Anda di halaman 1dari 8

Perempuan Dalam Jeratan ...

PEREMPUAN DALAM JERATAN EKSPLOITASI MEDIA MASSA

Delmira Syafrini

Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang


Email: delmirasyafrini@ymail.com

Abstract
Exploitation of women now comes in new faces; through the mass media. Media
currently has a dual role, like two sides of a coin, on one side the media serves as a
mediator for the improvement and progress of the nation, on the other side contributes
to the suppression of media for the benefit of market capitalism toward consumer
culture women once again being the subject of image construction. Expansion of the
market and the mass media can not be separated from the flow of consumerism,
because the mass media (particularly advertising on television) is an extension of the
market to boost sales of industrial products in the form of imagery that originates from
the "mode of production". Through the process of meaning people are affected by the
image created by the market and advertisement that increase their consumptive
behavior. Here begins the role of advertising in blurring the identity as the supporting
tool of consumerism, therefore those who identify themselves as modern men are no
longer themselves but apparently no more than "Robot Man" impersonator without
original identity, the principle of life pawned in the name of modernity. Women are
vying to look beautiful, to buy up all whitening products, hair straightener tools, body
slimming drugs, making them "Paranoid" who are restless because being haunted by
old age. Actually they are aware of the exploitation, but enjoy it on the pretext of style
and fashion.
Key words: women, exploitation, mass media
Abstrak
Eksploitasi terhadap perempuan kini hadir dalam wajah baru, melalui media
massa. Media masa saat ini memiliki peran ganda, ibarat dua sisi mata uang yang
berbeda, disatu sisi media berfungsi sebagai mediator untuk pencerdasan dan ke-
majuan bangsa namun disisi lain media juga berperan untuk penindasan demi
keuntungan dan mulusnya jalan kapitalisme pasar menuju budaya konsumen yang
ingin diwujudkan, dan lagi-lagi perempuan yang menjadi sasaran dengan rekayasa
pencitraan yang mereka ciptakan. Ekspansi pasar dan media massa tidak bisa
dilepaskan dari arus konsumerisme, karena media massa (terutama iklan ditelevisi)
adalah perpanjangan tangan pasar untuk memperlaris produk industri dalam bentuk
pencitraan yang bersumber pada “mode of production”. Sehingga melalui proses
pemaknaan masyarakat terpengaruh oleh citra buatan pasar dan iklan yang
meningkatkan kemauan mereka untuk berprilaku konsumtif. Disinilah dimulai peran
pengaburan identitas oleh iklan sebagai media pendukung konsumerisme, sehingga
mereka yang mengidentikkan diri sebagai Manusia modern, tidak lagi menjadi diri
sendiri dalam realitas tapi tak lebih “Manusia Robot” peniru tanpa identitas asli,
prinsip hidup tergadai atas nama modernitas. Wanita berlomba-lomba untuk tampil
cantik, dengan memborong semua produk pemutih, membeli alat pelurus rambut, obat
pelangsing tubuh, sehingga menjadikan mereka manusia-manusia “Paranoid”yang
resah karena dihantui masa tua. Sesungguhnya mereka sadar akan eksploitasi
tersebut, tapi menikmatinya dengan dalih gaya dan mode.
Kata kunci: perempuan, eksploitasi, media massa

20
Vol. XIII No.1 Th. 2014

Pendahuluan 19 eksploitasi digencarkan secara fisik untuk


Perempuan dan eksploitasi, masih saja memperkaya bangsa Eropa, saat ini sejarah
menjadi wacana yang menarik untuk dikaji kembali terulang, dalam wajah “globalisasi dan
dewasa ini, sebuah fenomena yang meresahkan pasar bebas” berwujud konsumerisme penja-
sekaligus mengejawantah dalam kehidupan jahan bangsa Eropa kembali menghantam
masyarakat di abad ini, masyarakat modern Indonesia, tapi dengan cara cantik melalui
yang berfikir secara rasional tapi tidak kritis politik, budaya dan teknologi. Hingga dorongan
terhadap persoalan kemanusiaan bahkan meme- konsumsi pun saat ini dikuatkan kehadiran dan
lihara penindasan, menerimanya tanpa paksaan perkembanngan nya melalui teknologi media
bahkan menikmatinya dalam kerelaan. massa yang menciptakan ruang-ruang maya
Berbicara masalah eksploitasi terhadap (virtual space) dalam kehidupan masyarakat,
perempuan, bukan hanya sebatas eksploitasi salah satunya dan yang paling nyata adalah
fisik baik dalam ranah domestik (kekerasan melalui iklan, dan lagi-lagi untuk mewujudkaan
dalam rumah tangga) atau pun di ranah publik tujuan itu perempuan sebagai sasaran empuk
(Eksploitasi dalam bidang ekonomi) tapi lebih komoditi pasar, untuk melariskan produk baik
dari pada itu, eksploitasi terhadap perempuan sebagai konsumen yang memakai maupun se-
kini merambah dalam segala bidang kehidupan. bagai alat untuk mengiklankan. Perempuan kini
Ketika rumah tangga dan dunia kerja tidak menjadi sasaran empuk kapitalisme industri,
cukup membuat kelompok lain diuntungkan, bukan hanya dalam bentuk dominasi tapi juga
maka eksploitasi itu dimainkan dalam arena eksploitasi, hingga perempuan bukan hanya
yang lebih halus dan terkesan eksklusif, menerima penindasan itu secara sukarela tapi
ekploitasi kini hadir dalam bentuk wajah baru sampai pada titik dimana mereka kehilangan
pada tiap sisi kehidupan bahkan tubuh perem- jati diri.
puan, yaitu di mediamasa. Media masa saat ini Tulisan ini akan menelusuri secara lugas,
memiliki peran ganda, ibarat dua sisi mata uang bagaimana ekspansi pasar sebagai tanda arus
yang berbeda, disatu sisi media berfungsi se- globalisasi mengeksploitasi tubuh perempuan
bagai mediator untuk pencerdasan dan kemaju- dengan menggunakan media massa (terutama
an bangsa namun disisi lain media juga ber- iklan) untuk rekayasa pencitraan, perempuan
peran untuk penindasan demi keuntungan dan sebagai sasaran utama, bahkan menjadi “kor-
mulusnya jalan kapitalisme pasar menuju ban” utama, sehingga mengaburkan jati diri
budaya konsumen yang ingin diwujudkan, dan perempuan Indonesia atas nama pembentukan
lagi-lagi perempuan yang menjadi sasaran harga diri.
dengan rekayasa pencitraan yang mereka cipta- Berdasarkan latar belakang di atas maka
kan. yang menjadi permasalahan dan fokus pem-
Konsumerisme, merupakan tujuan dari bahasan dalam tulisan ini adalah Bagaimana
kapitalisme pasar sesungguhnya demi menge- tapak ekspansi pasar sebagai tanda arus globa-
ruk keuntungan sebesar-besarnya. Tujuan lisasi masuk dalam kehidupan masyarakat
mereka berhasil bila telah terbentuk budaya Indonesia, dengan rekayasa pencitraan melalui
masa menuju masyarakat konsumen yang tidak media massa dalam membentuk gaya hidup
bisa lepas dari dunia materi. Seperti penyakit konsumtif dengan mengekploitasi tubuh perem-
kronis, kini konsumerisme telah merambah puan sehingga mengaburkan jati diri dan iden-
dengan mudah kedalam tiap sendi kehidupan, titas mereka?
yang secara bertahap membuat masyarakat Tulisan ini bertujuan untuk memahami
seperti kehilangan kendali diri, bahkan bisa secara detail bagaimana sesungguhnya ekspansi
dikatakan telah kehilangan jati diri. Bahkan se- pasar sebagai tanda arus globalisasi menyelusup
cara ekstrim, Steven Miles dalam Consumerism dengan cepat dalam kehidupan masyarakat
As a Way of Life menyatakan bahwa konsume- Indonesia melalui rekayasa pencitraan di media
risme telah menjadi “agama” baru ditengah- massa dengan mengekploitasi tubuh perem-
tengah masyarakat pada abad dua puluh satu ini puan. Implikasinya adalah mengaburkan iden-
(Sujatmiko, 2007; 18). Bagaimana tidak, pe- titas dan jati diri perempuan atas nama pem-
mujaan terhadap materi menjadi lebih penting bentukan harga diri dengan menikmati penin-
dan mengendalikan kehidupan manusia dalam dasan tersebut. Hal ini terlihat dalam bentuk
setiap tindakan. Pada tahap ini tanpa sadar gaya hidup konsumtif dan hedonis. Permasalah-
manusia telah terekploitasi, jika pada abad ke an yang ada dianalisa dengan teori-teori Sosio-
21
Perempuan dalam Jeratan Eksploitasi …

logi yang relevan, sehingga mempertajam pisau hakekat dan makna sebuah produk. Menariknya
analisa penulis dalam memahami fenomena media iklan memanfaatkan perempuan sebagai
sosial yang terjadi dalam masyarakat secara objek memasarkan produk atas nama keindah-
umum. an. Menurut perkiraan 90 persen periklanan
menjadikan wanita sebagai model iklannya.
Pembahasan (Budiasa, 2007)
Konsumerisme, Ekspansi Pasar dan Media Media Iklan membentuk prilaku konsum-
Massa di Indonesia (Rekayasa Dalam tif masyarakat dengan memanfaatkan berbagai
Pencitraan Tubuh Perempuan) moment dan sasaran, dan perempuan pun tidak
Media massa saat ini memiliki peranan terlepas dari sasaran empuk pelaris komoditi
yang sangat penting untuk membentuk opini pasar. Ketika perempuan hari ini identik dengan
publik dalam rangka mensosialisasikan nilai- figur cantik, maka iklan merekonstruksi bahwa
nilai sosial pada sebagian besar masyarakat kecantikan saat ini identik dengan beberapa
Indonesia. Pada posisi ini media massa seharus- kriteria: Kulit putih, rambut lurus panjang,
nya berperan untuk mentransformasikan nilai- hidung mancung, dan tubuh tinggi langsing.
nilai moral untuk membentuk masyarakat ber- Tujuannya tidak lain adalah untuk melariskan
adab, memberdayakan, bukan memperdayakan produk yang diciptakan perusahaan, sehingga
masyarakat. Namun untuk saat ini kapitalisme figur wanita Indonesia yang dulunya dianggap
pasar yang berkembang menjadikan media cantik adalah kulit kuning langsat dan rambut
justru sebagai alat pelunturan identitas nilai ikal kini sudah terpatahkan. Sehingga hari ini
moral. Media televisi misalnya, saat ini telah seolah-olah tubuh perempuan menjadi sasaran
menjadi “idola baru” bagi masyarakat industri, penting komoditi pasar untuk melariskan se-
buktinya setiap kegiatan masyarakat diatur oleh buah produk.
pesan-pesan televisi, yang senantiasa membawa Iklan kosmetik, merupakan representasi
pesan akan kemegahan, kesenangan yang mem- dari bagaimana iklan benar-benar memodifikasi
buat masyarakat terlena, bahkan sebagian besar tubuh perempuan menurut versi mereka. Dalam
dari waktu dihabiskan untuk menikmati siaran banyak iklan kosmetik kulit putih cenderung
TV yang telah di cover sedemikian rupa, se- diidentikkan sebagai bentuk “cantik ideal”
hingga membuat masyarakat tergantung dan ke- (Idealized beauty). Iklan merekayasa sedemi-
tagihan untuk terus menyaksikan setiap siaran kian rupa sehingga wanita Indonesia terhipnotis
yang ditayangkan baik berupa berita, sinetron, dengan cerita yang mereka tampilkan. Simaklah
film, bahkan iklan sekalipun yang merupakan beberapa contoh iklan produk kosmetik berikut,
sarana yang menyukseskan produk tertentu di- yang memberikan gambaran bagaimana iklan
lahap tanpa terkecuali, masyarakat seperti ter- membentuk opini cantik identik dengan warna
hipnotis, lupa arti penting dari waktu. kulit putih:
Kehadiran iklan diseluruh penjuru baik “Sepintas Vani dan Vina seperti pinang
kota ataupun desa, telah memancing manusia dua, tapi sayang kulit Vani tak seputih
untuk memburu seluruh produk yang mereka Vina. Ketika ada sebuah pemotretan,
inginkan, pembuat iklan tidak hentinya men- Vani yang memiliki kulit agak gelap
ciptakan kreativitas untuk memancing daya beli spontan menghindar dari jepretan
masyarakat yang haus akan konsumtivisme kamera karena rasa kurang percaya diri
hidup, demi terciptanya jalan yang mulus bagi akibat kulitnya yang agak gelap dari
persaingan pasar, sehingga menyebabkan per- saudara kembarnya. Tapi kemudian
ubahan yang sangat besar pada pola hidup tampak Vani mengoleskan lotion pemutih
masyarakat. Karena dengan berbagai cara per- “abra kadabra” seperti disulap dalam
lahan-lahan, selain membentuk pola fikir, iklan beberapa hari kulit Vani pun jadi seputih
secara tidak langsung juga merubah budaya Vina. Dan mereka berduapun jadi
masyarakat, setidaknya menurut Meistra kons- lirikan. (Iklan Citra body Lotion)
truksi iklan menyerang masyarakat untuk me- Atau di iklan lain:
rubah pola dalam 3 bentuk yaitu: Mengenai “Ada perempuan yang kerap setia
tanda (Sign) yang digunakan, Citra(image yang kepada pacarnya, meski sudah berpisah
ditampilkan) serta makna yang diperoleh, yang bertahun-tahun, akibat kendala jarak
kemudian ini dikonsep sedemikian rupa untuk perempuan itu terpaksa menelan
mempengaruhi persepsi masyarakat akan kekecewaan karena pacarnya berpaling
22
Vol. XIII No.1 Th. 2014

pada perempuan lain yang lebih putih. pengaruhi pola fakir masyarakat hingga mem-
Sampai kemudian timbul lagi harapan pengaruhi kesadaran kita pada titik terlemah
untuk kembali menggaet sang pacar bahwa ssungguhnya citra telah di rekayasa.
dengan memakai krim pemutih, hingga Menurut Nugroho (2001; 31) Ekspansi
dalam waktu 7 hari kulit wajahnya putih Pasar sebagai bagian dari proses globalisasi ini
bersinar, hingga pacar nya kembali lagi tidak akan berhasil tanpa diiringi dengan per-
kepelukan (Iklan Pond’s pemutih wajah) ubahan sosial yang terjadi di tengah-tengah ke-
Sementara itu di latar dan cerita yang hidupan masyarakat dewasa ini, sehingga di-
berbeda: butuhkan perubahan sistem nilai budaya agar
Ada seorang perempuan yang mengajak terwujud consumer cultur agar produk-produk
seorang laki-laki turut serta dalam industri mudah dikonsumsi, artinya dalam hal
kegiatan lingkungan, namun yang diajak ini pasar telah melakukan rekayasa besar untuk
berdalih sibuk, belakangan ketika kulit menciptakan prilaku konsumtif demi memper-
perempuan itu lebih putih karena diolesi laris produk industri. Bahkan para pendukung
krim pemutih, sang lelaki berbalik pendukung ekonomi neo-liberal percaya bahwa
antusias berjuang untuk menarik suatu saat tidak hanya produksi, distribusi dan
perhatian perempuan yang semula konsumsi saja yang tunduk pada hukum pasar,
ditolaknya .(Iklan citra pemutih wajah) melainkan seluruh kehidupan (Swastika, 2006:
Begitulah gambaran beberapa produk 236). Akibatnya generasi kita dipenuhi generasi
kosmetik pemutih kulit yang diiklankan dilayar konsumen, budaya kita ditandai dengan budaya
TV, apa yang ditampilkan berada pada satu konsumen dan bisa jadi sejarah kehidupan di-
benang merah, yaitu perempuan akan lebih tandai dengan sejarah konsumen.
mempesona dengan kulit putih dan itu bisa
didapatkan dalam waktu 7 hari saja, dengan Perempuan dan Eksploitasi
tujuan dan konsep yang seragam yaitu men- Konstuksi citra yang dimainkan oleh
dapatkan perhatian lebih dari orang lain dengan iklan telah membuat streotipe perempuan cantik
kulit putih bersinarnya terutama perhatian dari ditafsirkan oleh dunia kapitalisme demi mem-
laki-laki. Sehingga perempuan hari ini dieks- perlaris produk mereka. Iklan hanya melihat
ploitasi rasa takutnya karena kulit yang tidak perempuan berdasarkan kecantikan dan ke-
putih karena takut kehilangan cinta dan per- indahan tubuh tanpa melihat sisi manusiawi
hatian, dan iklanpun membuat perempuan dari peran perempuan itu sendiri. Pertanyaan
Indonesia berlomba lomba ingin memiliki kulit lebih lanjut adalah apakah representasi iklan
putih. Ini adalah bukti bagaimana pasar yang di yang menggunakan sosok perempuan dalam
perankan oleh iklan sangat jeli menangkap tiap setiap produk benar-benar dilandasi karena
moment yang ada. Ketika streotipe perempuan pemujaan terhadap keindahan yang ada pada
takut kehilangan cinta, maka kulit putih sebagai perempuan ataukah hanya sebagai bentuk pe-
penangkalnya dan kosmetik pemutih sebagai manfaatan untuk menunjukkan penindasan
solusinya. Sebuah penelitian yang dilakukan dalam wajah lain? Untuk menjawab hal ini kita
oleh PT. Procter and Gramble (perusahaan bisa lihat bagaimana sosok perempuan berperan
kosmetik Amerika Serikat) di Asia menunjuk- dalam iklan. Perempuan memainkan peran yang
kan bahwa 80 persen wanita Asia ingin me- sama sekali belum beranjak dari segi dunia
miliki kulit putih (Handoko, 2006). Sementara domestik, di seputar dapur, sumur dan kasur.
penelitian Hannah Aidinal (Dalam: Galikano, Adegan mencuci, memasak dan pemuas nafsu
2007) menyimpulkan bahwa 70 persen wanita untuk melayani laki-laki dengan kulit dan
di Indonesia juga ingin memiliki kulit putih wajah yang putih dan langsing, sehingga ter-
akibat pencitraan iklan. Penelitian ini telah citralah sesosok istri yang patuh dan ibu yang
membuktikan bahwa lebih dari setengah dari baik dan perempuan yang sempurna. Pada sisi
seluruh wanita Asia khususnya di Indonesia ini apakah iklan benar-benar berfungsi untuk
menginginkan kulit putih. Ini artinya kulit putih memberdayakan atau justru memperdayakan?
mendapatkan tempat tersendiri di hati dan Agaknya iklan adalah alat yang ampuh untuk
fikiran wanita Asia. Demikian hebatnya kapita- mereproduksi dan mendukung budaya patri-
lisme mendefenisikan ‘citra cantik’ menurut arkhi, yang berperan membentuk wacana itu
mereka demi kepentingan pasar, konstruksi dalam masyarakat secara umum. Sehingga lagi-
yang dilakukan sedemikian rupa sangat mem- lagi wanita kembali menjadi pihak yang ter-
23
Perempuan dalam Jeratan Eksploitasi …

pinggirkan dan figuran. ningsih (30 tahun) dan Setyo Aji Purnomo (17
Pengaruh pencitraan ini, bukan hanya tahun) pada tanggal 29 maret 2007 di Kecamat-
pada semakin kuatnya system patriarki tersebut, an Turi, Sleman Yogyakarta yang tewas setelah
tapi juga pada watak perempuan yang hari ini minum sejenis obat yang diduga obat pelang-
yang hanyut dalam arus konstruksi kecantikan sing tubuh. Dalam hal ini bisa kita lihat bahwa
yang diciptakan iklan. Baudrillard (2004: 170) perempuan pun menjadi “korban kapitalisme”,
mengungkapkan ”bagi wanita saat ini kecantik- dimana konsep kecantikan hari ini telah di-
an menjadi syarat mutlak, syarat religius, cantik defenisikan oleh dunia kapitalis. Wanita yang
bukan lagi pengaruh dari alam bukan pula semula ingin mengokohkan harga diri akhirnya
kualitas moral sampingan, tapi kualitas men- kehilangan jati diri akibat “vigur cantik” versi
dasar dari sifat perempuan yang memelihara iklan.
wajah dan kelangsingannya sebagai jiwanya”. Pertanyaan yang menarik untuk dikaji
tapi perempuan tidak sadar bahwa mereka telah adalah kenapa perempuan yang menjadi sasaran
terkecoh atas konspirasi kecantikan, mode dan pasar dan iklan? Sutisna (2003; 213) mengung-
keindahan. Padahal eksploitasi telah dilakukan kapkan bahwa Keluarga adalah sasaran utama
pada tubuh mereka. Tubuh yang seharusnya dari periklanan, dimana antara orang tua dan
jadi sarana manusiawi yang etis menjadi sarana anak saling berkaitan dalam hal konsumsi, anak
konsumsi industri yang fethis dan hedonis yang belajar mengenai pembelian dan konsumsi ter-
perlu dipuja dan dikomodifikasikan yang utama dari orangtua mereka dan televisi kemu-
melahirkan “kebutuhan semu” sehingga mem- dian menjadi pengaruh yang persuasif pada apa
buat perempuan menjadi sasaran kapitalisme yang mereka lihat dan bagaimana mereka be-
pasar menuju meningkatnya budaya konsumen. reaksi terhadap merk/ produk tertentu. Artinya
Perempuan bukan hanya ter eksploitasi kalau keluarga memiliki peran utama dalam
secara fisik tapi juga fikiran, untuk mewujud- sosialisasi konsumsi anak, televise (Iklan)
kan ‘citra cantik’ versi iklan, hingga mengada- melengkapinya dengan memberikan pengetahu-
kan apa yang tidak ada dan melakukan apa yang an yang relevan kepada anak sebagai konsumen
tidak layak dilakukan. Ketika kulit putih men- dalam pasar atau apa yang dikenal dengan
jadi idaman wanita Indonesia hari ini, semen- Istilah “Childhood Consumer Socialization”.
tara warna kulit asli wanita Indonesia yang Tidak hanya sampai disana, pasar ternyata lebih
hidup di wilayah tropis adalah kuning langsat, “cerdas” lagi dalam menangkap peluang,
sehingga untuk mewujudkan keinginan mereka, dengan melirik anggota keluarga untuk mencari
maka produk pemutih yang ada di pasaran sasaran utama untuk pelaris produk, maka
menjadi sasaran utama. Jika tidak cocok dengan perempuan terpilih sebagai objek paling empuk,
satu produk maka dengan mudah beralih kepada karena perempuan cenderung diidentikkan
produk lain yang lebih menjanjikan versi iklan, dengan aktivitas konsumsi, dengan demikian
sehingga tidak jarang banyak diantara mereka bisa dipastikan perempuan dalam keluarga
yang mengalami kerusakan kulit akibat salah sangat menentukan proses dan bentuk konsumsi
produk karena pada dasarnya pemutih kulit me- keluarga. Dalam iklan bisa kita lihat bagaimana
ngandung zat yang berbahaya seperti mercury/ segala jenis produk memakai perempuan se-
hydroquinon yang bisa berefek negatif pada bagai ikon, walaupun produk itu bisa dipakai
kulit manusia. semua kalangan, seperti iklan rokok, pompa air,
Laporan YPKKI (Yayasan pemberdayaan motor dan sebagainya. Dari realita ini terlihat
konsumen Kesehatan Indonesia) tahun 2006, jelas bahwa pasar, iklan selalu mendorong
menyatakan bahwa dari tahun ke tahun terjadi perempuan untuk selalu mengkonsumsi, se-
peningkatan pengaduan konsumen yang men- hingga lahirlah budaya popular modern yang
jadi korban kosmetik terutama pemutih kulit memuja konsumerisme, hedonisme dan gaya.
dan obat pelangsing tubuh, sehingga sampai (Strinati, 2007: 270).
saat ini 27 merek produk kosmetik telah ditarik
dari pasaran karena dinyatakan merusak kulit, Perempuan dan Gaya Hidup Konsumerisme:
begitu juga obat pelangsing baik berupa serbuk Perangkap Kapitalisme Untuk Pelunturan
ataupun pil yang bisa merusak sistem tubuh Jati Diri Atas Nama Pembentukan Harga
manusia. (Handoko, 2006). Bahkan fakta baru- Diri
baru ini yang bisa menjadi renungan bagi kita Gaya hidup, sebuah realitas yang tidak
adalah peristiwa yang menimpa Ana Surya- bisa dilepaskan dari kehidupan “Manusia
24
Vol. XIII No.1 Th. 2014

Modern” saat ini termasuk perempuan, ia manusia sebagai makhluk yang bebas dan
seolah menjadi realitas real dari kenyataan dan kreatif? Ketika mereka telah terjebak pada
harus dicapai untuk memantapkan posisi dan permainan pasar yang sedemikian hebat dan
kedudukan dalam masyarakat. Hidup glamour lebih kreatif, bahkan kehilangan identitas asli
dengan segala kemewahan menjadi citra bahwa diri akibat apa yang disebut “Konsumerisme”.
seseorang berada pada strata tertentu dan status Ketika sifat konsumerisme yang semakin
terpandang. Konsumerisme telah menjadi kultur menggila dalam tubuh perempuan, berarti tuju-
konsumsi yang kadang tidak lagi kita disadari. an kapitalisme telah berhasil, untuk membentuk
Kita telah sedemikian rupa “terhipnotis” oleh budaya massa poluler. Tubuh perempuan di
konsumerisme dalam rangka memenuhi segala eksploitasi di media massa seperti iklan untuk
keinginan-keinginan yang tak terbatas dengan memamerkan produk mereka, dan pada akhir-
kemampuan yang terbatas. Konsumerisme me- nya tubuh perempuan juga yang menggunakan
masuki kehidupan manusia yang kadang tak dan mengkonsumsi produk kapitalis tersebut.
sadar diri, dan menjadi pengikut tanpa orientasi. Sesungguhnya mereka sadar akan eksploitasi
Menurut Baudrillard, kita hidup dengan tersebut, tapi menikmatinya dengan dalih gaya
apa yang disebutnya realitas hiper (hyper- dan mode. Artinya perempuan hari ini telah
reality). Segala sesuatu adalah tiruan, atau tiru- terhegemony dan di dominasi oleh struktur
an dari sebuah tiruan dan yang palsu tampaknya kapitalis. Seperti yang diungkapkan Gramsci,
lebih nyata dari pada kenyataannya. Realitas bahwa hegemoni tercipta ketika sebuah ideo-
telah melahap segalanya, iklanpun mengambil logi dipaksakan sedemikian rupa tapi disetujui
peran yang tak kalah penting, iklan membahas dan didukung oleh mayoritas secara sadar
kehidupan pribadi melalui analogi dan cerita sehingga pada akhirnya kesadaran akan hilang
opera sabun sementara generasi muda yang se- akibat penindasan tersebut. Manusia yang se-
benarnya sadar media, bukan lagi mencari ke- benarnya terdominasi, menerima dominasi itu
benaran tapi malah melakukan peniruan secara secara sukarela. (Beilharz, 2005). Demikian
sadar terhadap media, yakni mengadopsi ke- juga realita eksploitasi dan konsumerisme hari
pribadian karakter fiksi sebagai cara meng- ini yang melanda kaum perempuan, dimana
ekspresikan diri. (Lury, 1998: 99). Disinilah di- kesadaran mereka telah di dominasi oleh gaya
mulai peran pengaburan identitas oleh iklan hidup konsumtif sebagai Hegemoni yang di-
sebagai media pendukung konsumerisme, se- ciptakan oleh dunia kapitalisme dan ekspansi
hingga mereka yang mengidentikkan diri se- pasar melalui iklan. Perempuan berada dalam
bagai Manusia modern, tidak lagi menjadi diri eksploitasi tapi menerima eksploitasi itu secara
sendiri dalam realitas tapi tak lebih “Manusia sukarela, bahkan bangga menikmatinya sebagai
Robot” peniru tanpa identitas asli, prinsip hidup sebuah gaya hidup. Disinilah letak bahwa
tergadai atas nama modernitas. Wanita ber- sesungguhnya iklan sebagai representasi dari
lomba-lomba untuk tampil cantik, dengan kapitalisme telah mengeksploitasi tubuh perem-
memborong semua produk pemutih, membeli puan secara total, dengan dalih mengokohkan
alat pelurus rambut, obat pelangsing tubuh, harga diri, tapi pada kenyataannya justru me-
sehingga menjadikan mereka manusia-manusia runtuhkan identitas diri perempuan itu sendiri.
“Paranoid”yang resah karena dihantui masa tua. Tanpa sadar perempuan yang terjebak dalam
Dalam hal ini lah bahwa, ternyata kon- arus konsumerisme ini tak lebih dari manusia
sumerisme sebagai gaya hidup perempuan masa robot yang telah kehilangan jati diri.
kini yang pada mulanya untuk pengokohan Agaknya kita perlu merenungkan kem-
identitas ternyata lebih mengarah pada pemu- bali mengenai masalah ini, memutus mata
daran identitas, konsumerisme sedikit demi se- rantai dari jaring-jaring kapitalisme dan kon-
dikit mengikis kesadaran dan hakekat perem- sumerisme yang mengekploitasi tubuh perem-
puan dengan cara halus yaitu melalui media puan memang bukan perkara mudah, tapi se-
iklan. Konsumsi menenggelamkan kesadaran tidaknya efek dari budaya ini bisa kita minima-
perempuan pada pada situasi yang penuh bujuk lisir. Hal yang paling penting dari semua ini
rayu dan memabukkan. Bahkan secara tegas adalah perempuan sebagai objek dan sasaran
Baudrillard menyatakan bahwa, manusia kini eksploitasi harus menyadari hal tersebut. Ketika
tak lebih dari sekedar kendaraan untuk meng- sebagian besar perempuan Indonesia telah
ekspresikan perbedaan diantara objek-objek. terlena dan menikmati eksploitasi baik sebagai
Jika demikian adanya, lalu dimanakah letak diri bintang iklan ataupun konsumen, yang men-
25
Perempuan dalam Jeratan Eksploitasi …

dasari gaya hidup sebagai landasan pertama dan puan pun berlomba-lomba untuk membeli pro-
belanja sebagai budaya utama, maka harus ada duk pemutih dan pelangsing, tanpa menyadari
perempuan lain yang harus bangkit dan peduli. bahwa “tubuh”mereka telah di eksploitasi. Se-
Media harus berperspektif gender, perempuan olah-olah seluruh tubuh perempuan adalah
harus bangkit untuk berjuang melalui tulisan. sasaran empuk komoditi pasar. Tubuh yang me-
Ketika kapitalisme menyerang perempuan de- rupakan sarana manusiawi yang etis dijadikan
ngan bentuk ekploitasi melalui media, perem- “alat pemujaan” yang fetish.
puan pun harus bangkit dari ‘sangkar besi’ itu Konsep kecantikan hari ini telah didefe-
untuk juga melawan kapitalisme juga melalui nisikan oleh dunia kapitalis. Wanita yang se-
media, baik mengisi kolom dalam bentuk tulis- mula ingin mengokohkan harga diri akhirnya
an ataupun sebagai biro iklan yang mengikis kehilangan jati diri akibat “vigur cantik” versi
mata rantai patriarkhi dan eksploitasi. Untuk itu iklan. Namun, perempuan itu sendiri menikmati
perempuan juga harus di didik dari sekarang eksplotasi tersebut secara sukarela, mereka
untuk melek media, baik sebagai penulis atau- bangga menjadi bintang iklan, dan bangga juga
pun pembaca, sehingga kesadaran mereka mulai mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan
terbangun kembali melalui wacana dalam dengan harapan bisa cantik ala bintang iklan,
media. Saatnya perempuan hari ini bangkit, hingga memborok semua produk atas alasan
modern bukan berarti konsumtif, tapi bagai- kecantikan, sesungguhnya perempuan telah
mana membangun sifat kritis terhadap hal-hal menjadi korban
yang bersifat eksploitatif. Karena perempuan Disinilah dimulai peran pengaburan iden-
hadir untuk diberdayakan bukan diperdayakan. titas oleh iklan sebagai media pendukung kon-
sumerisme, sehingga mereka yang mengiden-
Simpulan tikkan diri sebagai Manusia modern, tidak lagi
Kajian terhadap perempuan semakin menjadi diri sendiri dalam realitas tapi tak lebih
hangat di bahas dewasa ini, karena ekploitasi “Manusia Robot” peniru tanpa identitas asli,
tidak henti-hentinya menimpa mereka, bukan prinsip hidup tergadai atas nama modernitas.
hanya ekploitasi dalam ranah domestik ataupun Wanita berlomba-lomba untuk tampil cantik,
publik tapi kini ekploitasi hadir dalam wajah dengan memborong semua produk pemutih,
baru, melalui media massa. Media masa saat ini membeli alat pelurus rambut, obat pelangsing
memiliki peran ganda, ibarat dua sisi mata uang tubuh, sehingga menjadikan mereka manusia-
yang berbeda, disatu sisi media berfungsi se- manusia “Paranoid”yang resah karena dihantui
bagai mediator untuk pencerdasan dan kemaju- masa tua. Sesungguhnya mereka sadar akan
an bangsa namun disisi lain media juga ber- eksploitasi tersebut, tapi menikmatinya dengan
peran untuk penindasan demi keuntungan dan dalih gaya dan mode. Artinya perempuan hari
mulusnya jalan kapitalisme pasar menuju bu- ini telah terhegemony dan di dominasi oleh
daya konsumen yang ingin diwujudkan, dan struktur kapitalis. Seperti apa yang diungkap-
lagi-lagi perempuan yang menjadi sasaran kan Gramsci, bahwa hegemoni tercipta ketika
dengan rekayasa pencitraan yang mereka cipta- sebuah ideology dipaksakan sedemikian rupa
kan. tapi disetujui dan didukung oleh mayoritas
Ekspansi pasar dan media massa tidak secara sadar sehingga pada akhirnya kesadaran
bisa dilepaskan dari arus konsumerisme, karena akan hilang akibat penindasan tersebut. Manu-
media massa (terutama iklan ditelevisi) adalah sia yang sebenarnya terdominasi, menerima
perpanjangan tangan pasar untuk memperlaris dominasi itu secara sukarela. (Beilharz, 2005).
produk industri dalam bentuk pencitraan yang Agaknya perempuan hari ini harus me-
bersumber pada “mode of production”. Se- renungi kembali hakekat dirinya, agar bisa
hingga melalui proses pemaknaan masyarakat memberi perlawanan terhadap ‘tipuan kapita-
terpengaruh oleh citra buatan pasar dan iklan lisme’ yang begitu dahsyat. Ketika media
yang meningkatkan kemauan mereka untuk menghantam lewat media, perempuan juga
berprilaku konsumtif. Disinilah iklan memain- harus melawan lewat media. Sudah saatnya
kan peran dengan mencari sasaran konsumen perempun bangkit dari sangkar besi yang me-
yang paling mudah terpengaruh, maka perem- ngungkung mereka atas eksploitasi. Bebaskan
puan sasaran utama. Perempuan misalnya figur diri dari penindasan, perempuan harus masuk
cantik direkonstruksi sedemikian rupa dengan dalam struktur media baik sebagai penulis
simbol “Putih dan langsing” sehingga perem- ataupun biro iklan, untuk membebaskan system
26
Vol. XIII No.1 Th. 2014

patriarki yang telah menjadi tradisi media hari Pelajar


ini. Setidaknya perlawanan bisa di mulai me- Strinati, Domonic. 2007. Popular Culture.
lalui penenanaman kesadaran, perempuan harus Bandung; Nuansa Cendikia
melek media baik sebagai penulis ataupun
Sujatmiko, Haryanto. 2007. Saya Belanja Maka
pembaca. Karena banyak potensi yang bisa di
Saya Ada. Fenomena, Jurnal Mahasiswa
ekspos dari perempuan, karena perempuan
Teologi Universitas Sanata Dharma Vol.
hadir untuk diberdayakan bukan diperdayakan.
1 No. 1 /2007. Yogyakarta: Sapere Aude
Rujukan Sutisna. 2003. Prilaku Konsumen dan Komu-
Beilharz, Peter. 2005. Teori-Teori Sosial. nitas Pemasaran. Bandung: Remaja
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rosdakarya
Boudrillard, P Jean. 2006. Masyarakat Swastika, Alia. 2006. Komodifikasi Perem-
Konsumsi. Yogyakarta; Kreasi Wacana puan Tapak Ekonomi Neo-Liberal,
Yogyakarta: FISIP UI
Budiasa, Meistra. 2007. Iklan, Perempuan
dan Pencitraan. http://meistra.blogspot. Galikano, Silvia. 2007. Perempuan Indonesia,
com [11 November 2007] Dari Kuning Langsat ke Putih. www.
Jurnal Nasional.com. [14 Januari 2008]
Lury, Celia. 1998. Budaya Konsumen, Jakarta;
Yayasan Obor Indonesia Handoko, Dipo. 2006. Diintai Bahaya
Pemutih Kulit. www.gatra.com. [14
Nugroho, Heru. 2001. Negara, Pasar dan
Januri 2008]
Keadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka

27

Anda mungkin juga menyukai