Anda di halaman 1dari 5

Income Inequality In Developing Countries Past and

Prasent

Disusun Oleh Kelompok 5 :

Lintang Aprilia Pangestuti (20420687)


Azizatul Afifah (20420684)
Dena Erika Ayuningtyas (20420686)
Bayu Laksono (204206 )

Fakultas Ekonomi
Ekonomi Pembangunan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Tahun 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap negara berupaya untuk meningkatkan pembangunan ekonomi untuk mengurangi


kemisikinan dan mengurangi tingkat pengangguran. Dua masalah besar yang umumnya dihadapi oleh
negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam
distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat
berpendapatan rendah. Masalah ketimpangan pendapatan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang
berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya
terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat ketimpangan yang terjadi, serta tingkat kesulitan
mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk. Ketimpangan distribusi
pendapatan merupakan masalah perbedaan pendapatan anatara masayarakat atau daerah yang maju
dengan daerah yang tertinggal. Semakin besar jurang pendapatan maka semakin besar pula variasi
dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan terjadinya disparitas pendapatan. Hal tersebut tidak
dapat dihindari karena adanya efek perembesan kebawah (trickle down effect) dari output secara
sempurna. Hasil output nasional hanya dinikmati oleh segelintir golongan minoritas dengan tujuan
tertentu (Musfidar, 2012). Beberapa ukuran ketimpangan yang sering digunakan antara lain : Indeks
Gini, Indeks Theil dan ukuran ketimpangan dari Bank Dunia. Dalam penelitian ini ukuran
ketimpangan yang digunakan adalah Indeks Gini. Indeks Gini adalah satu ukuran ketimpangan yang
paling sering digunakan untuk mengukur ketimpangan dan ukuran ketimpangan agregat yang nilainya
berkisar antara nol dan satu. Nilai Indeks Gini nol artinya tidak ada ketimpangan (pemeraatan
sempurna) sedangkan nilai satu artinya ketimpangan sempurna.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Income Inequality
Income Inequality (ketimpangan pendapatan) merupakan suatu konsep yang menjelaskan
perbedaan kemakmuran, standar hidup, serta pendapatan yang diterima atau dihasilkan oleh individu
atau rumah tangga dalam masyarakat sehingga mengakibatkan tidak meratanya distribusi antar
wilayah disebabkan oleh perbedaan faktor produksi dan sumber daya yang tersedia. Ketimpangan
pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya
merupakan ukuran kemiskinan relatif, yaitu perhitungan kemiskinan berdasarkan proporsi distribusi
pendapatan daerah. Ketimpangan pendapatan mencerminkan pemerataan hasil pembangunan suatu
daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari kepemilikan faktor-faktor
produksi dikalangan penduduknya. Ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara-negara yang
baru memulai pembangunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pendapatannya
cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya rendah. Mengukur ketimpangan pendapatan,
dapat dilihat dari nilai gini rasio. Berdasarkan data BPS, selama satu dasawarsa terakhir tercatat
ketimpangan tertinggi terjadi pada 2014 yaitu sebesar 0.414. Setelah itu menurun dan puncaknya
ketika awal terjadi pandemi Covid pada September 2019 sebesar 0.380. Menyempitnya ketimpangan
ketika pandemi setidaknya menunjukkan satu kondisi. Yaitu, pandemi berpengaruh terhadap seluruh
lapisan masyarakat termasuk lapisan menengah-atas. Namun, tentu saja efek dari pandemi berbeda
antar kelompok. Ketimpangan yang terjadi saat ini mungkin saja karena adanya ketimpangan pada
masa lalu. Yaitu co-hort orang-orang yang hidup sekitar 20-50 tahun sebelumnya. Ketimpangan pada
masa lampau setidaknya terjadi dalam tiga kondisi, yaitu ketimpangan kesehatan, pendidikan, dan
ketimpangan wilayah.
B. Faktor Penyebab Ketimpangan Pendapatan Di Negara Berkembang :
 Pertumbuhan penduuduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita.
 Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan
pertambahan produksi barang-barang.
 Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-
proyek yang padat modal, sehingga persentase pendapatan modal kerja tambahan besar
dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran
bertambah.
 Rendahnya mobilitas sosial.
 Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang hasil industry untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
 Memburuknya nilai tukar bagi negara-negara sedang berkemabang dalam perdagangan
dengan negara- negara maju, sebagi akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara maju
terhadap barang-barang ekspor NSB
C. Income Inequality Past and Pracent
Puluhan tahun kemudian, wujud ketimpangan semakin terlihat dengan adanya generasi yang
menikmati penghasilan tinggi karena menciptakan inovasi maupun bekerja sebagai profesional di
perusahaan bonafid. Sedangkan yang lainnya, terjebak menggantungkan pekerjaannya di sektor
informal yang tidak membutuhkan syarat keahlian dan pendidikan tertentu, namun dengan resiko
mendapatkan penghasilan yang jauh lebih rendah. Ketimpangan inilah sebagai buah dari ketimpangan
pada masa lalu. Ketimpangan pada masa lalu dan di luar kendali inilah yang harus dikoreksi oleh
pemerintah. Tidak adil rasanya ketika dalam suatu perlombaan lari misalnya, dengan start yang sama
sebagian peserta dalam kondisi sehat, namun peserta lainnya dalam kondisi sakit. Ilustrasi ini
kemudian memberikan gambaran bahwa pemerintah harus menyehatkan terlebih dahulu orang yang
sakit agar tercipta kompetisi yang setara sejak awal. Perubahan nilai angka gini sangat ditentukan oleh
dinamika pendapatan yang berada di desil terendah.

Oleh karena itu, fokus kebijakan untuk mengendalikan ketimpangan diarahkan kepada
mereka yang berada di kerak kemiskinan. Mereka adalah orang miskin, fisiknya lemah, terisolasi,
tidak berdaya, dan memiliki kerentanan tinggi. Menurut BPS, mereka adalah penduduk yang
termiskin dari yang miskin yaitu pengeluarannya 0.8 di bawah garis kemiskinan. Menurut Ravallion
dan Haughton adalah mereka yang miskin kronis, yaitu teridentifikasi miskin dalam beberapa periode
waktu. memanfaatkan angka PDRB, pemerintah daerah dapat menentukan sektor mana yang menjadi
basis dan sektor mana saja yang harus dikembangkan. Dengan PDRB juga, pemerintah daerah dapat
memprediksi sektor mana yang memiliki nilai tambah tinggi dan responsif terhadap penyerapan
tenaga kerja dari penduduk miskin. Sehingga pemerintah daerah dapat mengkalkulasi apabila
berinvestasi sekian rupiah di sektor pertanian, seberapa besar dapat menyerap angkatan kerja di
pedesaan dan seberapa besar dapat menurunkan angka kemiskinan.
Pemerintah dapat mengevaluasi program-program pengentasan kemiskinan yang telah
digulirkan. Apabila gencarnya program pemerintah daerah seiring dengan penurunan angka
kemiskinan, maka dapat dikatakan bahwa program tersebut berhasil menanggulangi kemiskinan.
Namun apabila angka kemiskinannya tidak menurun bahkan mengalami kenaikan, maka perlu
diperhatikan juga faktor-faktor non teknis lainnya. Misalnya terjadinya kebocoran anggaran (korupsi),
data yang tidak tepat sasaran, inflasi yang menyebabkan menurunkan daya konsumsi orang miskin,
atau bahkan karena faktor budaya.
Oleh karena itu, pada masa sekarang selain komitmen dari pemerintah daerah untuk
menuntaskan kemiskinan, diperlukan juga kepekaan dalam mengamati data dengan berbagai
indikatornya. Sejalan dengan itu, data yang lengkap dan akurat menjadi keharusan bagi para penyedia
data. Garbage in garbage out. Apabila hal ini dilakukan setiap pemerintah daerah, diharapkan puluhan
tahun masa yang akan datang ketimpangan pendapatan antarkelas dapat ditekan Walaupun
kesenjangan antarkelompok dianggap sebagai pemicu konflik, namun masyarakat kita sepertinya telah
menganggap biasa-biasa saja. Hal tersebut dapat kita lihat di tayangan televisi, sebagian acara
mempertontonkan bagaimana perjuangan kaum papa untuk bertahan hidup, berdampingan dengan
tayangan yang menyoroti orang-orang yang bergelimang harta beserta segala kemewahannya. Namun
tentu saja, terdapat pelajaran dari tayangan tersebut. Mereka yang bergelimang harta saat ini,
bukanlah orang yang pemalas, bukanlah kaum rebahan yang ketika bangun tidur kemudian
mendapatkan undian togel satu miliar dan menjadi kaya. Tapi, menjadi mereka yang sekarang adalah
buah dari kreativitas, inovasi, dan kerja keras mereka berpuluh tahun sebelumnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Income Inequality (ketimpangan pendapatan) merupakan suatu konsep yang menjelaskan
perbedaan kemakmuran, standar hidup, serta pendapatan yang diterima atau dihasilkan oleh individu
atau rumah tangga dalam masyarakat sehingga mengakibatkan tidak meratanya distribusi antar
wilayah disebabkan oleh perbedaan faktor produksi dan sumber daya yang tersedia. Pesan yang dapat
kita ambil adalah Mereka yang bergelimang harta saat ini dan berusaha untuk menjalankan roda
perekonomian indonesia dengan baik, bukanlah orang yang pemalas, bukanlah kaum rebahan yang
ketika bangun tidur kemudian mendapatkan undian togel satu miliar dan menjadi kaya. Tapi, mereka
yang sekarang adalah buah dari kreativitas, inovasi, dan kerja keras yang mereka lakukan.

Anda mungkin juga menyukai