Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan

penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi

salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang

berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua

terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru

yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh

atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada

sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai

pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti

itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua.  sehingga

mungkin saja diare akan membahayakan anak. (anaksehat.blogdrive.com).

Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World

Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian

nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala

umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia

setiap tahunnya karena diare

Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria,

dan cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39

persen penderita mendapatkan penanganan serius. Di Indonesia sendiri, sekira

162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekira 460 balita setiap harinya

akibat diare. Daerah Jawa Barat merupakan salah satu yang tertinggi, di mana
2

kasus kematian akibat diare banyak menimpa anak berusia di bawah 5 tahun.

Umumnya, kematian disebabkan dehidrasi karena keterlambatan orangtua

memberikan perawatan pertama saat anak terkena diare.

Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan

iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan

makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F,

yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger.

Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan

memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010,

ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile

yang dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri

ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan.

(lifestyle.okezone.com).

Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat

ini masih tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun

atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2

pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap

anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun

Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya

mengatakan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004,

angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per

100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi

melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus


3

diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan

kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air

bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. (piogama.ugm.ac.id).

Sedangkan di Provinsi Riau Pada 27 maret 2008 tercatat Diare 182

kasus yang diakibatkan adanya banjir di Provinsi Riau. Adapun kecamatan

yang terkena banjir sebanyak 36 kecamatan, 164 desa, 29.950 Kepala

Keluarga atau 60.950 Jiwa

Sepintas diare terdengar sepele dan sangat umum terjadi. Namun, ini

bukan alasan untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa

membahayakan dan ternyata ada beberapa jenis yang menular.Diare

kebanyakan disebabkan oleh Virus atau bakteri yang masuk ke makanan atau

minuman, makanan berbumbu tajam, alergi makanan, reaksi obat, alkohol

dan bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu pula

sejumlah penyakit tertentu.

1.2  Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Diare.

1.2.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui konsep teori diare

2) Untuk mengetahui  asuhan keperawatan pada pasien dengan Diare.

3) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan diare

(pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi)


4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit

A. Definisi

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan

frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari

(Depkes RI, 2011).

Berikut ini adalah beberapa pengertian diare menurut para ahli, yaitu

suatu keadaan dimana :

a) Individu mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB yang normal,

ditandai seringnya kehilangan cairan dan feses yang tidak berbentuk

(Susan, 2005).

b) Defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau

lendir dalam tinja (Suharyono, 2004).

c) Bertambahnya jumlah atau berkurangnya konsistensi tinja yang

dikeluarkan (Pitono, 2006).

d) Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang

terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan

bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2010).

Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga

didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair

dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila
5

sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan

diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air  besar (Dewi, 2010).

Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian tersebut bahwa

diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair yang dapat disertai lendir atau darah dengan frekuensi

defekasi lebih dari 3 kali sehari dimana diare akut berlangsung kurang dari

dua minggu dan diare kronik berlangsung lebih dari dua minggu.

B. Etiologi

Menurut A. Aziz (2007), Etiologi diare dapat dibagi dalam

beberapa faktor,  yaitu :

1) Faktor infeksi

Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman)

yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang

dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan

daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas

dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi

intestinal dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri

juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus,

sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan

dan elektrolit akan meningkat.

a) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak.

b) Infeksi bakteri: oleh bakteriVibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.


6

c) Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

poliomyelitis), Adenovirus, Ratavirus, Astrovirus.

d) Infestasi parasit: oleh cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,

Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).

e) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat

pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA),Tonsilofaringitis,

Bronkopneumonia,Ensifalitis, keadaan ini terutama terdapat pada

bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

2) Faktor malabsorbsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan

tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan

elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus

sehingga terjadilah diare.

a) Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa,

dan sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan

galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi

laktosa.

b) Malabsorbsi lemak

c) Malabsorbsi protein

3) Faktor makanan

Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan

baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya


7

menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan

seperti makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.

4) Faktor psikologis

Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang

dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti : rasa takut

dan cemas.

C. Patofisiologi

Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan

faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya

mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang

kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus dan dapat

menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan

kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam

absorbsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan

menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa

mengalami iritasi yang kemudian akan meningkatkan sekresi cairan dan

elektrolit. Kedua faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam

melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, faktor

makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap

dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang

mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang

kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis dapat


8

memenuhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya

mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan

diare sehingga muncul masalah-masalah keperawatan seperti kekurangan

volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, perubahan pola

eliminasa BAB (diare), dan ansietas. (Hidayat. AA, 2006).


9

D. Tanda Dan Gejala

Menurut Widjaja (2006), tanda dan gejala penyakit diare pada anak

yaitu:

a. Anak menjadi cengeng atau gelisah.

b. Suhu badannya meninggi.

c. Tinja menjadi encer, berlendir, atau berdarah.

d. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.

e. Anusnya lecet.

f. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.

g. Muntah sebelum atau sesudah diare.

h. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)

i. Dehidrasi

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium penting dalam menegakkan diagnosis

(kausal) yang tepat, sehingga dapat memnerikan terapi yang tepat pula

(Suharyono, 2004). Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada anak dengan

diare, yaitu:

a. Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun mikroskopi

dengan kultur

b. Test malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (pH, Clini test), lemak,

dan kultur urine.


10

F. Komplikasi

Menurut Depkes RI (2001), akibat diare dan kehilangan cairan serta

elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai

berikut:

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).

b. Syok hipovolemik.

c. Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotoni otot lemah, dan bradikardi)

d. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi

enzim laktose.

e. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.

f. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare yang berlangsung

lama)

G. Pencegahan Diare

Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang

dapat dilakukan adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)

1. Perilaku Sehat

a. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat

makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk

dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup

untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada

makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI bersifat steril,

berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan

lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat


11

terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa

cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,

menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang

akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui

secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).Bayi harus disusui

secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari

kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil

ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI

mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya

antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut

memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru

lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali

lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai

dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah

tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko

tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya

gizi buruk.

b. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara

bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku

pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian

terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI

diberikan.
12

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan

pendamping ASI, yaitu:

Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan

dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan

setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan

lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan

semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta

teruskan pemberian ASI bila mungkin.

Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan

biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur,

ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran

berwarna hijau ke dalam makanannya.

Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak.

Suapi anak dengan sendok yang bersih.

Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat

yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan

kepada anak.

c. Menggunakan Air Bersih Yang cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan

melalui Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke

dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar

dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau

tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat

yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih


13

mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan

masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat

mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari

kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

 Ambil air dari sumber air yang bersih

 Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta

gunakan gayung khusus untuk mengambil air.

 Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk

mandi anak-anak

 Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

 Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air

yang bersih dan cukup.

d. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan

yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.

Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,

sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,

sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai

dampak dalam kejadian diare (Menurunkan angka kejadian diare

sebesar 47%).
14

e. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya

penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam

penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak

mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus

buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

 Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan

dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

 Bersihkan jamban secara teratur.

 Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak

berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula

menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi

harus dibuang secara benar.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga:

 Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

 Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah

di jangkau olehnya.

 Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja

seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

 Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci

tangan dengan sabun.


15

g. Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk

mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang

sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi

campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah

imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

2. Penyehatan Lingkungan

a. Penyediaan Air Bersih

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan

melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis,

penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka

penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak

diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk

untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah

terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup

disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup

bersih harus tetap dilaksanakan.

b. Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang

biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb.

Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan

gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap

dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu

pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan


16

penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus

dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan

sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan

sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan

sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.

c. Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus

dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan

penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi

syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat

menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus,

kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti

leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada

saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus

dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak

menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat

perindukan nyamuk.

2.2 Konsep AsuhanKeperawatan Pada Anak Dengan Diare

A. Pengkajian

a. Identitas

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,

umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang

tua, dan penghasilan.


17

b. Keluhan utama

Buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair

(diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi

ringan/sedang), BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare

berlangsung < 14 hari maka diare tersebut adalah diare akut,

sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare

persisten (Suriadi, 2010).

c. Riwayat penyakit sekarang

Menurut Suharyono (2004), yaitu:

1. Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan

mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan

timbul diare.

2. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.

Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.

3. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan

sifatnya makin lama makin asam.

4. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

5. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka

gejala dehidrasi mulai tampak.

6. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi

dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit

gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam

waktu 6 jam pada dehidrasi berat.


18

d. Riwayat Kesehatan

Menurut Suharyono (2004), yaitu:

1. Riwayat imunisasi terutama campak, karena diare lebih sering

terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau

yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai

akibat dari penurunan kekebalan pada pasien.

2. Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan (antibiotik)

karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab

diare.

3. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia di bawah

2 tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang

terjadi sebelum, selama, atau setelah diare.

e. Riwayat Nutrisi

Menurut Suharyono (2004), yaitu:

1. Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan dapat

mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.

2. Pemberian susu formula, apakah dibuat menggunakan air masak

dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak

bersih akan mudah menimbulkan pencemaran.

3. Perasaan haus, anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus

dan minum seperti biasa. Pada dehidrasi ringan/sedang anak

merasa haus dan banyak minum. Pada dehidrasi berat anak malas

minum atau tidak bisa minum.


19

f. Pemeriksaan Fisik

Menurut Suharyono (2004), yaitu:

1. Keadaan umum

a. Baik, sadar (tanpa dehidrasi).

b. Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).

c. Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat)

2. Berat badan

Menurut Nursalam (2005), anak yang diare dengan dehidrasi

biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut:

Tabel Tingkat Dehidrasi

Kehilangan Berat Badan Dalam %


Tingkat Dehidrasi
Bayi Anak Besar

Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)

Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)

Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)

Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan

saat anak dirawat di rumah sakit. Sedangkan di lapangan, untuk

menentukan dehidrasi, cukup dengan menggunakan penilaian

keadaan anak.

3. Kulit

Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan

turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut menggunakan

kedua ujung jari (bukan kuku). Apabila turgor kembali dengan


20

cepat (< 2 detik), berarti diare tersebut tanpa dehidrasi. Apabila

turgor kembali dengan lambat (= 2 detik), ini berarti diare dengan

dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (>

2 detik), ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.

4. Kepala

Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-

ubunnya biasanya cekung.

5. Mata

Anak yang diare tanpa dehidrasi bentuk kelopak matanya normal.

Apabila mengalami dehidrasi ringan/sedang kelopak matanya

cekung. Apabila mengalami dehidrasi berat kelopak matanya

sangat cekung.

6. Mulut dan Lidah

o Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi).

o Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang).

o Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).

7. Abdomen

o Kemungkinan distensi.

o Mengalami kram.

o Bising usus yang meningkat.

8. Anus

Apakah ada iritasi pada kulitnya karena frekuensi BAB yang

menigkat.
21

B. Diagnosa Keperawatan

1. Diare b.d factor psikologis  (tingkat stress dan   cemas tinggi), faktor 

situasional ( keracunan, penyalahgunaan laksatif,  pemberian makanan

melalui selang efek samping obat, kontaminasi, traveling), factor

fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit)

2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi,  

medikasi

3. Defisit cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam

mekanisme pengaturan.

4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi

5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya

6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang

menyenangkan.

7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi,

keterbatasan kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi

8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi

9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah

10. Pola nafas tidak efektif b.d  hiperventilasi

11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan

suplai oksigen
22

C. Rencana Keperawatan

N
DIAGNOSA  KEP NOC / TUJUAN NIC / INTERVENSI

1. Diare b.d faktor psikologis Setelah dilakukan tindakan perawatan Manajemen Diare (0460)

(stress, cemas), faktor selama … X 24 jam pasien tidak me- 1) Identifikasi faktor yang mungkin me-

situasional (kera-cunan, ngalami diare / diare berkurang, dengan nyebabkan diare (bakteri, obat, makanan,

kontaminasi, pem-berian criteria : selang makanan, dll )

makanan melalui selang, 2) Evaluasi efek samping obat

penyalahgunaan laksatif, efek Bowel Elemination (0501) 3) Ajari pasien menggunakan obat diare

samping obat, travelling, o Frekuensi bab normal < 3 kali / hari dengan tepat (smekta diberikan  1-2 jam

malab-sorbsi, proses infeksi, o Konsistensi feses normal (lunak dan setelah minum obat yang lain)

parasit, iritasi) berbentuk) 4) Anjurkan pasien / keluarga untuk men-catat

o Gerakan usus tidak me-ningkat (terjadi warna, volume, frekuensi, bau, konsistensi

tiap 10 -30 detik) feses.


23

o Warna feses normal 5) Dorong klien makan sedikit tapi sering

Batasan karakteristik : o Tidak ada lendir, darah (tambah secara bertahap)

o Bab > 3 x/hari o Tidak ada nyeri 6) Anjurkan klien menghindari makanan yang

o Konsistensi encer / cair berbumbu dan menghasilkan gas.


o Tidak ada diare

o Suara usus hiperaktif 7) Sarankan klien untuk menghindari ma-


o Tidak ada  kram
kanan yang banyak mengandung laktosa.
o Nyeri perut o Gambaran peristaltic tidak tampak
8) Monitor tanda dan gejala diare
o Kram o Bau fese normal (tidak amis, bau
9) Anjurkan klien untuk menghubungi pe-
busuk)
tugas setiap episode diare

10) Observasi turgor kulit secara teratur

11) Monitor area kulit di daerah perianal dari

iritasi dan ulserasi

12) Ukur diare / keluaran isi usus

13) Timbang Berat Badan secara teratur


24

14) Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala

diare menetap.

15) Kolaborasi dokter jika ada peningkatan

suara  usus

16) Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala

diare menetap.

17) Anjurkan diet rendah serat

18) Anjurkan untuk menghindari laksatif

19) Ajari klien / keluarga bagaimana meme-

lihara  catatan makanan

20) Ajari klien teknik mengurangi stress

21) Monitor keamanan preparat makanan


25

Manajemen Nutrisi (1100)

1) Hindari makanan yang  membuat alergi

2) Hindari makanan yang tidak bisa di-

toleransi  oleh klien

3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan kebutuhan kalori dan jenis

makanan yang dibutuhkan

4) Berikan makanan secara selektif

5) Berikan buah segar (pisang) atau jus buah

6) Berikan informasi tentang kebutuhan

nutrisi  yang dibutuhkan kien dan ba-

gaimana  cara makannya


26

Bowel Incontinence Care (0410)

1) Tentukan faktor fisik atau psikis yang

menyebabkan diare.

2) Terangkan penyebab masalah dan alasan

dilakukan tindakan.

3) Diskusikan prosedur dan hasil yang

diharapkan dengan klien / keluarga

4) Anjurkan klien / keluarga untuk  mencatat

keluaran feses

5) Cuci area perianal dengan sabun dan air dan

keringkan setiap setelah habis bab

6) Gunakan  cream di area perianal

7) Jaga tempat tidur selalu bersih dan kering


27

Perawatan Perineal (1750)

1) Bersihkan secara teratur dengan teknik

aseptik

2) Jaga daerah perineum selalu kering

3) Pertahankan klien pada posisi yang nyaman

4) Berikan obat anti nyeri / inflamasi dengan

tepat

2. Hipertermi b.d dehidrasi, Setelah dilakukan tindakan perawatan Pengaturan Panas (3900)

peningkatan metabolik, selama … X 24 jam suhu badan klien 1) Monitor suhu sesuai kebutuhan

inflamasi usus normal, dengan criteria : 2) Monitor  tekanan darah, nadi dan respirasi

3) Monitor suhu dan warna kulit

Batasan karakteristik : Termoregulasi (0800) 4) Monitor dan laporkan tanda dan gejala 

o Suhu tubuh > normal o Suhu kulit normal hipertermi


28

o Kejang o Suhu badan 35,9˚C-  37,3˚C 5) Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang

o Takikardi o Tidak ada sakit kepala adekuat

o Respirasi meningkat o Tidak ada nyeri otot 6) Ajarkan klien bagaimana mencegah panas

yang    tinggi
o Diraba hangat o Tidak ada perubahan war-na kulit
Berikan obat antipiretik
o Kulit memerah o Nadi, respirasi dalam ba-tas normal
7) Berikan obat  untuk mencegah atau
o Hidrasi adekuat
mengontrol  menggigil
o Pasien menyatakan   nya-man

o Tidak menggigil
Pengobatan Panas (3740)
o Tidak iritabel / gragapan /   kejang
1) Monitor suhu sesuai kebutuhan

2) Monitor IWL

3) Monitor suhu dan warna kulit

4) Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi

5) Monitor derajat penurunan kesadaran


29

6) Monitor kemampuan aktivitas

7) Monitor leukosit, hematokrit

8) Monitor intake dan output

9) Monitor adanya aritmia jantung

10) Dorong peningkatan intake cairan

11) Berikan cairan intravena

12) Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas

angin

13) Dorong atau lakukan oral hygiene

14) Berikan obat antipiretik untuk mencegah

pasien menggigil / kejang

15) Berikan obat antibiotic untuk mengobati

penyebab demam

16) Berikan oksigen


30

17) Kompres dingin diselangkangan, dahi dan

aksila bila suhu badan  39˚C atau lebih

18) Kompres hangat diselangkangan, dahi dan

aksila bila suhu badan  < 39˚C

19) Anjurkan klien untuk tidak memakai

selimut

20) Anjurkan klien memakai   baju berbahan

dingin, tipis dan menyerap keringat

Manajemen Lingkungan (6480)

1) Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi

2) Berikan tempat tidur dan kain / linen yang

bersih  dan nyaman

3) Batasi pengunjung
31

Mengontrol Infeksi (6540)

1) Anjurkan klien untuk mencuci tangan

sebelum makan

2) Gunakan sabun untuk mencuci tangan

3) Cuci tangan sebelum dan sesudah

melakukan  kegiatan perawatan

4) Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai

dengan  SOP

5) Berikan perawatan kulit di area yang odem

6) Dorong klien untuk cukup istirahat

7) Lakukan pemasangan infus dengan teknik

aseptik

8) Anjurkan klien minum antibiotik sesuai


32

advis dokter

 3. Defisit volume cairan b.d  Setelah dilakukan tindakan perawatan Monitor Cairan (4130)

intake kurang, kehilangan selama … X 24  jam kebutuhan  cairan dan


1) Tentukan riwayat jenis dan banyaknya
volume cairan aktif, kegagalan elektrolit adekuat, dengan kriteria :
intake cairan dan kebiasaan eleminasi
dalam mekanisme pengaturan
2) Tentukan faktor resiko yang menyebabkan
Hidrasi (0602)
ketidakseimbangan cairan (hipertermi, diu-
Batasan karakteristik : o Hidrasi kulit adekuat
retik, kelainan ginjal, muntah, poliuri, diare,
o Kelemahan o Tekanan darah dalam ba-tas normal
diaporesis, terpapar panas, infeksi)
o Haus o Nadi teraba 3) Menimbang BB secara teratur
o Penurunan turgor    kulit o Membran mukosa lembab 4) Monitor vital sign
o Membran mucus / kulit o Turgor kulit normal 5) Monitor intake dan output

kering o Berat badan stabil dan dalam batas 6) Periksa serum, elektrolit dan membatasi 

o Nadi meningkat, te-kanan normal cairan bila diperlukan

darah  menu-run, tekanan


33

nadi menurun o Kelopak mata tidak ce-kung 7) Jaga keakuratan catatan intake dan output

o Penurunan pengisian o Fontanela tidak cekung 8) Monitor membrane mukosa, turgor kulit

kapiler o Urin output normal dan  rasa  haus

o Perubahan status mental 9) Monitor warna dan jumlah urin


o Tidak demam

o Penurunan urin out-put 10) Monitor distensi vena leher, krakles,  odem
o Tidak ada rasa haus yang sangat

o Peningkatan konsen-trasi o perifer dan peningkatan berat badan.


Tidak ada napas pendek  / kusmaul
11) Monitor akses intravena
urin
12) Monitor tanda dan gejala asites
o Peningkatan suhu tubuh Balance Cairan (0601)
13) Catat adanya vertigo
o Hematokrit mening-kat o Tekanan darah normal
14) Pertahankan aliran infuse sesua advis dokter
o Kehilangan berat ba-dan o Nadi perifer teraba

mendadak. o Tidak terjadi ortostatik hypotension


Manajemen Cairan (4120)
o Intake-output seimbang dalam 24 jam
1) Timbang berat badan dan monitor ke-
o Serum, elektrolit dalam  batas normal.
cenderungannya.
34

o Hmt dalam batas normal 2) Timbang popok

o Tidak ada suara napas  tambahan 3) Pertahankan keakuratan catatan intake dan

o BB stabil output

4) Pasang kateter bila perlu


o Tidak ada asites, edema perifer
5) Monitor status hidrasi (kelembaban
o Tidak ada distensi vena leher
membrane mukosa, denyut nadi, tekanan
o Mata tidak cekung
darah)
o Tidak bingung
6) Monitor vital sign
o Rasa haus tidak berlebih-an
7) Monitor tanda-tanda overhidrasi / ke-
o Membrane mukosa lem-bab
lebihan cairan (krakles, edema perifer,
o Hidrasi kulit adekuat
distensi vena leher, asites, edema pulmo)

8) Berikan cairan intravena

9) Monitor status nutrisi

10) Berikan intake oral selama 24 jam


35

11) Berikan cairan dengan selang (NGT) bila 

perlu

12) Monitor respon pasien terhadap terapi

elektrolit

13) Kolaborasi dokter jika ada tanda dan gejala

kelebihan cairan

Manajemen Hipovolemia (4180)

1) Monitor status cairan  intake dan output

2) Pertahankan patensi akses intravena

3) Monitor Hb dan Hct

4) Monitor kehilangan cairan (muntah dan 

diare)

5) Monitor tanda vital


36

6) Monitor respon pasien terhadap perubahan

cairan

7) Berikan cairan isotonic  /  kristaloid (Na-Cl,

RL, Asering) untuk rehidrasi eks-traseluler

8) Monitor tempat tusukan intravena dari tanda

infiltrasi atau infeksi

9) Monitor  IWL (misalnya : diaporesis)

10) Anjurkan klien untuk menghindari meng-

ubah  posisi dengan cepat, dari tidur ke

duduk atau berdiri

11) Monitor berat badan secara teratur

12) Monitor tanda-tanda  dehidrasi ( turgor kulit

menurun, pengisian kapiler lambat,

membrane mukosa kering, urin output


37

menurun, hipotensi, rasa haus meningkat,

nadi lemah.

13) Dorong intake oral (distribusikan cairan

selama  24 jam dan beri cairan diantara

waktu makan)

14) Pertahankan aliran infus

15) Posisi pasien Trendelenburg / kaki elevasi

lebih tinggi dari kepala ketika hipotensi jika

perlu

Monitoring Elektrolit (2020)

1) Monitor elektrolit serum

2) Kolaborasi dokter jika ada ketidak-

seimbangan elektrolit

3) Monitor tanda dan gejala ketidak-


38

seimbangan elektrolit (kejang, kram perut,

tremor, mual dan muntah, letargi, cemas,

bingung, disorientasi, kram otot, nyeri

tulang, depresi pernapasan, gangguan ira-

ma jantung,  penurunan kesadaran :   apa-

tis, coma)

Manajemen Elektrolit (2000)

1) Pertahankan cairan infuse yang me-ngandung

elektrolit

2) Monitor kehilangan elektrolit lewat suc-tion

nasogastrik, diare, diaporesis

3) Bilas NGT dengan normal salin

4) Berikan diet makanan yang kaya kalium


39

5) Berikan lingkungan yang aman bagi klien

yang mengalami gangguan neurologis atau

neuromuskuler

6) Ajari klien dan keluarga tentang tipe,

penyebab, dan pengobatan ketidakse-

imbangan elektrolit

7) Kolaborasi dokter bila tanda dan gejala

ketidakseimbangan elektrolit menetap.

8) Monitor respon klien terhadap terapi

elektrolit

9) Monitor efek samping pemberian su-plemen

elektrolit.

10) Kolaborasi dokter pemberian obat yang 

mengandung elektrolit (aldakton, kalsium


40

glukonas, Kcl).

11) Berikan suplemen elektrolit baik lewat oral, 

NGT, atau infus sesuai advis dokter


41

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

      Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa

darah atau lendir dalam tinja. Diare juga dapat diartikan sebagai suatu

keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan

yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan

bentuk encer atau cair.

            Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak

normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat

disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya

proses inflamasi pada lambung atau usus.

3.2 Saran

Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada klien yang mengalami

Diare ini diharapkan mahasiswa untuk lebih bisa memahami, mengetahui dan

mengerti tentang cara pembuatan asuhan keperawatan pada klien yang

mengalami Diare.
42

DAFTAR PUSTAKA

Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in


Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.
Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu
Keperawatan komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan
Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga.
Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF
BACTERIAL PATHOGENS ASSOCIATED WITH DIARRHEAL
PATIENTS IN INDONESIA. Am. J. Trop. Med. Hyg., 68(6) pp. 666–
670.
The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada
www.healthinfotranslations.com

Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM.


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai