Anda di halaman 1dari 13

BAB III

PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan pada Ny.S dengan gangguan system persyarafan:

Epilepsi, pengkajian dimulai pada tanggal 19 April 2016 di ruang Tulip RSUD

Dr. Moewardi.

A. Pengkajian

Dalam keperawatan, pengkajian merupakan kumpulan dari

pengumpulan informasi subyektif dan obyektif (misalnya, tanda vital,

wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjuan informasi

pasien pada rekam medic. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang

kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan resiko

(area perawat dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat ditunda).

Pengkajian dapat didasarkan pada teori keperawatan tertentu seperti yang

dikembangkan oleh Sister Calista Roy,Wanda Horta, atau Dorothea Orem,

atau pada kerangka pengkajian standar seperti pola kesehatan fungsional

menurut Majory Gordon. Kerangka ini menyediakan cara mengategorikan

data dalam jumlah besar ke dalam jumlah yang dikelola berdasarkan pola dan

kategori data yang terkait. (Heather 2016:24)

24
25

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien (Budiono dan Pertami 2015:127). Tujuan pengkajian menurut

Evania (2013 : 19 ) ialah untuk mengkaji secara umum status keadaan klien,

mengkaji fisiologis dan patologi, mengenal secara dini masalah keperawatan

klien, baik berupa actual maupun resiko, secara mengidentifikasi penyebab

masalah kesehatan dan menemukan cara yang tepat untuk menghindari

permasalahan yang mungkin akan terjadi dalam perawatan. Adapun metode

yang yang digunakan dalam pengumpulan data menurut Evania (2013 : 59)

adalah sebagai berikut:

1. Wawancara (interview atau anamnese)

Wawancara adalah suatu pola dalam memulai komunikasi dengan tujuan

yang spesifik dan terarah dalam area tertentu. Dalam keperawatan, tujuan

utama dari wawancara yaitu untuk mengetahui riwayat kesehatan atau

keperawatan, mengidentifikasi kebutuhan kesehatan, factor-faktor, resiko

dan spesifik dari perubahan status kesehatan serta pola kehidupan klien,

dan untuk menjalin hubungan antara perawat dengan klien. Wawancara

dapat dilakukan dengan klien maupun orang terdekat klien. Penulis dalam

melakukan wawancara mendapatkan data bahwa Ny.S sesak nafas, resiko

cidera, dan kurang pengetahuan.


26

2. Pengamatan (observasi )

Pengamatan ialah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk

memperoleh data tentang masalah keperawatan. Dua hal yang perlu

diperhatikan dalam melakukan pengamatan yaitu tidak melakukan

stimulasi kepada klien, sehingga data hal yang diperoleh murni dan

melakukan seleksi serta interprestasi dari data yang diamati menyangkut

aspek bio, psiko, sosio dan spiritual klien.

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik

dengan memakai indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa

untuk mendeteksi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik

ini adalah untuk mengetahui bagimana kesehatan umum dari klien dan

untuk mengetahui juga apabila terdapat kelainan pada klien. Dalam

melakukan pemeriksaan fisik terhadap teknik dasar yang harus dipahami

menurut (Suciati 2014: 1-2), yaitu:

a. Inspeksi

Merupakan proses pengamatan atau observasi untuk mendeteksi

masalah kesehatan pasien. Inspeksi penulis lakukan pada saat

memeriksa kesadaran umum pasien yaitu pasien sadar penuh, mata

yaitu simetris, konjungtiva anemis, sclera anikterik, mata cekung,

lapang pandang baik, hidung simetris, terpasang canul oksigen,

pernafasan cuping hidung, penciuman baik. Mulut yaitu simetris,


27

mukosa bibir kering, gigi belum lengkap, pengecap baik, Telinga yaitu

simetris, tidak ada serumen, fungsi pendengaran baik. Leher tidak ada

pembesaran vena jugularis, dan JVP 3 cm, Jantung ictus cordis

tampak, Paru-paru kanan kiri berkembang simetris, tidak ada jejas,

tidak ada lesi dan pembesaran, abdomen tidak ada ascietas, bising usus

20 x/menit, Punggung simetris, tidak ada lesi, genetalia vagina

berlubang dan anus ada lubang. Ekstremitas tidak ada edema, tangan

lengkap terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm di tangan kiri, ROM tangan

aktif kanan kiri lengkap, ROM kaki aktif kanan kiri lengkap.

b. Palpasi

Merupakan pemeriksaan dengan bantuan indera peraba yaitu tangan

menentukan ketahanan, keelastisan, kekerasan, testur, dan mobilitas.

Palpasi penulis lakukan pada saat memeriksa jantung, ictus cordis

teraba di interkosta 4 midklavikula sinistra, paru-paru, tidak ada nyeri

tekan dan taktil fremitus teraba, tidak ada lesi dan pembesaran,

abdomen tidak ada nyeri tekan.

c. Perkusi

Pemeriksaan dengan melakukan ketukan pada bagian tubuh yang

diperiksa dengan ujung-ujung jari untuk mengetahui ukuran, batasan,

konsistensi organ-organ tubuh, dan mengetahui adanya cairan dalam

rongga tubuh. Perkusi penulis lakukan pada saat memeriksa jantung


28

yaitu pekak (batas jantung tak melebar), dada pada paru suaranya

sonor, dan abdomen tympani.

d. Auskultasi

Pemeriksaan dengan cara mendengarkan bunyi yang dihasilkan tubuh

melalui stetoskop, auskultasi penulis lakukan saat memeriksa jantung

terdengar regular kanan dan kiri, dada pada paru terdengar suara

melambat, abdomen terdengar bising usus 20x permenit.

Pengkajian Ny.S dilakukan pada tanggal 19 April 2016, kendala

penulis saat pengkajian adalah Ny.S verbalnya kurang sehingga komunikasi

dengan klien terganggu. Dari keluarga memberikan kepercayaan

sepenuhnya kepada ahli medis untuk menindak lanjuti sakit yang di derita

oleh Ny.S penulis memberikan dukungan pada keluarga Ny.S dengan

memberikan motivasi bahwa penyakit Ny.S bisa diatasi dengan tindakan

medis.

Kelebihan saat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien adalah keluarga

sangat kooperatif, keluarga pasien menjawab semua pertanyaan dari dokter

maupun perawat. Kelemahan dalam pengkajian penulis belum sepenuhnya

dapat mengkaji data pasien karena penulis tidak bisa 24 jam menemui

keluarga pasien. Kekurangan penulis dalam pengkajian adalah kurang

telitinya penulis dalam menentukan masalah yang ada pada pasien,


29

keterbatasan pengetahuan penulis mengenai data apa saja yang harus di kaji,

keterbatasan waktu dalam melakukan pengkajian.

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

Ketidakmampuan membersihan sekresi atau obstruksi dari saluran

nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. (Heather 2016 : 406).

Etiologi adalah perokok, benda asing dalam jalan nafas, spasme jalan

nafas, infeksi. (Heather 2016 : 406)

Tanda dan gejalanya adalah dyspnea, kesulitan verbalisasi, perubahan

frekuensi nafas, sianosis (Heather 2016 : 406).

Data yang ditemukan pada Ny.S adalah pasien lemah, Hb: 13.2 gr/dl,

TTV: S: 36,40C N: 88 x/menit RR: 24 x/menit, etiologi yang penulis

tetapkan pada masalah ini adalah penyakit, hal ini sesuai teori yang di

sampaikan (Heather 2016:406).

Diagnosa ini penulis tetapkan sebagai prioritas utama

berdasarkan teori konsep kebutuhan dasar manusia menurut Abraham

Maslow. Maslow (1943) menjelaskan kebutuhan manusia dibagi menjadi

lima tahapan yaitu: fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri,

dan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis biasanya menjadi prioritas

utama bagi klien dibanding kebutuhan yg lain. Kebutuhan fisiologis yaitu

oksigen, cairan, nutrisi, dan suhu. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
30

dapat terjadi pada epilepsi karena pada saat penulis melakukan asuhan

keperawatan pasien mengalami hipersalivasi sehingga menutup jalan

nafas terutama mulut dan tenggorokan (Hidayat, 2014:6)

Tujuan yang penulis tetapkan adalah ketidak efektifan bersihan

jalan nafas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam dengan kriteria hasil indikator untuk ketidak efektipan bersihan jalan

nafas adalah RR tetap normal (16 – 20x/menit), tidak ada hipersalivasi,

komplikasi, sepeti kejang yang menimbulkan hipersalivasi dapat

terhindari (Taylor dan Ralp 2010 : 101). Untuk mengatasi masalah

ketidak efektifan bersihan jalan nafas adalah penulis menetapkan rencana

keperawatan sebagai berikut:

a. Observasi tanda-tanda vital dengan rasional mengetahui keadaan pasien.

b. Anjurkan pasien untuk membersihkan mulut rasional dapat menurunkan

resiko sumbatan benda asing.

c. Letakan pasien pada posisi miring dengan permukaan datar rasional pasien

dapat mencegah terjadinya aspirasi

d. Melakukan suction rasional mengurangi hipersalivasi.

e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen rasional pasien

mendapatkan terapi oksigen sesuai kebutuhan.


31

Tindakan keperawatan yang penulis lakukan pada tanggal 19-21

april 2016 adalah mengukur tanda-tanda vital dan frekuensi nafas,

mengatur posisi miring, memberikan terapi sesuai jadwal injeksi fenitoin

300mg dengann 300 cc Nacl 0,9%.

Evaluasi penulis lakukan pada tanggal 21 april 2016 yaitu: S:

pasien dan keluarga Ny.S mengatakan Ny.S sesak nafas Ny.S berkurang,

O: pasien tampak rileks, RR 18x/menit, A: ketidak efektifan bersihan

jalan nafas teratasi sebagian, P: intervensi dilanjutkan, observasi jalan

nafas, berikan oksigen sesuai advis dokter. kekuatan yang penulis

dapatkan dari diagnosa diatas adalah pasien tampak rileks, RR 18x/menit.

Kelemahan yang penulis tetapkan dari diagnosa di atas adalah ketidak

efektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagina.

2. Resiko cidera berhubungan dengan aktifitas kejang yang tidak terkontrol.

Resiko cidera adalah rentan mengalami cidera fisik akibat

kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber

defensive individu, yang dapat mengganggu kesehatan (Heather

2016:412). Etiologi adalah eksternal: gangguan fungsi kognitif,

gangguan fungsi fsikomotor, hambatan fisik, internal: gangguan

mekanisme pertahanan primer, disfungsi efektor, gangguan orientasi

afektif, hipoksia jaringan. (Heather (2016:412)

Tanda dan gejalanya adalah perubahan warna pada bagian kulit

tertentu, adanya fraktur, nyeri akut ( Tarwoto dan Watonah,2011:41).


32

Data yang ditemukan pada Ny.S adalah klien tampak kejang-kejang 5

kali selama 5 menit, pasien tampak tidak kooperatif, dan resiko jatuh 45

(sedang).

Penulis menetapkan resiko cidera berhubungan dengan kejang

yang tidak terkontrol menjadi prioritas kedua karena gangguan rasa aman

merupakan kebutuhan kedua setelah kebutuhan fisiologis dalam teori

Hirarki Maslow. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan sekresi saliva ditangani terlebih dahulu karena merupakan

kebutuhan fisiologis utama oksigenasi (Hidayat, 2014:6)

Tujuan yang penulis tetapkan adalah resiko cidera teratasi

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria

hasil pasien terhindar dari cidera.

Untuk mengatasi masalah resiko cidera adalah penulis menetapkan

rencana keperawatan sebagai berikut :

a. Mengobservasi keadaan umum dan mengkaji faktor resiko yang

menyebabkan cidera dengan rasional mengetahui keadaan pasien dan

mengurangi resiko cidera.

b. Memposisikan pasien ditempat yang rendah dan datar dengan rasional

mengurangi resiko cidera parah.


33

c. Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan

ketika pasien kejang dengan rasional resiko cidera dapat teratasi.

d. Kolaborasi pemberian obat anti konvulsan dengan rasional mengurangi

resiko kejang berulang dan lama.

Rencana keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 19-

21 april 2016 adalah identifikasi faktor lingkungan yang menyebabkan

terjadinya resiko cidera, posisikan pasien di tempat yang rendah dan datar,

berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan

ketika pasien kejang, kolaboras pemberian obat anti konvulsan sesuai advis

dokter.

Evaluasi dilakukan pada tanggal 21 april 2016 diperoleh data

Subjektif (S): Ny. S dan keluarganya mengatakan kejang-kejang berkurang

dan resiko cidera dapat dapat diminimalisir, tidak terjadi cidera fisik,

pasien dalam kondisi aman data objektif (O): pasien tampak lebih nyaman,

pasien bebas dari cidera fisik, (A): resiko cidera teratasi sebagian, (P)

intervensi dilanjutkan, letakan pasien di tempat yang rendah dan datar,

kolab dengan dokter untuk pemberian obat anti konvulsan. Kekuatan yang

penulis tetapkan dari diagnosa diatas adalah pasien tampak lebih nyaman,

pasien bebas dari cidera fisik. Kelemahan yang penulis dapatkan dari

diagnosa diatas adalah resiko cidera teratasi sebagian,

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


34

Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan

dengan topik tertentu (Heather 2016:274). Etiologi adalah gangguan

fungsi kognitif, kurang informasi, kurang sumber pengetahuan. (Heather

2016:274)

Tanda dan gejalanya adalah kurang pengetahuan, ketidak

akuratan mengikuti perintah, perilaku tidak tepat. (Heather 2016:406)

Berdasarkan data di atas penulis simpulkan kurang pengetahuan adalah

kondisi dimana pasien tidak mengetahui tentang penyakitnya dan tindakan

apa yang harus dilakukan. Data yang ditemukan pada Ny.S dan

keluarganya adalah Ny.S dan ibunya hanya lulusan SD, pasien kurang

bergaul, waktu terjadi kejang keluarga panik tanpa tahu apa yang harus

dilakukan, dan ketika ada tindakan medis keluarga dan pasien tampak

bertanya-tanya mengenai penyakit Ny. S.

Tujuan yang penulis tetapkan adalah kurang pengetahuan teratasi setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil

pasien dan keluarganya bisa mengerti tentang penyakit pasien.

Kriteria hasil yang lain indikator untuk kurang pengetahuan pasien dan

keluarga mampu menjelaskan tentang penyakit pasien (Tarwoto dan

Watonah 2011:66)
35

Untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan adalah penulis

menetapkan rencana keperawatan sebagai berikut :

a. observasi pengetahuan pasien dengan rasional mengetahui

pengetahuan pasien

b. berikan pendidikan kesehatan tentang epilepsi dengan rasional

pasien dan keluarganya dapat mengerti tentang penyakit Ny.S

c. berikan pertanyaan tentang penyakit pasien dengan rasional agar

pasien dan keluarga dapat lebih mengerti tentang penyakit Ny.S.

d. kolaborasi dengan pasien dan keluarga untuk tindakan medis yang

diinginkan dengan rasional pasien dan keluarganya tidak bingung

ketika tim medis melakukan tindakan.

Tindakan keperawatan yang di mulai tanggal 19-21 april 2016

adalah mengobservasi KU pasien dan pengetahuan pasien, memberikan

pendidikan kesehatan, kolaborasi dengan keluarga untuk menentukan

pilihan tindakan.

Evaluasi di lakukan pada tanggal 21 april 2016, S: pasien dan keluarganya

mengatakan sudah mengerti tentang penyakit pasien, ketika ditanya pasien

dan keluarga dapat menjawab, O: pasien dan keluarga tidak kebingungan

lagi, A: masalah teratasi sebagian, P: Intervensi dipertahankan, lakukan

pendidikan kesehatan lagi bila perlu. Kekuatan yang penulis tetapkan dari

diagnosa diatas adalahpasien dan keluarga tidak kebingungan lagi, pasien


36

sudah mengerti tentang penyakitnya. Kelamahan yang penulis dapatkan

dari diagnosa diatas adalah masalah teratasi sebagian.

Anda mungkin juga menyukai