Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 2

HUKUM METODE PENELITIAN

Soal No 1

Rencana Judul Penelitian:"Urgensi Perubahan UUD NKRI 1945 dalam masa Pandemi
COVID-19"

Buatlah Latar Belakang masalah singkat (300 – 500 Kata)


dari rencana judul di atas?
JAWABAN

LATAR BELAKANG

Urgensi Perubahan UUD NKRI 1945 dalam masa Pandemi COVID-19

Penyebaran Covid-19 diprediksi akan membentuk regulasi-regulasi dengan ragam jenis dan
hierarki, berpotensi memundurkan semangat penyederhanaan regulasi. Disamping itu,
penyebaran pandemi Covid-19 telah menyebabkan kejenuhan publik. Disamping itu hukum
administrasi menjadi urgen dan berkembang sejak penetapan UU No. 2 Tahun 2020.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan instrumen hukum administrasi dalam
pembentukan kebijakan publik, serta menganalisis perkembangan dan urgensi hukum
administrasi sebagai alternatif kebijakan pemerintah pada masa pandemi Covid-19. Tipe
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif-yuridis dengan spesifikasi
bersifat deskriptif-analitis. Teknik analisis dilakukan secara kualitatif guna menjawab
permasalahan hukum yang dihadapi. Kesimpulan penelitian ini adalah, sejak penetapan UU
No. 2 Tahun 2020, hukum administrasi berkembang cepat selama pandemi Covid-19
berdasarkan beberapa indikator. Dalam keadaan saat ini, suatu bangsa dituntut untuk
menunjukkan nilai-nilai terbaik dari ideologi kebangsaan untuk dapat mengatasi tantangan
pandemi COVID-19. Keadaan ini mengandung semua nilai-nilai kearifan lokal yang
terkandung dalam Pancasila, yaitu efektivitas pemerintahan yang berpadu dengan
kepercayaan dan kepatuhan rakyat terhadap semua ketentuan yang diterbitkan pemerintah,
serta kesadaran pada masyarakat untuk menghubungkan kepentingan perorangan dengan
kepentingan masyarakat, yakni dengan menjauhi sikap egosentris yang hanya memikirkan
diri sendiri. Hal tersebut dapat diimplementasikan dengan keputusan tetap berada di rumah,
tidak bepergian, dan menghindari kerumunan. Nilai-nilai lainnya yang merupakan cerminan
dalam kearifan lokal yang terkandung dalam Pancasila adalah gotong royong atau
kebersamaan. Pada gilirannya nanti, perwujudan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
kearifan lokal bukan saja menunjukkan keberhasilan melaksanakan gotong royong, tetapi
juga dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan mewujudkan ketahanan nasional.
Ketahanan nasional adalah upaya untuk mendayagunakan seluruh potensi dan aset bangsa
guna mengatasi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Apabila ketahanan nasional
diwujudkan melalui sumbangan masing-masing perseorangan, kita dapat segera memulihkan
kondisi dari ancaman pandemi COVID-19.

Situasi yang terjadi di negeri ini, jika terperhatikan masalah besarnya bangsa Indonesia dalam
dua tahun terakhir ialah pandemi Covid-19. Wabah virus corona ini menyebabkan krisis
ekonomi, bertambahnya penduduk miskin, dan masalah sosial lainnya. Pertanyaannya adalah
apakah masalah-masalah tersebut karena UUD atau akibat tidak adanya Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) atau kini disebut Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sehingga timbul
rencana perubahan konstitusi. Ada sebagian pihak menilai bahwa tidak adanya GBHN itu
mengakibatkan tidak konstannya proses pembangunan, sehingga memberikan dampak selalu
berubah-ubah. Mungkin boleh kita tanya, yang berubah-ubah atau tidak konstan itu gara-gara
konstitusinya atau gara-gara politiknya yang berubah-ubah. Situasi saat ini, justru
mengilustrasikan atau menggambarkan bahwa para politikus lah yang memandang persoalan
bangsa dan negara secara lima tahunan sehingga proses pembangunan pun tidak konstan.
Sedangkan, konstitusi berlaku dalam jangka panjang. Terlebih persoalan yang akhir-akhir ini
terjadi tidak mencerminkan kalau Negara sedang mengalami pelanggaran terhadap jaminan
dan penegakan atas prinsip hak dan kebebasan beragama. Itu artinya, persoalan yang saat ini
dihadapi Indonesia bukanlah karena UUD. Berlaku sebaliknya, jika kondisi negara dalam
memberikan jaminan dan penegakan atas prinsip hak dan kebebasan beragama masih banyak
terjadi pelanggaran, maka bisa dibilang persoalan tersebut menjadi hal yang urgen untuk
diperhatikan bangsa ini, yang selebihnya serius bagi bangsa ini untuk memunculkan persepsi
mendasar bahwa norma hukum yang mengatur seputar kehidupan beragama dan
berkepercayaan belum sepenuhnya sempurna. Belum lagi, seandainya disusul dengan
berbagai persoalan yang diakibatkan oleh ketidaksempurnaan model penormaan tersebut,
termasuk model penormaan dalam menjamin hak dan kebebasan beragama dalam konstitusi.
Hal ini karena peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis dan berada di bawah
konstitusi merupakan peraturan pelaksana dari apa yang diatur dalam konstitusi. Kondisi
tersebut bisa dipastikan akan menghadirkan banyak reaksi dari warga negara untuk
melakukan perubahan UUD NRI 1945. Jadi, adanya hukum yang belum dapat diselesaikan
dengan baik. Di samping itu, perkembangan kehidupan bernegara yang begitu dinamis
semestinya direspon dengan mengubah konstitusi agar mampu mengikuti perkembangan
zaman. Alasan-alasan mendasar tersebut pada dasarnya dapat dijadikan modal dasar atas
keinginan mengubah UUD NRI 1945. Persoalannya, jika terperhatikan masalah besar bangsa
Indonesia yang paling nyata dalam dua tahun terakhir ialah pandemi Covid-19. Wabah virus
corona ini menyebabkan krisis ekonomi, bertambahnya penduduk miskin, dan masalah sosial
lainnya. Itu artinya, masalah tersebut bukan karena UUD atau akibat tidak adanya GBHN
atau kini disebut PPHN. Berangkat dari realitas itulah, bangsa ini harus bijak sebelum
mengamendemen UUD 1945.

Soal No 2

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN DEREGULASI PEMERINTAH

Perubahan (amandemen) Konstitusi dalam sejarah perjalanan negara dan bangsa Indonesia
memberikan perubahan mendasar dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Perubahan tersebut menggambarkan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang
konsepnya berbeda dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk
mengatur wilayahnya. Hal ini tercermin dalam pasal 18 A ayat (1) dan (2) Amandemen
Konstitusi dan Pengertian otonomi daerah menurut pasal 1 angka 5 UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).

Namun UU Pemda tidak secara tegas mengatur otonomi seluas- luasnya. Kewenangan
otonomi daerah adalah wewenang yang tidak diserahkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) UU Pemda yang meliputi bidang: politik, luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal nasional dan agama. Sebagai konsekwensi dari
dipilihnya asas otonomi (daerah) dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Pusat
menyelenggarakan desentralisasi kewenangan yaitu penyerahan wewenang pemerintahanan
oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembagian urusan kewenangan di dalam pasal 13 dan pasal 14 UU Pemda yang mengatur
mengenai wewenang daerah propinsi sebanyak 16 jenis urusan pemerintahan yang bersifat
wajib ditambah urusan pemerintahan yang bersifat pilihan. Urusan pemerintahan yang
bersifat pilihan dirumuskan sebagai urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan yang disesuaikan dengan kondisi kekhasan
yaitu potensi unggulan daerah.

Terkait dengan relasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia membuka lembaran baru, khususnya yang terkait dengan pengujian
Peraturan Daerah (Perda) di tingkat Kabupaten/Kota Melalui Putusannya dalam perkara
Nomor 137/PUU-XIII/2015 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. Mahkamah membatalkan berlakunya ketentuan terkait
kewenangan Menteri Dalam Negeri membatalkan Peraturan Daerah (Perda) tingkat
Kabupaten/Kota. Dengan Putusan ini, Kementerian dalam negeri tidak lagi memiliki
kewenangan untuk menilai dan membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota.

Otonomi Daerah telah menyuburkan kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan oleh


Pemerintah Daerah. Peraturan tersebut meliputi berbagai bidang yang dapat berpengaruh
terhadap sistem ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan. Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) secara resmi melansir 3.143 peraturan daerah (Perda) dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) yang dibatalkan. Tujuan dari pembatalan Perda ini adalah
memperkuat daya saing bangsa di era kompetisi. Menteri Dalam Negari (Mendagri) Tjahjo
Kumolo menyatakan Perda-perda itu merupakan aturan yang dinilai menghambat
pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang birokrasi, menghambat investasi dan
kemudahan berusaha. Presiden Joko Widodo juga menyatakan bahwa Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah yang dibatalkan Kemendagri adalah peraturan yang menghambat
pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi. Selain itu, peraturan
tersebut dianggap menghambat proses perizinan dan investasi serta menghambat kemudahan
berusaha. Peraturan-peraturan itu juga bertantangan dengan peraturan perundangan yang
lebih tinggi.

Menurut Pemerintah akibat putusan ini, potensi yang sangat menghawatirkan adalah program
deregulasi untuk investasi dari pemerintah secara terpadu baik pusat dan daerah akan
terhambat karena banyaknya Perda yang bertentangan dengan UU yang lebih tinggi.
Pembatalan Perda yang menghambat investasi semata-mata untuk kepentingan masyarakat
dan mempermudah perizinan dan investasi di daerah sehingga meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang ada di daerah.
Laporan Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia
(PSHK) pada tahun 2011 menunjukkan jumlah Perda terbanyak yang dibatalkan adalah Perda
Retribusi yaitu 1.066 Perda. Selanjutnya, perda pajak sejumlah 224 Perda dan Perda
Perizinan sebanyak 179 Perda. Data lain dari laporan penelitian PSHK tersebut dalam kurun
waktu 2004-2009 pembatalan perda terbanyak dilakukan pada 2009 yaitu sebanyak 830
perda.

Sumber : Prosiding KHTN 4, PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG


PEMERINTAH DAERAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN
DEREGULASI PEMERINTAH, Erna Ratnaningsih.

Tulislah secara ringkas 3 (tiga) Teori Hukum yang dapat


menjadikan Tinjauan Pustaka dalam menyelesaikan
penelitian tersebut dan jelaskan?
JAWABAN

Tiga teori yang dapat digunakan untuk sebagai tinjauan pustaka dalam menyeleseikan
penelitian yaitu :

 Teori Realisme Hukum yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum tidak saja
merupakan susunan norma yang terpisah dari kehidupan sosial. Hukum harus
berkembang sesuai dengan dengan perkembangan sosial.

 Teori Hukum Kritis yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum adalah bagian dari
alat kerja politik, sehingga untuk merubah hukum diperlukan proses dekunstruksi
melalui politik.

 Teori Hukum Positivisme yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum adalah suatu
perintah yang berbentuk peraturan perundang-undangan yang dibuat secara
formaloleh lembaga yang diberi kewenangan oleh negara.

Anda mungkin juga menyukai