTAR PUSTAKA
7. Siregar, C.J.P dan Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan
Penerapannya. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUP Fatmawati
129
Lampiran 3. Alur Perencanaan dan Pengadaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP
131
Tahap 1
Dilakukan screening administratif, farmasetik dan klinis serta
pengecekan 8 (delapan) benar yang terdiri dari benar dan jelas
penulisan resep, benar obat, benar waktu dan frekuensi, benar
pasien, benar rute, dan tidak ada interaksi obat
Ya
Tahap 2
Resep dimasukkan kesistem untuk klain BPJS dan
pemotongan stok secara otomatis
Tahap 3
Etiket dicetak dan diperiksa. Bila sudah benar ditempelkan
pada plastik kemasan obat
Tahap 4
1. Resep diracik untuk obat racikan
2. Resep obat jadi langsung disiapkan dan dikemas
3. Copy resep bila ada obat yang tidak tersedia
Tahap 5
Pengecekan kembali kesesuaian resep dan obat yang telah
dikemas oleh Apoteker