Anda di halaman 1dari 158

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS

PARU DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN


JALAN NAPAS DI RUMAH SAKIT KHUSUS PARU
PROVINSI SUMATERA SELATAN
TAHUN 2019

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

IRA PITRIA
(NIM : PO.71.20.1.16.083)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN 2019
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS
PARU DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAPAS DI RUMAH SAKIT KHUSUS PARU
PROVINSI SUMATERA SELATAN
TAHUN 2019

Diajukan Kepada Poltekkes Kemenkes Palembang Untuk


Memenuhi Salah Satu Persyaratan memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan

Oleh :

IRA PITRIA
(NIM : PO.71.20.1.16.083)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN 2019
iii
iv
v
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikumWr. Wb.

Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “Implementasi Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis
Paru dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas di Rumah Sakit
Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019”
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai persyaratan kelulusan pada Program
Studi keperawatan Diploma  III Poltekkes Kemenkes Palembang. Dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat saran, dorongan, bimbingan serta
keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan pengalaman yang tidak
dapat diukur secara materi, namun dapat membukakan mata penulis bahwa
sesungguhnya pengalaman dan pengetahuan tersebut adalah guru yang terbaik bagi
penulis. Oleh karena itu dengan segala hormat dan kerendahan hati perkenankanlah
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Muhammad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes, sebagai Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Palembang.
2. Ibu Devi Mediarti, S.Pd, S.Kep, M.Kes, sebagai Ketua Jurusan Keperawatan
Palembang, mencakup Ketua Prodi DIII Jurusan Keperawatan Palembang, serta
selaku pembimbing I yang telah sabar dan telah meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Ibu Ns. Sri Endriyani, S.Kep, M.Kep, selaku pembimbing II yang telah sabar
dan telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan saran sehingga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.
4. Bapak Sulaiman, S.Pd, S.Kep, M.Pd, M.Kes, selaku dosen penguji I Karya Tulis
Ilmiah.
5. Bapak Ns. Sumitro Adi P, S.Kep, M.Kes, selaku dosen penguji II Karya Tulis
Ilmiah.
6. Ibu Sri Martini, S.Kep, M.Kes, selaku dosen penguji III Karya Tulis Ilmiah.
7. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungannya selama
ini.

vi
8. Seluruh staf dosen, dan staf karyawan/wati Prodi D.III Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan mendidik penulis sehingga mampu menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
9. Teman-teman angkatan 49 Prodi D.III Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Palembang, yang telah berjuan bersama dan saling
mendukung dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
1. Adek Okta Lega Desyawan dan Aisyah Lestari yang telah senantiasa
mencurahkan semangatnya kepada penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan
keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis miliki.
Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut tidak menutup diri
terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat konstruktif bagi diri
penulis.
Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, institusi pendidikan
dan masyarakat luas.Aamiin

Wassalamu ‘alaikumWr.Wb.

Palembang, 14 Juni 2019

Penulis

vii
ABSTRAK

Pitria, Ira.(2019). Implementasi Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru


Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Rumah Sakit
Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019. Program Diploma
III Keperawatan, Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Palembang. Pembimbing (1) : Hj. Devi Mediarti, S.Pd, S.Kep, M.Kes.
Pembimbing (2) : Ns. Sri Endriyani, S.Kep, M.Kep

Latar belakang: Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit infeksi saluran
pernapasan manusia bagian bawah yang menular yang disebabkan oleh bakteri
mikrobacterium tuberculosis. Tujuan umum dari penelitian ini untuk mendapatkan
gambaran pelaksanaan implementasi keperawatan pada pasien tuberkulosis paru
dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas menggunakan proses
keperawatan.
Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik untuk mengeksplorasi
implementasi keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi dan dokumentasi. Metode pengumpulan data kualitatif
berupa wawancara dan studi dokumen. Subjek penelitian pada studi kasus ini adalah
2 orang pasien rawat inap tuberkulosis paru.
Hasil: Setelah dilakukan implementasi keperawatan yang sama terhadap kedua
pasien selama 3 hari kesimpulan yang didapat yaitu frekuensi napas pasien kembali
normal setelah diberikan posisi semi fowler, dan kedua pasien menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan pengeluaran sekret dan sakit saat batuk sedikit berkurang,
di dapatkan hasil pada kedua pasien yaitu masalah teratasi sebagian dikarenakan
pasien masih bedrest dan intervensi dilanjutkan oleh pihak rumah sakit.
Kesimpulan: Melihat hasil penelitian ini, maka perlu adanya penerapan
berkelanjutan terhadap implementasi yang telah penulis lakukan terhadap pasien
tuberkulosis paru dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

Kata Kunci : Sputum, batuk efektif, semi fowler

viii
ABSTRACT

Pitria, Ira.(2019). Nursing Implementation of Pulmonary TuberculosisPatients


with Ineffective Airway Clearance Problems in Rumah Sakit Khusus Paru
Provinsi Sumatera Selatan 2019. Nursing Diploma III Program.
Departmen of Nursing. Polytechnic of the Ministry of Health Palembang.
Advisor (1): Hj. Devi Mediarti, S.Pd, S.Kep, M.Kes. Advisor (2): Ns. Sri
Endriyani, S.Kep, M.Kep

Background: Lung tuberculosis is one of the lower human respiratory tract


infections caused by microbacterium tuberculosis bacteria. The general objective of
this study is to get a discussion on the implementation of nursing in pulmonary
tuberculosis patients with problems with the ineffectiveness of airway clearance
using the nursing process.
Method: The design of this study is descriptive analytical to discuss nursing
implementation in patients with pulmonary tuberculosis with problems with
ineffective airway clearance. The recommendations used are nursing care that
includes assessment, nursing, planning, implementation, and evaluation. The
qualitative data collection method consists of interviews and document studies. The
research subjects in this case study were 2 inpatients with pulmonary tuberculosis.
Results: After the same nursing was carried out on both patients during the 3 days
the conclusions were obtained, namely the breathing frequency of the patients
returned to normal after being given a semi-fowler position, and both patients
showed increased ability to increase secretions and pain when coughing decreased,
the results of both patients experiencing problems partly because the patient is still
sleeping and intervention from the hospital.
Conclusion: Looking at the results of this study, it is necessary to implement the
implementation of lung tuberculosis patients with ineffective airway cleaning
problems.

Keywords: Sputum, effective cough, semi fowler

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN


HALAMAN SAMPUL DALAM
LEMBAR KEASLIAN TULISAN..............................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................v
KATA PENGANTAR..................................................................................vi
ABSTRAK (INDONESIA)..........................................................................viii
ABSTRAK (INGGRIS)................................................................................x
DAFTAR ISI.................................................................................................xii
DAFTAR SKEMA........................................................................................xv
DAFTAR TABEL.........................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan Studi Kasus.................................................................. 3
1.4 Manfaat Studi Kasus................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 5
2.1 Konsep Tuberkulosis Paru....................................................... 5
2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru............................................ 5
2.1.2 Anatomi Fisiologi.......................................................... 5
2.1.3 Etiologi.......................................................................... 7
2.1.4 Klasifikasi...................................................................... 7
2.1.5 Patofisiologi................................................................... 8
2.1.6 Manifestasi Klinis.......................................................... 12
2.1.7 Komplikasi..................................................................... 12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang................................................. 13
2.1.9 Penatalaksanaan............................................................. 14

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................. 16


2.2.1 Pengkajian...................................................................... 16
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.................................................. 19
2.2.3 Intervensi Keperawatan................................................. 19
2.2.4 Implementasi Keperawatan........................................... 28
2.2.5 Evaluasi.......................................................................... 28

x
2.3 Konsep Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Napas.......................................................................................29
2.3.1 Definisi..........................................................................29
2.3.2 Penyebab........................................................................29
2.3.3 Macam Sumbatan Jalan Napas......................................29
2.3.4 Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diagnosa
Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas.....................................................................30

2.4 Implementasi Keperawatan pada Bersihan Jalan Napas


Inefektif....................................................................................31
2.4.1 Tindakan Mandiri..........................................................31
2.4.2 Tindakan Kolaborasi......................................................34

BAB III METODELOGI STUDI KASUS.................................................37


3.1 Rancangan Studi Kasus............................................................37
3.2 Kerangka konsep .....................................................................37
3.3 Definisi istilah..........................................................................37
3.4 Subyek Studi Kasus.................................................................38
3.5 Fokus Studi Kasus....................................................................38
3.6 Tempat Dan Waktu .................................................................38
3.7 Instrumen dan metode pengumpulan data...............................38
3.8 Analisis dan Penyajian Data....................................................39
3.9 Etika Studi Kasus.....................................................................39

BAB IV HASIL STUDI KASUS.................................................................41


4.1 Profil Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Selatan................41
4.1.1 Gambaran Geografis Rumah Sakit................................41
4.1.2 Sejarah Singkat Rumah Sakit........................................41
4.1.3 Landasan Hukum...........................................................42
4.1.4 Visi dan Misi..................................................................43
4.1.5 Fasilitas dan Prasarana...................................................43

4.2 Karakteristik Subyek Penelitian...............................................45

4.3 Hasil Studi Kasus.....................................................................45


4.3.1 Pengkajian......................................................................45
4.3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................58
4.3.3 Intervensi Keperawatan.................................................60
4.3.4 Implementasi Keperawata.............................................64
4.3.5 Evaluasi Keperawatan...................................................85

BAB V PEMBAHASAN..............................................................................89
5.1 Memberikan Posisi Semi Fowler.............................................90
5.2 Mengajarkan Teknik Napas Dalam dan Batuk Efektif............92
5.3 Kolaborasi Pemberian Terapi Obat..........................................95

xi
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN......................................................96
6.1 Kesimpulan..............................................................................96
6.2 Saran........................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
LAMPIRAN

DAFTAR SKEMA

xii
Skema 2.1 Pathway Tuberkulosis Paru.......................................................... 10
Genogram....................................................................................................... 49

DAFTAR TABEL

xiii
Tabel 2.1 Efek samping ringan OAT............................................................. 35
Tabel 2.2 Efek samping berat OAT................................................................ 36
Tabel 4.1 Identitas dan Hasil Anamnesis Pasien Tuberkulosis Paru............. 45
Tabel 4.2 Pemeriksaan Fisik Pada Pasien Tuberkulosis Paru........................ 50
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Diagnostik Pasien Tuberkulosis Paru.............. 53
Tabel 4.4 Hasil Analisis Data Pasien 1.......................................................... 55
Tabel 4.5 Hasil Analisis Data Pasien 2.......................................................... 56
Tabel 4.6 Intervensi Keperawatan Pasien 1................................................... 60
Tabel 4.7 Intervensi Keperawatan Pasien 2................................................... 62
Tabel 4.8 Implementasi Keperawatan Pasien 1 hari ke-1.............................. 64
Tabel 4.9 Implementasi Keperawatan Pasien 1 hari ke-2.............................. 68
Tabel 4.10 Implementasi Keperawatan Pasien 1 hari ke-3............................ 71
Tabel 4.11 Implementasi Keperawatan Pasien 2 hari ke-1............................ 74
Tabel 4.12 Implementasi Keperawatan Pasien 2 hari ke-2............................ 78
Tabel 4.13 Implementasi Keperawatan Pasien 2 hari ke-3............................ 81
Tabel 4.14 Evaluasi Keperawatan Pasien 1.................................................... 85
Tabel 4.15 Evaluasi Keperawatan Pasien 2.................................................... 87

DAFTAR GAMBAR

xiv
Gambar 2.1 Anatomi Paru.............................................................................. 5

DAFTAR LAMPIRAN

xv
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Judul
Lampiran 2 Lembar Konsultasi Pembimbing Utama
Lampiran 3 Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping
Lampiran 4 Lembar Format Pengkajian
Lampiran 5 Lembar Standar Operasional Prosedur
Lampiran 6 Lembar Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 7 Leaflet
Lampiran 8 Surat Izin Studi Kasus

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis (Dahlia & Soedirman, 2017). Bakteri ini
berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal dengan Basil Tahan
Asam (BTA). Angka kejadian TB Paru di dunia saat ini diperkirakan masih
menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014.
(Mahmudah, Cahyati, & Wahyuningsih, 2013).
Gejala dini dan sering dikeluhkan ialah batuk yang terus menerus dengan
disertai penumpukan sekret disaluran pernapasan bawah. Batuk yang dilakukan
pada penderita TB Paru merupakan batuk yang inefisien dan membahayakan.
Akibat yang ditimbulkan dari batuk yang inefisien ialah adanya cedera pada
struktur paru-paru yang halus dan batuk pun akan semakin parah dan
mengakibatkan sarang penyakitnya pecah dan keluar darah. (Alsogaff, 2002
dalam Kristiani, 2008). Apabila tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan
komplikasi yaitu hemoptisis berat, kolaps paru, bronkiektasis, dan pneumotorak,
serta juga menyebabkan penyebaran infeksi ke organ lain. (Wahid & Suprapto,
2013). Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang kronik,
maka akan berakhir dengan kematian. (Harrison, 2015)
Berdasarkan data World Health Organitation (WHO) tahun 2015 tercatat 9,6
juta kasus tuberculosis paru di dunia dan 58% kasus terjadi di daerah Asia
Tenggara dan Afrika. Tiga negara dengan insidensi kasus terbanyak tahun 2015
yaitu India (23%), Indonesia (10%), dan China (10%). Indonesia sekarang berada
pada ranking kedua negara dengan beban tuberculosis tertinggi di dunia.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia penderita tuberkulosis paru di
Indonesia sudah ditemukan sebesar 298.128 kasus yang tersebar pada 34 provinsi.
Terdapat 3 provinsi dengan urutan tertinggi kasus tuberkulosis paru di Indonesia
yakni Jawa Barat sebanyak 52.328 kasus, Jawa Timur sebanyak 45.239 kasus,
Jawa Tengah sebanyak 28.842 kasus. (Profil Kesehatan Indonesia, 2016).

1
2

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan jumlah penderita


Tuberkulosis pada tahun 2015 sebanyak 9.338 kasus, tahun 2016 sebanyak 9.549
kasus, tahun 2017 sebanyak 11.107 kasus.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Palembang dalam kurun waktu 5
tahun dari tahun 2011-2015 yaitu, tercatat ada 2.109 kasus TB Paru di tahun 2011,
kemudian di tahun 2012 terjadi penurunan yaitu 1.329 kasus, lalu di tahun 2013
mengalami kenaikan menjadi 1.474 kasus TB Paru, dan di tahun 2014 kembali
naik hingga tercatat ada 1.972 kasus, dan di tahun 2015 mengalami penurunan
yaitu tercatat ada 1.305 kasus. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa
penemuan kasus baru TB Paru tertinggi tahun 2011 sebanyak 2.109 kasus dan
terendah tahun 2015 sebanyak 1.305 kasus (Dinkes Kota Palembang , 2015).
Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera
Selatan ditemukan data penderita TB pada tahun 2016 sebanyak 129 orang,
diantaranya 59 orang tuberkulosis paru lainnya, 48 orang tuberkulosis paru
dengan BTA (+), 22 orang tuberkulosis alat napas (Profil Rumah Sakit Khusus
Paru Sumatera Selatan, 2016).
Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien TB paru diantaranya
bersihan jalan napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, dan kurang pengetahuan. Salah satu
masalah yang paling sering mengganggu adalah bersihan jalan napas tidak efektif
yang disebabkan oleh penumpukan sekret, spasme pada jalan napas (Francis, 2008
dalam Fadlurrohman, 2015).
Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan dalam
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga
bersihan jalan napas. Batasan karakterisitik dari ketidakefektifan bersihan jalan
napas adalah batuk yang tidak efektif, penurunan irama napas, dan sianosis
gelisah (NANDA, 2008).
Berdasarkan penelitian Pranowo (2012), membuktikan bahwa latihan batuk
efektif sangat efektif dalam pengeluaran sputum dan membantu membersihkan
sekret pada jalan napas serta mampu mengatasi sesak napas pada pasien TB paru
di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Penelitian Wiji Mulyani
(2017), membuktikan bahwa didapatkan hasil evaluasi pada kelima pasien setelah

Poltekkes Kemenkes Palembang


3

dilakukan batuk efektif selama 3 hari yaitu jalan napas efektif dan sesak napas
berkurang, dahak yang sebelumnya tidak dapat keluar setelah dilakukan batuk
efektif dahak dapat keluar, dan produksi sputum berkurang di ruang Cendana
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Menurut Wong (2008) manifestasi klinis pada Tuberkulosis Paru yaitu
terjadinya demam, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, batuk ada atau
tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu sampai berbulan
– bulan), peningkatan frekuensi pernapasan, ekspansi buruk pada tempat yang
sakit , bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi, demam
persisten. Manifestasi gejala yang umum seperti pucat, anemia, kelemahan, dan
penurunan berat badan.
Berdasarkan data yang dikumpulkan di atas, Penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Implementasi Keperawatan Pada Pasien
Tuberkulosis Paru dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas di
Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Implementasi Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru
Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas di Rumah Sakit Khusus
Paru Provinsi Sumatera Selatan tahun 2019 ?

1.3 Tujuan Studi Kasus


1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran pelaksanaan implementasi keperawatan pada pasien
tuberkulosis paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas di Rumah
Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan tahun 2019 menggunakan proses
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan tindakan keperawatan
mengatur posisi semifowler/fowler pada pasien tuberkulosis paru
dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.

Poltekkes Kemenkes Palembang


4

b. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan tindakan keperawatan


melatih teknik napas dalam dan batuk efektif pada pasien tuberkulosis
paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.
c. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan tindakan keperawatan
kolaborasi pemberian obat oral pada pasien tuberkulosis paru dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.

1.4 Manfaat Studi Kasus


1.4.1 Manfaat bagi Pasien / Keluarga
Mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik mengenai implementasi
keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2019.
1.4.2 Manfaat bagi Lahan Penelitian
Dapat memberikan informasi dan sebagai bahan masukkan bagi rumah sakit
dalam pemberiani implementasi keperawatan tuberkulosis paru dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2019.
1.4.3 Manfaat bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi sumber bacaan dan informasi pada mata kuliah keperawatan
medical bedah serta menambah pengetahuan pembaca mengenai implementasi
keperawatan tuberkulosis paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan tahun 2019.
.

Poltekkes Kemenkes Palembang


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tuberkulosis Paru

2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru

Menurut Hood Alsagaff (1995) Tuberkulosis atau Tb adalah penyakit


infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkolusis paru adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkulosis
yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang
sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer
dari ghon (Wijaya & Putri, 2013) .
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru, disebabkan oleh Mikrobacterium tuberkulosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
(Somantri, 2012).
Jadi, Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan
manusia bagian bawah yang menular dan disebabkan oleh basil bakteri
mikrobacterium tuberculosis.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Paru


Somantri, 2008

5
6

Paru-paru terletak dalam rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh


struktur tulang selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu skat yang
disebu diagfragma. Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru
kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh
jantung dan pembuluh besar serta struktur-struktur lain didalam rongga dada.
Selaput yang membungkus yang disebut pleura.
Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleura itu sendiri. Pada keadaan
normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-paru kembang kempis, dan
juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan
pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada
gerakan napas.
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri atas tiga
geambir (lobus) yaitu gelambir atas (lobus superior), gelambir tengah (lobus
medius), dan gelambir bawah (lobus inverior). Sedangkan paru-paru kiri terdiri
atas dua gelambir yaitu gelambir atas (lobus superior) dan gelambir bawah (lobus
inverior). Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu lima buah segmen pada lobus
superior, dan 5 buah segmen pada lobus inverior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada superior, 2 buah segmen pada lobus medial,
dan 3 buah segmen pada lobus inverior. Tiap-tiap segmen terbagi lagi menjadi
belahan-beahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dan lainnya dibatasi
oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan syaraf dalam pada
tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkeolus. Didalam lobulus, bronkeolus ini
bercabang-cabang yang disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0.2 sampai 0.3 mm.
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembng (gelembung hawa, alveoli, atau alveolus). Pada gelombang ini lah
terjadi pertukaran udara dalam darah O2 masuk kedalam darah dan Co2
dikeluarkan dalam darah. Gelembung alveoli terdiri ini terdiri dari sel-sel epitel
dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m2 .
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700 juta buah. Ukurannya
berfariasi, tergantung pada lokasi anatomisnya, semakin negatifnya tekanan

Poltekkes Kemenkes Palembang


7

intrapleura diapeks, ukuran alveolus akan semakin besar. Ada 2 tipe sel alveolus.
Tipe satu berukuran besar, datar berbentuk skuamosa, bertanggung jawab untuk
pertukaran udara. Sedangkan tipe 2, yaitu pneumosit glanular, tidak ikut serta
dalam pertukaran udara, sel-sel tipe 2 ini lah yang berproduksi surfaktan, yang
melapisi alveolus dan mencegahnya kolaps alveolus.

2.1.3 Etiologi

Menurut Win de jong, dalam Nurarif dan Kusuma (2015), penyebab


tuberculosis adalah Mikobacterium tuberkulosis, basil ini tidak berspora sehingga
mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam mikrobakteria tuberkulosis yaitu Tipe Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe
Bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tubercolosis usus. Basil
Tipe Human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara berasal dari
penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya.
Penyakit ini disebabkan oleh Mikrobacterium tuberkulosis. Bakteri atau
kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4µm dan tebal 0.3-0,6µm.
Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam
dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob
yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki
kandungan oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi
pada penyakit tuberkulosis. (Somantri, 2012)

2.1.4 Klasifikasi TB Paru


Ada beberapa klasifikasi penyakit Tuberkulosis Paru, diantaranya menurut
(Padila, 2013) yaitu :

a. Kategori 0 : Tidak pernah terpapar atau terinfeksi, riwayat kontak


negatif, dan tes tuberkulin negatif.
b. Kategori I : Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi, riwayat atau
kontak dengan penderita TB negatif, tes tuberkulin negatif.
c. Kategori II : Terinfeksi TB tapi tidak sakit, tes tuberculin positif, dan
radiologis serta sputum negative.

Poltekkes Kemenkes Palembang


8

d. Kategori III : Terinfeksi dan sputum positif.

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,


radiologik dan riwayat penyakit sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena
merupakan salah satu factor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai
dengan program Gerdunan P2TB, klasifikasi penyakit Tuberculosis Paru dibagi
sebagai berikut (Wijaya & Putri, 2013) :
a. TB Paru BTA positif dengan kriteria :
1) Dengan atau tanpa gejala klinik.
2) BTA positif, mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1
disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru.
b. TB Paru BTA negatif dengan kriteria :
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru
aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologic positif.
c. Bebas TB dengan kriteria :
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan ) negatif.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukka
serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

2.1.5 Patofisiologi

Seseorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium tuberculosis akan


menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan napas ke alveoli, dimana pada
daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa
juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,tulang,
korteks serrebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). (Somantri, 2012).
Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik
terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.

Poltekkes Kemenkes Palembang


9

Reaksi jaringan ini mengakibatkann terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan


terjadila bronkopneumonia. Infeksi awal biasanyan timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar. (Somantri, 2012).
Massa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang
hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding.
Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
massa tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan
bakteri menjadi nekrotik, membentuk perkijuan ( necrotizing caseosa ). Setelah
itu akan terbentuk klasifikasi, membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-
aktif. (Somantri, 2012).
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respons
sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat infeksi
ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada kasus ini terjadi ulserasi
pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi
mengalami proses penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan
tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi oleh sel
epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda dan akhirnya
membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel. (Somantri, 2012).

Poltekkes Kemenkes Palembang


10

Pathway Tuberkulosis Paru

Masuk lewat jalan


Microbacterium Droplet napas
Tuberkulosa
Menempel pada paru

Keluar dari tracheobionchial Dibersihkan Menetap di jaringan


bersama sekret oleh makrofag paru

Mempengaruhi hipothalamus
Terjadi proses

Mempengaruhi hipothalamus
Pengeluaran zat Tumbuh dan
berkembang di
Mempengaruhi sel Hipertermi sitoplasma makrofag

Sarang primer/afek
primer (focus ghon)

Kompleks primer Limfangitis lokal Limfadinitas regional

Penyebar ke organ lain (paru Sembuh sendiri Sembuh dengan


lain, saluran pencernaan, tanpa pengobatan bekas fibrosis
tulang melalui media
(bronchogen percontinuitum,
hematogen, limfogen)

Radang tahunan di bronkus Pertahanan primer tidak adekuat

Berkembang menghancurkan Pembentukan Kerusakan


jaringan ikat sekitar tuberkel membrane alveolar

Poltekkes Kemenkes Palembang


11

Bagian tengah nekrosis Pembentukan sputum Menurunnya


berlebihan permukaan efek
paru
Membentuk jaringan keju
Ketidak efektif
bersihan jalan napas Alveolus
Sekret keluar saat batuk

Alveolus
Batuk produktif (batuk terus menerus) mengalami
konsolidasi &
eksudasi

Droplet infection Batuk berat


Gangguan
pertukaran gas
Terhirup orang sehat Distensi abdomen

Resiko infeksi Mual, muntah

Intake nutrisi kurang

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Skema 2.1
Sumber : ( Nurarif & Kusuma, 2015 )

Poltekkes Kemenkes Palembang


12

2.1.6 Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya dan Putri (2013), tuberkulosis paru merupakan penyakit


yang memiliki kemiripan dengan penyakit lain dan memiliki gejala yang sama
yaitu malaise dan demam, makanya sering disebut “The great imitator.” Makanya
gejalanya kadang dianggap biasa saja dan bahkan terkadang tidak memiliki gejala
yang pasti. Tanda dan gejala tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan,
yakni:
a. Gejala respiratorik
1) Batuk: gangguan yang sering dirasakan. Dari kering hingga berdahak
bahkan bercampur dengan darah bila ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah: darah yang keluar kadang berbentuk garis, bercak-bercak,
gumpalan darah atau darah segar yang banyak. Banyaknya darah
tergantung besarnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas: terjadi apabila parenkim sudah luas kerusakannya dan
ada hal lain yang menyebabkan seperti penumpukkan cairan,
pneumothorak, efusi pleura dan gangguan lainnya.
4) Nyeri dada terjadi apabila sistem persyarafannya ikut terkena dan
termasuk nyeri yang ringan.
b. Gejala sistemik
1) Demam: naiknya suhu badan dari batas normal yang biasanya datang
pada sore dan malam hari, hilang timbul dan lama-lama
berkepanjangan.
2) Keringat malam, berat badan menurun, anoreksia, serta malaise.

2.1.7 Komplikasi

Menurut Zulkifli Amin dan Asril bahar, dalam Sudoyo, Aru W.dkk (2014),
penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncet’s arthropathy

Poltekkes Kemenkes Palembang


13

b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi


Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal.472), dalam Nurarif dan Kusuma (2015),
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan tuberculosis paru
adalah :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70 % pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
b. Tes PAP
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
c. Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secra spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
e. Becton Dickinson diagnostic instrument sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh mikrobakterium tuberculosis.
f. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam
jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.
g. Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral.

Poltekkes Kemenkes Palembang


14

h. Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :


1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal
lobus bawah.
2) Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular ).
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
5) Adanya klasifikasi.
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
7) Bayangan millie

2.1.9 Penatalaksanaan

Menurut Somantri (2012), penatalaksaan yang diberikan bisa berupa metode


preventif dan kuratif yang meliputi cara-cara seperti berikut ini :

a. Penyuluhan
b. Pencegahan
c. Pemberian obat-obatan, seperti :
1) OAT (Obat Anti – Tuberkulosis);
2) Bronkodilator;
3) Ekspektoran;
4) OBH; dan
5) Vitamin.
d. Fisioterapi dan rehabilitasi.
e. Konsultasi secara teratur.

Obat-obat Anti-Tuberkulosis
a. Isoniazid (INH/H)
Dosis : 5 mg/KgBB, per oral.
Efek samping : peripheral neuritis, hepatitis, dan hipersensitivitas.

Poltekkes Kemenkes Palembang


15

b. Ethambutol Hydrochloride (EMB/E)


Dengan dosis sebagai berikut :
1) Dewasa : 15 mg/KgBB per oral, untuk pengobatan ulang mulai
dengan 25 mb/KgBB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkan
sampai 15 mg/KgBB/hari.
2) Anak (6-12 tahun) : 10-15 mg/KgBB/hari.
Efek samping : optic neuritis ( efek terburuk adalah kebutaan) dan skin
rash.
c. Rifampin/Rifampisin (RFP/R)
Dosis : 10 mg/KgBB/hari per oral.
Efek samping : hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea, dan vomiting.
d. Pyrazinamide (PZA/Z)
Dosis : 15-30 mg/KgBB per oral.
Efek samping : hiperurisemia, hepatotoxicity, skin rash, artralgia, distress
gastrointestinal.

Menurut Somantri (2012), dengan ditemukannya Rifampisin paduan obat


yang diberikan untuk klien tuberculosis adalah INH+Rifampisin+Streptomisin
atau Etambuthol setiap hari (fase awal) diteruskan pada fase lanjut dengan
INH+Rifampisin atau Etambuthol.
Paduan ini selanjutnya berkembang menjadi terapi jangka pendek, dengan
memberikan INH+ Rifampisin+Streptomisin atau Etambutol atau Pyrazinamide
setiap hari sebagai fase awal selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan INH
+Rifampisin atau Etambutol atau Streptomisin 2-3 kali per minggu selama 4-7
bulan sehingga lama pengobatan seluruh nya 6-9 bulan.
Paduan obat yang digunakan di Indonesia dan dianjurkan pula oleh WHO
adalah 2 RHZ/4 RH dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2 RHS/4R2H2.

Poltekkes Kemenkes Palembang


16

2.2 Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Di sini, semua
data umum dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan
klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan
aspek biologis, psikologis,social maupun spitual klien (Asmadi, 2008) .
Menurut Mutaqqin, (2014) dan doenges, Dkk (2012) pengkajian pada
tuberkulosis paru meliputi :
a. Identitas Diri Klien
1) Pasien : Nama ,umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
nomor rekam medik, dan alamat.
2) Penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
3) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat melakukan pengkajian.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit .
c) Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah di
derita oleh pasien.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga yang lain baik bersifat genetis maupun tidak.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan sistem
a) Sistem pemeriksaan sensori
Pemeriksaan 5 : indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecap, perasa.

Poltekkes Kemenkes Palembang


17

b) Sistem persarapan
Bagaimana tingkat kesadaran , Glasgow Coma Scale (GCS),
reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat.
c) Sistem pernapasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, napas pendek,
riwayat tuberculosis/terinfeksi.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleura). Pengembangan pernapasan
tidak simetris (efusi pleura).
Karakteristik sputum : hijau/purulen, mukoid kuning, atau
bercak darah.
d) Sistem kardiovaskuler
Nilai tekanan darah, nadi dari irama, kualitas dan frekuensi.
e) Sistem gastrointestinal
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum, pristaltik,
eliminasi.

f) Sistem integument
Nilai warna, tugor, tekstur dari kulit pasien.
g) Sistem perkemihan
Nilai frekuensi BAK, volume BAK.

Menurut Muttaqin, (2014) pemeriksaan fisik pada klien dengan


tuberkulosis paru meliputi pemeriksaan fisik umum persistem dari observasi
keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel) dan B6 (Bone).

a. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan napas. Sekilas pandangan klien
dengan tuberculosis paru biasanya tampak kurus sehingga
terlihat adanya penurunan proposi bentuk dada.

Poltekkes Kemenkes Palembang


18

2) Palpasi
Palpasi trachea. Adanya pergeseran trachea penyakit dari lobus
atas atau paru.
3) Perkusi
Pada klien dengan tuberculosis paru yang disertai komplikasi
seperti efusi pleura akan di dapatkan bunyi redup sampai pekak
pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga
pleura. Apabila disertai pneumotorak ventil yang mendorong posisi
paru ke posisi yang sehat.
b. B2 (Blood)
1) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan keluhan kelemahan
fisik.
2) Palpasi
Denyut nadi perifer lemah.
3) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran pada tuberkulosis paru
dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi sehat.
4) Auskultasi
Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan.
c. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
klien tampak dengan wajah meringis, menangis,merintih,meregang dan
menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada kata, biasanya didapatkan
konjungtiva anemis pada tuberculosis paru dengan hemoptoemasif dan
kronis, dan sclera ikterik pada tuberculosis paru dengan gangguan fungsi
hati.

Poltekkes Kemenkes Palembang


19

d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria
karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual,muntah,penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Akivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan tuberkulosis
paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tidak teratur.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Wilkinson, (2016) Diagnosa yang dapat diambil,yaitu :
a. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk yang buruk.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar kapiler.
c. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak adekuatan intake nutrisi.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut NOC (Wilkinson 2016) Intervensi


Doenges, Moorhouse & Geissler (2000) dan diagnosa keperawatan disesuaikan
dengan diagnosis NANDA, sebagai berikut :

a. Ketidakefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme


jalan napas, peningkatan produksi sputum.
1) Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi saluran napas guna mempertahankan jalan napas yang
bersih.

Poltekkes Kemenkes Palembang


20

2) Batasan karakteristik ketidak efektifan bersihan jalan napas


menurut Wilkinson , (2016) : Dispnea, suara napas tambahan
(misal: rale, crackle, ronki dan mengi), perubahan pada irama dan
frekuensi pernapasan, sianosis, kesulitan untuk berbicara,
penurunan suara napas, sputum berlebihan, batuk tidak efektif atau
tidak ada, ortopnea, gelisah, mata terbelalak.
3) Tujuan : Bersihan jalan napas kembali efektif.

4) Kriteria hasil :
a) Mendemostrasikan batuk efektif dan suara napas yang
bersih ,tidak ada sianosis dan dsypneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah).
b) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam
rentang normal, tidak ada suara napas abnormal).
c) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang
dapat menghambat jalan napas.

Intervensi Mandiri :
a. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman,
dan penggunaan otot bantu napas).
Rasional : penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronkhi
menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran
sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu
napas dan peningkatan kerja pernapasan.
b. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume
sputum, dan adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi
dan hidrasi yang tidak adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan
(kavitasi) paru atau luka bronkhial dan memerlukan intervensi lebih
lanjut.

Poltekkes Kemenkes Palembang


21

c. Berikan posisi fowler/semi fowler tinggi dan bantu klien berlatih napas
dalam dan batuk efektif
Rasional : posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya napas. Ventilasi maksimal membuka atelektasis
dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk
dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea, bila perlu lakukan pengisapan
(suction)
Rasional : mencegah obstruksi dan aspirasi, pengisapan diperlukan bila
klien tidak mampu mengeluarkan sekret

Kolaborasi :
a. Pemberian obat sesuai indikasi OAT
1) Mukolitik, contoh asetilsistein (mucomyst)
Rasional : Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengkapan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
2) Bronkodiilator, contoh okstrifillin
Rasional : Bronkolidator meningkatkan diameter lumen
percabangan trakeobronkial sehingga menurunkan tahapan
terhadap aliran udara.
3) Kortikosteroid (Prednison)
Rasional : Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada
hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane


alveolar kapilar.
1) Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/ atau eliminasi
karbondioksida di membrane kapiler alveolar.
2) Batasan karakteristik gangguan pertukaran gas menurut Wilkinson,
(2016) : Dispnea, sakit kepala pada saat bangun tidur, gangguan
penglihatan, gas darah arteri abnormal, Ph arteri abnormal, frekuensi,
irama dan kedalaman pernapasan abnormal, warna kulit abnormal.

Poltekkes Kemenkes Palembang


22

(misal : pucat dan kehitaman), konfusi, sianosis (hanya pada neonatus),


karbon dioksida menurun, diaforesis, hiperkapnia, hiperkarbia,
hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, napas cuping hidung, gelisah,
somnolen, takikardia.
3) Tujuan : Gangguan pertukaran gas tidak terjadi.

4) Kriteria hasil :
a) Mendemostrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat.
b) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda distress
pernapasan.
c) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara Napas yang
bersih ,tidak ada sianosis dan syspneu (mampu mengeluarkan
sputum,mampu bernapas dengan mudah,tidak ada pursed lips).
d) Tanda –tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi Mandiri :
a. Kaji dispnea, takipnea, tidak normal / menurunnya bunyi napas,
peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan
kelemahan.
Rasional : Tuberculosis paru menyebabkan efek luas pada paru dari
bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis,
efusi pleura, dan fibrosis luas, efek pernapasan dapat dari ringan
sampai dispnea berat dampak distres pernapasan.
b. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis atau
perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasional : Akumulasi sekret / pengaruh jalan napas dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan.
c. Tunjukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalas, khususnya untuk
pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.

Poltekkes Kemenkes Palembang


23

Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah


kolaps / penyempitan jalan Napas, sehingga membantu menyebarkan
udara melalui paru dan menghilangkan / menurunkan napas pendek.
d. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan
diri sesuai keperluan.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selamam
periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.

Kolaborasi :
a. Awasi seri AGD / nadi oksimetri.
Rasional : Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan / atau saturasi
atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi /
perubahan program terapi.
b. Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan ventilasi / menurunnya permukaan
alveolar paru.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakadekuatan intake nutrisi.
1) Definisi : Asupan nutrisi tidak mampu mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan metabolik.
2) Batasan kriteria hasil ketidak seimbangan nutrisi menurut Wilkinson,
(2016) : Kram abdomen, nyeri abdomen , menolak makan, persepsi
ketidak mampuan mencerna makanan, merasa cepat kenyang setelah
mengkomsumsi makanan, melaporkan perubahan sensai rasa,
pembuluh kapiler rapuh, diare atau steatore, kehilangan rambut yang
berlebihan, bising usus heperaktif, kurangnya minat terhadap
makanan, membran mukosa pucat, tonus otot buruk, rongga mulut
terluka (inflamasi), kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan
atau mengunyah.
3) Tujuan : Nafsu makan pasien meningkat, berat meningkat.

Poltekkes Kemenkes Palembang


24

4) Kriteria hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
c) Mampu mengidenfikasi kebutuhan nutrisi.
d) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecepan dari menelan.
e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi Mandiri :
a. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangan berat bandan, integritas mukosa oral,
kemampuan / ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat
mual / muntah atau diare.
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah
dan pilihan intervensi yang tepat.
b. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai / tidak disukai.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan
khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan
diet.
c. Awasi masukan / pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan. Selidiki anoreksia, mual, dan muntah dan catat kemungkinan
hubungan hubungan dengan obat.
d. Awasi frekuensi, volume,konsistensi feses.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area
pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan / penggunaan
nuttrien.
e. Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan
metabolik meningkat saat demam.
f. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karean sisa sputum atau obat
untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.

Poltekkes Kemenkes Palembang


25

g. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Rasional : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan
membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural.

Kolaborasi :
a. Rujuk ke ahli diet untuk emnentukan komposisi diet.
Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
b. Konsul dengan terapi pernapasan untuk jadwal pengobatan 1 – 2 jam
sebelum / setelah makan.
Rasional : Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah
sehubungan dengan obat atau efek pengobatan pernapasan pada perut
yang penuh.
c. Berikan antipiretik tepat.
Rasional : Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga
konsumsi kalori.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan organism purulen.


1) Definisi : Beresiko terhadap invasi organisme patogen.
2) Batasan karakteristik :
a) Penyakit kronis
(1) Diabetes mellitus
(2) Obesitas
b) Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan
pathogen.
c) Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
(1) Gangguan peristaltis.
(2) Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter intravena, prosedur
invasive).
(3) Perubahan sekresi Ph.
(4) Penurunan kerja siliaris.

Poltekkes Kemenkes Palembang


26

(5) Merokok.
(6) Statis cairan tubuh.
(7) Trauma jaringan (misal trauma destruksi jaringan)
d) Ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
(1) Penurunan hemoglobin
(2) Imunisupresif (misal imunitas didapat tidak adekuat, agens
farmaseutikal termasuk imunosupresan, steroid, antibodi
monoclonal, imunomodulator).
(3) Leukopenia.
(4) Supresi respons inflamasi.
e) Vaksinasi tidak adekuat.
f) Pemajanan terhadap pathogen lingkungan meningkat.
g) Malnutrisi.
3) Tujuan : Bebas tanda infeksi selama menjalani perawatan.
4) Kriteria hasil :
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
b) Mendeskriprikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
d) Jumlah leukosit dalam batas normal.
e) Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi Mandiri :
a. Kaji patologi penyakit (aktif / pasif, diseminasi infeksi melalui bronkus
untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah / sistem limfatik)
dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk,
bersin, meludah bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional : Membantu pasien menyadari / menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang /
komplikasi. Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan
kesadaran kemungkinan transmisimembantu pasien / orang terdekat

Poltekkes Kemenkes Palembang


27

untuk mengambil langkah untuk mengambil langkah untuk mencegah


infeksi ke orang lain.
b. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat
karib / teman.
Rasional : Orang – orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran / terjadinya infeksi.
c. Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik
mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
infeksi.
d. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi
pernapasan.
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan
membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.
e. Awasi suhu sesuai indikasi.
Rasional : Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
f. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberculosis, contoh tahanan bawah (alkoholisme, malnutrisi/bedah
bypass intestinal), gunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya
diabetes melitusm kanker, kalium.
Rasional : Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk
mengubah pola hidup dan menghindari / menurunkan insiden
eksaserbasi.
g. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : Periode singkat berakhir 2 – 3 hari setelah kemooterapi
awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap
sputum untuk lamanya terapi.
Rasional : Alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan
respons pasien terhadap terapi.

Poltekkes Kemenkes Palembang


28

i. Dorong memilih/mencerna makanan seimbang. Berikan makan sering


kecil makanan kecil pada jumlah makanan besar yang tepat.
Rasional : Adanya anoreksia dan / atau malnutrisi sebelumnya
merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu
penyembuhan. Makan kecil dapat meningkatkan pemasukan semua.

Kolaborasi :
a. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh hasil usap sputum.
Rasional : Pasien yang mengalami 3 usapan negatif (memerlukan 3 – 5
bulan), perlu menaati program obat, dan asimtomatik akan
dikklasifikasikan tidak menyebar

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperwatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, di antaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikasi, kemampuan dala prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan, terdapat dua
tindakan, yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2009).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
mengevaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Tahap evaluasi ini
terdiri atas dua kegiatan, yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respons pasien,
sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang diharapkan (Hidayat,
2009).

Poltekkes Kemenkes Palembang


29

2.3 Konsep Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas


2.3.1 Definisi
Bersihan jalan napas tidak efektif menurut Widianoto,P. (2011) adalah
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas. Sedangkan bersihan
jalan napas tidak efektif menurut Rieja (2010) adalah tersumbatnya sebagian jalan
napas karena sekresi atau obstruksi saluran pernapasan sehingga tidak bisa
mempertahankan jalan napas yang bersih.

2.3.2 Penyebab
Penyebab sumbatan jalan napas yang sering kita jumpai pada tuberculosis
adalah darah dan sputum. Adanya darah maupun sputum di jalan napas atas yang
tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita dapat menyumbat jalan napas
dan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen. (Brunner &Suddarth, 2002).
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai sel, jaringan dan organ (Hidayat, 2012).
Oksigen adalah unsur terpenting tubuh manusia yang dibutuhkan setiap
menitnya kesemua proses penting seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak,
pertumbuhan sel dan jaringan serta pembiakan yang hanya berlaku apabila ada
oksigen. Maka dari itu kebutuhan oksigen sangatlah vital dalam kebutuhan tubuh
karena beberapa menit saja berkurang maka akan merusak jaringan dan akan
menyebabkan kematian (Atoilah & Kusnadi, 2013).

2.3.3 Macam Sumbatan Jalan Napas


Sumbatan jalan napas dapat total dan partial. Sumbatan total terjadi karena
benda asing yang menutup jalan napas secara tiba-tiba. Sumbatan total ditandai
dengan kesulitan bicara maupun batuk.Sumbatan jalan napas total bila tidak
dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia, henti
nafas dan henti jantung. Sedangkan sumbatan parsial dapat berupa sumbatan
karena cairan. Pada penderita Tuberkulosis trauma beresiko mengalami sumbatan
jalan napas karena cairan yang disebabkan oleh darah,dan secret. Sumbatan partial

Poltekkes Kemenkes Palembang


30

harus pula dikoreksi karena dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak,
sembab paru, kepayahan, henti nafas dan henti jantung sekunder. (Rieja, 2010)

2.3.4 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Keperawatan


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
a. Fokus Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan gangguan jalan napas tidak efektif
yang pertama adalah menemukan masalah yang menyebabkan terjadinya
sumbatan jalan napas, sumbatan jalan napas ini bisa karena darah atau
sputum. Pada pasien gangguan jalan napas tidak efektif perlu di kaji
tentang adanya penurunan suara napas,sianosis, kelainan suara napas,
produksi sputum, gelisah, perubahan frekuensi dan irama napas, maupun
orthopneu untuk menilai keadaan pasien (Iqbal, 2008).
Pengkajian pada pasien dengan gangguan jalan napas tidak efektif
pada penderita Tuberkulosis dengan pengkajian riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik yang lengkap. Manifestasi klinis seperti nyeri dada,
keringat malam, batuk menetap, dan pembentukan sputum mengharuskan
pengkajian fungsi pernapasan lebih menyeluruh. Setiap perubahan suhu
tubuh dan frekuensi pernapasan, jumlah dan warna sekresi, frekuensi dan
batuk parah, nyeri dada dikaji. Paru-paru dikaji terhadap konsolidasi
dengan mengevaluasi bunyi napas (bunyi bronkial, krekles) dan frekuensi
pemeriksaan perkusi. (Brunner & Suddarth, 2002)
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang mucul pada Tuberkulosis adalah
bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi trakeo
bronkial yang banyak. Jika dalam penanganan gangguan kebutuhan
oksigen tidak segera ditangani dapat mengakibatkan muncul masalah-
masalah lain yaitu gangguan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea
atau anoreksia dan Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan keletihan,
perubahan status nutrisi,dan demam (Brunner & Suddarth, 2002).

Poltekkes Kemenkes Palembang


31

c. Rencana Keperawatan
Rencana tindakan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan napas
yang pertama dengan posisikan pasien dengan nyaman seperti semi fowler
tujuanya untuk memaksimalkan ventilasi. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction dengan tujuan membebaskan saluran pernapasan akibat
sumbatan. Latihan batuk efektif bila memungkinkan dan lakukan
fisioterapi dada sesuai indikasi: postural drainase, perkusi dan vibrasi,
selain itu juga bisa dengan anjurkan untuk minum air hangat jika sumbatan
berupa sekret kental agar mudah untuk dikeluarkan. Jelaskan penggunaan
peralatan pendukung dengan benar diperlukan (oksigen, penghisap,
spirometer, inhaler, dan intermitten pressure breathing/ IPPB) karena
dengan pendidikan kesehatan dapat memberikan pengetahuan dan
mengurangi kegelisahan pada pasien dengan bersihan jalan napas tidak
efektif (Brunner & Suddarth, 2002).
d. Evaluasi
Tujuan tindakan bersihan jalan napas tidak efektif adalah masalah
bersihan jalan napas tidak efektif teratasi. Evaluasi yang dilakukan dengan
memastikan tidak adanya sumbatan pada jalan napas dengan kriteria hasil
suara napas bersih, tidak ada sianosis, gelisah dan dyspnea (Iqbal, 2008).

2.4 Implementasi Keperawatan pada Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas


TB Paru
Menurut Atoilah dan Kusnadi (2013) , Asmadi (2008) dan Andarmoyo
(2012) adapun metode yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

2.4.1 Tindakan Mandiri


a. Posisi fowler / semi fowler
Biasanya ventilasi adekuat terpelihara oleh seringnya perubahan
posisi, ambulasi dan latihan. Bilamana seseorang menjadi sakit, fungsi
pernapasannya bisa terbatas oleh bermacam –macam penyebab :
1) Immobilitas karena pembedahan atau karena terpai medis

Poltekkes Kemenkes Palembang


32

2) Posisi baring yang tidak berubah – ubah untuk jangka waktu yang
lama akan menekan dada / paru - paru dan menghambat gerakan
udara yang melalui paru – paru.
3) Posisi duduk yang merosot juga menghalangi pengembangan
rongga dada, dimana isi abdomen akan mendesak difragma.
4) Nyeri dada atau nyeri abdomen, karaena klien membatasi gerakan
dadanya karena sakit.

Napas dangkal menghalangi gerakan diafragma dan pengembangan


paru–paru sehingga gerakan udara terganggu dan sekresi menumpuk
sehingga bakteri mengumpul serta dapat menyebabkan infeksi. Hal ini
dapat terjadi pada klien yang dirawat yang diberi obat obatan narkotika
untuk menghilangkan rasa nyeri, karena narkotik menekan pernapasan.

Intervensi keperawatan untuk memelihara bersihan jalan napas adalah :


1) Memberikan posisi agar pengembangan dada maksimal.
2) Posisi semifowler atau fowler dapat membantu mengembangkan
dada secara maksimal, terutama pada klien sesak napas
3) Menganjurkan dan membantu klien untuk ambulasi dan sering
merubah posisi
4) Melaksanakan tindakan – tindakan untuk meningkatkan rasa
nyaman, seperti memberi obat penghilang rasa nyeri

b. Napas dalam dan Batuk efekif


1) Teknik napas dalam
Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas
secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri teknik
relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Tujuan relaksasi napas dalam menurut Aryani, dkk (2009) adalah :

Poltekkes Kemenkes Palembang


33

a) Meningkatkan kapasitas vital dan ventilasi paru meningkat


b) Mempertahankan energi
c) Membantu pernapasan abdominal lebih otomatis dan lebih
efisien
d) Meningkatkan relaksasi dan rasa aman
e) Menurunkan efek hipoventilasi
f) Menurunkan efek anestesi
g) Menurunkan rasa nyeri
Indikasi klien dilakukan latihan napas dalam adalah :
a) Intoleransi aktivitas
b) Pola napas tidak efektif
c) Kecemasan
d) Gangguan/kerusakan pertukaran gas
e) Nyeri
2) Teknik batuk efektif
Latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien
yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan
untuk membersihkan sekret atau benda asing di jalan napas.
Tujuan batuk efektif menurut Aryani, dkk (2009) adalah :
a) Membersihkan jalan Napas.
b) Mencegah komplikasi : infeksi saluran napas dan
pneumonia.
c) Mengurangi kelelahan.
Indikasi klien dilakukan latihan napas dalam adalah :
a) Jalan napas tidak efektif
b) Penyakit paru
c) Pre dan post operasi
d) Klien immobilisas

Poltekkes Kemenkes Palembang


34

2.4.2 Tindakan Kolaborasi


a. Pemberian obat oral sesuai indikasi OAT
1) Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), OAT terdiri dari jenis
obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a) Rifampisin
Dosis 10mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3x/minggu atau
BB>60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg: 450 mg, BB <40 kg : 300
mg, Dosis intermiten 600 mg/kali
b) INT
Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 kali
seminggu, 15 mg/kg BB 2 kali seminggu atau 300 mg/hari.
c) Pirazanamid
Dosis fase insesif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali
seminggu, 50 mg/kg BB 2 kali seminggu atau BB> 60 kg :
1500 mg, BB 40-60 kg : 1,000 mg, BB < 40 kg : selesai BB
d) Streptomisin
Dosis 15 mg/kg BB atau BB > 60 kg : 1.000 mg, BB 40-60
kg: 750 mg, BB < 40 kg : Sesuai BB.
e) Etambutol
Dosis 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg
BB 3x seminggu, 45 mg/kg 2x seminggu atau BB > 60 kg :
1.500 mg, BB 40-60 kg : 1.000 mg, BB < 40 kg : 750 mg,
dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali .
2) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination), kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari :
a) Empat obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg.
b) Tiga obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazad mg dan pirazinamid 400 mg.
c) Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk
kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4
tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan

Poltekkes Kemenkes Palembang


35

dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat anti


tuberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai
dengan pedoman pengobatan.
3) Jenis obat tambahan lainnya (lini2)
a) Kenamisin
b) Kuinolon
c) Obat lain masih dalam penelitian; makrolid, amoksilin +
asam Klavulanat
d) Derifat rivampisin dan INH

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan


tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping
ringan dan berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan
obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

Tabel 2.1 Efek samping ringan dari OAT

Efek Samping Penyebab Penanganan

Tidak nafsu makan, Rifampisin Obat diminum malam


mual, sakit perut sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/allopurinol

Kesemutan sampai INH Beri vitamin B6


dengan rasa terbakar di (piridoksin) 100 mg
kaki perhari

Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan, tidak


air seni perlu diberi apa-apa

Sumber : Nurarif dan kusuma (2015)

Poltekkes Kemenkes Palembang


36

Tabel 2.2 Efek samping berat dari OAT

Efek Samping Penyebab Penanganan

Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Beri antihistamin dan di


pada kulit evaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan

Hentikan semua OAT


sampai ikterik
Ikterik Hampir semua OAT menghilang

Bingung dan muntah- Hampir semua OAT Hentikan semua OAT


muntah dan lakukan uji fungsi
hati

Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol

Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin


(syok)

Sumber : Nurarif dan kusuma (2015)

Poltekkes Kemenkes Palembang


BAB II

METEDOLOGI STUDI KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus

Karya tulis ilmiah ini merupakan studi kasus dengan desain


deskriptif analitik untuk mengeksplorasi implementasi keperawatan pada
pasien Tuberkulosis Paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2019. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi dan dokumentasi.

3.2 Kerangka Konsep

Implementasi Keperawatan

1. Memberikan posisi
fowler/semi fowler.

Ketidakefektifan Bersihan 2. Membantu pasien berlatih


Jalan Napas Pasien napas dalam dan batuk
Tuberkulosis Paru efektif.
3. Melakukan tindakan
kolaborasi pemberian obat
oral sesuai indikasi.

3.3 Definisi Istilah


a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas adalah suatu keadaan dimana
terjadi penumpukan sekret dijalan napas yang mengakibatkan pasien
sulit bernapas.
b. Implementasi keperawatan memberikan posisi fowler atau semi fowler
adalah tindakan keperawatan mengatur posisi pasien dalam posisi 35-
45º untuk meningkatkan pertukaran udara. 

37
38

c. Implementasi keperawatan melakukan batuk efektif merupakan


tindakan keperawatan yaitu teknik batuk yang benar untuk
mengeluarkan sekret atau dahak yang menumpuk dengan maksimal,
sedangkan latihan napas dalam merupakan teknik untuk meningkatkan
efisiensi batuk.
d. Implementasi keperawatan melakukan tindakan kolaborasi pemberian
obat oral sesuai indikasi adalah tindakan keperawatan kolaborasi yaitu
pemberian terapi obat pada pasien Tuberkulosis Paru untuk membantu
proses pemulihan pasien

3.4 Subyek Studi Kasus


Studi kasus ini berjumlah dua pasien rawat inap Tuberkulosis Paru
dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas di Rumah Sakit
Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019.

3.5 Fokus Studi


Fokus studi ini adalah implementasi keperawatan pada pasien
Tuberkulosis Paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas di
Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019.

3.6 Tempat dan Waktu Studi Kasus


Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April 2019 minimal selama
3 hari di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi
Sumatera Selatan.

3.7 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data


Alat atau instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam studi
kasus ini adalah format pengkajian asuhan keperawatan, yang meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


39

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dalam studi


kasus ini
adalah:
1. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan menggunakan pendekatan
(Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi) pada tubuh pasien.
2. Wawancara adalah dengan menggunakan hasil anamnese berisi tentang
identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan lain-lain, sedangkan
sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, status pasien, dan
perawat di rumah sakit.
3. Studi dokumentasi dan angket adalah hasil dari pemeriksaan
diagnostik.

3.8 Analisis dan Penyajian Data


Studi kasus menggunakan data yang disajikan secara tekstular/narasi
dan dapat disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari subyek studi
kasus yang merupakan data pendukungnya. Bentuk penyajian data dalam
studi kasus ini yaitu dalam bentuk asuhan keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

3.9 Etika Studi Kasus


Pertimbangan etika dalam penelitian ini dilaksanakan dengan
memenuhi prinsip dasar suatu penelitian. Menurut Hidayat (2008), dalam
melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah etika yang
meliputi:
a. Lembar Persetujuan (informed consent) Inforemed consent merupakan
bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan
memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut 59
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent
adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

Poltekkes Kemenkes Palembang


40

menandatangani lembar persetujuan.Jika responden tidak bersedia,


maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi
yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:
partisipasi responden, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial yang akan
terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan
lain-lain (Hidayat, 2008).
b. Tanpa Nama (Anonimity) Masalah etika keperawatan merupakan
masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan
(Hidayat, 2008). Untuk menjaga kerahasiaan pada lembar yang telah
diisi oleh responden, penulis tidak mencantumkan nama secara
lengkap, responden cukup mencantumkan nama inisial saja.
c. Kerahasiaan (Confidentiality) Merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikampulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2008).
Peneliti menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari responden akan
dijaga kerahasiaanya oleh peneliti.

Poltekkes Kemenkes Palembang


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Profil Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Selatan

4.1.1 Gambaran Geografis Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Selatan

Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Selatan merupakan UPTD Dinas


Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan terletak di kelurahan Talang Semut
Kecamatan Bukit Kecil kota Palembang, lokasi dipinggir jalan.

4.1.2 Sejarah singkat Rumah Sakit Khusus paru Provinsi Sumatera Selatan

Pada tahun 1955 Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) palembang


didirikan dengan status bangunan adalah hak milik Depkes RI, yang terletak
dipusat kota Palembang. Luas bangunan adalah BP4 Palembang 1707 M2 dengan
luas tanah 2527 m2.

Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan merupakan rumah sakit
khusus yang menangani pasien dengan gangguan pernafasan. Rumah Sakit
Khusus Sumatera Selatan adalah salah satu rumah sakit tipe B khusus pelayanan
gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, tindakan dan penunjang medik (apotik,
laboratorium, radiologi, gizi) yang diselenggarakan mengikuti peraturan
perudangan yang berlaku berkaitan dengan metode profesi dan sumber daya yang
dipergunakan.

Pada tahun 2015 Rumah sakit Khusus Paru Sumatera Selatan sudah
melaksanakan BLUD yang berpedoman pada peraturan Kementrian Dalam Negeri
Nomor 61 Tahun 2007 tengtang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD
dan keputusan Gubernur Sumatera Selatan dan Keputusan Gubernur Sumatera
Selatan Nomor 842/KPTS/BPAD/2013, tanggal 09 Desember 2013 tentang
Penerapan Rumah Sakit Khusus Paru Sumatera Selatan menjadi Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD berhadap) dan pada tahun 2016 pedoman pengelolaan
BLUD RS. Khusus Paru Provinsi Sumsel Mengacu pada peraturan Gubernur

41
42

Nomor 436/KPTS/BPKAD/2016 tentang Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan


Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan menjadi Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD penuh).

4.1.3 Landasan Hukum

Sebagaimana diketahui bahwa Rumah Sakit Khusus Paru Prov. Sumsel


merupakan peningkatan dari BP4 sebagai UPT dari Dirjen Binkesmas Depkes RI
dan kelengkapan dasar penyelenggaraan Rumah Sakit Provinsi Sumatera Selatan
sekarang ini, sebagai berikut:

a. SK Menkes RI No.909/Menkes/SK/VIII/2001 tanggal 23 agustus 2001


tentang Pengadihan beberapa UPT Depkes RI.
b. Perda No..14 Tahun 2001, tanggal 31 Mei 2001 tentang susunan
Organisasi dan Tata kerja UPTD di lingkungan Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Selatan.
c. Perda No.3 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum pada Rumah
Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan.
d. Perda No.16 Tahun 2008 tanggal 22 juli 2008 tentang susunan
Organisasi dan Tata kerja UPTD dilingkugan Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan.
e. SK Gubernur Sumatera Selatan No.13 tahun 2009 tentang Uraian Tugas
dan Fungsi UPTD Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan.
f. Berdasarkan SK Gubernur No.842/KPTS/BPKAD/2013 tanggal 09
Desember 2013 Tentang Penetapan Status pada Pengelolaan Keuangan
BLUD berhadap.
g. Berdasarkan SK Gubernur No. 436/KPTS/BPKAD/2016 tentang
Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit Khusus Paru
Provinsi Sumatera Selatan menjadi Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD penuh).

Poltekkes Kemenkes Palembang


43

4.1.4 Visi dan Misi

a. Visi
Visi adalah tujuan jangka panjang yang akan dicapai oleh sebuah
organisasi, yang berisi tentang pernyataan. Apalagi sebuah instansi pemerintah
yang melakukan pelayanan seperti rumah sakit yang kelak akan dikelola
dengan mengacu pada pola- pola pengelolaan organisasi bisnis, keberadaan
misi menjadi sangat penting dan strategis. Adapun visi Rs. Khusus Paru
Provinsi Sumatera Selatan isi : “ Terwujudnya Rumah Sakit Khusus Paru
Provinsi Sumatera Selatan menjadi pusat rujukan kesehatan penyakit Paru
terbaik se- sumatera”.

Pernyataan visi memberikan makna bahwa RS. Khusus Paru Provinsi


Sumsel selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan melalui
pengembangan sumber daya dan perbaikan sistem secara berkesinambungan
sebagai bentuk upaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien.

b. Misi
1) Meningkatkan mutu pelayanan.
2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
3) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana.
4) Meningkatkan mutu pelayanan.
5) Meningkatkan informasi dibidang kesehatan paru.

4.1.5 Fasilitas dan Prasarana


Jenis-jenis pelayanan kesehatan yang disediakan di RS Khusus Paru
adalah:
a. Poliklinik Umum
b. Poliklinik Paru
c. Poliklinik Penyakit Dalam
d. Poliklinik TB
e. Poliklinik Non-TB
f. Poliklinik Bedah

Poltekkes Kemenkes Palembang


44

g. Poliklinik Anak
h. Poliklinik Penyuluhan
i. Unit Gawat Darurat 24 jam
j. Apotik
k. Laboratorium
l. Radiologi
m. Ambulance
n. Pelayanan

4.1.6 Gambaran Ruang Perawatan

Pelayanan rawat inap memegang peranan penting dalam menunjukan


kemampuan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
sebuah rumah sakit, pelayanan rawat inap diharapkan mampu menjawab
kebutuhan pelayanan kesehatan yang prima. Luas bangunan rawat inap berkisar

360 m2, dibangun pada tahun 2005 dan telah direnovasi terakhir pada tahun
2015, dengan jumlah tempat tidur ruang perawatan 29 buah dan tempat tidur

ruang anak 3 buah. Kondisi bangunan ruang perawatan terbilang baik.

Berdasarkan data unit rawat inap RSKP Tahun 2018, jenis pasien rawat inap

anggota BPJS Kesehatan menempati angka tertinggi sebanyak 312 orang, yang

terdiri dari 247 pasien baru dan 65 pasien lama. Selanjutnya diurutan kedua yaitu

kategori pasien rawat inap umum sebanyak 70 orang, terdiri dari 67 pasien lama

dan 3 pasien baru. Sedangkan angka terendah terdapat pada pasien jamsoskes,

yaitu sebanyak 26 orang, terdiri dari 22 pasien lama dan 4 orang pasien baru.

Menurut data unit rawat inap RSKP Tahun 2018, jumlah pasien yag masuk hidup

sebanyak 408 orang, sedangkan pasien yang meninggal ketika dirawat ada 36

orang, dan pasien keluar hidup ada 37 orang. Terdapat 3 penyakit terbesar rawat

Poltekkes Kemenkes Palembang


45

inap Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018 yaitu,

Tuberkulosis Paru menduduki peringkat pertama dengan jumlah kasus sebanyak

89 kasus, kemudian Pneumonia sebanyak 49 kasus dan Efussi Pleura ec TB

sebanyak 46 kasus.

4.2 Karakterisrik Subyek Penelitian

Pasien pertama yang menjadi responden peneliti adalah Tn.T, pengkajian


dilakukan pada tanggal 10 April 2019. Tn.T berjenis kelamin laki-laki, dilahirkan
di Palembang pada tanggal 12 September 1942. Tn. T tinggal bersama
keluarganya di Jl. Pasar Pagi Betung, kota Banyuasin. Status pekerjaannya saat
ini adalah petani. Agama yang dianut Tn. T adalah agama Islam. Tn. T masuk ke
Rumah Sakit Khusus Paru Palembang pada tanggal 9 April 2019 pukul 19.00
WIB dengan diagnosa medis TB on therapy + Hipoglikemi.
Pasien kedua yang menjadi responden penelitian adalah Tn. K, pengkajian
dilakukan pada tanggal 11 April 2019. Tn. K berjenis kelamin laki-laki, dilahirkan
di Palembang pada tanggal 28 Maret 1950. Tn. K tinggal bersama keluarganya di
kel. Sungai Jeruju Kec. Cengal RT/RW 01/02, kota Ogan Komering Ilir. Status
pekerjaannya saat ini adalah Wiraswasta. Agama yang dianut Tn. K adalah agama
Islam. Tn. K masuk ke Rumah Sakit Khusus Paru Palembang pada tanggal 10
April 2019 pukul 17:00 WIB dengan diagnose medis Dispnoe ec TB Paru putus
obat.

4.3 Hasil Studi Kasus

4.3.1 Pengkajian

a. Identitas dan Hasil Anamnesis

Tabel 4.1 Identitas dan Hasil Anamnesis Pasien Tuberkulosis Paru

Identitas Pasien Pasien 1 Pasien 2


Nama Tn.T Tn.K
Usia 77 Tahun 69 Tahun

Poltekkes Kemenkes Palembang


46

No.RM 02.73.25 02.73.30


Tanggal MRS 9 April 2019 10 April 2019
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Alamat Jl.Pasar Pagi LK IV Kel. Sungai Jeruju Kec.
Kel.Rimba Asam Cengal RT/RW 01/02,
Kec.Betung Kab.Banyuasin Ogan Komering Ilir
Pekerjaan Petani Wiraswasta
Status Menikah Menikah
Diagnosa Medis TB on therapy + Dispnoe ec TB Paru putus
Hipoglikemia obat
Tanggal Pengkajian 10 April 2019 11 April 2019
Keluhan Utama Pasien mengeluh badan Pasien mengeluh sesak
terasa lemas, batuk napas, tidak nafsu makan,
berdahak, tidak nafsu mual muntah, batuk
makan, kurang minum, berdahak, terasa sakit saat
mual tetapi tidak disertai batuk. T = 36.3 ºC , TD =
muntah. T = 36.7 ºC, TD = 140/70 mmHg, RR =
90/70 mmHg, RR = 28 27x/menit, N = 96 x/menit.
x/menit, N = 100 x/menit.
Riwayat Penyakit Pasien mengeluh badan Pasien mengeluh batuk
Sekarang terasa lemas. Batuk (+), berdahak lebih kurang 1
sputum (+). Nafsu makan bulan lalu.
menurun, mual.
Riwayat Kesehatan Pasien mengatakan pernah Pasien menderita penyakit 1
Dahulu di rawat di RS karena nyeri tahun lalu, dan tidak tuntas
dibagian perut. dalam minum obat OAT.
Pasien juga merokok sejak
masih muda dan
menghabiskan 2 bungkus
rokok perhari dan telah

Poltekkes Kemenkes Palembang


47

berhenti 3 bulan yang lalu.


Riwayat Kesehatan Keluarga pasien tidak ada Keluarga pasien tidak ada
Keluarga yang menderita yang menderita
Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru

Data Psiko-Sosial- Tn.T memiliki hubungan Tn.K memiliki hubungan


Kultural yang baik dengan yang baik dengan
keluarganya dan juga keluarganya dan juga
tetangga sekitar rumahnya. tetangga sekitar rumahnya.
Pasien kooperatif dalam Pasien kooperatif dalam
menjawab pertanyaan yang menjawab pertanyaan yang
diajukan. Pasien beragama diajukan. Pasien beragama
Islam dan selama dirawat ia Islam dan selama dirawat ia
masih mengerjakan sholat. masih mengerjakan sholat
walaupun hanya diatas
tempat tidur.
Pola Nutrisi Dirumah, pola makan dan Dirumah, pola makan dan
minum mengalami minum tidak mengalami
masalah, nafsu makan masalah, nafsu makan
menurun dan kurang dirumah baik, dengan
minum. Pola makan menghabiskan 1 porsi
dirumah sakit 3x sehari, makan. Pola makan
nafsu makan berkurang dirumah sakit 3x sehari,
hanya menghabiskan 2-4 nafsu makan berkurang
sendok (1/4 porsi), dan hanya menghabiskan 2-4
jumlah minum kurang. sendok (1/4 porsi), dan
jumlah minum kurang.

Poltekkes Kemenkes Palembang


48

Pola Eliminasi BAB 1x sehari warna BAB 1x sehari warna


kuning kecoklatan, kuning kecoklatan,
konsistensi lunak. konsistensi lunak.
BAK : 6x sehari, warna BAK : 3-4 kali sehari,
urin kuning keruh, bau warna urin kuning jernih,
khas. bau khas.

Berdasarkan anamnesis diatas, kedua pasien tersebut memiliki keluhan


yang berbeda, tetapi terdapat satu kesamaan yaitu keluhan sesak napas. Pada
Pasien 1 Pasien mengeluh badan terasa lemas, batuk berdahak, tidak nafsu
makan, kurang minum, mual tetapi tidak disertai muntah. T = 36.7 ºC, TD =
90/70 mmHg, RR = 28 x/menit, N = 100 x/menit. Pasien juga mengatakan
bahwa pernah dirawat di RS karena nyeri dibagian perut. Keluarga pasien tidak
ada yang menderita Tuberkulosis Paru. Pasien memiliki hubungan yang baik
dengan keluarganya dan juga tetangga sekitar rumahnya. Pasien kooperatif
dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Pasien beragama Islam dan selama
dirawat ia masih mengerjakan sholat. Pasien mengatakan, dirumah pola makan
dan minum mengalami masalah, nafsu makan menurun dan kurang minum.
Pola makan dirumah sakit 3x sehari, nafsu makan berkurang hanya
menghabiskan 2-4 sendok (1/4 porsi), dan jumlah minum kurang. Pasien
mengatakan ia BAB 1x sehari warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak
sedangkan BAK : 6x sehari, warna urin kuning keruh, bau khas.
Sedangkan pada Pasien 2 mengeluhkan sesak napas, tidak nafsu makan,
mual muntah, batuk berdahak lebih kurang sudah 1 bulan lalu, terasa sakit saat
batuk. T = 36.3 ºC , TD = 140/70 mmHg, RR = 27 x/menit, N = 96 x/menit.
Pasien menderita penyakit Tuberkulosis Paru 1 tahun lalu, dan tidak tuntas
dalam minum obat OAT. Pasien juga merupakan perokok aktif sejak masih
muda dan bisa menghabiskan 2 bungkus rokok perhari dan telah berhenti 3
bulan yang lalu. Keluarga pasien tidak ada yang menderita Tuberkulosis Paru.
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya dan juga tetangga
sekitar rumahnya. Pasien kooperatif dalam menjawab pertanyaan yang
diajukan. Pasien beragama Islam dan selama dirawat ia masih mengerjakan

Poltekkes Kemenkes Palembang


49

sholat walaupun hanya diatas tempat tidur. Pasien mengatakan terjadi


perubahan pola makan sata dirumah dan dirumah sakit. Dirumah, pola makan
dan minum tidak mengalami masalah, nafsu makan dirumah baik, dengan
menghabiskan 1 porsi makan. Pola makan dirumah sakit 3x sehari, nafsu makan
berkurang hanya menghabiskan 2-4 sendok (1/4 porsi), dan jumlah minum
kurang. Pasien mengatakan ia BAB 1x sehari warna kuning kecoklatan,
konsistensi lunak, sedangkan BAK : 3-4 kali sehari, warna urin kuning jernih,
bau khas.

Badan Genogram

Pasien 1

Pasien 2

Keterangan :

Poltekkes Kemenkes Palembang


50

: Laki-laki : Hubungan keluarga

: Perempuan : Tinggal serumah

: Meninggal : Pasien

b. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

Tabel 4.2 Pemeriksaan Fisik pada Pasien 1 dan Pasien 2

Pemeriksaan Fisik Pasien 1 Pasien 2


Keadaan Umum Lemah Lemah
Composmentis
1) Kesadaran Composmentis
2) Tanda-tanda vital TD = 140/70 mmHg
TD = 90/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,3° C
Suhu : 36,7° C
3) Berat badan RR : 27 x/m
4) Tinggi badan RR : 28 x/m
40 kg
47 kg
155 cm
165 cm
Kepala Bentuk normal, tidak ada Bentuk normal, tidak ada
luka, tidak ada benjolan, luka, tidak ada benjolan,
tidak ada oedema, tidak ada tidak ada oedema, tidak
nyeri tekan, tidak ada ada nyeri tekan, tidak ada
keluhan. Rambut bersih dan keluhan. Rambut ikal dan
beruban. bersih.
Mata Bentuk simetris, Bentuk simetris,
konjungtiva anemis, sklera konjungtiva anemis,
ikterus, pupil isokor, sklera ikterus, pupil
penglihatan tidak kabur, isokor, penglihatan tidak
dan tidak ada oedema. kabur, dan tidak ada
oedema.

Poltekkes Kemenkes Palembang


51

Hidung Bentuk normal, penciuman Bentuk normal,


baik, bersih, tidak ada penciuman baik, bersih,
lendir, tidak ada sekret dan tidak ada lendir, tidak ada
pendarahan. sekret dan pendarahan.
Telinga Bentuk simetris, Bentuk simetris,
pendengaran baik, tidak ada pendengaran baik, tidak
nyeri. ada nyeri.
Mulut Bentuk bibir normal, tidak Bentuk bibir normal,
ada stomatitis, selaput tidak ada stomatitis,
mukosa mulut Nampak selaput mukosa mulut
lembab, lidah tidak kotor. berlendir, lidah tampak
Tidak ada massa dan nyeri kotor. Tidak ada massa
tekan. dan nyeri tekan.
Leher Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
kelenjar limfe dan kelenjar kelenjar limfe dan
tiroid, teraba denyut nadi kelenjar tiroid, teraba
karotis. denyut nadi karotis.
Dada dan Paru Bentuk dada mengalami Bentuk dada mengalami
retraksi, tidak ada nyeri retraksi, tidak ada nyeri
tekan/pembengkakan dan tekan/pembengkakan dan
bunyi napas ronchi. bunyi napas ronchi.
Punggung dan Tulang Tidak ada deformitas Tidak ada deformitas
tulang, tidak ada tanda- tulang, tidak ada tanda-
tanda peradangan. Tidak tanda peradangan. Tidak
ada nyeri tekan/massa. ada nyeri tekan/massa.
Abdomen Tidak ada nyeri tekan. Tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas Atas Tangan kiri dapat Tangan kanan dapat
digerakkan dengan bebas, digerakkan dengan bebas,
sedangkan tangan kanan sedangkan tangan kiri
terpasang IUVD RL gtt terpasang IUVD RL gtt
30x/m, jari-jari 30x/m, jari-jari
lengkap,kuku bersih, tidak lengkap,kuku bersih,
ada oedema tanda sianosis. tidak ada oedema tanda
sianosis.
Ekstremitas Bawah Kedua kaki dapat Kedua kaki dapat
digerakkan dengan bebas, digerakkan dengan bebas,
jari-jari kedua kaki jari-jari kedua kaki
lengkap, tidak ada sianosis, lengkap, tidak ada
tidak ada oedema maupun sianosis, tidak ada
benjolan. oedema maupun
benjolan.
Kulit Warna kulit sawo matang, Warna kulit sawo

Poltekkes Kemenkes Palembang


52

kulit tampak bersih, tidak matang, kulit tampak


berkeriput. bersih, dan sudah
berkeriput.
Kuku Kuku bersih tidak sianosis. Kuku bersih tidak
Aliran darah kuku kembali sianosis. Aliran darah
<3 detik. kuku kembali <2 detik.

Pada tabel pemeriksaan fisik diatas Tn. T dan Tn.K dalam keadaan
lemah dengan kesadaran composmentis. Dari pemeriksaan head to toe yang
dikaji dari kedua pasien diatas dapat disimpulkan bahwa keadaan fisik pasien
maih dalam kategori normal, seperti kepala normal tidak ada kelainan maupun
oedema, konjungtiva anemis. Tetapi ada bagian tertentu yang bermasalah
seperti pada bagian dada dan paru mengalami retraksi dan terdengar suara napas
ronchi.

Poltekkes Kemenkes Palembang


53

Poltekkes Kemenkes Palembang


53

c. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Diagnostik Pasien 1 dan Pasien 2 Penderita Tuberkulosis Paru

Jenis
Pemeriksaan
Pasien 1 Pasien 2

Jenis Hasil Satuan Batas Jenis Hasil Satuan Batas Normal


Normal
Leukosit 12.800 mm3 5000-10000 Leukosit 18.600 mm3 5000-10000

Hemoglobin 13,4 gr/dl 13-18 Hemoglobin 14,1 gr/dl 13-18


Laju endap darah 2 mm/jam 0-10 Trombosit 381.000 mm3 >150.000

Limfosit 3 % 20-40 Hematokrit 42 % 40-52


Trombosit 90.000 mm3 >150.000

Monosit 3 % 2-6
Lekosit Segmen 94 % 50-70
Hematologi Lekosit Limfosit 3 % 20-40
Lekosit Eosinofil 0 % 2-4
Lekosit Basofil 0 % 0-1

Poltekkes Kemenkes Palembang


54

Jenis Hasil Satuan Batas Jenis Hasil Satuan Batas


Normal Normal
Gula Darah Sewaktu 34 mg/dL 75-180 Gula Darah Sewaktu 109 mg/dL 75-180
Ureum 66 mg/dL <50
Kreatinin 1,2 mg/dL <1,1
Kimia Klinis SGOT 80 U/L 35
SGPT 73 U/L 45-52

Berdasarkan tabel 4.3 hasil pemeriksaan diagnostik pada pasien jumlah leukosit dalam batas normal sedangkan Tn. K nilai

leukosit nya tinggi yaitu 18.600 mm3. Kemudian hemoglobin kedua pasien juga dalam batas normal. Jumlah trombosit Tn. T kurang
dari batas normal yaitu lebih dari 150 ribu tetapi jumlah trombosit Tn. T hanya 90 ribu dimana keadaan trombosit dibawah batas

normal ini biasa disebut trombositopenia. Selanjutnya laju endap darah Tn. T dalam batas normal, pada hasil pemeriksaan

laboratorium Tn. K tidak terdapat keterangan laju endap darah Tn. K.Berikutnya ada jumlah glukosa darah sewaktu, dimana kadar

glukosa darah sewaktu pada Tn. T dibawah batas normal, keadaan ini sering disebut hipoglikemi, sedangkan kadar glukosa darah

sewaktu pada Tn K dalam bats normal yaitu 109 mg/dL

Poltekkes Kemenkes Palembang


55

Analisis Data

Tabel 4.4 Hasil Analisis Data Pada Pasien 1 Penderita Tuberkulosis Paru

Masalah
Analisis Data Etiologi Keperawatan
DS : Mycobacterium Ketidakefektifan
Pasien mengatakan batuk bersihan jalan napas
berdahak dan sulit Tuberkulosa di udara
dikeluarkan.
Tuberkulosa di udara
DO :
 Pasien tampak lemah Terhirup oleh individu
 Terdengar suara napas dan masuk ke jalan napas
ronchi
 Bentuk dada mengalami Alveoli paru
retraksi
 Tanda-tanda vital Terakumulasi dan
TD : 90/70 mmHg bermultiplikasi
Nadi : 100 x/m
RR : 28 x/m Reaksi Inflamasi
Suhu : 36.7 °c
Pertahanan primer tidak
adekuat

Kerusakan membran
alveolar

Pembentukan sputum
berlebihan

Ketidakefektifan
bersihan jalan napas.

DS : Batuk Berat Ketidakseimbangan


Pasien mengatakan badan Nutrisi Kurang dari
terasa lemas, dan tidak Distensi Abdomen Kebutuhan Tubuh
nafsu makan, mual.
Mual Muntah
DO :
 Pasien tampak lesu Intake nutrisi kurang
 Pasien hanya makan 2-4
sendok sekali makan Ketidakseimbangan
 Keadaan umum lemah Nutrisi Kurang dari
 Kesadaran Kebutuhan Tubuh
composmentis
 Tanda-tanda vital

Poltekkes Kemenkes Palembang


56

TD : 90/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,7° C
RR : 27 x/m
BB : 47 kg
TB : 165 cm

DS : Droplet Infection Resiko Infeksi


-
Terhirup orang sehat
DO :
 Pasien batuk berkali- Resiko Infeksi
kali.
 Pasien sering lupa
menutup mulut saat
batuk.
 Pasien tampak tidak
menggunakan masker.
 Tanda-tanda vital
TD : 90/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,7° C
RR : 28 x/m

Tabel 4.5 Hasil Analisis Data Pada Pasien 2 Penderita Tuberkulosis Paru

Masalah
Analisis Data Etiologi Keperawatan
DS : Mycobacterium Ketidakefektifan
Pasien mengatakan sesak bersihan jalan napas
napas, batuk berdahak, Tuberkulosa di udara
terasa sakit saat batuk.
Tuberkulosa di udara
DO :
 Keadaan umum lemah Terhirup oleh individu
 Kesadaran dan masuk ke jalan napas
composmentis
 Terdengar suara napas Alveoli paru
ronchi
 Bentuk dada mengalami Terakumulasi dan
retraksi bermultiplikasi
 Tanda-tanda vital
TD : 140/70 mmHg Reaksi Inflamasi
Nadi : 96 x/m
RR : 27 x/m Pertahanan primer tidak
Suhu : 36.3 °c adekuat

Poltekkes Kemenkes Palembang


57

Kerusakan membran
alveolar

Pembentukan sputum
berlebihan

Ketidakefektifan
bersihan jalan napas.

DS : Batuk Berat Ketidakseimbangan


Pasien mengatakan tidak Nutrisi Kurang dari
nafsu makan, mual yang Distensi Abdomen Kebutuhan Tubuh
disertai muntah, batuk dan
terasa sakit saat batuk. Mual Muntah

DO : Intake nutrisi kurang


 Keadaan umum lemah
 Kesadaran Ketidakseimbangan
Composmentis Nutrisi Kurang dari
 Pasien hanya makan 2-4 Kebutuhan Tubuh
sendok sekali makan
 Tanda-tanda vital
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Suhu : 36,0° C
RR : 27 x/m
BB : 40 kg
TB : 155 cm

DS : Batuk Berat Intoleransi aktivitas


Pasien mengatakan
badannya lemas, mual Distensi Abdomen
muntah.
Mual Muntah
DO :
 Pasien tampak dibantu Kelemahan Tubuh
keluarga saat melakukan
aktivitas Intoleransi Aktivitas
 Keadaan umum lemah
 Kesadaran
Composmentis
 Tanda-tanda vital
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Suhu : 36,0° C
RR : 27 x/m
BB : 40 kg

Poltekkes Kemenkes Palembang


58

TB : 155 cm

Berdasarkan tabel 4.5 dan tabel 4.6 analisa data bahwa Tn.T dan Tn.K
memiliki tiga masalah keperawatan yang hampir sama yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
intoleransi aktifitas, serta resiko infeksi.

4.3.2 Diagnosis Keperawatan


Dari hasil tabel analisa data diatas, maka pada Pasien 1 dapat diangkat
masalah keperawatan sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
pembentukan sputum berlebihan ditandai dengan batuk disertai dahak
yang sulit dikeluarkan.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake nutrisi kurang yang ditandai dengan kurangnya nafsu
makan, mual muntah, tinggi badan 165 cm, berat badan 45 kg, IMT
17.26 (kurus).
c. Resiko Infeksi berhubungan dengan organisme purulen ditandai
dengan pasien tidak menutup mulut dan tidak memakai masker saat
batuk.
Dari hasil tabel analisa data diatas, maka pada Pasien 2 dapat diangkat
masalah keperawatan sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
pembentukan sputum berlebihan ditandai dengan sesak napas dan
batuk berdahak.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake nutrisi kurang yang ditandai dengan kurangnya nafsu
makan, mual muntah, tinggi badan 155 cm, berat badan 40 kg, IMT
16.64 (kurus).
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada tubuh
pasien ditandai denggan pasien hanya melakukan aktivitas di kasur dan
juga aktivitas nya dibantu oleh keluarga

Poltekkes Kemenkes Palembang


59

4.3.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 4.6 Intervensi Keperawatan Pada Tn T Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

NO Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan Tujuan : Mandiri : Mandiri :
Bersihan Jalan Bersihan jalan napas 1. Kaji fungsi pernapasan 1. Penurunan bunyi napas menunjukkan
Napas ditandai kembali efektif. (bunyi napas, kecepatan, atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi
dengan : irama, kedalaman, dan sekret dan ketidakefektifan pengeluaran
DS : Kriteria Hasil : penggunaan otot bantu sekresi yang selanjutnya dapat
Pasien mengatakan 1. Mendemostrasikan napas). menimbulkan penggunaan otot bantu napas
batuk berdahak, dan batuk efektif dan dan peningkatan kerja pernapasan.
sulit dikeluarkan. suara napas yang 2. Kaji kemampuan 2. Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat
DO : bersih ,tidak ada mengeluarkan sekresi, kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
 Pasien tampak sianosis dan catat karakter, volume adekuat). Sputum berdarah bila ada
lemah dsypneu (mampu sputum, dan adanya kerusakan (kavitasi) paru atau luka
 Terdengar suara mengeluarkan hemoptisis. bronkhial dan memerlukan intervensi lebih
napas ronchi sputum, mampu lanjut.
 Bentuk dada bernapas dengan 3. Berikan posisi 3. Posisi fowler memaksimalkan ekspansi
mengalami mudah). fowler/semi fowler paru dan menurunkan upaya napas.
retraksi 2. Menunjukkan tinggi dan bantu klien Ventilasi maksimal membuka atelektasis
 Tanda-tanda jalan napas yang berlatih napas dalam dan dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan
vital paten (klien tidak batuk efektif napas besar untuk dikeluarkan
TD : 90/70 merasa tercekik, 4. Bersihkan sekret dari 4. Mencegah obstruksi dan aspirasi,
mmHg irama napas, mulut dan trakhea, bila pengisapan diperlukan bila klien tidak
Nadi : 100 x/m frekuensi perlu lakukan mampu mengeluarkan sekret

Poltekkes Kemenkes Palembang


60

RR : 28 x/m pernapasan dalam pengisapan (suction)


Suhu : 36.7 °c rentang normal,
tidak ada suara Kolaborasi Kolaborasi :
napas abnormal). Pemberian obat sesuai
3. Mampu indikasi OAT
mengidentifikasi 1. Mukolitik, contoh 1. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan mencegah asetilsistein (mucomyst) dan perlengkapan sekret paru untuk
faktor yang dapat memudahkan pembersihan.
menghambat jalan 2. Bronkodiilator, contoh 2. Bronkolidator meningkatkan diameter
napas. okstrifillin lumen percabangan trakeobronkial
sehingga menurunkan tahapan terhadap
aliran udara.
3. Kortikosteroid 3. Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan
(Prednison) luas pada hipoksemia dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


61

Tabel 4.7 Intervensi Keperawatan Pada Tn K Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

NO Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan Tujuan : Mandiri : Mandiri :
Bersihan Jalan Bersihan jalan napas 1. Kaji fungsi pernapasan 1. Penurunan bunyi napas menunjukkan
Napas ditandai kembali efektif. (bunyi napas, kecepatan, atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi
dengan : irama, kedalaman, dan sekret dan ketidakefektifan pengeluaran
DS : Kriteria Hasil : penggunaan otot bantu sekresi yang selanjutnya dapat
Pasien mengatakan 1. Mendemostrasikan napas). menimbulkan penggunaan otot bantu napas
sesak napas, batuk batuk efektif dan dan peningkatan kerja pernapasan.
berdahak, dan terasa suara napas yang 2. Kaji kemampuan 2. Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat
sakit saat batuk. bersih ,tidak ada mengeluarkan sekresi, kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
DO : sianosis dan catat karakter, volume adekuat). Sputum berdarah bila ada
 Keadaan umum dsypneu (mampu sputum, dan adanya kerusakan (kavitasi) paru atau luka
lemah mengeluarkan hemoptisis. bronkhial dan memerlukan intervensi lebih
 Kesadaran sputum, mampu lanjut.
composmentis bernapas dengan 3. Berikan posisi 3. Posisi fowler memaksimalkan ekspansi
 Terdengar suara mudah). fowler/semi fowler tinggi paru dan menurunkan upaya napas.
napas ronchi 2. Menunjukkan dan bantu klien berlatih Ventilasi maksimal membuka atelektasis
 Bentuk dada jalan napas yang napas dalam dan batuk dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan
mengalami paten (klien tidak efektif napas besar untuk dikeluarkan
retraksi merasa tercekik, 4. Bersihkan sekret dari 4. Mencegah obstruksi dan aspirasi,
 Tanda-tanda irama napas, mulut dan trakhea, bila pengisapan diperlukan bila klien tidak
vital frekuensi perlu lakukan pengisapan mampu mengeluarkan sekret
TD : 140/70 pernapasan dalam (suction)
mmHg rentang normal,
Nadi : 96 x/m tidak ada suara

Poltekkes Kemenkes Palembang


62

RR : 27 x/m napas abnormal). Kolaborasi : Kolaborasi :


Suhu : 36.3 °c 3. Mampu Pemberian obat sesuai
mengidentifikasi indikasi OAT
dan mencegah 1. Mukolitik, contoh 1. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
faktor yang dapat asetilsistein (mucomyst) dan perlengkapan sekret paru untuk
menghambat jalan memudahkan pembersihan.
napas. 2. Bronkodiilator, contoh 2. Bronkolidator meningkatkan diameter
okstrifillin lumen percabangan trakeobronkial
sehingga menurunkan tahapan terhadap
aliran udara.
3. Kortikosteroid 3. Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan
(Prednison) luas pada hipoksemia dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.

Berdasarkan table 4.7 dan table 4.8 peneliti hanya mengambil intervensi dengan masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas sesuai dengan studi kasus yang diteliti dan dapat disimpulkan bahwa kedua pasien yaitu Tn.T dan Tn. K
memiliki masalah keperawatan yang sama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas.

Poltekkes Kemenkes Palembang


63

4.3.4 Implementasi Keperawatan

Tabel 4.8 Hasil Implementasi Keperawatan Pada Tn. T di hari ke-1 Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Rumah
Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

NO Tanggal /Jam Dx.Kep Implementasi Respon

1. Memberikan posisi semi fowler 1. Pasien mau menjawab


Posisi setengah duduk dengan kepala dinaikkan 35-45, salam penulis.
1. 11 April 2019 Ketidakefektifan tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran udara 2. Pasien mendengarkan
Bersihan Jalan dan mempertahankan kenyamanan pada pasien. Hal pertama dengan seksama
09.00 wib penjelasan dari
Napas yang harus dipersiapkan penulis dalam melakukan
penulis.
implementasi pemberian posisi semi fowler adalah 3. Pasien tidak bertanya
menyiapkan bantal kecil, gulungan handuk, bantalan kaki, dan dan mengatakan
sarung tangan jika diperlukan. Sebelum melakukan tindakan, sudah mengerti
penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan. terhadap penjelasan
Selanjutnya penulis memberi salam kepada pasien, yang telah
menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan disampaikan.
4. Pasien tidak
dilakukan dan memberikan kesempatan pasien untuk bertanya
mengalami kesulitan
jika ada yang ingin ditanyakan. Pada tahap pelaksanaan, saat penulis
penulis menaikkan kepala tempat tidur 35-45. Penulis tidak memberikan serta
meletakkan bantal dibawah punggung klien karena tidak mengajarkan posisi
terdapat celah disana, sebagaimana yang tertera pada SOP semi fowler.
yaitu letakkan bantal kecil dibawah punggung jika ada celah.
Selanjutnya penulis meletakkan bantal dibawah kepala pasien.
Setelah dilakukan tindakan pemberian posisi semi fowler,
penulis mencuci tangan dan menanyakan respon pasien.

Poltekkes Kemenkes Palembang


64

Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan


.
2. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif. 1. Pasien menjawab
Setelah dilakukan pemberian posisi semi fowler, penulias salam
2. 11 April 2019 melakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam 2. Pasien mendengarkan
dam batuk efektif. Teknik batuk efektif merupakan teknik yang seksama penjelasan
09.45 wib dari penulis.
benar untuk mengeluarkan sekret atau dahak yang menumpuk
3. Pasien tidak bertanya
dengan maksimal, sedangkan latihan napas dalam merupakan dan mengerti terhadap
teknik untuk meningkatkan efisiensi batuk tersebut. penjelasan yang sudah
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam diberikan.
melakukan implementasi mengajarkan teknik relaksasi napas 4. Pasien
dalam dam batuk efektif yaitu pot sputum, tissue, handuk memperhatikan
kecil, dan bantal. Sebelum melakukan tindakan, penulis penulis saat
mempraktikkan
mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan dan
teknik napas dalam
menggunakan masker. dan batuk efektif.
Selanjutnya penulis masuk kembali keruangan dan 5. Pasien tidak
mengucapkan salam, kemudian penulis menjelaskan tujuan mengalami kesulitan
dan prosedur tindakan yang akan dilakukan dan memberikan saat diajarkan teknik
kesempatan pasien untuk bertanya jika ada yang ingin napas dalam dan
ditanyakan. Selanjutnya penulis mempraktikkan teknik napas batuk efektif.
dalam dan batuk efektif. Kemudian barulah penulis
mengaplikasikan kepada pasien. Penulis mengatur posisi yang
nyaman untuk pasien dan meletakkan handuk kecil di dada
pasien. Kemudian anjurkan pasien untuk menarik napas
beberapa detik melalui hidung dengan mulut tertutup dan tahan
sampai hitungan ke 3. Kemudian mengeluarkan napas pelan-

Poltekkes Kemenkes Palembang


65

pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul. Setelah


pasien sudah mengerti dilanjutkan mengajarkan teknik batuk
efektif yaitu tarik napas dalam 4-5 kali. Pada tarikan napas
dalam yang terakhir, napas ditahan selama 1-2 detik. Angkat
bahu dan dada serta batukkan dengan kuat dan spontan.
Keluarkan dahak dengan bunyi ha.. ha.. atau huf.. huf.. huf... .
Lakukan berulang sesuai kebutuhan.
Setelah dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi
napas dalam dam batuk efektif, penulis mencuci tangan dan
menanyakan respon pasien. Penulis mendokumentasikan
tindakan yang telah dilakukan

3. Berkolaborasi pemberian terapi obat Ambroxol 1x30mg. 1. Pasien menjawab


Penulis berkolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter salam
3. 11 April 2019 untuk pemberian obat oral yang ditujukan untuk mengatasi 2. Pasien mendengarkan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan seksama penjelasan
12.30 wib dari penulis.
dengan pembentukan sputum. Obat yang diberikan adalah obat
3. Pasien tidak bertanya
ambroxol, yaitu salah satu obat yang masuk dalam kategori dan mengerti terhadap
golongan mukolitik, yaitu obat yang berfungsi untuk penjelasan yang sudah
mengencerkan dahak. diberikan.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam 4. Pasien mau dan
melakukan implementasi pemberian obat oral yaitu ambroxol mematuhi aturan
1x30mg, gelas air minum dan baki. Sebelum melakukan minum obat.
tindakan, penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung
tangan dan menggunakan masker. Selanjutnya penulis masuk
keruangan dan mengucapkan salam, sebelum nya penulis

Poltekkes Kemenkes Palembang


66

menyiapkan obat yang diperlukan, kemudian penulis


menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan dan memberikan kesempatan pasien untuk bertanya
jika ada yang ingin ditanyakan. Penulis memeriksa kembali
obat lalu diberikan kepada pasien dan menunggu sampai
semua obat habis ditelan.
Setelah dilakukan tindakan pemberian obat ambroxol
1x30mg, penulis mencuci tangan dan menanyakan respon
pasien. Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah
dilakukan.

Tabel 4.9 Hasil Implementasi Keperawatan Pada Tn. T di hari ke-2 Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Rumah
Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

NO Tanggal /Jam Dx.Kep Implementasi Respon

1. Memberikan posisi semi fowler 1. Pasien menjawab


Posisi setengah duduk dengan kepala dinaikkan 35-45, salam
1. 12 April 2019 Ketidakefektifan tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran udara 2. Pasien mampu
Bersihan Jalan dan mempertahankan kenyamanan pada pasien. Hal pertama melakukan posisi
09.00 wib semi fowler dengan
Napas yang harus dipersiapkan penulis dalam melakukan
mandiri dan pasien
implementasi pemberian posisi semi fowler adalah merasa nyaman.
menyiapkan bantal kecil, gulungan handuk, bantalan kaki, dan

Poltekkes Kemenkes Palembang


67

sarung tangan jika diperlukan. Sebelum melakukan tindakan,


penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Selanjutnya penulis memberi salam kepada pasien.
Penulis mengevaluasi kemampuan pasien. Penulis menaikkan
kepala tempat tidur 35-45. Selanjutnya Pasien dengan mandiri
meletakkan bantal dibawah kepala nya
Setelah dilakukan tindakan pemberian posisi semi fowler,
penulis mencuci tangan dan menanyakan respon pasien.
Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan .

2. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif. 1. Pasien menjawab
Setelah dilakukan pemberian posisi semi fowler, penulis salam
2. 12 April 2019 melakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam 2. Pasien mampu
dam batuk efektif. Teknik batuk efektif merupakan teknik yang melakukan teknik
09.45 wib napas dalam dan
benar untuk mengeluarkan sekret atau dahak yang menumpuk
batuk efektif secara
dengan maksimal, sedangkan latihan napas dalam merupakan mandiri dan sedikit
teknik untuk meningkatkan efisiensi batuk tersebut. bantuan dari penulis.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam
melakukan implementasi mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam dam batuk efektif yaitu pot sputum, tissue, handuk
kecil, dan bantal. Sebelum melakukan tindakan, penulis
mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan dan
menggunakan masker.
Selanjutnya penulis masuk kembali keruangan dan
mengucapkan salam, kemudian penulis mengevaluasi latihan
teknik napas dalam dan batuk efektif yang kemarin telah

Poltekkes Kemenkes Palembang


68

diajarkan. Selanjutnya penulis meminta pasien untuk


melakukan teknik napas dalam dan batuk efektif.
Setelah dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi
napas dalam dam batuk efektif, penulis mencuci tangan dan
menanyakan respon pasien. Penulis mendokumentasikan
tindakan yang telah dilakukan.
3. Berkolaborasi pemberian terapi obat Ambroxol 1x30 mg. 1. Pasien menjawab
Penulis berkolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter salam
3. 12 April 2019 untuk pemberian obat oral yang ditujukan untuk mengatasi 2. Pasien mengikuti
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan aturan minum obat
12.30 wib dengan baik dan
dengan pembentukan sputum. Obat yang diberikan adalah obat
benar.
ambroxol, yaitu salah satu obat yang masuk dalam kategori
golongan mukolitik, yaitu obat yang berfungsi untuk
mengencerkan dahak.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam
melakukan implementasi pemberian obat oral yaitu ambroxol
1x30mg, gelas air minum dan baki. Sebelum melakukan
tindakan, penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung
tangan dan menggunakan masker. Selanjutnya penulis masuk
keruangan dan mengucapkan salam, sebelum nya penulis
menyiapkan obat yang diperlukan, penulis mengevaluasi
pemberian obat kemarin. Penulis memeriksa kembali obat lalu
diberikan kepada pasien dan menunggu sampai semua obat
habis ditelan.
Setelah dilakukan tindakan pemberian obat ambroxol
1x30mg, penulis mencuci tangan dan menanyakan respon

Poltekkes Kemenkes Palembang


69

pasien. Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah


dilakukan.

Tabel 4.10 Hasil Implementasi Keperawatan Pada Tn. T di hari ke-3 Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Rumah
Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

NO Tanggal /Jam Dx.Kep Implementasi Respon

1. Memberikan posisi semi fowler 1. Pasien menjawab


Posisi setengah duduk dengan kepala dinaikkan 35-45, salam
1. 13 April 2019 Ketidakefektifan tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran udara 2. Pasien merasa
Bersihan Jalan dan mempertahankan kenyamanan pada pasien. Hal pertama nyaman dengan posisi
09.00 wib semi fowler yang
Napas yang harus dipersiapkan penulis dalam melakukan
diberikan penulis.
implementasi pemberian posisi semi fowler adalah
menyiapkan bantal kecil, gulungan handuk, bantalan kaki, dan
sarung tangan jika diperlukan. Sebelum melakukan tindakan,
penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Selanjutnya penulis memberi salam kepada pasien.
Penulis mengevaluasi kemampuan pasien. Penulismeminta
pasien untuk melakukan posisi semi fowler.
Setelah dilakukan tindakan pemberian posisi semi fowler,
penulis mencuci tangan dan menanyakan respon pasien.
Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan .
2. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif. 1. Pasien menjawab
Setelah dilakukan pemberian posisi semi fowler, penulis salam
2. melakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam 2. Pasien mampu

Poltekkes Kemenkes Palembang


70

melakukan teknik
13 April 2019 dam batuk efektif. Teknik batuk efektif merupakan teknik yang napas dalam dan
benar untuk mengeluarkan sekret atau dahak yang menumpuk batuk efektif secara
09.45 wib dengan maksimal, sedangkan latihan napas dalam merupakan mandiri.
teknik untuk meningkatkan efisiensi batuk tersebut.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam
melakukan implementasi mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam dam batuk efektif yaitu pot sputum, tissue, handuk
kecil, dan bantal. Sebelum melakukan tindakan, penulis
mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan dan
menggunakan masker.
Selanjutnya penulis masuk kembali keruangan dan
mengucapkan salam, kemudian penulis mengevaluasi latihan
teknik napas dalam dan batuk efektif yang kemarin telah
diajarkan. Selanjutnya penulis mempersilahkan pasien untuk
melakukan teknik napas dalam dan batuk efektif.
Setelah dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi
napas dalam dam batuk efektif, penulis mencuci tangan dan
menanyakan respon pasien. Penulis mendokumentasikan
tindakan yang telah dilakukan

3. Berkolaborasi pemberian terapi obat Ambroxol 1x30 mg. 1. Pasien menjawab


Penulis berkolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter salam
3. 13 April 2019 untuk pemberian obat oral yang ditujukan untuk mengatasi 2. Pasien mengikuti
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan aturan minum obat
12.30 wib dan merasa lebih baik.
dengan pembentukan sputum. Obat yang diberikan adalah obat
ambroxol, yaitu salah satu obat yang masuk dalam kategori

Poltekkes Kemenkes Palembang


71

golongan mukolitik, yaitu obat yang berfungsi untuk


mengencerkan dahak.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam
melakukan implementasi pemberian obat oral yaitu ambroxol
1x30mg, gelas air minum dan baki. Sebelum melakukan
tindakan, penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung
tangan dan menggunakan masker. Selanjutnya penulis masuk
keruangan dan mengucapkan salam, sebelum nya penulis
menyiapkan obat yang diperlukan, penulis mengevaluasi
pemberian obat kemarin. Penulis memeriksa kembali obat lalu
diberikan kepada pasien dan menunggu sampai semua obat
habis ditelan.
Setelah dilakukan tindakan pemberian obat ambroxol
1x30mg, penulis mencuci tangan dan menanyakan respon
pasien. Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah
dilakukan.

Tabel 4.11 Hasil Implementasi Keperawatan Pada Tn. K di hari ke-1 Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Rumah
Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

NO Tanggal /Jam Dx.Kep Implementasi Respon

1. Memberikan posisi semi fowler 1. Pasien sedikit kurang


Posisi setengah duduk dengan kepala dinaikkan 35-45, kooperatif
1. Ketidakefektifan tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran udara dikarenakan kondisi

Poltekkes Kemenkes Palembang


72

fisik yang lemah,


11 April 2019 Bersihan Jalan dan mempertahankan kenyamanan pada pasien. Hal pertama tetapi terdapat
Napas yang harus dipersiapkan penulis dalam melakukan keluarga pasien
10.30 wib implementasi pemberian posisi semi fowler adalah disana yang
menjawab salam.
menyiapkan bantal kecil, gulungan handuk, bantalan kaki, dan
2. Pasien sedikit kurang
sarung tangan jika diperlukan. Sebelum melakukan tindakan, kooperatif saat diajak
penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan. berinteraksi.
Selanjutnya penulis memberi salam kepada pasien, 3. Pasien tidak bertanya
menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dan hanya
dilakukan dan memberikan kesempatan pasien untuk bertanya menganggukkan
jika ada yang ingin ditanyakan. Pada tahap pelaksanaan, kepala saja setelah
diberi penjelasan .
penulis menaikkan kepala tempat tidur 35-45. Penulis tidak
4. Pasien mengalami
meletakkan bantal dibawah punggung klien karena tidak mengalami kesulitan
terdapat celah disana, sebagaimana yang tertera pada SOP saat penulis
yaitu letakkan bantal kecil dibawah punggung jika ada celah. memberikan serta
Selanjutnya penulis meletakkan bantal dibawah kepala pasien. mengajarkan posisi
Setelah dilakukan tindakan pemberian posisi semi fowler, semi fowler.
penulis mencuci tangan dan menanyakan respon pasien.
Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

2. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif. 1. Pasien sedikit kurang
Setelah dilakukan pemberian posisi semi fowler, penulias kooperatif
2. 11 April 2019 melakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dikarenakan kondisi
dam batuk efektif. Teknik batuk efektif merupakan teknik yang fisik yang lemah,
11.00 wib tetapi terdapat
benar untuk mengeluarkan sekret atau dahak yang menumpuk
keluarga pasien
dengan maksimal, sedangkan latihan napas dalam merupakan disana yang
teknik untuk meningkatkan efisiensi batuk tersebut.

Poltekkes Kemenkes Palembang


73

menjawab salam.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam 2. Pasien sedikit kurang
melakukan implementasi mengajarkan teknik relaksasi napas kooperatif saat diajak
dalam dam batuk efektif yaitu pot sputum, tissue, handuk berinteraksi.
3. Pasien tidak bertanya
kecil, dan bantal. Sebelum melakukan tindakan, penulis
dan hanya
mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan dan menganggukkan
menggunakan masker. kepala saja setelah
Selanjutnya penulis masuk kembali keruangan dan diberi penjelasan .
mengucapkan salam, kemudian penulis menjelaskan tujuan 4. Pasien
dan prosedur tindakan yang akan dilakukan dan memberikan memperhatikan
kesempatan pasien untuk bertanya jika ada yang ingin penulis saat
mempraktikkan
ditanyakan. Selanjutnya penulis mempraktikkan teknik napas
teknik napas dalam
dalam dan batuk efektif. Kemudian barulah penulis dan batuk efektif.
mengaplikasikan kepada pasien. Penulis mengatur posisi yang 5. Pasien mengalami
nyaman untuk pasien dan meletakkan handuk kecil di dada kesulitan saat
pasien. Kemudian anjurkan pasien untuk menarik napas diajarkan teknik napas
beberapa detik melalui hidung dengan mulut tertutup dan tahan dalam dan batuk
sampai hitungan ke 3. Kemudian mengeluarkan napas pelan- efektif.
pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul. Setelah
pasien sudah mengerti dilanjutkan mengajarkan teknik batuk
efektif yaitu tarik napas dalam 4-5 kali. Pada tarikan napas
dalam yang terakhir, napas ditahan selama 1-2 detik. Angkat
bahu dan dada serta batukkan dengan kuat dan spontan.
Keluarkan dahak dengan bunyi ha.. ha.. atau huf.. huf.. huf... .
Lakukan berulang sesuai kebutuhan.
Setelah dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi

Poltekkes Kemenkes Palembang


74

napas dalam dam batuk efektif, penulis mencuci tangan dan


menanyakan respon pasien. Penulis mendokumentasikan
tindakan yang telah dilakukan

3. Berkolaborasi pemberian terapi obat Ambroxol 1x30mg. 1. Pasien tersenyum


Penulis berkolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter kepada penulis
3. 11 April 2019 untuk pemberian obat oral yang ditujukan untuk mengatasi 2. Pasien mendengarkan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan seksama penjelasan
12.40 wib dari penulis.
dengan pembentukan sputum. Obat yang diberikan adalah obat
3. Pasien tidak bertanya
ambroxol, yaitu salah satu obat yang masuk dalam kategori dan menganggukkan
golongan mukolitik, yaitu obat yang berfungsi untuk kepala terhadap
mengencerkan dahak. penjelasan yang sudah
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam diberikan.
melakukan implementasi pemberian obat oral yaitu ambroxol 4. Pasien mau dan
1x30mg, gelas air minum dan baki. Sebelum melakukan mematuhi aturan
minum obat.
tindakan, penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung
tangan dan menggunakan masker. Selanjutnya penulis masuk
keruangan dan mengucapkan salam, sebelum nya penulis
menyiapkan obat yang diperlukan, kemudian penulis
menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan dan memberikan kesempatan pasien untuk bertanya
jika ada yang ingin ditanyakan. Penulis memeriksa kembali
obat lalu diberikan kepada pasien dan menunggu sampai
semua obat habis ditelan.
Setelah dilakukan tindakan pemberian obat ambroxol
1x30mg, penulis mencuci tangan dan menanyakan respon

Poltekkes Kemenkes Palembang


75

pasien. Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah


dilakukan.

Tabel 4.12 Hasil Implementasi Keperawatan Pada Tn. K di hari ke-2 Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas Di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

NO Tanggal /Jam Dx.Kep Implementasi Respon

1. Memberikan posisi semi fowler 1. Pasien menjawab


Posisi setengah duduk dengan kepala dinaikkan 35-45, salam
1. 12 April 2019 Ketidakefektifan tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran udara 2. Pasien mampu
Bersihan Jalan dan mempertahankan kenyamanan pada pasien. Hal pertama melakukan posisi
10.30 wib semi fowler dengan
Napas yang harus dipersiapkan penulis dalam melakukan
bantuan dari penulis.
implementasi pemberian posisi semi fowler adalah
menyiapkan bantal kecil, gulungan handuk, bantalan kaki, dan
sarung tangan jika diperlukan. Sebelum melakukan tindakan,
penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Selanjutnya penulis memberi salam kepada pasien.
Penulis mengevaluasi kemampuan pasien. Penulis menaikkan
kepala tempat tidur 35-45. Selanjutnya Pasien dengan mandiri

Poltekkes Kemenkes Palembang


76

meletakkan bantal dibawah kepala nya dengan sedikit bantuan


dari penulis.
Setelah dilakukan tindakan pemberian posisi semi fowler,
penulis mencuci tangan dan menanyakan respon pasien.
Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan .

2. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif. 1. Pasien menjawab
Setelah dilakukan pemberian posisi semi fowler, penulis salam
2. 12 April 2019 melakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam 2. Pasien tidak
dam batuk efektif. Teknik batuk efektif merupakan teknik yang mengalami kesulitan
11.00 wib saat diajarkan teknik
benar untuk mengeluarkan sekret atau dahak yang menumpuk
napas dalam dan
dengan maksimal, sedangkan latihan napas dalam merupakan batuk efektif dan
teknik untuk meningkatkan efisiensi batuk tersebut. pasien merasa cukup
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam nyaman.
melakukan implementasi mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam dam batuk efektif yaitu pot sputum, tissue, handuk
kecil, dan bantal. Sebelum melakukan tindakan, penulis
mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan dan
menggunakan masker.
Selanjutnya penulis masuk kembali keruangan dan
mengucapkan salam, kemudian penulis mengevaluasi latihan
teknik napas dalam dan batuk efektif yang kemarin telah
diajarkan. Selanjutnya penulis meminta pasien untuk
melakukan teknik napas dalam dan batuk efektif.
Setelah dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi
napas dalam dam batuk efektif, penulis mencuci tangan dan

Poltekkes Kemenkes Palembang


77

menanyakan respon pasien. Penulis mendokumentasikan


tindakan yang telah dilakukan

3. Berkolaborasi pemberian terapi obat Ambroxol 1x30 mg. 1. Pasien menjawab


Penulis berkolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter salam
3. 12 April 2019 untuk pemberian obat oral yang ditujukan untuk mengatasi 2. Pasien mengikuti
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan aturan minum obat
12.40 wib dengan baik.
dengan pembentukan sputum. Obat yang diberikan adalah obat
ambroxol, yaitu salah satu obat yang masuk dalam kategori
golongan mukolitik, yaitu obat yang berfungsi untuk
mengencerkan dahak.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam
melakukan implementasi pemberian obat oral yaitu ambroxol
1x30mg, gelas air minum dan baki. Sebelum melakukan
tindakan, penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung
tangan dan menggunakan masker. Selanjutnya penulis masuk
keruangan dan mengucapkan salam, sebelum nya penulis
menyiapkan obat yang diperlukan, penulis mengevaluasi
pemberian obat kemarin. Penulis memeriksa kembali obat lalu
diberikan kepada pasien dan menunggu sampai semua obat
habis ditelan.
Setelah dilakukan tindakan pemberian obat ambroxol
1x30mg, penulis mencuci tangan dan menanyakan respon
pasien. Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah
dilakukan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


78

Tabel 4.13 Hasil Implementasi Keperawatan Pada Tn. K di hari ke-3 Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Rumah
Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

NO Tanggal /Jam Dx.Kep Implementasi Respon

1. Memberikan posisi semi fowler 1. Pasien menjawab


Posisi setengah duduk dengan kepala dinaikkan 35-45, salam
1. 12 April 2019 Ketidakefektifan tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran udara 2. Pasien mampu
Bersihan Jalan dan mempertahankan kenyamanan pada pasien. Hal pertama melakukan posisi
10.30 wib semi fowler dengan
Napas yang harus dipersiapkan penulis dalam melakukan
mandiri dan pasien
implementasi pemberian posisi semi fowler adalah merasa nyaman.
menyiapkan bantal kecil, gulungan handuk, bantalan kaki, dan
sarung tangan jika diperlukan. Sebelum melakukan tindakan,
penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
Selanjutnya penulis memberi salam kepada pasien.
Penulis mengevaluasi kemampuan pasien. Penulis menaikkan
kepala tempat tidur 35-45. Selanjutnya Pasien dengan mandiri
meletakkan bantal dibawah kepala nya dengan sedikit bantuan
penulis.
Setelah dilakukan tindakan pemberian posisi semi fowler,
penulis mencuci tangan dan menanyakan respon pasien.
Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan .

2. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan batuk efektif. 1. Pasien menjawab
Setelah dilakukan pemberian posisi semi fowler, penulis salam
2. 12 April 2019 melakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam 2. Pasien mampu
dam batuk efektif. Teknik batuk efektif merupakan teknik yang melakukan teknik

Poltekkes Kemenkes Palembang


79

11.00 wib napas dalam dan


benar untuk mengeluarkan sekret atau dahak yang menumpuk batuk efektif secara
dengan maksimal, sedangkan latihan napas dalam merupakan mandiri dan sedikit
teknik untuk meningkatkan efisiensi batuk tersebut. bantuan dari penulis.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam
melakukan implementasi mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam dam batuk efektif yaitu pot sputum, tissue, handuk
kecil, dan bantal. Sebelum melakukan tindakan, penulis
mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan dan
menggunakan masker.
Selanjutnya penulis masuk kembali keruangan dan
mengucapkan salam, kemudian penulis mengevaluasi latihan
teknik napas dalam dan batuk efektif yang kemarin telah
diajarkan. Selanjutnya penulis meminta pasien untuk
melakukan teknik napas dalam dan batuk efektif.
Setelah dilakukan tindakan mengajarkan teknik relaksasi
napas dalam dam batuk efektif, penulis mencuci tangan dan
menanyakan respon pasien. Penulis mendokumentasikan
tindakan yang telah dilakukan

3. Berkolaborasi pemberian terapi obat Ambroxol 1x30 mg. 3. Pasien menjawab


Penulis berkolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter salam
3. 12 April 2019 untuk pemberian obat oral yang ditujukan untuk mengatasi 4. Pasien mengikuti
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan aturan minum obat
12.40 wib dengan baik dan
dengan pembentukan sputum. Obat yang diberikan adalah obat
benar.
ambroxol, yaitu salah satu obat yang masuk dalam kategori
golongan mukolitik, yaitu obat yang berfungsi untuk

Poltekkes Kemenkes Palembang


80

mengencerkan dahak.
Hal pertama yang harus dipersiapkan penulis dalam
melakukan implementasi pemberian obat oral yaitu ambroxol
1x30mg, gelas air minum dan baki. Sebelum melakukan
tindakan, penulis mencuci tangan dan menggunakan sarung
tangan dan menggunakan masker. Selanjutnya penulis masuk
keruangan dan mengucapkan salam, sebelum nya penulis
menyiapkan obat yang diperlukan, penulis mengevaluasi
pemberian obat kemarin. Penulis memeriksa kembali obat lalu
diberikan kepada pasien dan menunggu sampai semua obat
habis ditelan.
Setelah dilakukan tindakan pemberian obat ambroxol
1x30mg, penulis mencuci tangan dan menanyakan respon
pasien. Penulis mendokumentasikan tindakan yang telah
dilakukan.

Berdasarkan table 4.9 dan table 4.10 implementasi keperawatan pada kedua pasien dilakukan selama 3 hari.Implementasi
dilakukan sesuai dengan batas dan kemampuan peneliti. Selama melakukan implementasi pasien dan keluarga sangat kooperatif.

Poltekkes Kemenkes Palembang


81

1.3.5 Evaluasi
Tabel 4.14 Evaluasi Keperawatan Pada Tn T Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Dari Kebutuhan Tubuh Di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

Tanggal Jam Catatan Perkembangan Paraf

Poltekkes Kemenkes Palembang


82

S : Pasien mengatakan batuk berdahak dan sulit dikeluarkan.


O : Terdengar suara napas ronchi.
: Pasien tampak lemah
: Tanda-tanda vital
TD : 90/70 mmHg
11 April 2019 13.30
Nadi : 100 x/m
RR : 28 x/m
Suhu : 36.7°C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S : Pasien mengatakan batuk berdahak dan tenggorokan
terasa gatal.
O : Terpasang IUVD RL gtt 30x/m
12 April 2019 13.30 : Terdengar suara napas ronchi.
: Tanda-tanda vital
TD : 90/70 mmHg
Nadi : 96x/m
RR : 24 x/m
Suhu : 36.4°C
A : Masalah belum teratasi

Poltekkes Kemenkes Palembang


83

P : Intervensi dilanjutkan
S : Pasien mengatakan batuk berkurang dan sedikit lebih
mudah mengeluarkan dahak.
O : Tanda-tanda vital
TD : 90/70 mmHg
13 April 2019 13.30
Nadi : 96x/m
RR : 22 x/m
Suhu : 36.4°C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan
Tabel 4.15 Evaluasi Keperawatan Pada Tn K Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019

Tanggal Jam Catatan Perkembangan Paraf

Poltekkes Kemenkes Palembang


84

S : Pasien mengatakan sesak napas, batuk berdahak, terasa


sakit saat batuk.
O : Terdengar suara napas ronchi.
: Pasien tampak lemah
: Tanda-tanda vital
11 April 2019 14.00
TD : 140/70 mmHg
Nadi : 96 x/m
RR : 27 x/m
Suhu : 36.0°C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

S : Pasien mengatakan terasa sakit saat batuk.


O : Terdengar suara napas ronchi
: Terpasang IUVD RL gtt30x/m
12 April 2019 14.00 : Terdengar suara napas ronchi
: Tanda-tanda vital
TD : 140/70 mmHg
Nadi : 96 x/m
RR : 24 x/m
Suhu : 36.0°C

Poltekkes Kemenkes Palembang


85

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
S : Pasien mengatakan sesak napas berkurang, sakit saat
batuk juga sedikit berkurang.
O : Tanda-tanda vital
TD : 140/70 mmHg
13 April 2019 14.00
Nadi : 100x/m
RR : 22 x/m
Suhu : 36.0°C
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dihentikan

Berdasarkan tabel 4.11 dan tabel 4.12 setelah dilakukan implementasi keperawatan selama tiga hari pasien menunjukkan
evaluasi lebih baik dari sebelumnya dan masalah keperawatan pada kedua pasien teratasi sebagian.

Poltekkes Kemenkes Palembang


BAB V
PEMBAHASAN

Penulis telah melakukan implementasi keperawatan pada pasien tuberkulosis


paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas selama 3 hari yaitu
pada Tn.T dan Tn.K sama-sama dimulai dari tanggal 11 April 2019 hingga 13
April 2019 di Ruang Balido Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan.
Sebelum melakukan implementasi penulis terlebih dahulu melakukan pengkajian
terhada pasien 1 dan pasien 2. Pengkajian yang dilakukan pada Tn.T dan Tn. K
mulai dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Soemantri, (2008) dimana pengkajian pada klien
Tuberkulosis Paru adalah pengkajian pada gejala seperti batuk disertai
darah/dahak kental berwarna hijau, demam, sesak, nyeri dada, penurunan berat
badan, kehilangan nafsu makan.
Pada bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara implementasi
keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas secara teoritis dengan implementasi keperawatan yang
dilakukan di lapangan. Penulis juga membahas perbandingan perkembangan
antara kedua pasien setelah dilakukan implementasi yang sama. Fase
implementasi dari proses keperawatan mengikuti rumusan dari rencana
keperawatan dan mengacu kepada pelaksanaan rencana keperawatan yang sudah
disusun (Brunner & Sudarth, 2015).
Pada proses implementasi keperawatan, penulis menerapkan intervensi
sesuai dengan kondisi dan situasi terhadap pasien 1 dan pasien 2 dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas, penulis juga menggunakan sarana yang
tersedia di ruangan. Penulis mengikuti dan mencatat perkembangan pasien dengan
melihat catatan perawat ruangan serta catatan perkembangan dokter yang
menangani pasien 1 dan pasien 2. Adapun didalam pelaksanaan implementasi
keperawatan terhadap pasien 1 dan pasien 2 dengan masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas ini penulis mengalami hambatan dikarenakan waktu dinas

86
87

yang bertabrakan dengan praktik klinik yang sedang penulis laksanakan pada
waktu itu. Penulis melakukan kolaborasi dengan perawat ruangan untuk
mengatasi hambatan tersebut hal ini ditujukan untuk memastikan agar pasien 1
dan pasien 2 mendapatkan perawatan yang optimal dan berkesinambungan. Sesuai
dengan fokus masalah keperawatan yang penulis teliti pada pasien 1 dan pasien 2
yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan
sputum maka, implementasi keperawatan yang dilakukan oleh peneliti berupa
tindakan mandiri seperti, memberikan posisi semi fowler, mengajarkan teknik
napas dalam dan batuk efektif serta tindakan kolaborasi yaitu pemberian terapi
obat mukolitik.

5.1 Memberikan Posisi Semi Fowler

Pada tanggal 11 April hingga 13 April 2019, selama 3 hari berturut dilakuan
tindakan keperawatan yaitu pemberian posisi semi fowler kepada Tn. T dan Tn.
K, dimana tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertukaran gas pasien
sebagai cara untuk mengatasi keluhan sesak napas pada pasien. Posisi semi fowler
adalah posisi setengah duduk dimana kepala ditinggikan paling sedikit 45º.
Metode yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko
penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat
istirahat. Posisi yang paling efektif bagi pasien dengan penyakit kardiopulmonari
adalah diberikannya posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30 - 45º
(Yulia, 2008). Posisi semi fowler pada pasien Tuberkulosis Paru telah dilakukan
sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. (Bare,2010).
Berdasarkan penelitian Aneci Boki Majamoh, dkk (2013) membuktikan bahwa
posisi semi fowler efektif dalam mengembalikan frekuensi napas yang
sebelumnya termasuk dalam frekuensi sesak napas setelah dibeerikan posisi semi
fowler termasuk frekuensi pernapasan normal.
Pada kasus tuberkulosis paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas yang ditemukan penulis diruangan Balido Rumah Sakit Khusus Paru
Sumatera Selatan, hal yang pertama kali dilakukan penulis adalah melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital seperti mengukur tekanan darah, mengukur suhu

Poltekkes Kemenkes Palembang


88

tubuh, mengukur nadi dan menghitung frekuensi pernapasan dan hasil yang
didapatkan untuk pasien 1 Tn. T Tanda-tanda vital : TD 90/70 mmHg, N :
100x/menit, RR : 28x/menit, T : 36,7 ºc, BB : 47 kg, TB : 165 cm sedangkan
untuk pasien 2 Tn. K Tanda-tanda vital : TD 140/70 mmHg, N : 96x/menit, RR :
27x/menit, T : 36.3 ºc, BB : 40 kg, TB : 155 cm. Dari hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital yang telah dilakukan, penulis menemukan masalah pada kedua pasien
yaitu pola napas yang tidak efektif ditandai dengan frekuensi pernapasan yang
tidak normal. Maka penulis memberikan posisi semi fowler guna meningkatkan
pertukaran udara serta memberikan kenyamanan posisi pasien saat bernapas. Pada
pasien 1 Tn. T dan pasien 2 Tn. K penulis melakukan pengkajian pada tanggal 10
April 2019, sedangkan implementasi baru dilaksanakan keesokan harinya pada
tanggal 11 April 2019 hingga 13 April 2019. Pada saat pengkajian yaitu tanggal
10 April 2019 didapatkan identitas pasien, identitas penanggung jawab, tanda-
tanda vital pasien dan masalah yang ada pada pasien yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas. Pada saat penulis melakukan pengkajian terhadap pasien 1
dan 2 yaitu Tn. T dan Tn. K yang memiliki masalah yang sama, mengatakan
batuk-batuk dan susah untuk mengeluarkan dahak serta terasa sakit saat batuk,
napas terasa sesak dikarenakan susah untuk mengeluarkan dahak dan pasien
merasa tidak nyaman dengan posisinya yang terlentang ditempat tidur, aktifitas
pun menjadi sedikit terganggu karena batuk yang terus menerus. Maka dari hasil
pengkajian penulis menerapkan implementasi memberikan posisi semi fowler
pada pasien 1 yaitu Tn. T dengan cara menjelaskan terlebih dahulu pengertian dari
posisi semi fowler kemudian tujuan dari pemberian posisi semi fowler itu sendiri,
hal ini ditujukan agara nantinya pasien mampu melakukan posisi semi fowler ini
dengan mandiri. Setelah penulis melakukan implementasi dihari ke 2 berupa
pemberian posisi semi fowler pada pasien Tn. T, respon yang didapat yaitu
pasien tidak mengalami kesulitan saat perawat memberikan posisi semi fowler
dan merasa cukup nyaman dengan posisi yang diberikan penulis dan tampak
mengerti. Kemudian di hari ke 3 pasien Tn. T sudah tampak menerapkan posisi
yang sudah diberikan oleh penulis, hal ini dilihat pada saat penulis memasuki
ruang rawat pasien di hari kunjungan yang ke 3, pasien tampak sudah berada pada
posisi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pasien sudah mampu menerapkan

Poltekkes Kemenkes Palembang


89

posisi semi fowler secara mandiri. Sehingga di hari ke 4 respon pasien sudah
cukup baik dengan posisi yang telah diberikan pasien merasa sangat nyaman
dengan posisi yang telah diajarkan penulis dan frekuensi napas baik.
Sedangkan pada pasien 2 yaitu Tn. K implementasi yang diberikan penulis
sama dengan pasien 1 yaitu memberikan posisi semi fowler. Terdapat perbedaan
pada pasien 2 dikarenakan pasien sedikit tidak kooperatif saat diajak berinteraksi
dikarenakan badan pasien yang sedikit lemas, tetapi disana terdapat keluarga yang
dapat membantu proses interaksi, penulis pun berusaha semaksimal mungkin
dalam pemberian penjelasan mengenai pengertian dari posisi semi fowler serta
maksud dan tujuan diberikan nya posisi tersebut kepada pasien. Respon yang
didapat yaitu pasien belum cukup mampu untuk mengubah posisi dan masih
membutuhkan bantuan keluarga. Di hari berikutnya pasien tampak lebih baik dari
kemarin dan ingin mengubah posisi menjadi semi fowler seperti yang diajarkan
kemarin, respon yang didapat yaitu pasien mengatakan merasa nyaman dengan
posisi yang diberikan dibandingkan posisi sebelumnya. Selanjutnya di hari ke 4,
penulis melihat pasien sudah mampu mengubah posisi tetapi masih dengan
bantuan keluarga, dan pasien mengatakan sangat nyaman dengan posisi yang telah
diajarkan. Setelah dilakukannya implementasi pemberian posisi semi fowler yang
diajarkan penulis kepada kedua pasien yaitu Tn. T dan Tn. K dalam kurun waktu
tiga hari, penulis dapat membandingkan bahwa antara pasien 1 Tn. T dan pasien 2
Tn. K terdapat sedikit perbedaan dari segi kesehatan fisik meski sama-sama
mempunyai masalah yang sama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas, tetapi
Tn. K sedikit mengalami kesulitan di hari pertama saat penulis memberikan posisi
semi fowler tetapi dihari berikutnya pasien tampak cukup kooperatif dari hari
sebelumnya. Sedangkan dari segi teori pemberian posisi semi fowler yang
dilakukan penulis terhada pasien 1 dan pasien 2 tidak terdapat kesenjangan antara
teori dan hasil pada saat dilakukan penelitian, dikarenakan dapat memberikan rasa
nyaman pada kedua pasien yaitu Tn. T dan Tn. K.

5.2 Mengajarkan Teknik Napas Dalam dan Batuk Efektif

Menurut NANDA (2008) ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah


ketidakmampuan dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran

Poltekkes Kemenkes Palembang


90

pernapasan untuk menjaga bersihan jalan napas. Batasan karakterisitik dari


ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah batuk yang tidak efektif, penurunan
irama napas, dan sianosis gelisah. Teknik napas dalam dan batuk efektif
merupakan teknik batuk yang benar untuk mengeluarkan sekret atau dahak yang
menumpuk dengan maksimal, sedangkan latihan napas dalam merupakan teknik
untuk meningkatkan efisiensi batuk. Menurut Muttaqin (2012), Batuk efektif
merupakan aktifitas keperawatan untuk membersihkan sekresi pada jalan napas.
Penerapan batuk efektif ini membantu pasien untuk batuk dengan benar sehingga
pasien dapat menghemat energi serta tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan
dahak secara maksimal. Berdasarkan penelitian Pranowo (2012), membuktikan
bahwa latihan batuk efektif sangat efektif dalam pengeluaran sputum dan
membantu membersihkan sekret pada jalan napas serta mampu mengatasi sesak
napas pada pasien TB paru. Pada penderita TB Paru produksi sekret, semakin
lama semakin bertambah. Sekret awalnya bersifat mukoid dan keluarnya sedikit,
kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan.
Tertimbunnya benda sekret menyebabkan inflamasi, bila terdapat inflamasi akan
terjadi infeksi yang dapat menambah batuk menjadi keras, maka penting sekali
untuk dilakukan nya teknik batuk efektif dan napas dalam ini. Penderita yang
memiliki sputum dalam jumlah besar harus didorong melakukan batuk efektif
setiap jam saat terjaga atau dua sampai tiga aja agar fase akut lendir berakhir.
Berdasarkan penelitian lain yaitu dari Egeria Dorina Sitorus, dkk pada tahun 2018
di RSUD KOJA Jakarta Utara , penerapan batuk efektif pada pasien Tuberkulosis
Paru yang mengalami masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas mampu
meningkatkan pengeluaran sekret. Dengan demikian batuk efektif dan napas
dalam dapat meningkatkan mobilisisasi sekresi dan mencegah resiko tinggi ritensi
sekresi (pneumonia, atelektasis, dan demam). Penerapan batuk efektif ini
membantu penderita untuk batuk dengan benar sehingga penderita dapat
menghemat energi sehingga dapat mengeluarkan dahak secara maksimal.
Pada implementasi kedua yaitu penulis mengajarkan teknik napas dalam dan
batuk efektif pada kedua pasien untuk membantu efisiensi pengeluaran sputum
yang ada pada pasien agar merasa lebih nyaman saat bernapas. Penerapan hari
pertama, kedua dan ketiga pada pasien 1 dan 2 yaitu Tn. T dan Tn. K pada tanggal

Poltekkes Kemenkes Palembang


91

11 April 2019 hingga 13 April 2019 respon yang didapat pasien 1 Tn. T setelah
pasien diajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif adalah dapat diterima
dengan baik dan pasien tampak kooperatif dan pasien mampu mengikuti teknik
yang diajarkan penulis serta implementasi yang dilakukan oleh penulis tidak luput
juga dibantu keluarga sehingga keluarga pun mengerti teknik yang diajarkan
penulis. Tetapi beda halnya dengan pasien 2 Tn. K tampak tidak kooperatif karena
kondisi fisik pasien yang sangat lemas di hari pertama pasien mengalami kesulitan
saat diajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif . Di hari kedua pasien 1 Tn. T
tampak sudah bisa menerapkan teknik napas dalam dengan sendirinya dan masih
dibimbing penulis, respon pasien tampak lebih baik dan jumlah sputum yang
dikeluarkan cukup banyak, pasien merasa sputum yang ada pada tenggorokan
pasien berkurang. Sedangkan pasien 2 Tn. K sudah sedikit mampu mengikuti
teknik yang diajarkan penulis dan masih butuh bimbingan penulis dan keluarga,
respon pasien masih merasakan batuk-batuk dan sulit mengeluarkan sekret tetapi
di hari ke dua sekret mulai keluar dengan teknik yang diajarkan penulis. Pada hari
ke tiga kedua pasien Tn. T dan Tn. K sudah bisa melakukan teknik napas dalam
dan batuk efektif secara mandiri dan sekret yang ada pada tenggerokan pasien
sudah berkurang dan respon kedua pasien memperoleh rasa nyaman dan merasa
lebih baik. Pada implementasi pemberian teknik napas dalam dan batuk efektif
yang diajarkan penulis kepada kedua pasien yaitu Tn. T dan Tn. K dalam kurun
waktu 3 hari, penulis mendapatkan perbandingan antara pasien 1 Tn. T dan pasien
2 Tn. K yaitu terdapat perbedaan dari segi kesehatan fisiknya dimana Tn, K
mengeluhkan tubuhnya lemas dihari pertama, sehingga penulis harus lebih
berusaha untuk berinteraksi dan mengajarkan kembali teknik napas dalam dan
batuk efektif. Beda halnya dengan pasien 1 Tn. T yang sangat kooperatif. Dari
segi teori penerapan teknik napas dalam dan batuk efektif yang telah dilakukan
penulis kepada kedua pasien tidak terdapat kesenjangan antara teori dan hasil
yang didapatkan pada saat dilakukan penelitian. Dikarenakan teknik napas dalam
dan batuk efektif dapat memberikan rasa nyaman serta efektif dalam membantu
efisiensi pengeluaran sputum pada kedua pasien yaitu Tn. T dan Tn. K

Poltekkes Kemenkes Palembang


92

5.3 Kolaborasi Pemberian Terapi Obat

Penulis berkolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter untuk memberikan


obat pada Tn. T dan Tn. K untuk pemberian obat oral yang ditujukan untuk
mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
pembentukan sputum. Obat yang diberikan pada Tn. T dan Tn. K adalah obat
ambroxol, yaitu salah satu obat yang masuk dalam kategori golongan mukolitik,
yaitu obat yang berfungsi untuk mengencerkan dahak. Ambroxol umunya
digunakan untuk mengatasi gangguan pernapasan akibat produksi dahak yang
berlebihan pada kondisi seperti bronkiektasis dan emfisema, bronkitis kronik dan
akutu, pneumokoniosis bronkitis. Dengan obat mukolitik, dahak yang diproduksi
akan lebih encer sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tenggorokan saat batuk.
Dengan demikian, pipa saluran pernapasan pun lebih terbuka dan terasa legah.
Mengkonsumsi ambroxol dengan benar. Ikuti anjuran dokter dan baca infomasi
yang tertera pada kemasan sebelum mulai mengkonsumsi. Konsumsi ambroxol
pada saat makan atau setelah makan. Konsumsi ambroxol sesuai dengan jangka
waktu yang telah di tentukan oleh dokter, obat ini tidak disarankan untuk
penggunaan dalam jangka waktu lama. Penggunaan ambroxol bersamaan dengan
antibiotik cefuroxime, amoxicilin, doxycyclin dapat meningkatkan konsentrasi
antibiotik di dalam jaringan paru-paru.
Penulis menyimpulkan bahwa dengan pemberian obat pada pasien dengan
tepat waktu dapat membantu mempercepat penyembuhan pasien. Respon pasien 1
dan 2 yaitu Tn. T dan Tn. K selama 3 hari pemberian obat ambroxsol pasien
tampak mengikuti aturan minum obat dengan baik dan cukup kooperatif serta
mengerti penjelasan yang diberikan penulis maksud maupun tujuan pemberian
obat tersebut. Pasien mampu meminum obat secara mandiri tanpa bantuan penulis
dan tidak mengalami kendala apapun. Pada implementasi kolaborasi pemberian
terapi obat ambroxol tidak terdapat hambatan pada kedua pasien yaitu Tn. T dan
Tn. K , kedua pasien cukup kooperatif dan mampu melakukannya dengan
mandiri. Serta dari segi teori selama dilakukan implementasi pemberian terapi
obat tidak terdapat kesenjangan dari hasi penelian dikarenakan terapi obat

Poltekkes Kemenkes Palembang


93

ambroxol sangat bermanfaat membantu penyembuhan kedua pasien sehinga


pasien merasa nyaman.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan implementasi keperawatan pada Tn. T dan
Tn. K dengan fokus masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
napas di Ruang Balido Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2019 selama 3 hari mulai dari tanggal 11 April hingga 13
April 2019, maka penulis menarik simpulan sebagai berikut :
a.Dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu memberikan posisi
semi fowler kepada pasien tuberkulosis paru dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas disimpulkan bahwa, kedua
pasien dapat mengikuti posisi yang telah diajarkan penulis, dan
merasa nyaman dengan posisi tersebut.
b.Dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu latihan teknik napas
dalam dan batuk efektif kepada pasien tuberkulosis paru dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas disimpulkan bahwa,
kedua pasien dapat menerapkan sendiri latihan napas dalam dan
batuk efektif untuk pengeluaran sputum yang lebih maksimal.
c.Dalam melakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi obat
mukolitik bertujuan untuk mengencerkan dahak. Dari
implementasi ke 3 ini dapat disimpulkan bahwa pada kedua pasien
mendapatkan terapi obat ambroxol 1x 30 diminum setelah makan.

6.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas maka saran yang dapat penulis berikan
untuk perbaikan dan peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah :
a. Bagi Pasien dan Keluarga

Poltekkes Kemenkes Palembang


94

Bagi pasien dan keluarga agar lebih menambah wawasan dan


pengetahuan dalam melakukan tindakan perawatan dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.

b. Bagi Ilmu Perkembangan Keperawatan


Diharapkan dapat menambah informasi dalam pengembangan
IPTEK dan sebagai referensi mahasiswa / mahasiswi Poltekkes
Kemenkes Palembang Jurusan Keperawatan dalam pembuatan
laporan tugas akahir khusus nya pada stase keperawatan medikal
bedah.
c. Bagi Rumah Sakit
Diharapakan dapat menambah informasi bagi rumah sakit dalam
memberikan Implementasi Keperawatan pad pasien Tuberkulosis
Paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas, serta
dapat mempertahankan kualitas asuhan keperawatan yang sudah
sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang berlaku.

Poltekkes Kemenkes Palembang


95

Poltekkes Kemenkes Palembang


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta Timur : CV. Trans Info
Media.
Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan dasar Manusia (Oksigenasi). Tangerang :
Graha Ilmu
Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC
Atoilah, Elang M. Kusnadi, Engkus. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Garut : In Media.
Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan keperawatan : Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Pretasi Pustakarya.
Dinas Kesehatan Kota Palembang.(2015).Profil Kesehatan Kota Palembang
tahun 2015, http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL
_KAB_KOTA_ 2015 /1671_Sumsel_Kota_Palembang_2015.pdf, diunduh
tanggal 28/10/2018
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler. A. C. (2012). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedome Untuk Perencaan Dan Pendokementasian
Perawatan pasien (I. M. Sumarwati, Trans. 3 ed.). Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2014 ). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Selemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Media Action
Profil Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan (2016).
Profil Kesehatan Sumatera Selatan (2015).
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G.(2002).Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta
Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Selemba Medika.
Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid.
I Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit.
Dalam.
Setianto, OD.(2017). Asuhan Keperawatan pada Ny.N dengan Gangguan
Tuberkulosis Paru Di Ruang Kenanga RSUD dr.R. Goeteng
TaroenadibrataPurbalingga,http://repository.ump.ac.id/3975/3/Oka
%20Dwi%20Setianto%20BAB%20II.pdf, diunduh tanggal 12/19/2018
Wijaya., A. S & Putri., Y. M (2013) Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika
Wilkinson., J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
LAMPIRAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PALEMBANG

POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES PALEMBANG

FORMAT PENGKAJIAN

Nama Mahasiswa : ………………….... Tempat Praktik : ……………..

NIM : …………………… Tgl.pengkajian : ……………...

I. Identitas klien

Nama (inisial) : ………………...... Tgl MRS : ……………...

TTL : ………………….. Sumber : ……………...

(kab/kota, umur) /………tahun Informasi

Jenis kelamin : Perempuan Laki-laki

Alamat : …………………………………………………………………………………
…………………………….

Status perkawinan : Kawin Janda Duda Belum kawin

Agama : …………………...

Suku : …………………...

Pendidikan : SD SMP SMA PT

Pekerjaan :  PNS  ABRI/POLRI  Pensiunan

 Wiraswasta Tani Buruh


Keluarga terdekat yang dapat dihubungi segera (orang
tua/wali/suami/istri/dll)

Nama : …………………...
(lengkap/panggilan)

Pendidikan : SD SMP SMA PT

Pekerjaan :  PNS  ABRI/POLRI  Pensiunan

 Wiraswasta Tani Buruh

Alamat : ……………………………………………………..

……………………………………………………..

II. Status Kesehatan saat ini

1. Alasan kunjungan/ : .............................................................................


.............................................................................
Keluhan utama
.............................................................................
...

2. Faktor pencetus : .............................................................................


.............................................................................
..

3. Lamanya keluhan : .............................................................................


.

4. Timbulnya keluhan :  Bertahap  Mendadak

5. Faktor yang : .............................................................................


memperberat .............................................................................
..
6. Upaya yang dilakukan
untuk mengatasinya

Sendiri
: .............................................................................
Orang lain .
:
.............................................................................
.

7. Diagnosis Medis : .............................................................................


.............................................................................
..

III. Riwayat Kesehatan yang lalu

1. Penyakit yang pernah


dialami

a. Kanak-kanak
: .............................................................................
b. Kecelakaan .
:
c. Pernah dirawat .............................................................................
:
.
d. Operasi
:
Penyakit :
....................Waktu/lama: .........../.......

.............................................................................
.

2. Alergi : .............................................................................
.............................................................................
..

3. Imunisasi : .............................................................................
.............................................................................
.............................................................................
...

4. Kebiasaan :  Merokok  Kopi  Alkohol

 Lain-lain, sebutkan .......................................

5. Obat-obatan

Sendiri : Jenis :........................................, lamanya: ..........


:
Orang lain (resep) Jenis :........................................, lamanya: ..........

6. Pola nutrisi

a. Frekuensi makan : ............................. x / hari

b. Berat Badan (BB) : ............................. kg

c. Tinggi Badan (TB) : ............................. cm

d. Jenis makanan : .............................................................................


.............................................................................
..

e. Nafsu makan :  Baik

 Sedang, alasan; mual/muntah/sariawan

 Kurang, alasan; mual/muntah/sariawan

f. Perubahan BB :  Tetap

3 bulan terakhir  Bertambah .................. kg

 Berkurang ................... kg

7. Pola Eliminasi
a. Buang Air Besar

Frekuensi : ......... x/hari Pengg. pencahar:  Ya  Tidak

Waktu :  Pagi  Sore  Malam

Warna :  Kuning  Hitam  Abu-abu  Lain..........

Konsistensi : Keras Lunak Lembek Cair

b. Buang Air Kecil

Frekuensi : ........... x/hari

Warna :  Kuning/jernih  Coklat  Coklat tua

Bau :  Putih  Merah  Lain-lain, sebutkan............

8. Pola tidur dan istirahat

a. Waktu tidur (jam) : ........................... WIB

b. Lama tidur (jam) : ........................... jam

c. Kebiasaan pengantar : .............................................................................


.............................................................................
tidur
..
d. Kesulitan dalam :
Menjelang tidur
hal tidur
Sering/mudah terbangun

Merasa tidak puas setelah bangun tidur

9. Pola aktivitas dan

Latihan

a. Kegiatan dalam : .............................................................................


pekerjaan
b. Olahraga .

c. Kegiatan dalam :
waktu luang
: Jenis,
d. Kesulitan/keluhan sebutkan ........................frekuensi: ............
dalam hal
.............................................................................
:
.............................................................................
..

 Pergerakan tubuh

 Mandi mengenakan pakaian

 Bersolek

 Berhajat

 Sesak napas setelah mengadakan


aktivitas

 Mudah merasa kelelahan

10. Pola Bekerja

a. Jenis pekerjaan :  PNS  ABRI/POLRI  Pensiunan

 Wiraswasta  Tani  Buruh  Belum kerja

b. Jumlah jam kerja : ................. jam/24 jam

c. Jadual kerja :  Reguler  Shift

d. Lain-lain, sebutkan : .............................................................................


.

IV. Riwayat Keluarga


Genogram

V. Riwayat Lingkungan

1. Kebersihan : .............................................................................
.............................................................................
2. Bahaya :
.............................................................................
3. Polusi : ...

VI. Aspek Psikososial

1. Pola pikir dan persepsi

a. Alat bantu yang :  Kaca mata

digunakan  Alat bantu pendengaran

b. Kesulitan yang :  Sering pusing

dialami  Menurunnya sensitifitas terhadap sakit

 Menurunnya sensitifitas terhadap


panas/dingin

 Membaca/menulis
2. Persepsi diri

a. Hal yang sangat : .............................................................................


.............................................................................
dipikirkan saat ini
.............................................................................
b. Harapan setelah : .............................................................................
.............................................................................
menjalani perawatan
.............................................................................
c. Perubahan yang : ......

dirasa setelah sakit

3. Suasana hati : .............................................................................


.............................................................................
Rentang perhatian :
..

4. Hubungan / Bahasa utama : ...............................................


.
komunikasi Bahasa daerah
: ...............................................
.

a. Bicara :  Jelas  Relevan

Mampu mengekspresikan

Mampu mengerti orang lain

b. Tempat tinggal :  Sendiri

 Bersama orang lain,


yaitu .................................

c. Kehidupan keluarga : Adat istiadat yang


dianut: ....................................

Pembuatan keputusan dalam


keluarga:................

Pola komunkasi : .................................................

Keuangan :  Memadai  Kurang

e. Kesulitan dalam :  Hubungan orang tua

keluarga  Hubungan sanak saudara

 Hubungan perkawinan

5. Kebiasaan Seksual

a. Gangguan hubungan seksual disebabkan kondisi :

 Fertilitas  Libido  Ereksi

 Menstruasi  Kehamilan  Alat kontrasepsi

b. Pemahaman terhadap fungsi seksual : ...............................................


.

.......................................................................................................................
.

6. Pertahanan Koping

a. Pengambilan :  Sendiri

keputusan  Dibantu orang lain, sebutkan ..........................

b. Yang disukai tentang : .............................................................................


.............................................................................
diri sendiri
..

c. Yang ingin dirubah : .............................................................................


.............................................................................
dari kehidupan
..

d. Yang dilakukan jika :  Pemecahan masalah


stress
 Makan

 Tidur

 Makan obat

 Cari pertolongan

 Lain-lain (misal. marah, diam, dll),

sebutkan .........................................................

e. Yang dilakukan : .............................................................................


.............................................................................
perawat agar anda
.............................................................................
nyaman dan aman ...

7. Sistem Nilai – Kepercayaan

a. Siapa atau apa : .............................................................................


sumber kekuatan .............................................................................
..

b. Apakakah Tuhan, Agama,  Ya

Kepercayaan  Tidak

c. Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam dan

frekuensi), sebutkan ....................................................................................

d. Kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan selama di Rumah

Sakit, sebutkan ............................................................................................


8. Tingkat perkembangan : Usia Karakteristik

.............. .................................................

.............. .................................................

.............. .................................................

.............. .................................................

VII. Pengkajian Fisik

1. Kepala : Bentuk : ..............................................................

Keluhan yang berhubungan:  Pusing

 Sakit kepala  Lain-lain, sebutkan ..............

2. Mata : Ukuran pupil : .......... mm  Isokor  Unisokor

Reaksi terhadap
cahaya : .....................................

Akomodasi : ........................................................

Bentuk : ...............................................................

Konjungtiva : .......................................................

Fungsi penglihatan :  Baik  Kabur

 Tidak jelas  Dua bentuk  Sakit

Tanda-tanda
radang : ...........................................

Pemeriksaan mata
terakhir : ................................

Operasi : ..............................................................

Kaca Mata : .........................................................

Lensa Kontak : ....................................................

3. Hidung : Reaksi alergi : ......................................................

Cara mengatasinya : ......................................

Pernah mengalami
flu : ........................................

Bagaimana frekuensi per tahun : ..................

Perdarahan : ........................................................
.

4. Mulut dan Gigi : Gigi : ....................................................................

Kesulitan/gg
berbicara : .......................................

Kesulitan menelan : .............................................

Pemeriksaan gigi terakhir : ..................................

5. Pernapasan : Suara napas:  Wheezing  Ronchi basah

 Ronchi kering  Lain-lain, sebutkan..............

Frekuensi : ...................... x/menit

Pola
napas: ...........................................................

Batuk :  Ya  Tidak
Dispnea :  Ya  Tidak

Sputum : ....................... Nyeri :  Ya  Tidak

Kemampuan melakukan aktivitas : .....................

.............................................................................
.

Batuk darah :  Ya  Tidak

Sianosis : .............................................................

Rontgen Foto terakhir ....................Hasil ............

.............................................................................
.

6. Kardiovaskuler dan : Nadi perifer : .......................................................

Sirkulasi Capillary Refill (CR) : ........................................

Distensi vena jugularis : ………………………..

Suara jantung : ………………………………….

Suara jantung
tambahan : ....................................

Irama jantung
(monitor) : ....................................

Nyeri : ............................. Edema : ....................

Palpitasi : ......................... Baal : .........................

Perubahan warna (kulit, kuku, bibir, dll) : ..........

Clubbing : ............................................................
Keadaan ekstrimitas :..........................................

Synkop : ...............................................................

7. Nutrisi : Jenis
diet : ............................................................

Napsu makan :  Baik  Kurang

Rasa mual :  Ya  Tidak

Muntah :  Ya  Tidak

Intake cairan, Jenis: ................. Jumlah: ............

8. Eliminasi

Buang Air Besar : Penggunaan laxantif :  Ya  Tidak

Colostomy : .........................................................

Ileostomy : ..........................................................
.

Konstipasi : ..........................................................

Diare : ..................................................................
Buang Air Kecil :
Inkontinensia :  Ya  Tidak

Infeksi : ...........................................................

Hamaturia :  Ya  Tidak

Kateter :  Ya, sebutkan ................  Tidak

Urin – Output : ....................................cc

9. Reproduksi : Kehamilan : .........................................................

Buah
dada : ..........................................................

Perdarahan : ........................................................
.

Pemeriksaan pap smear


terakhir.......... ................

Hasil ..............................................................

Keputihan ............................................................

Pemeriksaan Payudara Sendiri


(Sadari) ...............................

Prostat : ...............................................................
.

Penggunaan
kateter : ...........................................

10. Persafaran : Tingkat kesadaran : ......................... GCS : .......

Orientasi : ............................................................

Riwayat epilepsi / kejang / parkinson :

 Ya  Tidak

Reflek : ................................................................

Kekuatan menggenggam : ..................................

Pergerakan
ekstrimitas : ......................................

11. Muskuloskletal : Nyeri : ..................................................................


Kekakuan : ...........................................................

Pola latihan gerak : ..............................................

12. Kulit : Warna : ................................................................

Integritas : ...........................................................
.

Turgor : ................................................................

VIII. Data Laboratorium

Jenis Hasil Tanggal

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

IX. Pengobatan

Obat Dosis Tanggal

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................


X. Hasil Pemeriksaan Penunjang lainnya

Jenis Hasil Tanggal

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

.................................. .............................................. .........................

XI. Persepsi Klien terhadap Penyakitnya

............................................................................................................................
............................................................................................................................
............................................................................................................................
......

XII. Kesan perawat terhadap klien

............................................................................................................................
............................................................................................................................
............................................................................................................................
......

XIII. Kesimpulan

............................................................................................................................
............................................................................................................................
............................................................................................................................
......
Palembang, ………………….2019

Praktikan,
Lampiran SOP 1

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMBERIAN POSISI FOWLER/SEMIFOWLER

1. Persiapan alat : Tempat tidur


: Bantal kecil
: Gulungan handuk
: Footboard (bantalan kaki)
: Sarung tangan (jika diperlukan)
2. Prosedur pelaksaan dan rasional
a. Mencuci tangan dan gunakan sarung tangan jika diperlukan
b. Meminta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala
dinaikkan. Mencegah klien melorot ke bawah saat kepala
dinaikkan
c. Menaikan kepala tempat tidur 45-90 derajat sesuai kebutuhan.
Fowler rendah atau semifowler ( 15-45 derajat) , fowler tinggi 90
derajat. Letakkan bantal kecil di bawah punggung pada kurva
lumbal, jika ada celah di sana. Bantal akan menyangga kurva
lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
d. Meletakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan
menyangga kurva servikal dari kolumna vertebra. Sebagai
alternatif, kepala klien dapat diletakkan diatas kasur tanpa bantal.
Terlalu banyak bantal dibawah kepala akan mengakibatkan fleksi
kontraktur dari leher.
e. Meletakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit.
Memberikan landasan yang lebar, lembut, dan fleksibel. Mencegah
ketidaknyamanan akibat adanya hiperekstensi lutut dan tekanan
pada tumit.
f. Memastikan tidak terdapat tekanan pada area popliteal dan lutut
dalam keadaan fleksi. Mencegah terjadinya kerusakan pada
persarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu klien untuk
tidak melorot ke bawah.
g. Meletakkan trochanterroll ( gulungan handuk) di samping masing-
masing paha. Mencegah rotasi eksternal dari pinggul.
h. Menopang telapak kaki klien dengan menggunakan bantalan kaki.
Mencegah fleksiplantar.
i. Meletakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, jika
klien memiliki kelemahan pada kedua tangan tersebut.
j. Melepaskan sarung tangan dan cuci tangan
k. Mendokumentasikan tindakan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMBERIAN PEMBERIAN OBAT ORAL

1. Persiapan alat : Daftar obat pasien (jenis/nama obat, dosis obat,


jadwal pemberian, no.register pasien).
: Buku obat pasien
: Tempat obat dan tutupnya (beretiket nama pasien,
kamar dan no.tempat tidur).
: Gelas ukur
: Gelas obat
: Gelas air minum
: Air minum dalam cerek
: Sedotan
: Pipet
: Serbet
: Lumpang obat (mortir) dan alu obat
: Baki
: Bengkok/tempat sampah (Putra dan Prasetyo,
2014)
2. Prosedur pelaksaan
a. Mencuci tangan.
b. Mengatur tempat-tempat obat dalam baki, buku obat, dan daftar
obat.
c. Menyiapkan obat yang diperlukan.
d. Membaca daftar obat, mengambil obat sesuai dengan jenis dan
jumlah.
e. Meletakkan baki obat, air minum dalam gelas, sedotan dan
daftar/buku obat diatas meja obat beroda.
f. Mendorong meja obat ke kamar pasien.
g. Memeriksa kembali obat lalu diberikan kepada pasien. Tunggu
sampai semua obat ditelan habis.
h. Bantu pasien yang tidak bisa minum sendiri.
i. Bersihkan dan rapikan kembali pasien
j. Obat yang sudah diminum pasien diberi tanda centang pada buku
obat dan bubuhkan tanda tangan perawat.
k. Mencuci tangan. (Putra dan Prasetyo, 2014)
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
TEKNIK NAPAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF

Tema : Teknik napas dalam dan batuk efektif


Sasaran : 2 orang pasien dengan gangguan sistem pernafasan dan keluarga
yang menemani pasien selama dirawat.
Hari/tanggal :
Waktu : 10.00 10.45 WIB (45 menit)
Tempat :

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 45 menit, diharapkan pasien dan
keluarga memahami dan memperagakan teknik latihan napas dalam
dan teknik batuk efektif.
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan, sasaran mampu:
a. Menjelaskan pengertian napas dalam dan batuk efektif
b. Menjelaskan tujuan napas dalam dan batuk efektif
c. Menjelaskan teknik napas dalam dan batuk efektif
d. Mampu memperagakan teknik napas dalam dan batuk efektif

B. Pokok Bahasan : Teknik Napas Dalam dan Batuk Efektif


C. Sub Pokok Bahasan : Pengertian napas dalam dan batuk efeketif
: Tujuan napas dalam dan batuk efektif
: Teknik napas dalam dan batuk efektif
D. Metode : Ceramah
: Demonstrasi
: Diskusi dan tanya jawab
E. Media : Leaflet
F.Proses Pelaksanaan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Sasaran
1. 5 menit Pembukaan
Memberi salam Menjawab salam
Memperkenalkan diri Mendengarkan dan
memperhatikan
Melakukan kontrak waktu Menyepakati kontrak
Menjelaskan tujuan dan materi Memperhatikan dan
yang akan diberikan. mendengarkan

2. 35 menit Kegiatan
Menjelaskan pengertian batuk Memperhatikan dan
efektif dan napas dalam, mendengarkan
Menjelaskan tujuan napas Memperhatikan dan
dalam dan batuk efektif mendengarkan
Menjelaskan teknik napas dalam Memperhatikan dan
dan batuk efektif mendengarkan
Mendemonstrasikan teknik Memperhatikan dan
napas dalam dan batuk efektif mendengarkan
Mendemonstrasikan bersama Mendemontrasikan
batuk efektif
Memberi kesempatan audien Mendemontrasikan
untuk mempraktikkan sendiri batuk efektif secara
teknik napas dalam dan batuk mandiri
efektif
3 5 menit Penutup
Evaluasi validasi, memberikan Memberikan
kesempatan kepada audien untuk penjelasan tentang
menjelaskan kembali pengertian, materi yang telah
tujuan serta teknik napas dalam disampaikan
dan batuk efektif.
Menyimpulkan bersama-sama Memperhatikan dan
mendengarkan
Mengucapkan terima kasih Memperhatikan dan
mendengarkan
Mengucapkan salam penutup Menjawab salam

G. Pengorganisasian
Penyaji : Ira Pitria

H. Evaluasi
Setelah dilakukan penyuluhan selama 45 menit peserta mampu :
1. Menjelaskan pengertian batuk efektif dan napas dalam
2. Menjelaskan tujuan batuk efektif dan napas dalam
3. Menjelaskan teknik batuk efektif dan napas dalam
4. Mampu mendemonstrasikan batuk efektif dan napas dalam

Lampiran Materi
NAFAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF
A. Pengertian
1. Napas dalam
Latihan napas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan menggunakan
diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh (Parsudi, dkk., 2002)2.
2. Batuk efeketif
Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar dimana dapat
energi dapat dihemat sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan
dahak secara maksimal (Smeltzer, 2001).

B. Tujuan teknik napas dalam dan batuk efektif


1. Mengurangi nyeri luka operasi saat batuk
2. Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret
3. Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laboratorium.
4. Mengurangi sesak napas akibat akumulasi sekret
5. Meningkatkan distribusi ventilasi.
6. Meningkatkan volume paru
7. Memfasilitasi pembersihan saluran napas

C. Indikasi teknik napas dalam dan batuk efektif


Dilakukan pada pasien seperti :COPD/PPOK, Emphysema, Fibrosis, Asma,
chest infection, pasien bedrest atau post operasi

D. Kontra indikasi batuk efektif


1. Tension pneumotoraks
2. Hemoptisis
3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark
miokardakut infark dan aritmia.
4. Edema paru
5. Efusi pleura yang luas

E. Alat dan Bahan yang disediakan


1. Tissue/sapu tangan
2. Wadah tertutup berisi cairan desinfektan (air sabun / detergen, air bayclin,
air lisol) atau pasir.
3. Gelas berisi air hangat

F. Cara Mempersiapkan Tempat Untuk Membuang Dahak


1. Siapkan tempat pembuangan dahak: kaleng berisi cairan desinfektan yang
dicampur dengan air (air sabun / detergen, air bayclin, air lisol) atau pasir.
2. Isi cairan sebanyak 1/3 kaleng
3. Buang dahak ke tempat tersebut
4. Bersihkan kaleng tiap 2 atau 3 kali sehari.
5. Buang isi kaleng bila berisi pasir : kubur dibawah tanah
6. Bila berisi air desinfektan : buang di lubang WC, siram
7. Bersihkan kaleng dengan sabun.

G. Teknik napas dalam


1. Menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung
(bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup.
2. Kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut
dengan posisi seperti bersiul.
3. Dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi
tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung akan terjadi
peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan
diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air
trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi

H. Teknik Batuk Efektif


1. Tarik napas dalam 4-5 kali
2. Pada tarikan napas dalam yang terakhir, nafas ditahan selama 1-2 detik
3. Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukkan dengan kuat dan
spontan
4. Keluarkan dahak dengan bunyi ha..ha..ha atau huf..huf..huf..
5. Lakukan berulang kali sesuai kebutuhan
LOGBOOK CATATAN KEGIATAN PEMBERIAN IMPLEMENTASI PADA PASIEN
TUBERKULOSIS PARU DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN
NAPAS
DI RUMAH SAKIT KHUSUS PARU PROVINSI
SUMATERA SELATAN TAAHUN 2019

No. Hari/Tgl/Bln/Thn Kegiatan Paraf Paraf


Mahasiswa Perawat RS
1. Selasa/9 April 1. Datang ke RSKP
2019 2. Perkenalan dengan
kepala ruang rawat
inap dan perawat
ruangan di rawat
inap
2. Rabu/10 April 1. Datang ke RSKP
2019 2. Melakukan BHSP
3. Melakukan
pengkajian terhadap
pasien 1 baik
melalui wawancara
maupun dari catatan
perawat ruangan.
4. Meminta pasien dan
keluarga untuk
menanda tangani
informed consent
sebagai tanda
persetujuan bahwa
bersedia di mintai
data untuk
kepentingan
penelitian.
3. Kamis/11 April 1. Datang ke RSKP
2019 2. Melakukan BHSP
3. Melakukan
pengkajian terhadap
pasien 2 baik
melalui wawancara
maupun dari catatan
perawat ruangan.
4. Meminta pasien dan
keluarga untuk
menanda tangani
informed consent
sebagai tanda
persetujuan bahwa
bersedia di mintai
data untuk
kepentingan
penelitian.
5. Mengukur tanda-
tanda vital Tn. T
dan Tn. K
6. Mengkaji
pernapasan Tn. T
dan Tn. K
7. Mengkaji
kemampuan
pengeluaran sekresi,
dan ada tidaknya
hemoptisis pada Tn.
T dan Tn. K
8. Memberikan posisi
semi fowler pada
Tn. T dan Tn. K
9. Mengajarkan teknik
relaksasi napas
dalam pada Tn. T
dan Tn. K
10. Mengajarkan teknik
batuk efektif pada
Tn. T dan Tn. K
11. Memberikan obat
oral pada Tn. T dan
Tn. K

4. Jum’at/12 April 1. Datang ke RSKP


2019 2. Mengukur tanda-
tanda vital Tn. T
dan Tn. K
3. Mengkaji
pernapasan Tn. T
dan Tn. K
4. Mengkaji
kemampuan
pengeluaran sekresi,
dan ada tidaknya
hemoptisis pada Tn.
T dan Tn. K
5. Memberikan posisi
semi fowler pada
Tn. T dan Tn. K
6. Mengajarkan teknik
relaksasi napas
dalam pada Tn. T
dan Tn. K
7. Mengajarkan teknik
batuk efektif pada
Tn. T dan Tn. K
8. Memberikan obat
oral pada Tn. T dan
Tn. K

5. Sabtu/12 April 1. Datang ke RSKP


2019 2. Mengukur tanda-
tanda vital Tn. T
dan Tn. K
3. Mengkaji
pernapasan Tn. T
dan Tn. K
4. Mengkaji
kemampuan
pengeluaran sekresi,
dan ada tidaknya
hemoptisis pada Tn.
T dan Tn. K
5. Memberikan posisi
semi fowler pada
Tn. T dan Tn. K
6. Mengajarkan teknik
relaksasi napas
dalam pada Tn. T
dan Tn. K
7. Mengajarkan teknik
batuk efektif pada
Tn. T dan Tn. K
8. Memberikan obat
oral pada Tn. T dan
Tn. K
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai